Peramalan dan faktor-faktor penentu fluktuasi harga cabai merah di enam kota besar di Jawa - Bali: kasus pengendalian harga cabai merah pada bagian analisis harga, Badan Ketahanan Pangan Nasional, Deptan RI

(1)

PERAMALAN DAN FAKTOR-FAKTOR PENENTU FLUKTUASI HARGA CABAI MERAH

DI ENAM KOTA BESAR DI JAWA - BALI

(Kasus Pengendalian Harga Cabai Merah pada Bagian Analisis Harga, Badan Ketahanan Pangan Nasional, DEPTAN RI)

Oleh :

ALEX MUHARLIS A14104511

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007


(2)

RINGKASAN

ALEX MUHARLIS, Peramalan dan Faktor-Faktor Penentu Fluktuasi Harga Cabai Merah Di Jawa – Bali (di bawah bimbingan bapak MUHAMMAD FIRDAUS)

Hortikultura merupakan salah satu sektor pertanian yang berkembang pesat dalam pertanian Indonesia. Jenis tanaman yang dibudidayakan dalam hortikultur meliputi buah-buahan, sayur-sayuran, bunga dan tanaman hias. Sedangkan dalam hortikultur, sayuran adalah salah satu sumber vitamin dan mineral.

Cabai merah (Capsicum annum) merupakan komoditas sayuran yang memiliki peranan penting bagi pertanian di Indonesia. Cabai merah biasa digunakan dalam bentuk segar maupun olahan. Cabai dalam bentuk segar dapat digunakan sebagai bumbu masakan, sambal dan penghias makanan. Sedangkan bentuk olahannya seperti saus sambal dan bubuk cabai. Cabai merah diminati pasar karena rasa pedasnya yang khas. Penawaran komoditas cabai merah ini, masih sangat tergantung dari jumlah cabai yang diproduksi. Sedangkan jumlah produksi cabai yang dihasilkan sangat ditentukan oleh luas panen dan produktivitas lahan.

Cabai merah merupakan salah satu komoditas yang memiliki fluktuasi harga yang cukup besar. Fluktuasi harga cabai merah dapat disebabkan oleh besarnya jumlah penawaran dan besarnya jumlah permintaan. Semakin tinggi jumlah penawaran maka harga akan rendah, sedangkan semakin sedikitnya jumlah penawaran harga akan semakin meningkat (ceteris paribus).

Harga cabai merah yang sangat fluktuatif menjadikan komoditas ini sulit untuk dapat diprediksi. Harga rata -rata tertinggi bulanan cabai merah besar di Jawa-Bali dicapai pada tingkat harga Rp 18.775,00/Kg, sedangkan harga terendah dicapai pada tingkat harga Rp 3.635,00/Kg. Perbedaan nilai antara harga tertinggi dan harga terendah adalah sebesar Rp 15.140,00/Kg, nilai tersebut dirasa sangat tinggi. Hal tersebut dapat dihindari apabila tingkat penawaran dapat disesuaikan dengan tingkat permintaan.

Harga rata-rata bulanan cabai merah keriting tertinggi di dapat pada tingkat harga Rp 22.188,00/Kg dan nilai terendah dicapai pada tingkat harga Rp 3.875,00/Kg. Jarak antara nilai tertinggi dengan nilai terendah menunjukkan perbedaan yang sangat besar, yaitu sebesar Rp 18.313,00/Kg. Hal ini memperlihatkan, bahwa fluktuasi cabai merah keriting memiliki fluktuasi harga yang lebih besar bila dibandingkan dengan fluktuasi harga yang terjadi pada cabai merah besar.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pola fluktuasi harga cabai merah di Jawa–Bali,.mendapatkan metode peramalan terbaik untuk meramalkan harga cabai merah di enam kota, menganalisis perubahan harga cabai merah di masa yang akan datang dengan peramalan dan menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perubahan harga cabai merah.

Metode penenelitian ini dilakukan dangan menggunakan metode time series dan metode kausal. Untuk metode time series digunakan metode trend kuadratik, pemulusan eksponensial, Winters, dekomposisi dan Box Jenkins, sedangkan untuk metode kausal dilakukan analisis regresi berganda.

Dari hasil analisis plot data diketahui perubahan harga cabai merah besar di enam kota dalam jangka panjang memiliki trend yang meningkat. Dalam jangka pendek harga cabai merah besar memiliki unsur musiman dimana selama empat bulan (November-Febuari) harga mencapai titik tertinggi dan selama delapan bulan (Maret-Oktober) harga cenderung lebih rendah bila dibandingkan dengan bulan-bulan sebelumnya. Untuk perubahan harga cabai merah keriting dalam jangka panja ng juga memiliki trend yang meningkat dan dalam jangka pendek harga cabai merah besar memiliki unsur musiman


(3)

3

selama delapan bulan (Maret-Oktober) harga cenderung lebih rendah bila dibandingkan dengan bulan-bulan sebelumnya. Untuk harga cabai merah keriting akan meningkat pada saat menjelang dan saat hari lebaran.

Dari hasil pengolahan data dengan menggunakan metode time series, maka didapat metode peramalan terbaik untuk harga cabai merah besar maupun harga cabai merah keriting adalah metode SARIMA untuk semua kota. Model SARIMA (1,0,0)(1,1,1)8 untuk Kota DKI Jakarta harga cabai merah besar dan Harga cabai merah keriting, Kota Bandung untuk harga cabai merah besar dan harga cabai merah keriting, Kota semarang untuk harga cabai merah keriting, Kota Yogyakarta untuk harga cabai merah besar dan harga cabai merah keriting dan Kota Surabaya untuk harga cabai merah besar dan harga cabai merah keriting. Model SARIMA (0,0,0)(1,1,1)8 untuk harga cabai merah besar di Semarang dan model SARIMA (0,1,1)(1,1,1)18 untuk harga cabai merah besar di Denpasar.

