Indeks nilai penting INP Hutan gambut campuran MSF.

53 adanya indikasi pertumbuhan pohon yang abnormal di LPF, dimana banyak pohon yang tumbuh hanya mencapai tinggi 15 m, kemudian mati.

3. Indeks nilai penting INP Hutan gambut campuran MSF.

Hasil analisis vegetasi dari tiga plot di tipe hutan gambut campuran MSF berupa 10 jenis pohon dengan INP tertinggi disajikan dalam Tabel 4 plot T0C, Tabel 5 plot T02, dan Tabel 6 plot TA1. Lokasi plot T0C berada ±1 km dari pinggir Sungai Sebangau, berbatasan dengan tipe hutan rivarian; sedangkan plot T02 dan plot TA1 masing-masing berada di 3 km dan 3,5 km dari pinggir sungai. Tabel 4 Sepuluh jenis pohon dengan indeks nilai penting INP tertinggi di lokasi plot T0C di hutan gambut campuran MSF 1 No Jenis K KR F FR D DR INP Pohon 1 Madhuca mottleyana 35 11,29 0,4 4,0 2,64 10,92 26,21 2 Eugenia clariflora 15 4,84 0,6 6,0 1,73 7,16 18,00 3 Diospyros pseudomalabarica 20 6,45 0,4 4,0 1,67 6,93 17,39 4 Xylopia fusca 20 6,45 0,6 6,0 0,98 4,05 16,50 5 Dyera costulata 20 6,45 0,4 4,0 1,43 5,94 16,39 6 Payena lerii 15 4,84 0,6 6,0 1,19 4,95 15,79 7 Kompassia malaccensis 15 4,84 0,4 4,0 1,12 4,66 13,50 8 Mezzettia leptopoda 15 4,84 0,6 6,0 0,59 2,45 13,28 9 Aglaia rubiginosa 10 3,23 0,4 4,0 1,15 4,77 12,00 10 Combretocarpus rotundatus 5 1,61 0,2 2,0 1,93 7,98 11,60 32 Jumlah 310 100 10 100 24,13 100 300 Tiang 1 Neoscortechinia philippinensis 25 16,13 0,6 11,11 0,32 15,47 42,71 2 Ixora havilandii 10 6,45 0,4 7,41 0,23 11,23 25,08 3 Calophyllum canum 15 9,68 0,4 7,41 0,14 6,64 23,72 4 Castanopsis foxworthyii 10 6,45 0,4 7,41 0,12 6,04 19,90 5 Sandoricum beccarianum 10 6,45 0,4 7,41 0,11 5,56 19,42 6 Shorea uliginosa 10 6,45 0,2 3,70 0,10 4,67 14,82 7 Syzygium remotifolium 5 3,23 0,2 3,70 0,14 7,04 13,97 8 Horsfieldia crassifolia 5 3,23 0,2 3,70 0,13 6,36 13,29 9 Stemonurus corpioides 5 3,23 0,2 3,70 0,13 6,36 13,29 10 Eugenia densinervium 5 3,23 0,2 3,70 0,08 4,14 11,07 21 Jumlah 155 100 5,4 100 2,03 100 300 1 K = kerapatan pohonha, KR = kerapatan relatif , F = frekuensi sebaran dalam plot, FR = frekuensi relatif , D = dominansi, DR = dominansi relatif , INP = indeks nilai penting Hasil pengamatan pohon di tipe MSF plot T0C Tabel 4 diketahui jenis Madhuca mottleyana mempuyai nilai INP tertinggi sebesar 26,21 dengan 54 kerapatan 35 pohonha dan dominansi relatif 10,92, diikuti berturut-turut jenis Eugenia clariflora, Diospyros pseudomalabarica, Xylopia fusca, Dyera costulata, Payena lerii, Kompassia malaccensis, Mezzettia leptopoda, Aglaia rubiginosa, dan Combretocarpus rotundatus. Untuk tingkat tiang, jenis Neoscortechinia philippinensis mempunyai INP tertinggi sebesar 42,71; diikuti berturut-turut jenis Ixora havilandii , Calophyllum canum, Castanopsis foxworthyii, dan Sandoricum beccarianum , Shorea uliginosa, Syzygium remotifolium, Horsfieldia crassifolia, Stemonurus corpioides , dan Eugenia densinervium. Tabel 5 Sepuluh jenis pohon dengan indeks nilai penting INP tertinggi di lokasi plot T02 di hutan gambut campuran MSF 1 No Jenis K KR F FR D DR INP Pohon 1 Palaquium leiocarpum 55 14,47 0,6 5,66 2,85 14,64 34,77 2 Campnosperma coriaceum 45 11,84 1,0 9,43 2,16 11,10 32,38 3 Calophyllum canum 35 9,21 1,0 9,43 1,74 8,94 27,59 4 Xylopia fusca 35 9,21 0,6 5,66 2,05 10,52 25,39 5 Aromadendron nutans 20 5,26 0,6 5,66 0,87 4,48 15,41 6 Horsfieldia crassifolia 20 5,26 0,8 7,55 0,95 4,88 17,69 7 Aglaia rubiginosa 15 3,95 0,4 3,77 0,93 4,75 12,47 8 Cotylelobium lanceolatum 15 3,95 0,4 3,77 0,53 2,73 10,45 9 Licania splendens 15 3,95 0,6 5,66 0,66 3,39 13,00 10 Diospyros pseudomalabarica 10 2,63 0,4 3,77 0,56 2,89 9,30 30 Jumlah 380 100 10,6 100 19,46 100 300 Tiang 1 Campnosperma coriaceum 60 16,0 0,6 5,88 0,77 14,97 36,85 2 Tetractomia tetrandra 30 8,00 0,6 5,88 0,41 8,05 21,93 3 Calophyllum canum 30 8,00 0,4 3,92 0,51 9,95 21,88 4 Syzyygium clavatum 15 4,00 0,4 3,92 0,33 6,46 14,38 5 Palaquium leiocarpum 15 4,00 0,4 3,92 0,27 5,25 13,17 6 Blumeodendron tacbrai 15 4,00 0,6 5,88 0,12 2,29 12,18 7 Diospyros convertiflora 10 2,67 0,4 3,92 0,28 5,49 12,08 8 Licania splendens 10 2,67 0,4 3,92 0,24 4,69 11,28 9 Gonystylus bancanus 15 4,00 0,4 3,92 0,15 2,83 10,75 10 Castanopsis foxworthyii 15 4,00 0,4 3,92 0,12 2,29 10,22 75 Jumlah 375 100 10,2 100 5,13 100 300 1 K = kerapatan pohonha, KR = kerapatan relatif , F = frekuensi sebaran dalam plot, FR = frekuensi relatif , D = dominansi, DR = dominansi relatif , INP = indeks nilai penting Pada plot T02, jenis pohon yang mempunyai nilai INP tertinggi adalah Palaquium leiocarpum sebesar 34,77; diikuti berturut-turut Campnosperma coriaceum, Calophyllum canum, Xylopia fusca, Aromadendron nutans, Horsfieldia crassifolia, Aglaia rubiginosa, Cotylelobium lanceolatum, Licania 55 splendens, dan Diospyros pseudomalabarica. Pada tingkat tiang, jenis dengan nilai INP tertinggi adalah Campnosperma coriaceum sebesar 36,85; diikuti berturut-turut Tetractomia tetrandra, Calophyllum canum, Syzygium clavatum, Palaquium leiocarpum, Blumeodendron tacbrai, Diospyros convertiflora, Licania splendens, Gonystylus bancanus, dan Castanopsis foxworthyii. Pada plot TA1, jenis pohon yang cukup dominan adalah Palaquium leiocarpum dengan nilai INP 93,30; diikuti berturut-turut jenis Xylopia fusca, Dyera costulata , Calophyllum fragrans, Mezzettia leptopoda, Shorea uliginosa, Licania Splendens , Dactylocladus stenostachys, Syzygium clavatum, dan Parartocarpus venenossus . Untuk tingkat tiang, jenis Palaquium leiocarpum masih dominan dengan INP 36,98; namun tidak setinggi tingkat pohon, diikuti berturut-turut jenis Blumeodendron takbrai, Neoscortechinia philippinensis, Cotylelobium lanceolatum , Cotylelobium melanoxylon, Mezzettia leptopoda, Diospyros pseudomalabarica , Dyera costulata, Rothmannia grandis, dan Syzygium remotifolium . Antara plot T0C dan TA1, terdapat sedikit perbedaan dalam hal jenis pohon yang tumbuh di kedua plot tersebut. Beberapa jenis pohon di plot T0C yang tidak ditemukan di plot TA1, antara lain: Madhuca mottleyana, Kompassia malaccensis , Campnosperma coriaceum, dan Eugenia densinervium. Sebaliknya, jenis pohon yang tidak ditemukan di plot T0C, antara lain: Palaquium leiocarpum , Shorea teysmanniana, dan Cotylelobium lanceolatum. Jenis Madhuca mottleyana cukup dominan di plot T0C, namun tidak ditemukan di semua tingkat vegetasi di Plot TA1. Demikian halnya dengan Palaquium leiocarpum, dominan di TA1 tetapi tidak ditemukan di semua tingkat vegetasi di plot T0C. Jenis pohon yang terdapat di plot T0C tetapi tidak ditemukan di plot TA1, dan sebaliknya, terdapat di TA1 namun tidak ditemukan di T0C, semuanya ditemukan di plot T02 kecuali jenis Kompassia malaccensis. Dengan demikian, di tipe MSF, jenis Kompassia malaccensis hanya ditemukan di plot T0C. Jenis pohon yang ada di tipe MSF LAHG TN Sebangau ini, juga ditemukan di hutan rawa gambut di Sumatera, seperti Camnosperma sp., Tetramerista glabra, Kompassia malaccensis, Dyera sp., Mezzettia leptopoda, dan Shorea sp. Kartawinata 2005, di TN Tanjung Puting Simbolon Mirmanto 2000, hutan 56 rawa gambut di Riau Mogea Mansur 2000, dan hutan rawa gambut di TN Gunung Leuser Purwaningsih Yusuf 2000. Tabel 6 Sepuluh jenis pohon dengan indeks nilai penting INP tertinggi di lokasi plot TA1 di hutan gambut campuran MSF 1 No Jenis K KR F FR D DR INP Pohon 1 Palaquium leiocarpum 140 41,8 1,0 12,8 10,3 38,68 93,30 2 Xylopia fusca 20 5,97 0,6 7,69 1,27 4,75 18,42 3 Dyera costulata 15 4,48 0,4 5,13 2,24 8,43 18,03 4 Calophyllum fragrans 10 2,99 0,4 5,13 1,37 5,13 13,25 5 Mezzettia leptopoda 10 2,99 0,4 5,13 0,72 2,69 10,80 6 Shorea uliginosa 10 2,99 0,2 2,56 1,15 4,34 9,89 7 Licania Splendens 10 2,99 0,4 5,13 0,47 1,76 9,87 8 Dactylocladus stenostachys 10 2,99 0,2 2,56 1,13 4,24 9,79 9 Syzygium clavatum 10 2,99 0,4 5,13 0,32 1,19 9,30 10 Parartocarpus venenossus 5 1,49 0,2 2,56 1,25 4,69 8,74 28 Jumlah 335 100 7,8 100 26,6 100 300 Tiang 1 Palaquium leiocarpum 30 14,63 0,6 8,57 0,41 13,78 36,98 2 Blumeodendron takbrai 20 9,76 0,6 8,57 0,32 10,50 28,83 3 Neoscortechinia philippinensis 15 7,32 0,4 5,71 0,25 8,28 21,31 4 Cotylelobium lanceolatum 15 7,32 0,4 5,71 0,16 5,21 18,24 5 Cotylelobium melanoxylon 10 4,88 0,4 5,71 0,16 5,45 16,05 6 Mezzettia leptopoda 10 4,88 0,4 5,71 0,15 5,04 15,63 7 Diospyros pseudomalabarica 10 4,88 0,4 5,71 0,09 2,89 13,49 8 Dyera costulata 5 2,44 0,2 2,86 0,14 4,62 9,92 9 Rothmannia grandis 5 2,44 0,2 2,86 0,13 4,16 9,46 10 Syzygium remotifolium 5 2,44 0,2 2,86 0,12 4,02 9,31 26 Jumlah 205 100 7,0 100 3,0 100 300 1 K = kerapatan pohonha, KR = kerapatan relatif , F = frekuensi sebaran dalam plot, FR = frekuensi relatif , D = dominansi, DR = dominansi relatif , INP = indeks nilai penting Hasil analisis vegetasi plot T0C, T02, dan TA1 menunjukkan bahwa kondisi vegetasi di tipe hutan MSF, cukup baik sebagai habitat kalawet. Kerapatan pohon dan diameter batang dbh, serta tinggi pohon yang relatif tinggi, memungkinkan kanopi dalam formasi kontinu dan tinggi, sehingga dapat mendukung pola hidup kalawet yang arboreal, dan bergerak secara brakhiasi Fleagle 1988, Kuester 2000. Selain itu, adanya pohon yang relatif tinggi berarti potensial sebagai pohon tidur, dan tersedianya jenis-jenis pohon yang potensial sebagai sumber pakan, sangat mendukung pola hidup kalawet. Seperti halnya owa Jawa Hylobates moloch, adanya pohon sumber pakan dan pohon potensial sebagai pohon tidur yang cukup, merupakan faktor kunci keberadaan satwa 57 primata tersebut dalam suatu habitat Iskandar 2007. Untuk itu, dalam rangka konservasi kalawet, dan satwa liar lainnya, maka kawasan hutan seperti ini tipe MSF di TN Sebangau harus benar-benar terproteksi dengan baik, tanpa adanya perambahan dan penebangan liar. Hutan tegakan rendah LPF. Hasil analisis vegetasi di tipe hutan tegakan rendah LPF berupa 10 jenis pohon dengan INP tertinggi di plot T05 disajikan dalam Tabel 7, dan plot T08 dalam Tabel 8. Tipe hutan di plot T05 ini merupakan peralihan dari tipe MSF ke LPF yang ditandai dengan penurunan tinggi tegakan pohon. Tabel 7 Sepuluh jenis pohon dengan indeks nilai penting INP tertinggi di plot T05 di hutan tegakan rendah LPF 1 No Jenis K KR F FR D DR INP Pohon 