Analisis Regresi Harga dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Bawang Merah di

sedangkan pada bulan April – Oktober 2007 mengalami penurunan harga. Harga bawang merah terendah di kota Bandung terjadi pada periode ke 69 September 2007 yaitu sebesar Rp 5154,93kg, sedangkan puncak harga tertinggi terjadi pada periode ke 63 Maret 2007 yaitu sebesar Rp 7025,86kg. Tabel 8. Nilai MSE Metode Peramalan Times Series Pada Harga Bawang Merah di Kota Semarang No Metode MAPE MAE MSE MSE Terkecil 1 Trend Quadratik 14,7776 877,704 1370631 8 2 Single Exponential Smoothing 11 639 825940 4 3 Double Exponential Smoothing 11 634 860425 5 4 Winters Aditif 10 570 590140 2 5 Winter Multiplikatif 9 562 557415 1 6 Dekomposisi Aditif 16 985 1363631 7 7 Dekomposisi Multiplikatif 16 987 1353393 6 8 SARIMA 0,1,00,0,1 2 801664 3

5.3.3. Analisis Regresi

Faktor-faktor yang yang berpengaruh terhadap harga bawang merah di kota Semarang secara nyata pada taraf nyata 5 persen adalah harga di Pasar Induk Kramat Jati PIKJ, apabila terjadi kenaikan harga bawang merah sebesar Rp 1kg di PIKJ maka harga bawang merah di kota Semarang akan naik sebesar Rp 0,49196kg. Hal ini dipengaruhi karena tingkat permintaan yang terjadi di Pasar Induk Kramat Jati, dimana faktor lain cateris paribus. Lag harga bawang merah, dimana harga bulan sekarang lebih besar dibandingkan harga bulan lalu sebesar Rp 0,32854kg. Secara umum harga bulan lalu sangat berpengaruh terhadap pembentukan harga di masa datang. Sedangkan variabel yang tidak berpengaruh secara nyata adalah harga bawang merah di tingkat produsen, pasokan bawang merah ke Pasar Induk Kramat Jati dan dummy hari besar keagamaan. Tabel 9output komputer ditampilkan pada Lampiran 16. Tabel 9. Hasil Analisis Model Regresi Linier Berganda Harga Bawang Merah di Kota Semarang Variabel Koefisien SE Koefisien T Hitung P-Value VIF Konstanta 463,7 723,7 0,64 0,525 Harga Produsen 0,2491 0,1298 1,92 0,061 1,6 Harga di PIKJ 0,49196 0,07206 6,83 0,000 2,4 Pasokan ke PIKJ -0,0666 0,1210 -0,55 0,584 1,1 Lag Harga 0,32854 0,08049 4,08 0,000 2,0 Dummy 279,2 213,3 1,31 0,196 1,1 R-Sq = 84,2 R-Sq adj = 82,6 F Hitung = 54,28 P-Value = 0,000 Durbin-Watson statistic = 1.47 Keterangan: = Signifikan pada taraf nyata 5 Pengujian autokorelasi dilakukan dengan melihat nilai Durbin-Watson sebesar 1,47 berada pada selang dl d du atau 4-du d 4-dl dl= 1,41; du=1,77, maka berdasarkan hipotesis penelitian hal ini berarti tidak dapat disimpulkan. Untuk uji multikolinearitas dapat dilihat dari nilai Variance Inflation Factors VIF, dimana semua variabel menghasilkan nilai VIF yang lebih kecil dari 10, sehingga tidak terjadi masalah multikolinearitas. Kemudian asumsi heteroskedastisitas diperiksa dengan menggunakan uji Breusch-Pagan. Dari hasil output Lampiran 16 dapat dilihat bahwa nilai P-Value yaitu sebesar 0,083 lebih besar dari taraf nyata 5 persen. Serta nilai LM test sebesar 9,69 lebih kecil dari nilai chi square 2 pada taraf nyata 5 persen yaitu 11,07. Hal ini menunjukkan bahwa nilai residual dari model regresi harga bawang merah di kota Semarang tidak terjadi masalah heteroskedastisitas. Selanjutnya untuk mengetahui uji kenormalan dapat dilihat dari grafik Kolmogorov-Smirnov Lampiran 16. Titik residual yang tergambar dalam grafik tersebut segaris dan P-Value sebesar 0,15 lebih besar dari taraf nyata 5 persen, yang berarti residual model harga bawang merah di kota Semarang terdistribusi normal. Nilai R-Sq sebesar 84,2 persen menunjukkan nilai koefisien determinasi yang berarti bahwa variabel-variabel bebas yang digunakan dalam model dapat menerangkan keragaman harga bawang merah di kota Semarang sebesar 84,2 persen. Sisanya yaitu 15,8 persen dijelaskan oleh variabel-variabel lain yang tidak terdapat dalam model. Nilai P-Value pada uji F sebesar 0,000 lebih kecil dari taraf nyata yaitu 5 persen. Sehingga model yang dihasilkan cukup baik, hal ini menunjukkan bahwa secara serentak variabel bebas dalam model secara signifikan berpengaruh terhadap harga bawang merah di kota Semarang.

5.4. Harga dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Bawang Merah di