Harga cabai merah hasil peramalan di enam kota selanjutnya akan dilihat kecnderungan yang akan terjadi selama 12 bulan ke depan. Untuk harga cabai merah besar di Kota DKI Jakarta dan Bandung, plot data memiliki kecenderungan stabil. Untuk harga cabai merah besar di Kota Semarang, Yogyakarta, Surabaya dan Denpasar plot data memperlihatkan kecenderungan menurun secara secara tajam dan akan meningkat secara perlahan. Untuk harga cabai merah keriting yang akan terjadi di Kota DKI Jakarta, Bandung, Semarang dan Yogyakarta, plot data memiliki kecenderungan meningkat secara perlahan dan saat mencapai titik tertinggi harga cenderung akan menurun secara perlahan. Dan akan meningkat kembali Untuk harga cabai merah keriting di Kota Surabaya, plot data memiliki kecenderungan menurun secara perlahan di sepanjang tahun dan saat mencapai titik terendah harga akan kembali naik.

Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan harga cabai merah besar di DKI Jakarta adalah lagharga cabai merah besar (X2) dan jumlah pasokan cabai di PIKJ (X3), Bandung adalah harga cabai merah di tingkat produsen (X1)dan harga jual cabai merah besar di PIKJ (X4), Semarang adalah harga cabai merah di tingkat produsen (X1), lag harga cabai merah besar (X2) dan harga jual cabai merah besar di PIKJ (X4), Yogyakarta adalah harga jual cabai merah besar di PIKJ (X4), Surabaya adalah harga cabai merah di tingkat produsen (X1), harga jual cabai merah besar di PIKJ (X4) dan dummy budaya masyarakat (D1) dan Denpasar adalah harga cabai merah di tingkat produsen (X1) dan harga jual cabai merah besar di PIKJ (X4). Untuk faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan harga cabai merah keriting di DKI Jakarta adalah lagharga cabai merah besar (X2) dan harga jual cabai merah keriting di PIKJ (X4), Bandung adalah harga cabai merah di tingkat produsen (X1), lag harga cabai merah besar (X2), harga jual cabai merah keriting di PIKJ (X4) dan dummy budaya masyarakat (D1), Semarang adalah lagharga cabai merah besar (X2) dan harga jual cabai merah keriting di PIKJ (X4), Yogyakarta adalah harga cabai merah di tingkat produsen (X1) dan harga jual cabai merah keriting di PIKJ (X4) dan Surabaya adalah harga cabai merah di tingkat produsen (X1), harga jual cabai merah keriting di PIKJ (X4) dan dummy budaya masyarakat (D1).


(4)

PERAMALAN DAN FAKTOR-FAKTOR PENENTU FLUKTUASI HARGA CABAI MERAH

DI ENAM KOTA BESAR DI JAWA - BALI

(Kasus Pengendalian Harga Cabai Merah pada Bagian Analisis Harga, Badan Ketahanan Pangan Nasional, DEPTAN RI)

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian

Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

ALEX MUHARLIS A14104511

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007


(5)

5 Judul Skripsi : Peramalan dan Faktor-Faktor Penentu Fluktuasi Harga Cabai

Merah di Enam Kota Besar di Jawa – Bali (Kasus Pengendalian Harga Cabai Merah pada Bagian Analisis Harga, Badan Ketahanan Pangan Nasional, Deptan RI)

Nama : Alex Muharlis

NRP : A14104511

Menyetujui Dosen Pembimbing

Muhammad Firdaus, Ph.D NIP. 132 158 758

Mengetahui Dekan Fakultas Pertanian

Prof.. Dr. Ir.Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019


(6)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN SKRIPSI SAYA YANG BERJUDUL PERAMALAN DAN FAKTOR-FAKTOR PENENTU FLUKTUASI HARGA CABAI MERAH DI ENAM KOTA BESAR DI JAWA – BALI (KASUS PENGENDALIAN HARGA CABAI MERAH PADA BAGIAN ANALISIS HARGA, BADAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL,

DEPTAN RI) BENAR-BENAR MERUPAKAN HASIL KARYA SAYA

SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA SUATU PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Mei 2007

ALEX MUHARLIS (A14104511)


(7)

7 RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 5 April 1984 sebagai anak dari pasangan Bapak H. Muharlis U.N. dan Ibu Hj. Noer Aini S. Penulis adalah anak ke tiga dari tiga bersaudara.

Penulis menjalankan pendidikan sekolah dasar di SDN. Mekar Indah dan SDN. Poncol I, dan lulus pada tahun 1995. Pendidikan tingkat menengah pertama dilalui di SLTPN 06 Bekasi dan lulus pada tahun 1998. Pendidikan tingkat atas diselesaikan pada tahun 2001 di SMU Angkasa II, Jakarta Timur. Pada tahun 2004 penulis menyelesaikan pendidikannya di Program Diploma III Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikannya pada Program Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.


(8)

KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim,

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan berkah, rahmat, taufik dan hidayah-NYA, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini merupakan hasil karya penulis guna memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana pada Program Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Skripsi yang berjudul Peramalan dan Faktor-Faktor Penentu Fluktuasi Harga Cabai Merah di Enam Kota Besar di Jawa – Bali (Kasus Pengendalian Harga Cabai Merah pada Bagian Analisis Harga, Badan Ketahanan Pangan Nasional, Deptan RI) ini berisikan mengenai pemilihan metode peramalan harga cabai merah terbaik di Jawa – Bali. Selain itu skripsi ini juga memperlihatkan faktor- faktor apa saja yang mempengaruhi perubahan harga cabai merah di Jawa – Bali.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Namun penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi para penbacanya.