1 Combretocarpus rotundatus 45 15,52 1,0 11,36 9,62 38,76 65,64 2 Calophyllum canum 45 15,52 0,8 9,09 2,54 10,23 34,84 3 Dyera costulata 25 8,62 0,6 6,82 2,00 8,05 23,49 4 Eugenia clariflora 15 5,17 0,6 6,82 1,40 5,64 17,63 5 Syzygium inophyllum 15 5,17 0,6 6,82 1,22 4,91 16,90 6 Dactylocladus stenostachys 15 5,17 0,6 6,82 0,95 3,81 15,80 7 Syzygium clavatum 15 5,17 0,4 4,55 1,27 5,13 14,85 8 Xylopia fusca 10 3,45 0,4 4,55 0,54 2,18 10,17 9 Diospyros confertiflora 10 3,45 0,4 4,55 0,40 1,63 9,62 10 Garcinia bancana 10 3,45 0,4 4,55 0,39 1,56 9,56 24 Jumlah 290 100 8,8 100 24,81 100 300 Tiang 1 Palaquium leiocarpum 45 15,79 1,0 11,63 0,50 14,16 41,58 2 Calophyllum canum 30 10,53 0,6 6,98 0,33 9,23 26,73 3 Kompassia malaccensis 25 8,77 0,6 6,98 0,32 9,00 24,75 4 Castanopsis foxworthyii 20 7,02 0,6 6,98 0,19 5,42 19,41 5 Shorea teysmanniana 15 5,26 0,4 4,65 0,16 4,61 14,52 6 Dyera costulata 10 3,51 0,4 4,65 0,18 5,14 13,30 7 Ilex wallichii 10 3,51 0,4 4,65 0,14 3,92 12,08 8 Campnosperma auriculatum 10 3,51 0,4 4,65 0,12 3,51 11,66 9 Ixora havilandii 10 3,51 0,4 4,65 0,11 3,18 11,34 10 Shorea uliginosa 10 3,51 0,2 2,33 0,14 4,04 9,87 28 Jumlah 285 100 8,6 100 3,55 100 300 1 K = kerapatan pohonha, KR = kerapatan relatif , F = frekuensi sebaran dalam plot, FR = frekuensi relatif , D = dominansi, DR = dominansi relatif , INP = indeks nilai penting Dalam Tabel 7 ditampilkan 10 jenis dengan nilai INP tertinggi dari 24 jenis pohon yang ada di plot T05. Berdasarkan nilai INP tersebut, maka jenis yang cukup dominan di plot ini adalah Combretocarpus rotundatus dengan nilai 58 65,64; diikuti Calophyllum canum 34,84, Dyera costulata, Eugenia clariflora, Syzygium inophyllum , Dactylocladus stenostachys, Syzygium clavatum, Xylopia fusca , Diospyros confertiflora, dan Garcinia bancana. Pada tingkat tiang, jenis Palaquium leiocarpum mempunyai INP tertinggi 41,58, diikuti Calophyllum canum 26,73, Kompassia malaccensis, Castanopsis foxworthyii, Shorea teysmanniana , Dyera costulata, Ilex wallichii, Campnosperma auriculatum, Ixora havilandii , dan Shorea uliginosa. Tabel 8 Sepuluh jenis pohon dengan indeks nilai penting INP tertinggi di plot T08 tipe hutan tegakan rendah LPF 1 No Jenis Kha KR F FR D DR INP Pohon 1 Combretocarpus rotundatus 95 61,29 1,0 33,33 7,52 76,48 171,10 2 Dactylocladus stenostachys 15 9,68 0,2 6,67 0,68 6,94 23,29 3 Campnosperma auriculatum 10 6,45 0,4 13,33 0,38 3,91 23,70 4 Tetramerista glabra 10 6,45 0,4 13,33 0,31 3,20 22,98 5 Ixora havilandii 5 3,23 0,2 6,67 0,27 2,72 12,62 6 Campnosperma sp, 5 3,23 0,2 6,67 0,17 1,76 11,66 7 Xylopia fusca 5 3,23 0,2 6,67 0,17 1,71 11,60 8 Shorea uliginosa 5 3,23 0,2 6,67 0,16 1,66 11,55 9 Stenolophon parvifolius 5 3,23 0,2 6,67 0,16 1,61 11,50 9 Jumlah 155 100 3,0 100 9,83 100 300 Tiang 1 Palaquium cochleariifolium 40 12,50 1,0 9,80 0,44 10,49 32,80 2 Combretocarpus rotundatus 30 9,38 0,8 7,84 0,48 11,40 28,62 3 Campnosperma auriculatum 25 7,81 0,6 5,88 0,44 10,55 24,24 4 Ixora havilandii 25 7,81 0,6 5,88 0,29 6,95 20,65 5 Tristaniopsis whiteana 20 6,25 0,6 5,88 0,23 5,57 17,70 6 Stemonurus secundiflorus 15 4,69 0,6 5,88 0,21 5,07 15,64 7 Calophyllum canum 15 4,69 0,6 5,88 0,17 3,97 14,54 8 Tristaniopsis obovata 15 4,69 0,6 5,88 0,16 3,90 14,47 9 Shorea teysmanniana 15 4,69 0,4 3,92 0,19 4,43 13,04 10 Palaquium pseudorostratum 15 4,69 0,4 3,92 0,17 3,97 12,58 25 Jumlah 285 100 8,6 100 3,55 100 300 1 K = kerapatan pohonha, KR = kerapatan relatif , F = frekuensi sebaran dalam plot, FR = frekuensi relatif , D = dominansi, DR = dominansi relatif , INP = indeks nilai penting Hasil pengamatan vegetasi di tipe LPF plot T08 Tabel 8 ditemukan hanya sembilan jenis yang tergolong tingkat pohon. Di antara sembilan jenis pohon tersebut, jenis Combretocarpus rotundatus sangat dominan INP 171,10; diikuti jenis Dactylocladus stenostachys 23,29, Camnosperma auriculatum, Tetramerista glabra , Ixora havilanrii, Campnosperma sp, Xylopia fusca, Shorea uliginosa , dan Stenolophon parvifolius. 59 Pada tingkat tiang, INP tertinggi pada jenis Palaquium cochleariifolium 32,80; diikuti Combretocarpus rotundatus 28,62, Campnosperma auriculatum, Ixora havilandii, Tristaniopsis whiteana, Stemonurus secundiflorus, Calophyllum canum, Tristaniopsis obovata, Shorea teysmanniana, dan Palaquium pseudorostratum. Jumlah jenis pohon yang sedikit dan dominasi C. rotundatus yang tinggi di LPF kemungkinan disebabkan banyak jenis pohon lain yang mati setelah mencapai ukuran tertentu Shepherd et al. 1997. Kemungkinan ini sejalan dengan tingginya jumlah jenis dan indeks keragaman H’ pada tingkat tiang dari pada tingkat pohon Tabel 3. Hasil analisis vegetasi di plot T05 dan T08 di atas, menunjukkan bahwa tipe hutan LPF tidak cocok sebagai habitat kalawet, karena kondisi vegetasi yang ada tidak mendukung pola hidup kalawet. Rata-rata tinggi pohon yang rendah sangat tidak mendukung pola pergerakan kalawet secara brakhiasi, dan terbatasnya pohon yang potensial sebagai pohon tidur; disamping pohon sumber pakan yang juga terbatas. Pohon tumih C. rotundatus yang sangat dominan di LPF tidak merupakan sumber pakan bagi kalawet. Hutan tegakan tinggi TIF. Hasil analisis vegetasi di tipe hutan tegakan tinggi TIF disajikan dalam Tabel 9 yang menampilkan masing-masing 10 dari 19 jenis pohon dan 16 tiang dengan INP tertinggi di plot T14. Jenis Palaquium leiocarpum cukup dominan INP = 65,00 di TIF untuk tingkat pohon, diikuti berturut-turut Kompassia malaccensis 29,23, Calophyllum sclerophyllum, Dyera costulata , Gymnostoma sumatrana, Shorea uliginosa, Ilex hypoglauca, Palaquium pseudorostratum , Tetramerista glabra, dan Syzygium remotifolium. Demikian halnya pada tingkat tiang, jenis Palaquium leiocarpum juga dominan INP 98,23, diikuti berturut-turut bengaris Kompassia malaccensis, jelutung Dyera costulata, pasir-pasir Stemonurus scorpioides, rampait Gymnostoma sumatrana , pupuh pelanduk Blumeodendron elateriospermum, kambalitan PPB Mezzettia leptopoda, pampaning Castanopsis foxworthyii, uring pahe Diospyros confertiflora, kajalaki Aglaia rubiginosa, dan jambu burung Syzygium inophyllum. 60 Tabel 9 Sepuluh jenis pohon dengan indeks nilai penting INP tertinggi di plot T14 di hutan tegakan tinggi TIF 1 No Jenis K KR F FR D DR INP Pohon 1 Palaquium leiocarpum 95 29,23 1,0 13,16 10,03 22,62 65,00 2 Kompassia malaccensis 30 9,23 0,6 7,89 5,37 12,11 29,23 3 Calophyllum sclerophyllum 25 7,69 0,8 10,53 4,15 9,36 27,58 4 Dyera costulata 20 6,15 0,6 7,89 5,98 13,49 27,54 5 Gymnostoma sumatrana 30 9,23 0,6 7,89 2,86 6,45 23,58 6 Shorea uliginosa 25 7,69 0,6 7,89 3,44 7,75 23,34 7 Ilex hypoglauca 20 6,15 0,6 7,89 0,88 2,00 16,04 8 Palaquium pseudorostratum 15 4,62 0,4 5,26 2,09 4,72 14,59 9 Tetramerista glabra 10 3,08 0,4 5,26 1,82 4,10 12,44 10 Syzygium remotifolium 5 1,54 0,2 2,63 2,80 6,30 10,47 19 Jumlah 325 100 7,6 100 44,34 100 300 Tiang 1 Palaquium leiocarpum 80 38.10 1.00 19.23 1.31 40.91 98.23 2 Kompassia malaccensis 25 11.90 0.40 7.69 0.33 10.42 30.01 3 Stemonurus scorpioides 15 7.14 0.40 7.69 0.16 5.08 19.91 4 Gymnostoma sumatrana 10 4.76 0.40 7.69 0.23 7.26 19.71 5 Blumeodendron elateriospermum 10 4.76 0.40 7.69 0.19 5.98 18.44 6 Mezzettia leptopoda 10 4.76 0.40 7.69 0.15 4.60 17.06 7 Castanopsis foxworthyii 10 4.76 0.20 3.85 0.24 7.49 16.09 8 Diospyros confertiflora 10 4.76 0.40 7.69 0.10 3.23 15.68 9 Aglaia rubiginosa 5 2.38 0.20 3.85 0.10 3.00 9.22 10 Syzygium inophyllum 5 2.38 0.20 3.85 0.07 2.08 8.31 16 Jumlah 210 100 5,20 100 3,19 100 300 1 K = kerapatan pohonha, KR = kerapatan relatif , F = frekuensi sebaran dalam plot, FR = frekuensi relatif , D = dominansi, DR = dominansi relatif , INP = indeks nilai penting Semua jenis pohon yang teridentifikasi di TIF, potensial sebagai sumber pakan kalawet Tabel 10. Hangkang yang dominan di TIF merupakan salah satu jenis tumbuhan potensial penghasil buah bagi kalawet. Selain itu, bengaris sebagai jenis pohon terbanyak kedua setelah hangkang, merupakan pohon tidur pavorit bagi kalawet Tabel 12. Kerapatan pohon, besar batang dbh, dan tinggi pohon yang lebih tinggi di TIF dari pada tipe MSF dan LPF Tabel 3, Gambar 21 dan Gambar 22, dan Tabel 9, menunjukkan kualitas habitat yang lebih baik bagi kalawet dibanding tipe hutan lainnya di LAHG, Taman Nasional Sebangau. Sebagai satwa yang arboreal, diurnal, frugivorus, dan berpindah atau bergerak secara brakhiasi Fleagle 1988, Kuester 2000, kalawet membutuhkan vegetasi dengan kanopi yang tinggi dan kontinu untuk menunjang pola pergerakannya, dan untuk pohon tidur di malam hari; serta tersedianya pohon sumber pakan yang memadai. Untuk itu, dalam rangka konservasi kalawet, dan 61 satwa liar lainnya, maka kawasan hutan seperti ini TIF di TN Sebangau harus benar-benar terproteksi dengan baik, tanpa adanya perambahan dan penebangan liar. Pohon Sumber Pakan Pohon pakan adalah jenis tumbuhan yang buah, daun, bunga atau bagian lainnya dimakan oleh kalawet. Hasil pengamatan jenis tumbuhan yang dimakan oleh kalawet di LAHG disajikan dalam Tabel 10. Tabel 10 menunjukkan terdapat 35 famili dengan 72 spesies tumbuhan di LAHG sebagai sumber pakan bagi kalawet. Sebagian besar pohon yang potensial sebagai sumber pakan di LAHG, 56 spesies dari 72 spesies pohon sekitar 78, potensial menghasilkan buah sebagai makanan utama kalawet Tabel 10. Selain buah, beberapa jenis pohon juga menyediakan daun 29 spesies dan bunga 6 spesies, serta getah 1 spesies sebagai pakan kalawet. Terdapat sekitar 16 spesies pohon yang buah dan daunnya sebagai sumber pakan kalawet. Beberapa sampel pakan kalawet di LAHG dapat dilihat pada Gambar 23. Berdasarkan jumlah jenis dari setiap famili, Myrtaceae merupakan sumber pakan terbanyak 8 jenis, diikuti Annonaceae, Cluciaceae, Moraceae, Sapotaceae, Apocynaceae, Ebenaceae, Euphorbiaceae, dan Dipterocarpaceae. Moraceae dan Euphorbiaceae merupakan sumber pakan paling umum bagi Hylobates hibrida H. agilis albibarbis x H. muelleri di Barito Ulu, diikuti Leguminosae, Myrtaceae, Annonaceae, Rubiaceae, Guttiferae, dan Anacardiaceae Mather 1992 dalam Chivers 2001. Potensi sumber pakan berupa kerapatan dan INP pohon yang mempunyai buah, daun, dan atau bunga dapat