Penyelesaian Sengketa PBB antara Wajib Pajak dan Pejabat Pajak

C. Penyelesaian Sengketa PBB antara Wajib Pajak dan Pejabat Pajak

Di dalam masalah ini, penyelesaian sengketa yang dilakukan Wajib Pajak dengan mengajukan keberatan dan banding. 1. Pengajuan Keberatan Sebagai dasar hukum pengajuan keberatan adalah pasal 15 ayat 1 UU No. 121994 tentang PBB yang menyatakan bahwa Wajib Pajak WP dapat mengajukan keberatan pada Direktur Jenderal Pajak atas Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang dan Surat Ketetapan Pajak. 12 Surat keberatan adalah surat permohonan Wajib Pajak yang bersangkutan yang ditujukan kepada Direktur Jenderal Pajak c.q. Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang berwenang, untuk meminta kebebasan atau pengurangan pajak yang dikenakan kepadanya berdasarkan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang SPPT atau Surat Ketetapan Pajak SKP, dengan alasan wajib pajak tidak dapat menyetujui dasar yang digunakan untuk menghitung pajaknya. Syarat keberatan ini di dalam penulisannya mempunyai syarat formal yaitu harus dengan jelas menyebutkan nama Wajib Pajak Nomor Pokok Wajib Pajak NPWP, jenis pajak, tahun pajak, jumlah pajak yang menjadi keberatan besarta alasan-alasan yang kuat dan benar. Dan apabila tidak memenuhi syarat formal di atas, tidak dianggap sebagai Surat Keberatan, sehingga tidak dapat dipertimbangkan dikaitkan dengan UU No. 91994 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. 12 Mardiasomo, Perpajakan Indonesia, Yogyakarta: CV. Andi Pustaka, 1992, hal. 58. Universitas Sumatera Utara Surat keberatan ini harus sudah diajukan dalam jangka tiga bulan terhitung sejak tanggal diterimanya SPPT atau SKP pasal 15 3 UU PBB. Jangka waktu tiga bulan ini dimaksudkan untuk memberikan cukup waktu bagi wajib pajak untuk mempersiapkan surat keberatan dan alasan-alasan. Dan apabila dalam tiga bulan itu tidak dapat dipatuhi oleh wajib pajak, karena keadaan laur biasa yang ada di luar kekuasaannya force majeur, maka hal ini harus diberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak c.q. Kepala Kantor Pelayanan Pajak pasal 15 ayat 3, apabila diterima maka diajukan secara tertulis dengan menggunakan bahasa Indonesia pasal 15 ayat 2 dan sebagai tanda bukti pemasukan Dirjen Pajak memberikan tanda bukti penerimaan. Dan apabila dikirim melalui pos, maka tanda bukti pengiriman adalah bukti penerimaan surat keberatan pasal 15 ayat 4. Pemasukan surat keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak pasal 15 ayat 6, 13 SPPT diterima tanggal 1 April 1994, dan harus dibayar paling lambat tanggal 20 September 1994. Wajib pajak berkeberatan atas jumlah pajak yang ditetapkan SPPT. Ia mengajukan keberatan pada tanggal 5 April 1994. Dikarenakan pajak terhutang baru dilunasi pada tanggal 30 September 1994, sehingga wajib pajak selama belum ada keputusan surat keberatan yang mengubah SPPT dan SKP, tetap diharuskan membayar pajak yang sudah jatuh temponya. Sebagai contohnya: 13 Wijaya Soetomo, Standar Penetapan NJOP, Jakarta: PT. Rosdakarya, 1996, hal. 22 Universitas Sumatera Utara maka dia masih ada waktu walaupun ditunda. Akan tetapi apabila sebelum tanggal 30 September 1994 belum juga ada keputusan tentang surat keberatannya, maka wajib pajak harus melunasi pajaknya pada tanggal 30 September 1994, karena pemasukan surat keberatan tidak menunda pembayaran pajaknya. Jika wajib pajak mendapat SKP pada tanggal 1 April 1994, maka jatuh temponya hanya satu bulan dan pajak harus lunas pada tanggal 30 April 1994. Dan apabila pada tanggal 29 April 1994 belum juga ada keputusannya maka wajib pajak harus melunasi pajak-pajak yang dikenakan kepadanya dengan SKP tersebut. Dari kesemua di atas, surat keberatan akan diputuskan dalam jangka paling lama 12 dua belas bulan oleh Dirjen Pajak c.q. Kepala Kantor Pelayanan Pajak, sejak diterima surat keberatan. Dengan ini wajib memberikan keputusan atas surat keberatan yang diajukan pasal 16 ayat 1. Keputusan yang diberikan Dirjen Pajak atas surat keberatan dapat berisi: a. Menerima keberatan, seluruhnya atau sebagian b. Menolak surat keberatan c. Menambah besarnya pajak yang terhutang pasal 16 ayat 3 Apabila dari pihak Dirjen Pajak menganggap, bahwa surat keberatan yang diajukan beralasan, maka akan diterima, berarti bahwa