Bogor, Mei 2007


(9)

9 UCAPAN TERIMA KASIH

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan segala rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan Skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, yang sudah memberikan dukungan moral maupun materiil, dorongan semangat, bimbingan, sumbangan pemikiran dan lain- lain. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan setinggi- tingginya kepada :

1. Allah SWT yang telah memberikan segalanya bagi penulis.

2. Papa dan mama yang telah memberikan dukungan mental, materiil, kasih sayang, do’a dan kepercayaan selama ini kepada penulis.

3. Bpk Muhammad Firdaus, Ph.D selaku dosen pembimbing yang telah sabar memberikan bimbingan, dukungan, pengarahan dan waktunya, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

4. Ibu Ir. Harmini, MS selaku dosen penguji utama yang telah memberikan banyak masukan dan koreksi, sehingga skripsi ini menjadi lebih baik dan lebih bermanfaat.

5. Bpk Rahmat Yanuar, SP, MSi selaku dosen penguji dari komisi pendidikan atas koreksi dan sarannya, sehingga sripsi ini dapat menjadi lebih sempurna dalam format yang sudah ditentukan.

6. Ibu Febriantina Dewi, SP, MM selaku dosen evaluator pada saat kolokium atas masukan, koreksi dan saran.

7. Pihak Badan Ketahanan Pangan : Bu Inti dan Pa Edi atas informasi dan data-data yang telah diberikan.

8. Bpk Siswo atas data-data cabai merah di PIKJ.

9. My Brothers and my sisters : Datin, Mba Yufi, Mas Uwit dan Mba Ika

atas segala dukungan yang telah diberikan selama ini. Ngak lupa juga buat Icel yang masih di dalam perut.

10. Agripa Bukit selaku pembahas pada saat seminar, seorang sahabat yang selalu ada pada saat susah maupun senang dan seorang saudara angkat penulis. Thank for all bro!! I cannot forget all things, has we done together.


(10)

11. Anak-anak penghuni wisma samiaji : H. Ganjar Gumelar (bibir), Herdi Rahkmadi (bokep), Muhammad Afifi (lancip), Budi Nurdiana (bojel), Moch Marwan (otto), Dzulfikar Hakim, SP (idzoet), Zulyan Afif (tampel) dan Dellianoer Hidayat (kodel) atas kebersamaannya selama ini, pengalaman-pengalaman baru dan hubungan kekeluargaannya.

12. Andi Tenri Maega yang sudah membukakan dunia baru, memberikan warna-warni kehidupan, memberikan semangat, dukungan dan memberikam solusi dari segala masalah. Thanks for come to my life.

13. All of my pets : Catty, Romeo, Chulkin, Sharoon dan Roma, atas

keceriaan, kasih sayang dan kemanjaan yang mereka berikan.kepada penulis.

14. Teman-teman seperjua ngan skripsi : Ipur, Derry, Roni, Sari, Hani, Rika dan zaky atas kebersamaan, masukan- masukan dan persahabatan selama menyusun skripsi.

15. Anak-anak Cidangiang : Ewa, Anna, Elsa dan Levi atas kebersamaan, keceriaan dan bantuan kalian untuk urusan konsumsi.

16. Anak-anak MAB 38 : Agung, Bina, Zaenal, Faisal, Asti, Unun, Yanti, Anggra, Siska, Yuan, Cipit, Ilwah, mita dan yang tidak disebutkan namanya.

17. Anak-anak Komunitas Motor Ekstensi ”KOMET” : James, Encep, Ojay, Jarwo, Tatep, Stefanus, Wempy, dan lain- lain atas kebersamaan dan pengalaman touring selama di Ekstensi. Keep on touring bro.

18. Kepada seluruh staf pengajar dan tata usaha Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis.

19. Rekan-rekan mahasiswa Ekstensi MAB.

20. Semua pihak yang tidak disebutkan satu-persatu atas bantuannya kepada penulis.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Kegunaan Penelitian ... 7

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 8

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1. Deskripsi Cabai Merah ... 9

2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 9

BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 14

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 14

3.1.1. Penentuan Harga Oleh Permintaan dan Penawaran ... 14

3.1.2. Fluktuasi Produksi dan Kecenderungan Harga ... 15

3.1.3. Peramalan ... 16

3.1.4. Jenis-Jenis Peramalan ... 17

3.1.5. Identifikasi Pola Data Model Time Series ... 18

3.1.6. Metode Peramalan Model Time Series ... 19

3.1.7. Pemilihan Model Peramalan ... 21

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ... 22

BAB IV. METODE PENELITIAN ... 27

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 27

4.2. Jenis dan Sumber Data ... 27

4.3. Pengolahan dan Analisis Data ... 27

4.4. Identifikasi Pola Data ... 28

4.5. Penerapan Metode Peramalan Time Series ... 28

4.5.1. Metode Trend ... 28

4.5.2. Metode Pemulusan Eksponensial ... 29

4.5.3. Metode Winters ... 29

4.5.4. Metode Dekomposisi ... 30

4.5.5. Metode Box Jenkins ... 30

4.6. Pemilihan Metode Peramalan Time Series ... 39


(12)

