Plot data Pemilihan Model Peramalan

V. PERAMALAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG

MEMPENGARUHI HARGA BAWANG MERAH

5.1. Peramalan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Bawang

Merah di DKI Jakarta

5.1.1. Plot data

DKI Jakarta merupakan salah satu kota besar di Indonesia dimana bawang merah merupakan salah satu komoditas pangan strategis yang dibutuhkan oleh masyarakatnya. Selama bulan Januari 2002 sampai Oktober 2006, harga bawang merah di Jakarta menunjukkan trend yang meningkat dan memiliki unsur musiman Gambar 5. Pada bulan Januari 2002 harga bawang merah di DKI Jakarta sebesar Rp 6357kg. Harga ini kemudian menurun ke titik terendah pada bulan September 2002 menjadi Rp 4665kg. Pada masing-masing tahunnya, harga bawang merah tertinggi di DKI Jakarta terjadi pada bulan Desember 2002, Maret 2003, Desember 2004, Juli 2005 dan April 2006. Pada bulan Desember 2002, harga bawang merah di DKI Jakarta adalah sebesar Rp 8008kg. Pada bulan Maret 2003, harga bawang merah di DKI Jakarta adalah sebesar Rp 7887kg. Pada bulan Desember 2004, Juli 2005 dan Gambar 5. Plot Data Harga Bawang Merah di DKI Jakarta Januari 2002 – Oktober 2006 2000 4000 6000 8000 10000 12000 J a nua ri Ap ri l Ju li O k tobe r J a nua ri Ap ri l Ju li O k tobe r J a nua ri Ap ri l Ju li O k tobe r J a nua ri Ap ri l Ju li O k tobe r J a nua ri Ap ri l Ju li O k tobe r Bulan H a rg a R p kg DKI Jakarta April 2006, harga bawang merah di DKI Jakarta masing-masing adalah sebesar Rp 8356kg, Rp 9382kg, Rp 11246kg. Harga terendah bawang merah di DKI Jakarta setiap tahunnya terjadi pada bulan September 2003, September 2004, Februari 2005 dan Oktober 2006. Pada bulan September 2003 harga bawang merah di DKI Jakarta sebesar Rp 5156kg. Pada bulan September 2004, Februari 2005 dan Oktober 2006 masing-masing harga bawang merah adalah Rp 5252kg, Rp 7807kg, Rp 7205kg.

5.1.2. Pemilihan Model Peramalan

Berdasarkan plot ACF Lampiran 8 diketahui cut off yang menurun secara lambat menuju nilai 0 dari beberapa lag pertama sehingga data belum stasioner. Untuk itu perlu dilakukan differencing terhadap data awal. Dari time series plot data differencing 1 dapat diketahui bahwa data sudah stasioner dalam nilai tengah dan ragam. Dan dari plot ACF dan PACF diketahui terdapatnya unsur musiman dari data. Sehingga identifikasi model awal adalah SARIMA 0,1,10,0,1 13 , kemudian dilakukan overfitting, yaitu penambahan atau pengurangan parameter model. Dari Tabel kemungkinan model SARIMA Lampiran 8 dapat dilihat model SARIMA dengan nilai MSE yang paling kecil yaitu SARIMA 0,1,10,0,1 13 . Penambahan parameter MA tidak nyata maka yang digunakan adalah model SARIMA 0,1,00,0,1 13 karena setelah dilakukan evaluasi model uji diagnostik menggunakan kriteria evaluasi Box-Jenkins maka didapatkan model SARIMA 0,1,00,0,1 13 merupakan model yang paling baik dan memenuhi kriteria evaluasi Box-Jenkins dibandingkan dengan model lainnya Lampiran 8. Setelah dilakukan estimasi parameter model, selanjutnya dilakukan evaluasi untuk memastikan apakah model yang diestimasi sudah baik atau belum. Kriteria dalam evaluasi model Box-Jenkins, yaitu: a Proses iterasi harus convergence. Bila ini terpenuhi maka pada session terdapat pernyataan relative change in each estimate less than 0,0010. Pada output dipenuhi oleh model Lampiran 8. b Residual forecast errors random. Untuk memastikan apakah model sudah memenuhi syarat ini, dapat digunakan indikator modified Box- Pierce statistic . Dari session diketahui bahwa nilai P-value untuk uji statistik ini lebih besar dari 0,05 yang menunjukkan bahwa residual sudah random . c Kondisi invertibilitas ataupun stasioneritas harus terpenuhi. Apakah hal ini terpenuhi oleh model atau tidak dapat ditunjukkan dengan mengamati jumlah koefisien MA atau AR yang harus kurang dari 1. Dalam output model di atas terlihat koefisien SMA=-0.7773. Hal ini berarti kondisi invertibilitas terpenuhi. d Parameter yang diestimasi berbeda nyata dengan nol. Ini dapat dilihat dari nilai P-value koefisien yang harus kurang dari 0,05. Terlihat pada output di atas bahwa P-value koefisien = 0,000. e Model harus parsimonious. Dengan model yang diperoleh dapat ditulis sebagai SARIMA 0,1,00,0,1 13 menunjukkan bahwa model relatif sudah dalam bentuk yang paling sederhana parsimonious. f Model harus memiliki mean square error MSE yang kecil. Pada model sudah terpenuhi dimana nilai MSE = 287887 yang relatif lebih kecil dibandingkan model yang lainnya. Maka dapat disimpulkan model SARIMA 0,1,00,0,1 13 adalah model peramalan terbaik dengan menggunakan prosedur Box-Jenkins. Tabel 4. Nilai MSE Metode Peramalan Times Series Pada Harga Bawang Merah di DKI Jakarta No Metode MAPE MAE MSE MSE Terkecil 1 Trend Quadratik 11,8447 850,677 1148360 8 2 Single Exponential Smoothing 8 564 525210 4 3 Double Exponential Smoothing 8 576 553568 5 4 Winters Aditif 6 443 343375 2 5 Winter Multiplikatif 6 433 358937 3 6 Dekomposisi Aditif 11 780 854056 6 7 Dekomposisi Multiplikatif 11 812 879477 7 8 SARIMA 0,1,00,0,1 13 287887 1 Berdasarkan hasil peramalan harga bawang merah dengan menggunakan Metode SARIMA 0,1,00,0,1 13 di DKI Jakarta secara umum mengalami peningkatan dari periode sebelumnya. Untuk periode November 2006 sampai Agustus 2007 menunjukkan bahwa harga bawang merah masih di atas rata-rata harga selama periode peramalan sebesar Rp 7740,94 sedangkan untuk periode September-Oktober 2007 di bawah harga rata-rata. Harga bawang merah terendah di DKI Jakarta terjadi pada periode ke 70 Oktober 2007 yaitu sebesar Rp 6055,06kg, sedangkan puncak harga tertinggi terjadi pada periode ke 64 April 2007 yaitu sebesar Rp 8514, 32kg Lampiran 8.

5.1.3. Analisis Regresi