pengurangan hutang sesuai dengan permohonan wajib pajak. Adakalanya sering terjadi bahwa permohonan surat keberatan yang dilakukan wajib pajak tidak diterima Universitas Sumatera Utara seluruhnya, hanya sebagian, berarti juga hutang pajak dikurangi sebagian. Akan tetapi apabila alasan-alasan yang dikemukakan wajib pajak tidak dapat diterima, maka surat keberatan tersebut ditolak, berarti pajak yang dipertahankan tidak dikurangi. Dan apabila prosedur surat keberatan yang diajukan dalam 12 bulan terlewati, dan tidak diberikan keputusan, maka surat keberatan wajib pajak dianggap diterima pasal 26 UU No. 919947 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Bagi wajib pajak yang prosedur surat keberatannya ditolak Dirjen Pajak, maka penolakan itu harus disertai alasan-alasannya. Dan apabila wajib pajak belum puas dengan keputusan tersebut maka masih ada satu upaya agi yaitu banding. 14 2. Pengajuan Banding Dengan dihapsukannya dasar hukum banding dalam UU PBB No. 121994 pasal 17, maka acuan banding mengikuti pasal 27 UU No. 91994 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3984. Dalam pada itu, pasal 27 ayat 1 UU No. 91994 menyatakan bahwa wajib pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan peradilan pajak terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. Selanjutnya sebelum badan peradilan pajak dibentuk, permohonan banding diajukan kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak, 14 Muhajir Dar, Pengantar Hukum Pajak, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004, hal. 27. Universitas Sumatera Utara yang putusannya bukan merupakan Keputusan Tata Usaha Negara ayat 2. Dengan dikeluarkannya UU No. 91994, maka penyempurnaan UU No. 61983 terutama pada pasal 27, ditambah dengan pasal 27A yang menyatakan bahwa apabila pengajuan keberatan atau permohonan banding diterima sebagian atau seluruhnya, maka kelebihan pembayaran dikembalikan dengan di tambah imbalan bunga sebesar 2 dua persen sebulan untuk selama- lamanya dua puluh empat bulan. 15 a. Tertulis dalam bahasa Indonesia Syarat formal pengajuan banding tersebut antara lain: b. Dalam jangka tiga bulan c. Alasan-alasan yang jelas dan kuat d. Dilampiri salinan surat keputusan e. Tidak menunda kewajiban membayar pajak dan penagihan pajak Kemudian apabila sudah diputuskan, maka sifat putusan itu bukan merupakan putusan Tata Usaha Negara dan putusan badan peradilan pajak merupakan putusan akhir dan bersifat tetap. Di dalam penyempurnaan-penyempurnaan mengenai ketentuan banding di atas, akan menghapus keragu-raguan wajib pajak yang selama ini akan mengajukan upaya banding. Ini dimaksudkan untuk memberikan keadilan 15 Harahap, M.Y. Beberapa Tinjauan Mengenai Sistem Peradilan dan Penyelesaian Sengketa, Bandung: PT. Citra Adiyta Bakti, 1997, hal. 46. Universitas Sumatera Utara dalam pengenaan pajak dan memperjelas ketentuan mengenai banding ke dalam peradilan pajak. Sebagai contoh: Pasal UU lama ketentuan umum dan tata ca perpajakan No. 61983 pasal 27 ayat 1 menentukan bahwa surat banding terhadap keputusan Dirjen Pajak harus diajukan dalam jangka waktu tiga bulan terhitung sejak tanggal keputusan ditetapkan, sedangkan pasal 17 UU PBB lama No. 121985 menentukan bahwa jangka waktu itu adalah tiga bulan sejak diterimanya surat keputusan Dirjen Pajak. Dua ketentuan tentang hal yang sama itu ternyata berlainan. 16 16 Prof. DR. H. Rochmat Soemitro, SH., Pajak Bumi dan Bangunan. Bandung: PT. Eresco, 1986, hal. 13. Bila kita berdasarkan asas Lex specialis deorgat lex generalis, pasal 17 ayat 1 UU PBB itulah merupakan ketentuan yang lebih khusus. Pada peraturan yang baru, yaitu pada UU PBB No. 121994 pasal 17 mengenai aturan banding pada undang-undang ini dihapuskan. Prosedur banding merujuk pada pasal 27 UU No. 91994 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Dengan adanya ketentuan baru ini, maka kepastian hukum putusan badan peradilan pajak untuk saat ini Badan Penyelesaian Sengketa Pajak menurut Undang-undang No. 171997 dapat diwujudkan, sehingga atas setiap putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak dapat langsung dieksekusi, dan tidak dapat dilakukan upaya hukum lainnya sehingga arus penerimaan pajak dapat terjamin. Universitas Sumatera Utara

BAB III ANALISME METODE-METODE PERBANDINGAN NJOP DAN