Halaman

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 42

5.1. Hasil ... 42

5.1.1. Peramalan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi harga Cabai Merah Besar di DKI Jakarta ... 42

5.1.2. Peramalan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi harga Cabai Merah Keriting di DKI Jakarta ... 47

5.1.3. Peramalan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi harga Cabai Merah Besar di Bandung ... 53

5.1.4. Peramalan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi harga Cabai Merah Keriting di Bandung ... 59

5.1.5. Peramalan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi harga Cabai Merah Besar di Semarang ... 65

5.1.6. Peramalan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi harga Cabai Merah Keriting di Semarang ... 70

5.1.7. Peramalan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi harga Cabai Merah Besar di Yogyakarta ... 76

5.1.8. Peramalan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi harga Cabai Merah Keriting di Yogyakarta ... 81

5.1.9. Peramalan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi harga Cabai Merah Besar di Surabaya ... 86

5.1.10. Peramalan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi harga Cabai Merah Keriting di Surabaya ... 91

5.1.11. Peramalan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi harga Cabai Merah Besar di Denpasar ... 96

5.2. Pembahasan ... 101

5.3 Implikasi Peramalan ... 107

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 109

6.1. Kesimpulan ... 109

6.2. Saran ... 110

DAFTAR PUSTAKA ... 111


(13)

iii DAFTAR TABEL

Nomor Halaman 1. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas

Cabai di Indonesia Tahun 1995-2004 ... 2 2. Produksi Cabai Menurut Beberapa Propinsi Tahun

2000-2004 ... 3 3. Luas Panen Cabai Menurut Beberapa Propinsi Tahun

2000-2004 ... 3 4. Konsumsi dan Pengeluaran Rata-rata Perkapita Seminggu

untuk Cabai Merah Tahun 2002-2004 ... 4 5. Perkembangan Harga Rata-Rata Bulanan Cabai Merah Besar

di Jawa dan Bali Tahun 2002-2004 ... 5 6. Perkembangan Harga Rata-Rata Bulanan Cabai Merah

Keriting di Jawa dan Bali Tahun 2002-2004 ... 6 7. Nilai MSE Metode Peramalan Time Series pada Harga Cabai

Merah Besar di DKI Jakarta ... 44 8. Hasil Peramalan Harga Cabai Merah Besar di DKI Jakarta

Selama 12 Bulan... 45 9. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda Harga Cabai Merah

Besar di DKI Jakarta ... 46 10. Nilai MSE Metode Peramalan Time Series pada Harga Cabai

Merah Keriting di DKI Jakarta ... 50 11. Hasil Peramalan Harga Cabai Merah Keriting di DKI

Jakarata ... 51 12. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda Harga Cabai Merah

Keriting di DKI Jakarta ... 52 13. Nilai MSE Metode Peramalan Time Series pada Harga Cabai

Merah Besar di Bandung ... 55 14. Hasil Peramalan Harga Cabai Merah Besar di Bandung


(14)

Nomor Halaman 15. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda Harga Cabai Merah

Besar di Bandung ... 58 16. Nilai MSE Metode Peramalan Time Series pada Harga Cabai

Merah Keriting di Bandung ... 61 17. Hasil Peramalan Harga Cabai Merah Keriting di Bandung

Selama 12 Bulan ... 62 18. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda Harga Cabai Merah

Keriting di Bandung ... 64 19. Nilai MSE Metode Peramalan Time Series pada Harga Cabai

Merah Besar di Semarang ... 67 20. Hasil Peramalan Harga Cabai Merah Besar di Semarang

Selama 12 bulan ... 68 21. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda Harga Cabai Merah

Besar di Semarang ... 69 22. Nilai MSE Metode Peramalan Time Series pada Harga Cabai

Merah Keriting di Semarang ... 72 23. Hasil Peramalan Harga Cabai Merah Keriting di Semarang

Selama 12 Bulan ... 73 24. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda Harga Cabai Merah

Keriting di Semarang ... 75 25. Nilai MSE Metode Peramalan Time Series pada Harga Cabai

Merah Besar di Yogyakarta ... 77 26. Hasil Peramalan Harga Cabai Merah Besar di Yogyakarta

Selama 12 Bulan ... 79 27. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda Harga Cabai Merah

Besar di Yogyakarta ... 80 28. Nilai MSE Metode Peramalan Time Series pada Harga Cabai

Merah Keriting di Yogyakarta ... 82 29. Hasil Peramalan Harga Cabai Merah Keriting di Yokyakarta


(15)

v Nomor Halaman

30. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda Harga Cabai Merah

Keriting di Yogyakarta ... 85 31. Nilai MSE Metode Peramalan Time Series pada Harga Cabai

Merah Besar di Surabaya ... 87 32. Hasil Peramalan Harga Cabai Merah Besar di Surabaya

Selama 12 Bulan ... 89 33. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda Harga Cabai Merah

Besar di Surabaya ... 90 34. Nilai MSE Metode Peramalan Time Series pada Harga Cabai

Merah Keriting di Surabaya ... 92 35. Hasil Peramalan Harga Cabai Merah Keriting di Surabaya

Selama 12 Bulan ... 94 36. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda Harga Cabai Merah

Keriting di Surabaya ... 95 37. Nilai MSE Metode Peramalan Time Series pada Harga Cabai

Merah Besar di Denpasar ... 97 38. Hasil Peramalan Harga Cabai Merah Besar di Denpasar

Selama 12 Bulan ... 99 39. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda Harga Cabai Merah

Besar di Denpasar ... 100 40. Metode Peramalan Terbaik di Enam Kota ... 101 41. Hasil Peramalan Harga Cabai Merah Besar di Enam Kota

Selama 12 Bulan... 103 42. Hasil Peramalan Harga Cabai Merah Keriting di Enam Kota

Selama 12 Bulan... 104 43. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Cabai Merah di


(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Penentuan Harga oleh Permimtaan dan Penawaran ... 14

2. Fluktuasi Produksi dan Kecenderungan Harga ... 15

3. Bagan Alur Kerangka Pemikiran ... 26

4. Plot Harga Cabai Merah Besar di DKI Jakarta ... 43

5. Plot Harga Cabai Merah Keriting di DKI Jakarta ... 49

6. Plot Harga Cabai Merah Besar di Bandung ... 54

7. Plot Harga Cabai Merah Keriting di Bandung ... 60

8. Plot Harga Cabai Merah Besar di Semarang ... 66

9. Plot Harga Cabai Merah Keriting di Semarang ... 71

10. Plot Harga Cabai Merah Besar di Yogyakarta ... 76

11. Plot Harga Cabai Merah Keriting di Yogyakarta ... 81

12. Plot Harga Cabai Merah Besar di Surabaya ... 86

13. Plot Harga Cabai Merah Keriting di Surabaya ... 91


(17)

vii DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Harga Rataan Cabai Merah di Enam Kota 200-2006 ... 113