dimakan oleh kalawet di setiap tipe hutan, disajikan dalam Tabel 11. Pada Tabel 11 dapat dilihat bahwa sebagian besar jenis pohon di LAHG dapat dimanfaatkan sebagai sumber pakan oleh kalawet, kecuali di tipe LPF. Vegetasi tingkat pohon di tipe TIF dengan nilai INP 300, berarti 100 dari pohon yang ada 325 pohonha merupakan sumber pakan potensial bagi kalawet, diikuti tipe MSF dengan INP 282,95 atau 94,32 dari vegetasi tingkat pohon 325 pohonha potensial sebagai sumber pakan, dan terendah di 62 Tabel 10 Jenis tumbuhan yang dimakan oleh kalawet di LAHG 1 Famili Spesies buah daun bunga getah Anacardiaceae Bouea macrophylla Campnosperma coriaceum Annonaceae Mezzettia leptopoda 2 M. umbellata Polyalthia sumatranum Xylopia coriifolia X. elliptica X. fusca Apocynaceae Alstonia angustifolia Alyxia runwardtiana Dyera costulata Urceola brachysepala Aquifoliaceae Ilex hypoglauca 2 I. wallichii Casuarinaceae Gymnostoma sumatrana 2 Celasteraceae Lophopetalum javanicum Cluciaceae Calophyllum canum 2 C. fragrans 2 C. sclerophyllum 2 Garcinia bancana Garcinia rostrata Crypteroniaceae Dactylocladus stenostachys Dichapetalaceae D. laurocerassus Dipterocarpaceae Cotylelobium lanceolatum Shorea teysmanniana 2 S. uliginosa 2 Ebenaceae Diospyros confertiflora Ebenaceae D.s pseudomalabarica D. siamang Elaeocarpaceae Elaeocarpus floribundus Euphorbiaceae Blumeodendron elateriospermum B. takbrai Euphorbiaceae Neoscortechinia philippinensis Vitaceae Derris heptaphylla Fabaceae Kompassia malaccensis Fagaceae Castanopsis foxworthyii Gnetaceae Gnetum neglectum Hypericaceae Cratoxylon glaucum Icacinaceae Stemonurus scorpioides Loganiaceae Fagraea ceiloniea Lauraceae Litsea gracilipes L. rufo-fusca Linaceae Ctenolophon parvifolius Magnoliaceae Aromadendron nutans 2 Menispermaceae Fibraurea chloroleuca Meliaceae Aglaia rubiginosa Moraceae Ficus consociata F. deltoidea Berlanjut ……… 63 Tabel 10 Lanjutan….. Famili Spesies buah daun bunga getah F. sumatrana F. xylophylla Parartocarpus venenossus Myristicaceae Horsfieldia crassifolia Knema cinerea Myrtaceae Eugenia clariflora E. densinervium Syzygium campanulatum S. clavatum S. havilandii S. inophyllum S. remotifolium S. valdevenosum Polygalaceae Xanthophyllum amoenum Rosaceae Licania splendens Sapindaceae Nephelium lappaceum Xerospermum laevigatum Sapotaceae Madhuca mottleyana 2 Palaquium cochleariifolium P. leiocarpum P. pseudorostratum Payena lerii Tetrameristaceae Tetramerista glabra Thymelaeaceae Gonystylus bancanus 2 Jumlah 56 29 6 1 Jumlah buah + daun 16 Jumlah buah + bunga 2 Jumlah buah + daun + bunga 1 Jumlah daun + lainnya 1 1 = bagian tumbuhan yang dimakan kalawet, 2 informasi dari masyarakat tipe LPF dengan INP 161,90 atau 53,97 dari vegetasi tingkat pohon 140 pohonha yang potensial sebagai sumber pakan. Demikian halnya dengan vegetasi tingkat tiang di tipe TIF dengan INP 300 atau 100 210 tiangha merupakan sumber pakan potensial bagi kalawet; diikuti tipe MSF dengan INP 252,97 atau 84,32 vegetasi tingkat tiang 210 tiangha potensial sebagai sumber pakan; dan terendah di tipe LPF dengan INP 233,04 atau 77,68 vegetasi tingkat tiang 233 tiangha yang potensial sebagai sumber pakan kalawet. Rendahnya potensi sumber pakan di tipe LPF disebabkan oleh adanya dominasi jenis tumih C. rotundatus di tipe hutan tersebut Tabel 7 dan Tabel 8 yang tidak dimakan oleh kalawet. Sebaliknya, di tipe TIF tidak ditemukan jenis tumih tersebut. 64 Gambar 23 Sampel pakan kalawet di LAHG a. punak Tetramerista glabra b. lunuk Ficus sp. c.tampang gagas Palaquium cochleariifolium, d. jelutung Dyera costulata, f. katiau Madhuca mottleana. Tabel 11 Profil potensi pohon sumber pakan kalawet di LAHG 1 Pohon pakan Kategori Tipe hutan KT pohonha KP pohonha KR FR DR INP PP Pohon MSF 342 325 95.06 93.93 93.96 282.95 94.32 LPF 223 140 55.79 67.58 38.54 161.90 53.97 TIF 325 325 100.00 100.00 100.00 300.00 100.00 Tiang MSF 245 210 85.30 83.54 84.13 252.97 84.32 LPF 303 233 77.65 77.52 77.87 233.04 77.68 TIF 210 210 100.00 100.00 100.00 300.00 100.00 1 KT = kerapatan pohon total, KP = kerapatan pohon pakan, KR = kerapatan relatif, FR = frekuensi relatif, DR = domonansi relatif, INP = indeks nilai penting, PP = persentase INP pohon pakan dari INP total. Potensi sumber pakan yang terdapat di setiap tipe hutan merupakan salah satu variabel daya dukung habitat di areal tersebut terhadap keberadaan kalawet. Oleh karena itu, potensi sumber pakan tentunya akan menentukan tingkat kepadatan populasi kalawet di suatu kawasan hutan, disamping faktor-faktor pendukung lainnya. a b c d f 65 Pohon Tidur Hylobates sebagai satwa yang arboreal dan diurnal, membutuhkan tempat untuk beristirahat atau tidur menjelang hingga malam hari yang disebut sebagai pohon tidur sleeping tree. Satwa primata ini mengalokasikan waktu yang cukup lama berada di pohon tidur dengan aktivitas yang minimal. Sebagai contoh, Hylobates lar menghabiskan waktu berada di pohon tidur sekitar 14-17 jam sehari Reichard 1998. Selanjutnya, Reichard 1998 memberikan beberapa pertimbangan yang mempengaruhi jenis Hylobates dalam memilih pohon tidur, yaitu 1 faktor cuaca dan daerah jelajah, 2 kenyamanan, 3 morning call, 4 eksploitasi sumber pakan, dan 5 predator. Dengan kata lain, pemilihan pohon tidur oleh Hylobates biasanya didasarkan pada beberapa pertimbangan antara lain: berada dalam wilayah daerah jelajah dan pada umumnya dalam daerah teritori, dapat menjamin rasa nyaman dan aman atau tidak terjangkau oleh predator, di sekitar pohon tidur terdapat pakan yang mudah diakses, dan dapat memperdengarkan vokalisasinya dengan mudah bagi kelompok-kelompok lain di sekitarnya sebagai tanda eksistensinya di area tersebut Reichard 1998. Pengamatan pemilihan dan karakteristik pohon tidur oleh kalawet dilakukan hanya terhadap satu kelompok yaitu kelompok KC yang daerah jelajahnya berada di transek T0, di antara transek TA - transek TD, dan transek T1C - transek T0,4 Gambar 16. Pada awal pengamatan, kelompok KC terdiri dari sepasang jantan- betina dewasa dan satu remaja juvenile. Sejak tanggal 15 September 2005 betina dewasa terlihat membawa satu bayi infant, berarti anggota kelompok KC menjadi empat ekor. Hasil pengamatan selama 36 hari, kelompok KC telah menggunakan sebanyak 39 pohon tidur yang berbeda dengan frekuensi penggunaan bervariasi dari 1-4 kali. Anggota kelompok kadang-kadang menempati pohon tidur yang sama, atau berbagi 2-3 pohon tidur secara simultan jantan, induk bersama bayi, dan juvenile menempati pohon tidur yang berbeda. Ketika berbagi pohon tidur, biasanya lokasinya berdekatan khususnya antara induk-bayi dan juvenile, sedangkan jantan kadang-kadang agak jauh 100-150 m dari induk-bayi dan juvenile. Lokasi pohon tidur menyebar di dalam daerah jelajah kelompok KC seperti 66 pada Gambar 24. Lokasi pohon tidur kelompok KC semuanya berada dalam daerah jelajah KC sendiri, sedikit berbeda dengan Hylobates lar yang sebagian pohon tidurnya 17 berada pada daerah jelajah yang tumpang tindih dengan daerah jelajah kelompok tetangganya, selebihnya 83 pohon tidur berlokasi dalam daerah jelajah sendiri Reichard 1998. Gambar 24 Sebaran lokasi pohon tidur dalam daerah jelajah kelompok KC Karakteristik pohon tidur kelompok KC dapat diidentifikasi sebagai berikut: a merupakan pohon tertinggi di sekitar lokasi tersebut, b mempunyai sistem percabangan yang relatif banyak dan besar, c daun yang sedikit sampai agak rimbun untuk memudahkan mengontrol sekitar pohon tidur, d terdapat kanopi pohon lain di sampingnya yang lebih rendah di bawah kanopi pohon tersebut sebagai jalan untuk naik dan turun dari pohon tidur, dan e di sekitar lokasi pohon tidur terdapat sumber pakan yang dapat dimakan sesaat setelah turun dari pohon tidur, atau pohon tidur itu sendiri sebagai pohon pakan. Untuk jelasnya, profil pohon tidur kalawet di LAHG disajikan pada Gambar 25. Tinggi pohon tidur berkisar antara 25-35 m 28,97 ±2,35, dan dbh sekitar 21-69 cm 38,54 ±9,30. Karakteristik pohon tidur kelompok KC yang diamati dalam penelitian ini, hampir sama dengan pohon tidur Hylobates lar di Taman Nasional Khao Yai, Thailand Reichard 1998. pohon tidur 250 m U batas daerah jelajah transek 67 Gambar 25 Pohon tidur kalawet a = lilin-lilin Parartocarpus venenossus, b = bengaris Kompassia malaccensis, dan tanda panah menunjuk kalawet yang sedang vokalisasi di pohon tidur Jenis dan jumlah pohon yang digunakan sebagai pohon tidur kelompok KC, disajikan dalam Tabel 12. Pada Tabel 12 dapat dilihat bahwa 39 pohon berbeda yang digunakan sebagai pohon tidur selama 36 hari pengamatan, terdiri dari 15 jenis dan 13 famili. Jenis yang paling banyak digunakan sebagai pohon tidur adalah bengaris Kompassia malaccensis sembilan pohon 23, diikuti kajalaki Aglaia rubiginosa lima pohon 13, kacapuri Diospyros pseudomalabarica empat pohon 10; lilin-lilin Parartocarpus venenossus tiga pohon 8; kapurnaga jangkar Calophyllum sclerophyllum, jambu putih Eugenia clariflora , tampang gagas Palaquium cochleariifolium, nyatoh undus Payena lerii , jelutung Dyera costulata, punak Tetramerista glabra, dan jangkang putih Xylopia fusca, masing-masing dua pohon 5; dan pampaning Castanopsis foxworthyii , rasak Cotylelobium Lanceolatum, katiau Madhuca mottleyana , dan tumih C. rotundatus, masing-masing satu pohon 3. Tingginya penggunaan bengaris Kompassia malaccensis oleh kelompok KC 23 tidak terlepas dari karakteristik pohon tersebut yang ideal sebagai pohon tidur bagi kalawet. Banyak dari jenis pohon ini yang merupakan emergency a b 68 Tabel 12 Jenis, jumlah dan frekuensi penggunaan sebagai pohon tidur oleh kelompok KC No. Kode Famili Spesies Tinggi m dbh cm Frek. Penggunaan 1 P12b Meliaceae Aglaia rubiginosa 30 36 3 2 P28 M A. rubiginosa 30 34 2 3 P02 A. rubiginosa 30 43 1 4 P25a A. rubiginosa 30 37 1 5 P30F A. rubiginosa 30 36 1 6 P03M Clusiaceae Calophyllum sclerophyllum 30 60 2 7 P07 C. sclerophyllum 35 69 2 8 P19a Fagaceae Castanopsis foxworthyii 25 35 1 9 P06a Anisophylleaceae Combretacarpus rotundatus 25 59 2 10 P023 Dipterocarpaceae Cotylelobium Lanceolatum 30 27 1 11 P02a Ebenaceae Diospyros pseudomalabarica 30 31 1 12 P08a D. pseudomalabarica 30 21 1 13 P12a D. pseudomalabarica 30 33 1 14 P30M D. pseudomalabarica 30 27 1 15 P015 Apocynaceae Dyera costulata 30 52 2 16 P32a D. costulata 30 39 1 17 P20a Myrtaceae Eugenia clariflora 25 38 1 18 P31F E. clariflora 30 44 1 19 P12 Fabaceae Kompassia malaccensis 30 31 4 20 P20 K. malaccensis 30 35 2 21 P023a K. malaccensis 30 37 1 22 P024 K. malaccensis 30 38 1 23 P035 K. malaccensis 30 39 1 24 P10M K. malaccensis 30 34 1 25 P29 K. malaccensis 30 42 1 26 P32 K. malaccensis 30 33 1 27 P33 K. malaccensis 30 34 1 28 P03 Sapotaceae Madhuca mottleyana 25 28 2 29 P31a Palaquium cochleariifolium 30 37 1 30 P33a P. cochleariifolium 30 39 1 31 P03F Payena lerii 25 31 4 32 P16a Payena lerii 25 29 2 33 P19 Moraceae Parartocarpus venenossus 25 36 2 34 P04 P. venenossus 30 47 1 35 P10F P. venenossus 30 49 1 36 P08 Tetrameristaceae Tetramerista glabra 30 45 3 37 P31M T. glabra 30 38 1 38 P06 Annonaceae Xylopia fusca 25 40 2 39 P16 X. fusca 25 34 2 trees dengan tinggi rata-rata 30 m di daerah jelajah KC. Selain tinggi, pohon ini mempunyai percabangan yang relatif banyak dan besar, serta daun yang relatif sedikit sehingga tutupan kanopi agak terbuka yang memudahkan kalawet mengontrol sekitar pohon tidur. 