2. Metode Trend Kuadratik ... 114

3. Metode Pemulusan Eksponensial Tunggal ... 120

4. Metode Pemulusan Eksponensial Ganda ... 126

5. Metode Winters Aditif ... 132

6. Metode Winters Multiplikatif ... 138

7. Metode Dekomposisi Aditif ... 144

8. Metode dekomposisi Multiplikatif ... 150

9. SARIMA Model (1,0,0)(1,1,1)8 untuk Harga Cabai Merah Besar di DKI Jakarta ... 156

10. SARIMA Model (1,0,0)(1,1,1)8 untuk Harga Cabai Merah Keriting di DKI Jakarta ... 158

11. SARIMA Model (1,0,0)(1,1,1)8 untuk Harga Cabai Merah Besar di Bandung ... 160

12. SARIMA Model (1,0,0)(1,1,1)8 untuk Harga Cabai Merah Keriting di Bandung ... 163

13. SARIMA Model (0,0,0)(1,1,1)8 untuk Harga Cabai Merah Besar di Semarang ... 165

14. SARIMA Model (1,0,0)(1,1,1)8 untuk Harga Cabai Merah Keriting di Semarang ... 167

15. SARIMA Model (1,0,0)(1,1,1)8 untuk Harga Cabai Merah Besar di Yogyakarta ... 169

16. SARIMA Model (1,0,0)(1,1,1)8 untuk Harga Cabai Merah Keriting di Yogyakarta ... 171

17. SARIMA Model (1,0,0)(1,1,1)8 untuk Harga Cabai Merah Besar di Surabaya ... 173


(18)

Nomor Halaman 18. SARIMA Model (1,0,0)(1,1,1)8 untuk Harga Cabai Merah

Keriting di Surabaya ... 175

19. SARIMA Model (1,0,0)(1,1,1)18 untuk Harga Cabai Merah Besar di Denpasar ... 177

20. Hasil Regresi Harga Cabai Merah Besar di DKI Jakarta ... 179

21. Hasil Regresi Harga Cabai Merah Keriting di DKI Jakarta ... 180

22. Hasil Regresi Harga Cabai Merah Besar di Bandung ... 181

23. Hasil Regresi Harga Cabai Merah Keriting di Bandung ... 182

24. Hasil Regresi Harga Cabai Merah Besar di Semarang ... 183

25. Hasil Regresi Harga Cabai Merah Keriting di Semarang ... 184

26. Hasil Regresi Harga Cabai Merah Besar di Yogyakarta ... 185

27. Hasil Regresi Harga Cabai Merah Keriting di Yogyakarta ... 186

28. Hasil Regresi Harga Cabai Merah Besar di Surabaya ... 187

29. Hasil Regresi Harga Cabai Merah Keriting di Surabaya ... 188

30. Hasil Regresi Harga Cabai Merah Besar di Denpasar ... 189

31. Plot Data Harga Ramalan Cabai Merah Besar di Enam Kota .... 190

32. Plot Data Harga Ramalan Cabai Merah Keriting di Lima Kota ... 191


(19)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Hortikultura merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat dalam pertanian Indonesia. Jenis tanaman yang dibudidayakan dalam hortikultura meliputi buah-buahan, sayur-sayuran, bunga dan tanaman hias. Sedangkan dalam hortikultur a, sayuran adalah salah satu sumber vitamin dan mineral.

Cabai merah (Capsicum annum) merupakan komoditas sayuran yang memiliki peranan penting bagi pertanian di Indonesia. Cabai merah biasa digunakan dalam bentuk segar maupun olahan. Cabai dalam bentuk segar dapat digunakan sebagai bumbu masakan, sambal dan penghias makanan. Sedangkan bentuk olahannya seperti saus sambal dan bubuk cabai. Cabai merah diminati pasar karena rasa pedasnya yang khas.

Penawaran komoditas cabai merah ini, masih sangat tergantung dari jumlah cabai yang diproduksi. Sedangkan jumlah produksi cabai yang dihasilkan sangat ditentukan oleh luas panen dan produktivitas lahan. Setiap tahunnya jumlah cabai yang ditawarkan mengalami perubahan. Perubahan tersebut terjadi karena adanya fluktuasi luas panen yang diikuti oleh fluktuasi produksi, sehingga produktivitas lahan juga turut berfluktuasi. Fluktuasi yang terjadi pada luas panen dan jumlah produksi cabai mempunyai kecenderungan yang meningkat. Luas panen yang terbesar terjadi pada tahun 2004 sebesar 194.588 Ha, sedangkan luas panen yang terkecil terjadi pada tahun 2001 sebesar 142.556 Ha. Produksi cabai terbesar terjadi pada tahun 1995 sebesar 1.589.978 ton dan pada tahun 2001 hanya menghasilkan cabai sebesar 580.464 ton. Sehingga dapat dilihat pada Tabel 1,


(20)

tahun 2001 komoditas ini mengalami penurunan yang cukup besar baik dari luas panen, jumlah produksi maupun produktivitas lahan. Luas panen cabai meningkat kembali sejak tahun 2002 dan terus meningkat.

Tabel 1. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Cabai di Indonesia Tahun 1995- 2004

Tahun Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Ton/Ha)

1995 182.263 1.589.978 8.72

1996 169.764 1.043.792 6.15

1997 161.602 801.832 4.96

1998 164.944 848.524 5.14

1999 183.374 1.007.726 5.50

2000 174.708 727.747 4.17

2001 142.556 580.464 4.07

2002 150.598 635.089 4.22

2003 176.264 1.066.722 6.05

2004 194.588 1.100.514 5.66

Sumber : Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura dalam www.deptan.go.id, 2006

Dari jumlah produksi cabai di Indonesia, lebih dari 50 persen cabai dihasilkan di pulau Jawa. Hal ini dikarenakan sentra-sentra penghasil cabai terdapat di pulau Jawa. Jawa Barat merupakan penghasil cabai terbesar, sedangkan Jawa Timur memiliki luas panen terbesar. Berikut adalah Tabel 2 dan Tabel 3, perbandingan luas panen dan produksi cabai tahun 2000-2004 antara pulau Jawa dengan Indonesia.


(21)

3 Tabel 2. Produksi Cabai Menurut Beberapa Propinsi Tahun 2000-2004

Propinsi Tahun (Ton)

2000 2001 2002 2003 2004

DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten 39 190.612 118.497 12.293 126.638 - 27 159.830 73.029 13.315 122.435 6.333 5 150.948 89.225 16.373 127.468 12.288 1 247.300 127.149 19.557 197.989 5.412 9 211.250 149.232 15.894 218.489 8.298

Jawa 448.079 374.696 396.307 597.408 603.173 Indonesia 727.747 580.464 635.089 1.066.722 1.100.514

Sumber : Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura dalam www.deptan.go.id, 2006

Tabel 3. Luas Panen Cabai Menurut Beberapa Propinsi Tahun 2000-2004

Propinsi Tahun (Ha)

2000 2001 2002 2003 2004

DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten 10 25.889 32.203 1.565 39.748 - 8 16.851 18.504 1.975 35.642 2.197 7 17.867 24.428 2.282 34.593 3.323 1 20.304 26.900 2.439 40.553 1.244 3 20.246 30.804 2.031 41.837 1.786

Jawa 99.415 75.177 82.500 91.441 96.707

Indonesia 174.708 142.556 150.598 176.264 194.588 Sumber : Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura dalam www.deptan.go.id, 2006

Konsumsi masyarakat akan cabai merah juga mengalami fluktuasi. Fluktuasi yang terjadi dalam besaran yang relatif kecil, baik itu dalam kuantitas maupun nilainya. Konsumsi cabai merah di perkotaan lebih banyak bila dibandingkan dengan konsumsi cabai merah di pedesaan. Begitu pula dengan nilai yang harus dikeluarkan oleh masyarakat. Masyarakat di perkotaan harus mengeluarkan lebih banyak uang untuk mendapatkan cabai merah bila dibandingkan dengan masyarakat pedesaan.


(22)

Tabel 4. Konsumsi dan Pengeluaran Rata-Rata Perkapita Seminggu untuk Cabai Merah Tahun 2002-2004

Tahun

Perkotaan Pedesaan Rata-rata

Kuantitas (Ons)

Nilai (Rp)

Kuantitas (Ons)

Nilai (Rp)

Kuantitas (Ons)

Nilai (Rp)

2002 0,318 314 0,238 235 0,274 270

2003 0,298 346 0,231 256 0,259 294

2004 0,295 332 0,234 265 0,261 294

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2006

1.2 Perumusan Masalah

Cabai merah merupakan salah satu komoditas yang memiliki fluktuasi harga yang cukup besar. Harga cabai merah yang berfluktuasi, dapat memberikan pengaruh positif maupun pengaruh negatif. Pengaruh positif yang dapat dilihat adalah ketika harga cabai sedang tinggi, maka penjual cabai akan mendapatkan keuntungan yang cukup besar. Sedangkan pengaruh negatif yang ditimbulkan bagi produsen adalah keuntungan yang rendah pada saat harga sedang rendah.

Fluktuasi harga cabai merah dapat disebabkan oleh besarnya jumlah penawaran dan besarnya jumlah permintaan. Semakin tinggi jumlah penawaran maka harga akan rendah, sedangkan semakin sedikitnya jumlah penawaran harga akan semakin meningkat (ceteris paribus). Tinggi rendahnya jumlah penawaran dapat disebabkan oleh terjadinya panen raya, tingginya tingkat gagal panen karena terkena serangan hama dan faktor cuaca.

Dilihat dari sisi permintaan, tingginya harga terjadi karena permintaan naik. Sedangkan turunnya permintaan akan menyebabkan turunnya harga (ceteris paribus). Tinggi rendahnya jumlah permintaan dapat disebabkan oleh adanya hari- hari besar agama.


(23)

5 Harga cabai merah yang sangat fluktuatif menjadikan komoditas ini sulit untuk dapat diprediksi. Harga rata-rata tertinggi bulanan cabai merah besar di Jawa – Bali dicapai pada tingkat harga Rp 18.775,00/Kg, sedangkan harga terendah dicapai pada tingkat harga Rp 3.635,00/Kg. Perbedaan nilai antara harga tertinggi dan harga terendah adalah sebesar Rp 15.140,00, nilai tersebut dirasa sangat tinggi. Hal tersebut dapat dihindari apabila tingkat penawaran dapat disesuaikan dengan tingkat permintaan. Untuk bulan November dan Desember 2006, data belum tersedia.