69 Tingginya penggunaan bengaris K. malaccensis oleh kelompok KC 23 tidak terlepas dari karakteristik pohon tersebut yang ideal sebagai pohon tidur bagi kalawet. Banyak dari jenis pohon ini yang merupakan emergent trees dengan tinggi rata-rata 30 m di daerah jelajah KC. Selain tinggi, pohon ini mempunyai percabangan yang relatif banyak dan besar, serta daun yang relatif sedikit sehingga tutupan kanopi agak terbuka yang memudahkan kalawet mengontrol sekitar pohon tidur. Demikian halnya dengan jenis kajalaki A. rubiginosa merupakan pohon yang tinggi rata-rata 30 m, percabangan relatif banyak, dan daun yang sedikit sehingga tutupan kanopi terbuka yang memudahkan kontrol di sekitar pohon tidur. Jenis kacapuri D. pseudomalabarica sebagai terbanyak ketiga 10 digunakan sebagai pohon tidur, mempunyai tinggi dan percabangan yang hampir sama dengan bengaris K. malaccensis dan kajalaki, tetapi daunnya relatif lebih banyak sehingga tutupan kanopi lebih rapat. Selama 36 hari pengamatan, tercatat beberapa pohon yang digunakan secara bersama oleh semua anggota kelompok KC, dan lainnya digunakan secara terpisah anggota kelompok menempati pohon yang berbeda pada waktu yang sama. Pohon bengaris K. malaccensis tercatat lima kali digunakan sebagai pohon tidur bersama oleh semua anggota kelompok, kapurnaga jangkar C. sclerophyllum tiga kali; punak T. glabra dan jelutung D. costulatadua kali; serta lilin-lilin P. venenossus dan kajalaki A. rubiginosa masing-masing satu kali. Pohon-pohon tersebut rata-rata lebih besar dari pohon tidur lainnya tinggi ≥30 m dan dbh 44,16 cm, sehingga dapat menampung seluruh anggota kelompok dengan rasa aman dan nyaman. Dengan demikian, total penggunaan pohon tidur secara bersama adalah 14 kali 39, dan selebihnya 22 61 menggunakan 1 pohon tidur. Terdapat kecenderungan juvenile selalu menempati pohon tidur yang sama dengan induknya sebelum induk melahirkan bayi. Sejak induk melahirkan bayi 15 September 2005, juvenile tercatat dua kali menggunakan pohon tidur sendiri terpisah dari jantan dan induknya. Leighton 1987 menyatakan bahwa juvenile 2-4 tahun cenderung selalu bersama induknya sampai induk melahirkan bayi lagi. Frekuensi penggunaan suatu pohon sebagai pohon tidur bervariasi dari 1-4 70 kali Tabel 12. Mayoritas pohon tidur hanya digunakan sekali 62, n = 39, dan relatif sedikit 38, n = 39 yang digunakan kembali reuse baik oleh individu yang sama ataupun individu lain, dan yang digunakan berulang dalam waktu yang berurutan 8, n = 39. Pohon yang digunakan berulang dalam waktu berurutan adalah bengaris Kompassia malaccensis P12 dan P20, dan punak Tetramerista glabra P08. Pada H. lar, 75 pohon tidurnya hanya digunakan sekali, dan 25 digunakan berulang Reichard 1989. Kalawet yang diamati dalam penelitian ini, mulai bergerak meninggalkan pohon tidur sekitar pukul 06:26 n = 35 pagi, dan naik ke pohon tidur berikutnya pada pukul 15:54 sore hari n = 12. Dengan demikian, kelompok KC menghabiskan waktu rata-rata sekitar 14 jam 31 menit setiap hari di pohon tidur. Daerah Jelajah home range Daerah jelajah home range kalawet KC merupakan batas terluar dari akumulasi jalur jelajah harian selama pengamatan, seperti pada Gambar 26, dengan luas 29,5 ha. Areal hutan seluas inilah yang ditempati kalawet KC melakukan seluruh aktivitasnya, terutama untuk mendapatkan pakan dan air, serta untuk tempat istirahat. Dengan demikian, vegetasi dalam daerah jelajah, harus mampu mendukung seluruh aktivitas hidup kalawet, seperti pohon yang tinggi dengan kanopi yang kontinu untuk mendukung pola hidupnya yang arboreal dan lokomosi secara brakhiasi, adanya pohon sumber pakan yang cukup, dan pohon- pohon yang memadai sebagai pohon tidur. Berdasarkan analisis vegetasi di areal daerah jelajah KC plot T0C, diperoleh kerapatan pohon 310 pohonha dengan tinggi kanopi rata-rata 24,92 m, kerapatan pohon pakan 285 pohonha dengan indeks nilai penting INP 270,69; dan kerapatan pohon yang potensial sebagai pohon tidur sebesar 140 pohonha Tabel 16. Perilaku menjelajah satwa primata sangat terkait dengan kebutuhan pakan Oates 1986. Itu berarti, luas daerah jelajah satwa primata tergantung pada kualitas atau daya dukung habitat, terutama untuk memenuhi kebutuhan pakan, disamping faktor lainnya seperti ukuran tubuh biomassa, dan struktur sosial. 71 C D B A E EE BB CC DD AA C1 T1B T0.4 T0 10-11-2005 250 m U Luas : 29,5 ha Gambar 26 Daerah jelajah kalawet KC Sebagai contoh, spesies yang folivorus cenderung mempunyai daerah jelajah yang lebih sempit karena ketersediaan dedaunan lebih bersifat umum dan merata, dibandingkan dengan spesies yang frugivorous, dimana ketersediaan buah lebih terbatas; dan spesies dengan ukuran tubuh yang besar cenderung membutuhkan daerah jelajah yang lebih luas untuk mendukung kebutuhan hidupnya, dibandingkan dengan ukuran tubuh yang lebih kecil Fleagle 1988. Itu sebabnya, luas daerah jelajah di antara spesies dan kelompok Hylobates cukup bervariasi, seperti dirangkum oleh Chivers 2001 sebagai berikut: H. hoolock 38 ha, H. lar 41 ha, H. concolor 46 ha, H. klossii 32 ha, H. pileatus 36 ha, H. muelleri 44 ha, H. agilis 29 ha, hibrida H. agilis x H. muelleri 18 dan 34 ha, H. moloch 17 ha, dan siamang 31 ha. Ahsan 2001 mendapatkan variasi luas daerah jelajah di antara tiga kelompok H. hoolock yang diamati, masing-masing 40,7 ha, 86 ha, dan 25,7 ha. Islam dan Feeroz 1992 mendapatkan daerah jelajah H. hoolock seluas 30-35 ha. Daerah jelajah yang cenderung dipertahankan secara ketat dari gangguan atau intervensi kelompok lainnya dikenal sebagai daerah teritori kelompok tersebut. Chivers 2001 merangkum beberapa hasil penelitian dan menyimpulkan bahwa Hylobates mempertahankan sekitar 80-90 dari daerah jelajahnya sebagai jelajah harian 72 teritori. Dengan demikian, daerah jelajah KC 29,5 ha yang dipertahankan sebagai teritori diperkirakan sekitar 23,6-26,6 ha. Tingkah Laku Aktivitas harian utama satwa primata meliputi vokalisasi, makan, melakukan pergerakanberpindah, dan istirahat Chivers 1973; MacKinnon MacKinnon 1980. Selain itu, satwa primata juga melakukan aktivitas menelisik grooming dan bermain dalam waktu istirahat. Waktu aktivitas Hylobates sedikit berbeda dengan jenis primata diurnal lainnya. Hylobates mulai beraktivitas sebelum matahari terbit, tetapi lebih cepat istirahat di pohon tidur pada sore hari Chivers, 2001. Pengamatan aktivitas harian kalawet dilakukan pada kelompok KC yang berada di sekitar transek T0-600 2 o 19,090 ’ LS, 113 o 53,973 ’ BT. Struktur sosial kelompok KC terdiri dari sepasang jantan-betina dewasa, 1 remaja juvenile dan 1 bayi infant. Selama pengamatan, kalawet KC turun dari pohon tidurnya rata-rata pada jam 06:26 pagi n = 35, dan naik ke pohon tidur berikutnya rata-rata pada jam 15:54 sore n = 12 Lampiran 10. Dengan demikian, kalawet KC menghabiskan waktu berada di pohon tidur rata-rata selama 14:31 ±0:47 14 jam 31 menit ± 47 menit, dan beraktivitas total sejak mulai vokalisasi sampai naik ke pohon tidur berikutnya selama 10:34 ±0:27 10 jam 34 menit ± 27 menit, serta aktivitas di luar pohon tidur sejak meninggalkan pohon tidur sampai naik ke pohon tidur kembali selama 9:28 ±0:47 9 jam 28 menit ± 47 menit. Sebagai satwa yang hidup diurnal, selang waktu aktivitas harian kalawet KC yang diperoleh dalam penelitian ini, tergolong dalam kisaran aktivitas harian ungko Hylobates agilis yang dilaporkan oleh Gittins Raemaekers 1980. Aktivitas ungko tersebut, rata-rata selama sembilan jam sehari yang dimulai pada pukul 06.15-07.30 pagi sampai pukul 13.10-17.40 sore hari, dengan aktivitas utama adalah makan, berpindah, bersuara, dan istirahat. Waktu ketika kelompok KC meninggalkan pohon tidur sampai mendapatkan pohon tidur berikutnya, relatif sama dengan yang dilaporkan 73 Chivers 2001 bahwa Hylobates meninggalkan pohon tidur rata-rata pukul 06:19 pagi dan ke pohon tidur berikutnya pada pukul 15:43 sore hari. Dengan demikian, Hylobates menghabiskan waktu beraktivitas sepanjang hari rata-rata selama 9,5 jam. Hylobates lar aktif rata-rata selama 8-9 jam dan berada di pohon tidur rata-rata selama 15 jam per hari Reichard 1998. Hasil pengamatan aktivitas harian kelompok KC disajikan pada Gambar 27 dan Gambar 28. Pada Gambar 27 dapat dilihat bahwa alokasi waktu untuk aktivitas makan menempati proporsi tertinggi yaitu 41, dikuti berturut-turut istirahat 32, berpindah 14, dan vokalisasi 13. Alokasi waktu yang bervariasi untuk setiap jenis aktivitas, menunjukkan tingkat kepentingan aktivitas tersebut bagi kalawet. Sebagian besar waktu aktivitas digunakan untuk makan dan istirahat, sekaligus merupakan aktivitas utama bagi kalawet kelompok KC. Chivers 2001 menyatakan bahwa alokasi sebagian besar waktu untuk aktivitas tertentu, merupakan refleksi pentingnya aktivitas tersebut bagi satwa bersangkutan. Makan 41 Berpindah 14 Istirahat 32 Vokalisasi 13 Gambar 27 Pola aktivitas harian kalawet KC Chivers 2001 merangkum aktivitas harian beberapa spesies Hylobates, dan mendapatkan pola