Tabel 5. Perkembangan Rata-Rata Harga Bulanan Cabai Merah Besar di Jawa dan Bali Tahun 2002-2006

Bulan Tahun (Rp/Kg)

2002 2003 2004 2005 2006

Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember 6.891 8.812 5.826 5.496 6.194 4.365 4.931 5.771 7.172 6.370 10.911 14.111 8.896 10.570 7.848 6.420 4.398 3.635 3.992 4.345 5.120 5.761 5.150 5.119 12.198 7.256 9.479 8.760 10.550 10.273 11.080 6.214 5.125 5.500 5.425 6.450 8.742 5.063 4.645 4.984 4.238 4.770 9.893 12.986 9.002 18.775 14.538 10.683 11.690 11.917 9.475 8.981 7.094 7.454 6.415 4.907 6.033 5.634 - - Sumber : Badan Ketahanan Pangan, 2006 (diolah)

Harga rata-rata bulanan cabai merah keriting tertinggi didapat pada tingkat

harga Rp 22.188,00/Kg dan nilai terendah dicapai pada tingkat harga Rp 3.875,00/Kg. Jarak antara nilai tertinggi dengan nilai terendah menunjukkan

perbedaan yang sangat besar, yaitu sebesar Rp 18.313,00. Hal ini memperlihatkan, bahwa fluktuasi cabai merah keriting memiliki fluktuasi harga yang lebih besar bila dibandingkan dengan fluktuasi harga yang terjadi pada cabai


(24)

merah besar. Data harga cabai merah keriting pada bulan November dan Desember pada saat pengambilan data, data tersebut belum tersedia.

Tabel 6. Perkembangan Rata-Rata Harga Bulanan Cabai Merah Keriting di Jawa dan Bali Tahun 2002-2006

Bulan Tahun (Rp/Kg)

2002 2003 2004 2005 2006

Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember 7.507 7.626 6.282 6.067 7.107 5.116 5.925 6.961 6.986 5.999 12.356 15.597 8.944 11.500 7.935 6.727 5.500 4.042 4.042 4.952 4.804 5.402 3.912 3.875 12.935 8.566 10.623 10.554 10.600 12.245 12.546 6.604 5.041 4.395 4.850 6.712 9.475 6.029 5.543 6.760 4.427 5.136 11.643 13.154 8.465 22.188 15.519 12.339 13.880 13.042 10.575 10.154 8.104 8.259 7.077 6.093 7.581 6.400 - - Sumber : Badan Ketahanan Pangan, 2006 (diolah)

Fluktuasi harga cabai merah yang terjadi di Indonesia ini menyebabkan Badan Ketahanan Pangan mengalami kesulitan dalam mengawasi perubahan harga tersebut. Badan Ketahanan Pangan merasa kesulitan dalam menetapkan kebijakan harga untuk cabai merah, sehingga dibutuhkan peramalan harga cabai merah agar fluktuasi harga yang akan terjadi dapat segera diatasi. Cara yang dapat digunakan dalam mengatasi masalah tersebut adalah dengan menetapkan kebijakan harga dan melakukan distribusi cabai merah yang merata. Hal ini dirasa dapat mengurangi fluktuasi harga yang terjadi.


(25)

7 Berdasarkan masalah yang dijelaskan di atas, maka dalam penelitian ini dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah pola fluktuasi harga cabai di enam kota di Jawa – Bali ? 2. Metode peramalan apakah yang cocok dengan pola data harga cabai merah

di enam kota di Jawa – Bali ?

3. Bagaimanakah kecenderungan perubahan harga yang akan terjadi di masa yang akan datang ?

4. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perubahan harga cabai merah ?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengidentifikasi pola fluktuasi harga cabai merah di enam kota di Jawa – Bali.

2. Mendapatkan metode peramalan terbaik untuk meramalkan harga cabai merah di enam kota di Jawa – Bali.

3. Menganalisis kecenderungan perubahan harga cabai merah di masa yang akan datang di enam kota di Jawa – Bali.

4. Menganalisis faktor- faktor yang mempengaruhi perubahan harga cabai merah di enam kota di Jawa – Bali.

1.4 Kegunaan Penelitian

Diharapkan hasil dari penelitian ini akan dapat digunakan oleh para pelaku perdagangan komoditas cabai merah, baik itu cabai merah besar maupun cabai merah keriting. Bagi para produsen hasil ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan perencanaan dalam berproduksi dan ditingkat harga berapa cabai


(26)

merah tersebut akan terjual. Bagi para pedagang besar juga dapat melihat kota-kota ma na saja yang menjadi tujuan distribusi cabai merah dengan jumlah yang disesuaikan dengan permintaan. Bagi pemerintah dan pihak-pihak yang terkait dapat dijadikan sebagai bahan untuk merumuskan kebijakan terhadap cabai merah dengan memberikan pemahaman mengenai pola fluktuasi harga cabai merah, selain itu hasil penelitian ini juga dapat dijadikan acuan untuk membuat tujuan distribusi cabai merah, agar jumlah pasokan lebih merata di tiap-tiap kota.

Bagi penulis, penelitian ini sebagai sarana mengaplikasikan ilmu yang sudah didapat selama kuliah dengan fakta yang terjadi di lapangan, serta menambah wawasan dan pengalaman dalam menganalisis, mengkaji dan memberikan alternatif pemecahan pada suatu masalah yang terjadi. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan pemikiran bagi penelitian-penelitian selanjutnya.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Pada penelitian ini dilakukan peramalan mengenai harga cabai merah besar dan cabai merah keriting selama satu tahun ke depan dengan menggunakan metode time series berdasarkan data harga rata-rata bulanan cabai merah. Data harga yang didapat berasal Badan Ketahanan Pangan bagian Analisis Harga. Data tersebut berasal dari enam kota besar di Indonesia, yaitu DKI Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya dan Denpasar. Untuk komoditas cabai merah keriting, tidak terdapat data harga rata-rata bulanan untuk Kota Denpasar.