aktivitas dengan alokasi waktu sebagai berikut: vokalisasi 7, makan 38 kisaran 25-53, berpindah 12 kisaran 12-27, dan istirahat 42 kisaran 29-54. Pola aktivitas Hylobates hasil rangkuman Chivers 2001 tersebut, relatif sama dengan pola aktivitas kalawet KC yang diperoleh dalam penelitian ini Gambar 27. Berdasarkan pola aktivitas harian tersebut, aktivitas 74 utama kalawet KC adalah makan dengan frekuensi 41 sedikit lebih tinggi dari rangkuman Chivers, dan istirahat 32 lebih rendah dari rangkuman Chivers, tetapi masih berada dalam kisaran frekuensi aktivitas Hylobates pada umumnya seperti hasil rangkuman Chivers 2001. Alokasi waktu kalawet KC untuk makan 41 juga hampir sama dengan yang dilaporkan Islam dan Feeroz 1992 pada H. hoolock sebesar 39, namun sedikit berbeda untuk aktivitas lainnya, seperti aktivitas berpindah 25, istirahat 26, vokalisasi hanya 4, dan aktivitas sosial lainnya 6. Alokasi aktivitas harian sepanjang hari bervariasi menurut waktu, seperti disajikan pada Gambar 28. Kalawet memulai aktivitasnya dengan vokalisasi duet call menjelang pagi hari antara pukul 04:50-07:10 rata-rata pukul 05:28 di pohon tidurnya. Selanjutnya, kalawet bergerak meninggalkan pohon tidurnya rata- rata pukul 06:26 untuk memulai aktivitas penjelajahan mencari makanan sambil melakukan kontrol dalam daerah jelajahnya. Pada pagi hari, aktivitas vokalisasi dan istirahat semakin menurun, seiring dengan meningkatnya aktivitas makan dan 20 40 60 80 100 F reku en si 5: 00- 6:0 6: 00 -700 7: 00- 8: 00 8: 00- 9: 00 9: 00 -1 0:0 10 :0 0-11: 00 11 :0 0- 12: 00 12 :0 0- 13: 00 13: 00- 14: 00 14: 00: 15 :0 15: 00- 16: 00 16 :0 0:1 7:0 waktu Vokalisasi Makan Berpindah Istirahat Gambar 28 Sebaran pola aktivitas harian kalawet KC pada waktu jam yang berbeda sepanjang hari bergerak berpindah. Keadaan sebaliknya terjadi pada sore hari, dimana aktivitas makan dan berpindah semakin menurun seiring meningkatnya frekuensi istirahat sampai mendapatkan pohon tidur berikutnya. 75 Vokalisasi Hasil pengamatan aktivitas vokalisasi kalawet KC pada Gambar 30, menunjukkan bahwa frekuensi bervokalisasi tertinggi 46,61 pada pukul 05:00- 06:00, kemudian menurun menjadi 39,22 pada pukul 06:00-07:00, 10,08 pada pukul 07:00-08:00, 2,82 pada pukul 08:00-09:00, dan hanya 0,67 pada pukul 09:00-10:00 pagi. Setelah itu, tidak bervokalisasi sampai menjelang pagi hari berikutnya. Namun demikian, kadang-kadang ada kelompok kalawet yang bervokalisasi pada siang atau sore hari ketika ada gangguan terhadap kelompok tersebut. Aktivitas vokalisasi kalawet KC sebagian besar dilakukan di pagi hari antara pukul 05:00-07:00 85,82, jauh lebih awal dibandingkan dengan H. lar yang aktivitas vokalisasinya sebagian besar dilakukan pada pukul 07:00-11:00 pagi hari Reichard 1998. Vokalisasi kelompok kalawet KC biasanya diawali oleh suara jantan dewasa dengan tipe not dan durasi yang bervariasi. Beberapa saat kemudian, betina dewasa induk mulai bersuara sebagai pengantar great call dengan durasi yang bervariasi pula. Pengantar great call betina biasanya diselingi dengan suara jantan. Suara pengantar great call disambung dengan frase great call betina, dan selang beberapa saat, ditutup oleh suara coda jantan. Rangkaian suara jantan dan betina tersebut dikenal sebagai duet call. Selain duet call pasangan jantan-betina dewasa, kadang-kadang great call induk dibarengi dengan great call anak betina remaja juvenile. Dalam hal ini, kemungkinan betina remaja belajar mengekspresikan kemampuan vokalisasinya seperti induknya. Vokalisasi kelompok kalawet, dan Hylobates pada umumnya di pagi hari, berfungsi antara lain: untuk menandai dan mempertahankan teritorinya sebagai bagian dari tingkah laku teritorial, sekaligus sebagai pengaturan ruang antar kelompok, atraksi kawin, dan untuk mempererat hubungan sebagai pasangan kawin Bates 1970, Leighton 1987, Cowlishaw 1992, Ujhelyi 1996, Chivers 2001. Vokalisasi dilakukan pada pagi hari, kemungkinan berkaitan dengan kebugaran fisik fitness untuk menghasilkan vokalisasi yang kuat agar dapat terdengar sejauh mungkin. Chivers 2001 menyatakan bahwa Hylobates membutuhkan energi yang memadai untuk vokalisasi. 76 Aktivitas Makan Aktivitas makan berlangsung sepanjang hari dengan frekuensi bervariasi menurut waktu, diselingi aktivitas berpindah dan istirahat. Frekuensi makan meningkat tajam sejak turun dari pohon tidur pukul 06:26 sampai mencapai puncaknya pada pukul 08:00-09:00 sebesar 68, dan selanjutnya mulai menurun sampai sore hari. Frekuensi makan yang tinggi 60 berlangsung selama empat jam antara pukul 07:00-11:00 Gambar 30 setiap harinya. Hal ini dapat dipahami bahwa kalawet sebagai satwa yang arboreal, berupaya memenuhi kebutuhan nutrisinya dengan frekuensi makan yang tinggi di pagi hari pada kanopi atas untuk menghindari terik matahari di siang hari. Ketika matahari terik di siang hari, aktivitas makan tetap dilakukan tetapi dengan frekuensi yang semakin menurun di sela waktu istirahat dan berpindah pada kanopi yang lebih rendah. Penelitian komposisi pakan diet satwa primata di habitatnya umumnya didasarkan pada persentase alokasi waktu untuk aktivitas makan Conklin-Brittain et al. 2001, Ahsan 2001. Demikian halnya dengan pengamatan komposisi pakan kalawet KC dalam penelitian ini didasarkan pada persentase alokasi waktu untuk aktivitas makan. Batasan aktivitas makan dalam pengamatan ini adalah aktivitas mengambil, memakan, dan mengkunyah makanan. Aktivitas mencari makan foraging tidak dikategorikan sebagai aktivitas makan, tetapi aktivitas berpindah. Hasil pengamatan komposisi pakan kalawet KC yang didasarkan pada alokasi waktu untuk makan jenis komponen pakan tertentu, disajikan dalam Gambar 29. Pada Gambar 29, terlihat bahwa komposisi pakan kalawet KC sebagian besar atau 73 berupa buah, selebihnya berupa daun 16, bunga 10 dan komponen lainnya 1. Hal ini dapat dipahami bahwa kalawet, seperti Hylobates pada umumnya, merupakan satwa primata yang frugivorus atau komposisi pakan yang sebagian besar berupa buah. Selain sebagai frugivorus, tingginya persentase konsumsi buah oleh kalawet KC, juga ditunjang oleh habitatnya yang menyediakan cukup pohon buah untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya Tabel 10 dan Tabel 11. Penelitian McConkey 1999 dalam McConkey 2000 pada kelompok hibrida H. agilis albibarbis x H. muelleri di daerah Barito Ulu, mendapatkan data alokasi waktu untuk makan buah matang sebesar 62 dari total waktu makan. 77 bunga 10 daun 16 buah 73 lainnya 1 Gambar 29 Komposisi pakan kalawet KC Sebagai satwa yang frugivorus, kalawet dilengkapi dengan sistem alat pencernaan yang sederhana monogastrik, sehingga tidak mampu mencerna makanan dengan serat yang tinggi Fleagle 1988. Itu sebabnya, kalawet lebih banyak mengkonsumsi buah dengan kandungan serat kasar yang lebih rendah dibandingkan dengan dedaunan. Selain itu, komponen buah lebih mudah dan cepat dicerna, serta kandungan nutrisi yang lebih tinggi. Kondisi demikian dibutuhkan untuk menunjang pola hidup kalawet yang arboreal dan pergerakan secara brakhiasi, dimana dibutuhkan berat tubuh yang ringan, tidak dibebani dengan berat makanan yang lebih lama dalam tubuh. Komponen buah yang dimakan berupa buah muda sampai buah matang, antara lain buah hangkang Palaquium leiocarpum, lilin-lilin Parartocarpus venenossus , kacapuri Diospyros pseudomalabarica, tampang gagas Palaquium cochleariifolium , jambu-jambuan Eugenia sp., punak Tetramerista glabra, kambalitan Mezzettia sp., jangkang Xylopia sp., liana Fagraea ceiloniea, lunuk Ficus sp., jelutung Dyera costulata, dan lainnya. Komponen daun, antara lain kemuning Xanthophyllum amoenum, liana Derris heptaphylla, meranti Shorea sp., jinjit Calophyllum canum, dan lainnya. Komponen bunga, antara lain katiau Madhuca mottleyana, jambu putih Eugenia clariflora, liana Alyxia runwardtiana, kayu tepung Ilex wallichii, dan lainnya; serta komponen lain-lain berupa getah dan insekta Tabel 10. Sebaran frekuensi aktivitas makan per komponen makanan pada waktu yang berbeda disajikan pada Gambar 30. Dalam gambar tersebut, terlihat bahwa 78 kalawet KC mengkonsumsi komponen buah dengan frekuensi yang tinggi di pagi hari antara pukul 06:00-10:00 dengan kisaran 10-14 setiap jamnya dari total waktu aktivitas konsumsi buah 73, kemudian berangsur-angsur menurun pada jam-jam berikutnya sampai sore hari Gambar 30a. 3 6 9 12 15 F re k uens i 5:0 0-6 :00 6:0 0-7 :00 7:0 0-8 :00 8:0 0-9 :00 9:0 0-1 0:0 10: 00- 11: 00 11: 00- 12: 00 12: 00- 13: 00 13: 00- 14: 00 14: 00- 15: 00 15: 00- 16: 00 16: 00- 17: 00 Waktu buah daun bunga lainnya 25 50 75 100 Frek uen si 5:0 0-6 :00 6:0 0-7 :00 7:0 0-8 :00 8:0 0-9 :00 9:0 0-1 0:0 10 :00 -1 1:0 11 :00 -1 2:0 12 :00 -1 3:0 13 :00 -1 4:0 14 :00 -1 5:0 15 :00 -1 6:0 16 :00 -1 7:0 Waktu buah daun bunga lainnya Gambar 30 Sebaran frekuensi makan per komponen pakan pada waktu jam yang berbeda sepanjang hari. A berdasarkan frekuensi total harian, dan B berdasarkan frekuensi per jam. Apabila didasarkan pada frekuensi konsumsi setiap jam pengamatan, maka frekuensi konsumsi buah rata-rata 60 sepanjang hari Gambar 30b. Kecenderungan tingginya konsumsi buah di pagi hari seiring dengan tingginya frekuensi aktivitas makan pada waktu yang sama. Hal ini dapat dipahami bahwa setelah beristirahat sepanjang malam rata-rata 14 jam 35 menit di pohon tidur, kalawet membutuhkan makanan dalam jumlah dan kualitas yang cukup, khususnya buah sebagai makanan favoritnya, di pagi hari. A B 79 Komposisi pakan kalawet KC yang diperoleh dalam penelitian ini relatif sama dengan hasil yang diperoleh pada beberapa jenis Hylobates lainnya, seperti H. hoolock, H. agilis, H. klossii, H. lar dan H. pileatus, rata-rata 72 buah, 15 daun, 6 bunga, dan 7 insekta; dan H. moloch, dan H. muelleri, rata-rata 60 buah, 37 daun, 1 bunga, dan 2 insekta Conklin-Brittain et al. 2001. Dibandingkan dengan jenis Hylobatidae lainnya seperti siamang Symphalangus syndactylus dan Nomascus concolor, kalawet lebih banyak mengkonsumsi buah. Komposisi pakan Symphalangus syndactylus rata- rata 40 buah, 49 daun, 6 bunga, dan 5 insekta, sedangkan Nomascus concolor 21 buah, 71 daun, dan 7 bunga Conklin-Brittain et al. 2001. Kedua jenis Hylobatidae ini lebih banyak hidup pada kawasan hutan dengan ketinggian sedang sampai pegunungan, dimana ketersediaan pohon buah semakin terbatas, sedangkan Hylobates lebih banyak di kawasan hutan dataran rendah yang lebih kaya dengan keragaman pohon dan pohon buah Chivers 2001; Conklin-Brittain et al. 2001. Berpindah Aktivitas makan yang berlangsung sepanjang hari, diikuti oleh aktivitas berpindah yang hampir merata dengan frekuensi sekitar 20 Gambar 28. Hal ini menunjukkan bahwa ketersediaan pohon pakan cukup merata di dalam daerah jelajah, sesuai hasil analisis vegetasi di plot T0C Tabel 11. Nilai kerapatan relatif KR, frekuensi relatif FR dan INP pohon pakan masing-masing sebesar 91,91, 90 dan 970,67; merupakan indikasi ketersediaan pohon pakan yang cukup dengan tingkat sebaran yang cukup merata. Jelajah Harian. Jelajah harian merupakan pergerakan atau aktivitas berpindah kalawet KC menjelajahi suatu area tertentu sepanjang hari, mulai dari pohon tidur di pagi hari sampai mendapatkan pohon tidur berikutnya. Kalawet KC meninggalkan pohon tidurnya di pagi hari rata-rata pukul 06:26, dan naik ke pohon tidur di sore hari rata-rata pukul 15:54. Pengamatan dilakukan dengan mengikuti pergerakan KC sepanjang hari, sedapat mungkin sampai ke pohon tidur. Pengamatan mengikuti KC dilakukan sebanyak 36 hari dengan durasi yang bervariasi antara 1-12 jam. Arah dan jalur jelajah kalawet KC selama 36 hari 80 pengamatan disajikan dalam Gambar 31, sedangkan panjang jelajah atau jarak tempuh dan kecepatan jelajah harian disajikan pada Tabel 13. Pengamatan hari ke-1 - 3 hari ke-4 - 6 hari ke-7 - 9 hari ke-10 - 12 hari ke-13 - 15 hari ke-16 - 18 a b c d e f g i j k l n o p q r m h Gambar 31 Berlanjut …………... 81 hari ke-19 - 21 hari ke-22 - 23 hari ke-25 - 27 hari ke-28 – 30 hari ke-31 - 33 hari ke 34 - 36 Gambar 31 Arah dan jalur jelajah harian kalawet KC selama pengamatan v w x y z aa bb cc dd ee ff gg hh ii jj s t u 82 Simbol pohon pada Gambar 31 menunjukkan lokasi pohon tidur KC sebagai titik awal pergerakan jelajah, dan garis dengan tanda panah sebagai jalur dan arah jelajah sekaligus sebagai titik akhir pengamatan setiap hari. Berdasarkan arah dan jalur jelajah tersebut, diketahui bahwa daerah jelajah KC berada di antara transek C1 di sebelah utara dan T0.4 di selatan, serta transek A di sebelah timur dan D di barat. Aktivitas jelajah kalawet KC cenderung lebih banyak ke arah timur dibanding sebelah utara dalam daerah jelajahnya, yang ditandai dengan konsentrasi jalur jelajah yang lebih banyak. Kondisi ini disebabkan oleh tegakan vegetasi ke arah utara yang semakin pendek dan kerapatan pohon yang rendah. Tabel 13 Rata-rata panjang jelajah dan kecepatan jelajah harian kalawet KC Waktu Jarak jelajah m Wkt tempuh jam:menit Kecepatan mjam n hari 05:00 - 08:00 270 ±169 0:50±0:02 311,81±85,35 5 05:00 - 11:00 691 ±391 3:03±1:07 223,82±83,46 13 05:00 - 14:00 1183 ±201 5:56±1:05 203,67±43,13 5 05:00 - 17:00 1485 ±291 9:28±0:47 158,19±35,24 12 Tabel 13 menunjukkan bahwa rata-rata jarak jelajah harian kalawet KC dalam pengamatan aktivitas sepanjang hari full-day follow dari pukul 05:00- 17:00 n = 12 adalah 1485 ±291 m, dan waktu tempuh rata-rata 09:28 9 jam 28 menit. Jarak jelajah harian tersebut ditempuh dengan kecepatan rata-rata 158,19 ±35,24 mjam. Berdasarkan jarak yang ditempuh dan kecepatan berpindah pada waktu yang berbeda, terlihat bahwa kalawet KC lebih aktif berpindah pada pagi hari, kemudian berangsur-angsur menurun hingga sore hari. Rata-rata jarak jelajah selama pengamatan dari pukul 05:00-08:00 n = 5 sebesar 270 ±169 m dengan kecepatan berpindah 311,81 ±85,35 mjam; pukul 05:00-11:00 n = 13 sebesar 691 ±391 m dengan kecepatan 223,82±83,46 mjam; dan pukul 05:00- 14:00 n = 5 sebesar 1183 ±201 m dengan kecepatan 203,67±43,13 mjam. Durasi pengamatan yang bervariasi, menghasilkan jarak jelajah yang bervariasi pula. Kecenderungan kalawet KC lebih aktif berpindah pada pagi hari, juga terjadi pada Bunopithecus Hoolock hoolock Ahsan 2001. 83 Kecepatan jelajah yang lebih tinggi pada pagi hari mengindikasikan aktivitas jelajah yang tinggi sebagai akibat dari aktivitas makan yang tinggi untuk mencari dan mendapatkan pakan dalam jumlah dan kualitas yang memadai, khususnya komponen buah. Hylobates bergerak menjelajahi daerah jelajahnya tidak hanya untuk mencari dan mendapatkan pakan, tetapi juga untuk mengontrol daerah jelajah khususnya teritorinya terhadap intervensi kelompok kalawet tetangganya Ahsan 2001. Jarak jelajah harian kalawet KC yang diperoleh dalam penelitian ini, hampir sama dengan jelajah harian beberapa spesies, dan lebih panjang dari beberapa spesies lainnya, seperti dirangkum oleh Chivers 2001 sebagai berikut: H. klossii 1,5 km, H. lar 1,5 km, H. moloch 1,4 km, Bunopithecus Hoolock hoolock 1,3 km, H. agilis 1,3 km, hibrida H. agilis x H. muelleri 1,1 km, H. muelleri 0,9 km, H. pileatus 0,8 km, Sympalangus syndactylus 0,8 km, dan Nomascus concolor 0,8 km. Ahsan 2001 mendapatkan jelajah harian antar kelompok Bunopithecus Hoolock hoolock sangat bervariasi dengan kisaran 280-3400 m. Islam dan Feeroz 1992 mendapatkan variasi jelajah harian H. hoolock yang lebih kecil dengan kisaran 600-1600 m, dari yang dilaporkan Ahsan 2001. Kecepatan dan jarak jelajah yang ditempuh sampai waktu tertentu, dapat digunakan sebagai salah satu pertimbangan dalam mendeterminasi jarak lokasi vokalisasi Hylobates sebagai vokalisasi dari kelompok yang sama atau kelompok berbeda, dalam pengamatan populasi berdasarkan vokalisasi. Istirahat Kalawet berada di pohon tidur sejak sore hari pukul 15:54 sampai pagi hari berikutnya pukul 06:26, rata-rata selama 14 jam 31 menit ± 47 menit Lampiran 8. Sebelum turun dari pohon tidur, kalawet sudah melakukan aktivitas terutama vokalisasi yang dimulai rata-rata pada pukul 05:20. Dengan demikian, sesungguhnya kalawet beristirahat total di pohon tidur selama 13 jam 26 menit, dari pukul 15:54 sampai pukul 05:20 pagi hari berikutnya. Namun demikian, kategori istirahat dalam pola aktivitas harian satwa diurnal seperti kalawet adalah istirahat yang dilakukan di antara aktivitas harian lainnya Chivers 1973, Chivers 84 2001, MacKinnon MacKinnon 1980. Aktivitas harian utama satwa primata meliputi aktivitas makan, melakukan perjalananberpindah, istirahat, dan vokalisasi atau bersuara Chivers 1973, MacKinnon MacKinnon 1980. Selain itu, satwa primata juga melakukan aktivitas menelisik grooming dan bermain dalam waktu istirahat. Berdasarkan Gambar 27, istirahat merupakan aktivitas harian utama kedua kalawet KC setelah aktivitas makan, dengan frekuensi sebesar 32. Itu berarti, 32 dari total waktu aktivitas harian, dialokasikan untuk beristirahat. Istirahat dilakukan di antara aktivitas lainnya sepanjang hari, dengan frekuensi yang bervariasi setiap jamnya Gambar 28. Pada pagi hari, aktivitas vokalisasi dan istirahat semakin menurun, seiring dengan meningkatnya aktivitas makan dan bergerak berpindah. Keadaan sebaliknya terjadi pada sore hari, dimana aktivitas makan dan berpindah semakin menurun seiring meningkatnya frekuensi istirahat sampai mendapatkan pohon tidur berikutnya. Populasi Perilaku vokalisasi Hylobates menjelang pagi hari morning call, dapat dimanfaatkan sebagai tanda keberadaannya di suatu tempat dalam pengamatan kepadatan populasi di suatu kawasan tertentu Brockelman dan Srikosamatara 1993; Geissman 2002; O’Brien et al, 2004; Buckley 2004, Buckley et al. 2006, Bismark 2006. Pengamatan kepadatan populasi dalam penelitian ini didasarkan pada vokalisasi kelompok kalawet di enam lokasi berbeda di LAHG CIMTROP, TN Sebangau. Frekuensi Vokalisasi dan Jumlah Kelompok Jarak vokalisasi merupakan jarak antara peneliti di titik pengamatan listening post dengan sumber vokalisasi atau kelompok kalawet yang bervokalisasi. Hasil pengamatan kalibrasi jarak vokalisasi kelompok kalawet yang dapat di dengar dan diidentifikasi dengan baik sejauh 1,2 km dari titik pengamatan di LAHG TN Sebangau. Geissmann Nijman 2001 memperkirakan jarak 85 vokalisasi owa Jawa dapat terdengar sekitar 1,0-1,4 km, sedangkan pada ungko Sumatera sekitar 2 km O’Brien et al. 2004. Bismark 2006 dalam survei populasi H. klossii di Siberut mendapatkan jarak vokalisasi yang dapat terdengar dengan baik adalah 750 m. Variasi jarak vokalisasi Hylobates seperti dilaporkan di atas, selain disebabkan oleh perbedaan spesies, juga mungkin oleh perbedaan kondisi vegetasi dan topografi habitat. Topografi habitat ungko di Sumatera dan owa Jawa di Jawa Barat relatif berbukit bahkan pegunungan, sedangkan habitat kalawet di Sebangau relatif datar. Untuk mengetahui jumlah kelompok kalawet yang bervokalisasi di setiap lokasi, maka hasil pengamatan vokalisasi dipetakan dengan menggunakan program MapSource. Pemetaan lokasi atau posisi setiap kelompok kalawet saat vokalisasi, didasarkan pada arah sumber vokalisasi menurut kompas, dan prediksi jarak vokalisasi dari titik pengamatan. Untuk menghindari penghitungan ganda dari suatu kelompok, Brockleman Srikosamatara 1993 menyarankan jarak antar vokalisasi lebih dari 500 m sebagai vokalisasi kelompok yang berbeda. Namun demikian, hasil pemetaan lokasi setiap sumber vokalisasi dalam penelitian ini terdapat vokalisasi yang hanya berjarak sekitar 300 m sebagai vokalisasi kelompok kalawet yang berbeda. Determinasi kelompok kalawet didasarkan pada saat vokalisasi, interval waktu antar vokalisasi, jarak antar posisi sumber vokalisasi, saat turun dari pohon tidur, dan jarak tempuh jelajah kalawet setelah turun dari pohon tidur dalam kurun waktu tertentu di pagi hari. Hasil pengamatan pada kelompok KC, turun dari pohon tidur rata-rata pukul 06:26 pagi, dan menempuh jarak jelajah sampai pukul 08:00 sekitar 270 m Tabel 13. Hasil pengamatan frekuensi atau jumlah vokalisasi dan jumlah kelompok kalawet yang teridentifikasi di setiap lokasi pengamatan, disajikan dalam Tabel 14, dan peta sebaran lokasi vokalisasi kelompok kalawet Lampiran 10. Jumlah vokalisasi kelompok kalawet setiap hari pengamatan di setiap lokasi, bervariasi dari 0-13 kelompok. Jumlah vokalisasi kelompok kalawet yang diperoleh selama tujuh hari pengamatan di T0C tipe MSF sebanyak 33 vokalisasi rata-rata 4,71 ±1,80, dan T08 LPF hanya 1 vokalisasi rata-rata 86 0,14 ±0,38. Pengamatan selama empat hari berturut-turut di lokasi T02 tipe MSF diperoleh jumlah vokalisasi sebanyak 27 rata-rata 6,75 ±1,71, TA1 MSF sebanyak 33 rata-rata 8,25 ±2,63, T05 LPF sebanyak 6 rata-rata 1,50±1,29, dan di T14 TIF sebanyak 31 vokalisasi rata-rata 7,75 ±4,99. Rata-rata frekuensi vokalisasi yang diperoleh, tertinggi di TA1, diikuti berturut-turut T14, T02, T0C, T05, dan terendah di T08. Tabel 14 Sebaran jumlah vokalisasi dan kelompok kalawet teridentifikasi di setiap lokasi pengamatan 1 Tipe hutan MSF LPF TIF T0C T02 TA1 T05 T08 T14 Penga- matan a b a b a b a b a b a b Jumlah hari ke-1 5 5 7 7 6 6 3 3 0 0 4 4 hari ke-2 6 5 6 9 11 12 1 3 0 0 3 5 hari ke-3 2 6 9 10 10 12 0 3 0 0 13 14 hari ke-4 7 7 5 10 6 12 2 3 1 1 11 14 hari ke-5 6 7 0 1 hari ke-6 3 7 0 1 hari ke-7 4 7 1 Jmlh voka- lisasi a 33 27 33 6 1 31 131 Rata-rata 6,20 0,64 7,75 Jumlah ke- lompok b 7 10 12 3 1 14 47 Rata-rata 9,67 2 14 1 a = jumlah vokalisasi, dan b = jumlah kelompok yang teridentifikasi selama waktu pengamatan Frekuensi vokalisasi yang rendah di T05 dan T08 tipe LPF, bahkan tidak ada vokalisasi selama beberapa hari pengamatan, terkait dengan rendahnya jumlah kelompok kalawet yang menghuni kawasan hutan tersebut. Frekuensi vokalisasi yang rendah pada pengamatan hari ke-2 dan hari ke-6 di T0C, dan hari ke-2 di T14, kemungkinan disebabkan oleh cuaca yang mendung pada saat pengamatan. Jumlah kelompok yang teridentifikasi di setiap lokasi pengamatan dan tipe hutan, bervariasi dari 1-14 7,83 ±5,12, tertinggi di tipe hutan TIF T14 sebanyak 14 kelompok, diikuti tipe MSF TA1 12 kelompok, T02 10 kelompok, dan T0C 7 kelompok; kemudian tipe LPF T05 3 kelompok, dan terendah di tipe 87 LPF T08 1 kelompok. Variasi jumlah kelompok antar lokasi dan tipe hutan, terkait dengan kondisi vegetasi di lokasi tersebut, khususnya ketersediaan pohon pakan dan pohon tidur Tabel 17. Rata-rata frekuensi vokalisasi kelompok kalawet di setiap lokasi pengamatan, mempunyai korelasi yang signifikan r= 0,98; p= 0,001 dengan kepadatan kelompok. Semakin tinggi frekuensi vokalisasi menunjukkan kepadatan kelompok yang semakin tinggi. Hal ini sejalan dengan pernyataan Chivers 1974 bahwa, frekuensi vokalisasi Hylobates bergantung pada kepadatan populasi. Dengan kata lain, frekuensi vokalisasi dapat sebagai indikator kepadatan populasi Hylobates. Selama periode pengamatan 30 hari di enam lokasi berbeda, tercatat 131 vokalisasi dari 47 kelompok kalawet berbeda. Buckley 2004 mencatat 65 vokalisasi dari 19 kelompok berbeda selama 20 hari pengamatan. Terdapat sekitar 72 kelompok kalawet yang bervokalisasi lebih dari sekali selama empat hari pengamatan, dan bahkan beberapa kelompok yang tercacat 1 kali dalam sehari pengamatan. Dari 47 kelompok yang teridentifikasi di enam lokasi pengamatan, 27,66 di antaranya hanya sekali sehari pengamatan bervokalisasi dalam empat hari pertama pengamatan, 38,30 yang vokalisasi dua kali, 21,28 yang vokalisasi tiga kali, dan 12,77 yang selalu vokalisasi dalam empat hari. Probabilitas Vokalisasi Probabilitas vokalisasi diketahui dengan cara membagi jumlah kelompok kalawet yang terdeterminasi bervokalisasi dalam jangka waktu pengamatan tertentu dibagi dengan total kelompok yang terdeterminasi di setiap lokasi pengamatan. Hasil pengamatan sebaran probabilitas vokalisasi kelompok kalawet calling groups di setiap lokasi selama pengamatan 4-7 hari berturut-turut, disajikan dalam Tabel 15. Tabel 15 menunjukkan bahwa probabilitas vokalisasi kelompok kalawet bervariasi di antara lokasi pengamatan mengikuti variasi jumlah kelompok yang terdeterminasi pada setiap hari pengamatan Tabel 14. Probabilitas vokalisasi cenderung meningkat dari hari pertama sampai pengamatan hari keempat di semua lokasi, kecuali di T05 yang langsung 100 pada hari pertama. Probabilitas 88 Tabel 15 Probabilitas kelompok kalawet bervokalisasi selama waktu pengamatan Tipe hutan MSF LPF TIF Waktu Pengamatan T0C T02 TA1 T05 T08 T14 Rata-rata ………………………… ……………………………………. hari ke-1 71.43 70.00 50.00 100.00 0.00 28.57 53.33 hari ke-2 71.43 90.00 100.00 100.00 0.00 35.71 66.19 hari ke-3 85.71 100.00 100.00 100.00 0.00 100.00 80.95 hari ke-4 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 hari ke-5 100.00 100.00 100.00 hari ke-6 100.00 100.00 100.00 hari ke-7 100.00 100.00 100.00 Jumlah Kelompok 7 10 12 3 1 14 Rata-rata 9,67 2 14 vokalisasi 100 di setiap lokasi dicapai pada jumlah hari pengamatan yang berbeda-beda. Probabilitas 100 pada hari pertama terjadi lokasi T05, hari kedua di lokasi TA1, hari ketiga di lokasi T02 dan T14, dan hari keempat terjadi di lokasi T0C dan T08. Rata-rata probabilitas vokalisasi kelompok kalawet di LAHG pada hari pertama pengamatan sebesar 53,33, meningkat menjadi 66,19 pada hari kedua, 80,95 pada hari ketiga, dan mencapai 100 pada hari keempat. Kecenderungan peningkatan probabilitas vokalisasi dari hari pertama pengamatan, juga didapatkan oleh O’Brien et al. 2004, Buckley 2004, dan Buckley et al. 2006. Jangka waktu pengamatan yang diperpanjang sampai tujuh hari di lokasi T08 dan T0C, ternyata tidak diperoleh vokalisasi kelompok baru yang belum teridentifikasi sebelumnya. Dengan kata lain, semua kelompok kalawet yang terdapat dalam areal pengamatan di setiap lokasi, dianggap sudah bervokalisasi minimal sekali dalam empat hari pengamatan berturut-turut. Dengan kata lain, probabilitas vokalisasi kelompok kalawet di LAHG mencapai 100 pada hari keempat. Hal ini menunjukkan bahwa pengamatan selama empat hari beturut- turut dinilai cukup memadai untuk mengetahui jumlah kelompok dalam areal pengamatan. Oleh karena itu, jumlah kelompok yang teridentifikasi dalam kurun waktu tersebut, diperkirakan sebagai jumlah kelompok yang terdapat dalam areal pengamatan dengan radius 1,2 km 4,52 km 2 . 89 Buckley 2004 mendapatkan rata-rata probabilitas vokalisasi kelompok kalawet sebesar 62, meningkat sampai 92 pada hari kedua, dan mencapai 100 pada pengamatan hari ketiga di MSF LAHG antara transek T0 dan T2 Gambar 16; sedangkan O’Brien et al. 2004 mendapatkan probabilitas vokalisasi kelompok ungko di Sumatera sebesar 42 pada hari pertama, meningkat tajam menjadi 75 pada hari ketiga, dan 89 pada hari kelima. Berdasarkan pertimbangan keterbatasan waktu dan biaya, maka O’Brien et al. 2004 mengamati populasi ungko hanya selama tiga hari di setiap lokasi pengamatan dengan probabilitas p vokalisasi 75. Ukuran Kelompok Selama pengamatan di LAHG, tercatat 108 kali kesempatan melihat atau berjumpa dengan sejumlah kelompok kalawet di TIF dan di MSF. Setiap perjumpaan, dapat diamati jumlah individu yang terlihat sebagai anggota kelompok tersebut. Besar kelompok kalawet yang teramati tersebut, bervariasi dari 1-6 individu dengan rata-rata 3,44 ±1,05 individu. Variasi besar kelompok tersebut disajikan pada Gambar 32. 5.56 7.41 40.74 31.48 12.96 1.85 15 30 45 F rek ue ns i pe nga m a tan 1 2 3 4 5 6 Besar kelompok ekor Gambar 32 Variasi besar kelompok kalawet di LAHG Pada Gambar 32 terlihat bahwa besar kelompok dengan jumlah anggota 3 ekor mempunyai frekuensi teramati paling tinggi 40,74, diikuti berturut-turut kelompok dengan anggota 4 ekor 31,48, 5 ekor 12,96, 2 ekor 7,41, Rata-rata = 3,44±1,05 indvklmpk 90 1 ekor 5,56, dan terendah 6 ekor 1,85. Kalawet yang terlihat soliter kemungkinan merupakan anggota salah satu kelompok tertentu yang terpisah agak jauh sehingga individu lainnya tidak terlihat, atau individu yang memisahkan diri dari kelompoknya untuk membentuk kelompok baru. Ukuran kelompok kalawet yang ada di LAHG sama dengan ukuran kelompok Hylobates pada umumnya, yaitu 2-6 individu yang terdiri dari sepasang jantan-betina dewasa, serta beberapa anak dengan umur yang berbeda Leighton 1987; Fleagle 1988; Reichard 1998; Geissmann 2003; Sullivan 2004; Nijman 2004. Sebagian besar dari 108 kali kesempatan mengamati langsung kelompok kalawet di LAHG terjadi di tipe MSF dalam areal seluas ± 4 km 2 antara transek T02 dan T0; 2 kali kesempatan terjadi di TA1; dan 3 kali di TIF T14. Rata-rata ukuran kelompok kalawet yang diperoleh dalam penelitian ini 3,44 ± 1,05, sama dengan yang dilaporkan Buckley 2004 sebesar 3,4 ekor dari 8 kali kesempatannya mengamati langsung di areal pengamatan yang sama. Namun, lebih tinggi dibandingkan dengan ungko Hylobates agilis di Sumatera yang rata- rata ukuran kelompoknya 2,61 ekor O’Brien et al. 2004. Kepadatan populasi Hasil estimasi kepadatan kelompok dan individu kalawet di LAHG CIMTROP, TN Sebangau, di sajikan dalam Tabel 16. Kepadatan kelompok kalawet di LAHG berbeda-beda antar tipe hutan. Kepadatan tertinggi terdapat di tipe TIF sebesar 3,10 kelompokkm 2 , diikuti tipe MSF 2,33 ±0,31 kelompokkm 2 , dan terendah di tipe LPF 0,44 ±0,31 kelompokkm 2 . Demikian halnya dengan kepadatan individu, tertinggi di tipe TIF sebesar 10,65 individukm 2 , diikuti tipe MSF 8,02 ±1,06 individukm 2 , dan terendah di LPF sebesar 1,52 ±1,08 individukm 2 . Kepadatan individu merupakan hasil kali dari kepadatan kelompok dengan rata- rata besar kelompok yaitu 3,44 individukelompok. Radius r areal pengamatan vokalisasi yang digunakan dalam penelitian ini 1,2 km dan proporsi areal ∅ = 1,0, sehingga luas areal pengamatan A = ∅.∏r 2 di setiap lokasi adalah 4,52 km 2 , kecuali di T0C seluas 3,39 km 2 , dimana ∅ = 0,75; karena sebagian merupakan hutan rivarian yang tidak dihuni oleh kalawet. 91 Berdasarkan analisis foto landsat TN Sebangau 2005, tutupan vegetasi di tipe MSF dan TIF relatif sama, sehingga dikategorikan sebagai kelas tutupan lahan yang sama. Oleh karena itu, kepadatan populasi kalawet di kedua tipe hutan tersebut diperkirakan relatif sama Tabel 16. Tabel 16 Kepadatan kelompok kalawet pada tiap lokasi pengamatan Lokasi Tipe Hutan Jumlah Kelompok mi Kepadatan Kelompokkm 2 DGi Kepadatan Individukm 2 Pi T14 TIF 14 3,10 10,65 T0C MSF 7 2,06 7,01 T02 MSF 10 2,21 7,61 TA1 MSF 12 2,65 9,13 MSF 9,67 ±2,52 2,33 ±0,31 8,02 ±1,06 TIF + MSF 10,75 ±2,99 2,54 ±0,47 8,72 ±1,60 T05 LPF 3 0,66 2,28 T08 LPF 1 0,22 0,76 LPF 2,0 ±1,41 0,44 ±0,31 1,52 ±1,08 Berdasarkan analisis vegetasi Tabel 3, dan analisis foto landsat TN Sebangau Gambar 33, serta pengamatan populasi kalawet Tabel 16, maka diperkirakan kawasan LAHG dan TN Sebangau yang dapat dihuni oleh kalawet adalah 1 kelas tutupan vegetasi yang setara atau lebih baik dari tipe MSF dan TIF kelas 1 dan 3 dalam Gambar 33 seluas 24.511 ha di LAHG, dan 294.299 ha di TN. Sebangau; dan 2 kelas tutupan vegetasi yang setara dengan tipe LPF kelas 2 dalam Gambar 33 seluas 17.516 ha di LAHG, dan 113.055 ha di TN. Sebangau. Dengan demikian, jumlah kelompok dan individu kalawet di LAHG diperkirakan sebanyak 700 kelompok atau 2.404 individu; dan di TN. Sebangau sebanyak 7.988 kelompok atau 27.442 individu. Kepadatan kelompok di tipe hutan MSF khususnya di lokasi T0C dan T02 yang diperoleh dalam penelitian ini, rata-rata 2,14 kelompokkm 2 , hampir sama dengan yang dilaporkan Buckley 2004 sebesar 2,2 kelompokkm 2 dengan ukuran kelompok 3,4 individukelompok di lokasi yang sama. Buckley melakukan pengamatan populasi kalawet dengan metode point count di LAHG hanya di tipe hutan MSF antara transek T0 dan T2 Gambar 16 atau dilokasi T0C dan T02. 92 Perbedaan kepadatan populasi kalawet di antara tipe hutan yang ada di LAHG, disebabkan oleh perbedaan kondisi vegetasinya, terutama ketersediaan pohon pakan, dan tinggi pohon. Hal ini ditunjukkan oleh adanya korelasi yang erat antara beberapa variabel vegetasi dengan kepadatan populasi kalawet, seperti terlihat dalam Tabel 17. Variabel vegetasi tingkat pohon yang berkorelasi tinggi dengan kepadatan populasi di setiap tipe hutan adalah kerapatan pohon tidur r = 0,98, kerapatan pohon pakan r = 0,96, INP pohon pakan r = 0,98, dan tinggi pohon r = 1,00, sedangkan dbh berkorelasi rendah r = 0,75. Untuk tingkat tiang, variabel yang berkorelasi tinggi dengan kepadatan populasi adalah tinggi pohon r = 0,97, dbh r = 0,95, dan INP pohon pakan r = 0,90, Gambar 33 Peta tutupan lahan Taman Nasional Sebangau 93 sedangkan kerapatan pohon pakan berkorelasi negatif. Hal ini menjelaskan bahwa disamping ketersediaan pohon pakan di suatu habitat, kalawet juga membutuhkan tegakan vegetasi yang tinggi dan kanopi yang kontinu untuk menunjang pergerakannya secara brakhiasi. Tabel 17 Korelasi r antara variabel vegetasi dengan kepadatan populasi kalawet Tipe hutan Kategori Peubah Vegetasi 1 MSF LPF TIF r Pohon KPT 136,67 45,00 220,00 0,98 KP 325,00 140,00 325,00 0,96 INPP 282,95 161,90 300 0,98 TG 25,96 19,485 28,92 1,00 DBH 28,88 28,48 38,82 0,75 Tiang KP 210,00 232,50 210,00 -0,96 INPP 252,97 233,04 300,00 0,90 TG 17,02 14,09 17,14 0,97 DBH 12,94 12,45 13,62 0,95 Individukm 2 8,02 1,52 10,65 1 KPT = kerapatan pohon tidur pohonha, KP = kerapatan pohon pakan pohonha, INPP = indeks nilai penting pohon pakan, TG = tinggi pohon m, dbh = diameter setinggi dada cm. Mengacu pada profil vegetasi Tabel 3, potensi pohon pakan Tabel 11 dan populasi kalawet Tabel 16, terlihat jelas bahwa perbedaan profil vegetasi dan potensi pakan di antara tipe hutan, diikuti dengan perbedaan kepadatan populasi kalawet. Rata-rata tinggi pohon atau kanopi dan kerapatan pohon khususnya pohon pakan yang lebih besar di tipe MSF dan tipe TIF dari pada tipe LPF, memberikan kepadatan populasi kalawet yang lebih tinggi pula 8,02 dan 10,65 individukm 2 dari pada LPF 1,52 individukm 2 . Kepadatan populasi yang ekstrim rendah di LPF disebabkan oleh kondisi vegetasinya yang tidak mendukung keberadaan kalawet, terutama kerapatan dan tinggi pohon serta ketersediaan pohon pakan yang sangat terbatas. Hal ini menunjukkan bahwa selain ketersediaan pohon sumber pakan dan pohon tidur potensial sebagai faktor kunci keberadaan Hylobates pada suatu habitat Iskandar 2007, juga ditentukan oleh tinggi pohon dan formasi kanopi yang kontinu yang diindikasikan oleh kerapatan pohon yang tinggi. 94 Sebagai perbandingan, Mitani 1990 melaporkan kepadatan populasi kalawet di TN Gunung Palung berkisar antara 13,5-15,6 individukm 2 di habitat hutan dataran rendah, perbukitan dan hutan gambut. Kepadatan populasi di TN Gunung Palung jauh lebih tinggi dari pada di LAHG TN Sebangau. Perlu diketahui bahwa sejak tahu 1981 Gunung Palung sudah ditetapkan sebagai kawasan suaka margasatwa, kemudian tahun 1990 ditetapkan sebagai taman nasional Ditjen PHKA 2006a, UNEP-WCMC, 2006, sedangkan LAHG Sebangau merupakan bekas konsesi HPH yang kemudian ditetapkan sebagai taman nasional pada tahun 2004. Artinya, kondisi habitat di TN Gunung Palung kemungkinan jauh lebih baik dari pada TN Sebangau, sehingga kepadatan populasi kalawet pun lebih tinggi. Analisis Vokalisasi Semua spesies dari Hylobatidae menghasilkan suara atau vokalisasi menyerupai nyanyian dengan pola yang spesifik untuk spesies dan jenis kelamin, biasanya dilakukan pada pagi hari Geissmann 1995, Geissmann Nijman 2006. Aktivitas bersuara di pagi hari merupakan awal aktivitas harian kelompok Hylobates , yang berfungsi antara lain untuk menunjukkan daerah teritorinya bagi kelompok lain disekitarnya, sekaligus sebagai pengaturan ruang antar kelompok dalam suatu kawasan hutan Bates 1970, Leighton 1987, Cowlishaw 1992. Kawasan hutan Kalimantan dihuni oleh tiga jenis ‘spesies’ Hylobates, yaitu H. agilis albibarbis yang menyebar di Kalimantan Tengah dan Barat dibatasi oleh Sungai Kapuas di sebelah Utara dan Sungai Barito di sebelah Timur, H. muelleri menyebar secara luas di bagian lain Pulau Kalimantan, dan hibrida antara keduanya yang terjadi di sekitar daerah Barito Ulu. Semua jenis Hylobates, termasuk ketiga jenis ‘spesies’ di Kalimantan, merupakan satwa yang dilindungi, sehingga tidak dapat diburuh dan dipelihara secara illegal. Namun demikian, ketiga jenis ‘spesies’ tersebut banyak diburuh dan dipelihara oleh masyarakat sebagai satwa kesayangan di Kalimantan, tanpa mempedulikan daerah penyebaran satwa tersebut. Artinya, satwa H. muelleri dipelihara oleh masyarakat di daerah penyebaran H. agilis albibarbis, misalnya di 95 Palangka Raya, dan sebaliknya. Kondisi demikian cukup membahayakan keberadaan Hylobates di Kalimantan di masa mendatang. Untuk itu, perlu diupayakan mencegah masyarakat memelihara satwa tersebut, merehabilitasi satwa-satwa yang dipelihara oleh masyarakat dan mengembalikannya ke alam sesuai dengan daerah penyebaran masing-masing. Secara fenotipe, ketiga jenis Hylobates yang ada di Kalimantan tersebut hampir sama, sehingga cukup sulit untuk mengidentifikasi dan membedakan satu dengan lainnya. Adanya variasi warna bulu fur intra-spesies yang tinggi pada Hylobates , dan terbatasnya penelitian tentang hal tersebut, maka identifikasi spesies satwa yang dipelihara oleh masyarakat atau di penangkaran merupakan problem tersendiri Geissmann 1995. Kondisi demikian cukup menyulitkan dalam program rehabilitasi dan reintroduksi. Hal ini dapat diatasi melalui analisis karakteristik vokalisasi Dallmann Geissmann 2001, seperti dinyatakan Mitani 1987 bahwa variasi vokalisasi Hylobates mengindikasikan perbedaan genetik minimal pada level spesies sehingga dapat digunakan untuk membedakan spesies. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk menganalisis vokalisasi guna mengidentifikasi karakteristik vokalisasi masing-masing ‘spesies’ sebagai penciri untuk membedakan satu spesies dengan lainnya. Kesulitan mengidentifikasi spesies, dapat menyebabkan terjadinya hibridisasi antar spesies Hylobates di penangkaran atau di kebun binatang, dan daerah tertentu lainnya Nijman 2005a. Untuk analisisis vokalisasi, dilakukan perekaman vokalisasi beberapa kelompok Hylobates yang memungkinkan di habitatnya, dan di kandang rehabilitasi. Vokalisasi H. agilis albibarbis direkam di kawasan hutan LAHG Sebangau, sebanyak 13 kelompok; vokalisasi H. muelleri direkam di kandang rehabilitasi, Pusat Rehabilitas Hylobates Kalimantan di Hampapak yang dikelola oleh ‘Kalaweit Program’ Palangka Raya, Kalimantan Tengah, sebanyak tiga kelompok; sedangkan vokalisasi dari hibrida antara H. agilis albibarbis x H. muelleri direkam di Barito Ulu lokasi penelitian Proyek Barito Ulu, sebanyak dua kelompok yaitu hibrida-1 dan hibrida-2. Adanya populasi hibrida antara H. agilis albibarbis x H. muelleri di daerah Barito Ulu hulu DAS Barito dilaporkan pertama kali oleh Dr. Joe Marshall pada tahun 1979, dan diteliti lebih lanjut sejak tahun 1982 Marshall Sugardjito 96 1986, dan Mather 1992 dalam Chivers 2001. Penelitian tersebut menunjukkan adanya perbedaan genetik antara populasi hibrida dengan kedua populasi tetuanya, H. agilis albibarbis dan H. muelleri. Hibrida memungkinkan terjadi karena adanya kanopi pohon yang menyatu di atas sungai-sungai kecil yang membatasi penyebaran kedua spesies asal. Spesies H. agilis albibarbis menyebar dari arah selatan dan barat daerah hulu DAS Barito, sedangkan H. muelleri dari arah utara dan timur hulu DAS Barito; bertemu dan berinteraksi di daerah Barito Ulu melalui kanopi pohon yang menyatu di atas sungai-sungai kecil yang membatasinya Mather 1992 dalam Chivers 2001. Vokalisasi Betina Hylobatidae betina menghasilkan vokalisasi yang sangat menonjol, nyaring melengking, disebut great call GC, terdiri atas tiga fase, yaitu fase pre-trill, trill dan post-trill, dan jumlah not 6-100 not, tergantung spesies. Analisis vokalisasi GC kalawet dapat ditampilkan dalam bentuk sonagram seperti pada Gambar 33, dan dapat dikuantifikasi untuk mengetahui keragaman vokalisasi antar spesies, populasi dan individu kalawet. Vokalisasi yang diamati berupa GC dari beberapa individu betina dewasa, yaitu kalawet H. agilis albibarbis, H. muelleri, dan hibrida antara keduanya, seperti pada Tabel 18. Vokalisasi GC kalawet yang direkam di LAHG sebanyak 13 ekor betina dewasa sejumlah 96 frase GC, hibrida-1 1 ekor dengan 24 frase GC, dan hibrida-2 1 ekor dengan 11 frase GC; serta H. muelleri 3 ekor dengan 36 frase GC. Tabel 18 Spesies, lokasi, jumlah individu dan jumlah great call yang dianalisis dalam penelitian ini Spesies Lokasi Jumlah individu ekor Jumlah great call frase H. a. albibarbis LAHG 13 1 96 Hibrida-1 Barito Ulu 1 24 Hibrida-2 Barito Ulu 1 11 H. muelleri Hampapak 3 36 Jumlah 18 167 1 Jumlah vokalisasi individu yang dapat direkam dari 47 kelompok yang teridentifikasi selama pengamatan di LAHG 97

1. H. agilis albibarbis