(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Cabai Merah

Cabai (Capsicum sp) merupakan tanaman perdu dari terong-terongan (Solanaceae), memiliki sekitar 20 spesies yang sebagian besar tumbuh di tempat asalnya, Amerika (Setiadi, 2005). Ada beberapa jenis cabai yang dibudidayakan di Jawa. Cabai dapat dibedakan menurut bentuk buahnya, yaitu bentuk buah besar, keriting dan bentuk buah kecil. Nama lokal cabai-cabai tersebut adalah cabai besar (cabai merah dan cabai hijau), cabai keriting dan cabai rawit.

Cabai merah (Capsicum annum) merupakan tanaman setahun yang ditanam pada ketinggian kurang dari 200 m dari permukaan laut. Cabai merah mempunyai daun berwarna hijau tua, berbentuk bujur telur dan bunga soliter dengan daun bunga putih. Buah biasanya menggantung (kadang-kadang tegak) dan mempunyai rasa sedang sampai sangat pedas. Bentuk buah panjang dan lurus atau ramping. Warna buah hijau muda sampai hijau tua saat masih muda dan menjadi merah bila telah tua.

2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Cabai merah merupakan komoditas yang menarik, banyak faktor- faktor yang dapat diteliti dari komoditas ini. Berikut adalah rangkuman dari hasil- hasil penelitian terdahulu mengenai cabai merah.

Penelitian yang dilakukan Muslikh (2000) menghasilkan bahwa sistem penentuan harga cabai rawit merah terdiri dari penentuan secara sepihak dan secara tawar- menawar antara dua pihak. Penentuan secara sepihak ini


(28)

adalah sistem penentuan harga yang sudah ditetapkan oleh pedagang. Sedangkan tawar-menawar dimaksudkan agar penentuan harga dapat ditentukan oleh kedua belah pihak yaitu pedagang dan pembeli. Dalam penentuan harga beli, pedagang pengumpul bertindak sebaga i penerima harga (price taker) sedangkan pedagang grosir betindak sebagai penentu harga (price maker).

Lebih khusus lagi Muslikh menyebutkan bahwa penentu harga di tingkat pedagang grosir Pasar Induk Kramat Jati (PIKJ) dilakukan bersama-sama dengan pedaga ng pengecer melalui proses tawar- menawar. Demikian pula halnya penentuan harga di tingkat pedagang pengecer merupakan hasil dari kekuatan permintaan dan penawaran pasar. Pembentukan harga di tingkat konsumen berbeda dengan pasar produsen, dimana penentua n harga di pasar produsen dikuasai sepenuhnya oleh pedagang grosir. Dalam menentukan harga beli dan harga jual, pedagang grosir melakukan pengamatan terhadap perkembangan harga berdasarkan atas permintaan cabai rawit merah. Hal ini memperlihatkan bahwa pencarian informasi pasar banyak dilakukan oleh para pedagang grosir. Dalam penelitiannya Muslikh hanya memfokuskan pada pembentukan harga cabai merah yang terjadi di PIKJ.

Menurut Rozfaulina (2000) cabai merah merupakan komoditas pertanian yang bersifat inelastis untuk jangka pendek, sehingga peningkatan produksi yang melebihi permintaan pada waktu tertentu akan menjatuhkan harga yang cukup besar. Demikian pula sebaliknya, pasokan yang tidak dapat memenuhi permintaan akan meningkatkan harga cabai yang sangat drastis. Sehingga hasil penelitian Rozfaulina adalah perubahan harga cabai merah sangat dipengaruhi oleh jumlah produksi.


(29)

11 Adrianto (2000) menyatakan bahwa perkembangan harga cabai merah yang cenderung fluktuatif lebih dipengaruhi oleh faktor permintaan. Hal tersebut didasari oleh fenomena yang menunjukkan kecenderungan harga cabai merah selama ini yang mengalami kenaikan yang cukup signifikan pada saat menjelang hari besar agama, terutama Idul Fitri.

Sugiharta (2002) meneliti tentang pola fluktuasi harga cabai merah dan cabai merah keriting di PIKJ. Hasil yang didapat terlihat bahwa pola harga cabai mengikuti suatu trend yang menurun dan tidak mengikuti suatu pola musiman tertentu. Pola fluktuasi harga cabai merah yang tidak mengikuti pola musiman ini bertentangan dengan asumsi umum harga komoditas pertanian yang mengikuti pola musiman. Hal ini disebabkan karena faktor- faktor yang mempengaruhi pergerakan harga cabai merah di PIKJ sangat kompleks dan melibatkan spekulasi serta instinc para pedagang besar. Di lain pihak, trend menurun pada harga cabai merah sudah sesuai dengan adanya trend meningkat pada jumlah pasokan keseluruhan cabai di PIKJ.

Hasil uji korelasi dan uji regresi dengan taraf nyata 5 persen menunjukan bahwa jumlah pasokan keseluruhan cabai mempengaruhi fluktuasi harga cabai merah tetapi belum dapat dikatakan berpengaruh secara sangat kuat. Metode peramalan yang paling sesuai untuk memperkirakan harga cabai merah di masa depan adalah metode time series. Dari 30 metode time series yang diuji, metode Box Jenkins merupakan metode yang paling sesuai untuk meramalkan kedua jenis cabai tersebut. Metode peramalan harga cabai merah di PIKJ, di mana metode ARIMA (2,1,2) paling sesuai untuk harga cabai merah besar dan metode ARIMA (1,1,1) paling sesuai untuk cabai merah keriting. Metode- metode lainnya yang


(30)

ramalannya cukup akurat adalah Pelicinan Eksponensial Tunggal dan metode Naive.

Susanti (2006) melakukan penelitian dengan judul Peramalan Permintaan Cabai Merah (Studi Kasus Pasar Ind uk Kramat Jati, DKI Jakarta). Peramalan ini dilakukan untuk melihat pola data permintaan cabai merah dan menentukan metode yang tepat untuk melakukan peramalan. Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Susanti adalah pola data permintaan cabai merah mengalami fluktuasi yang besar dan terdapat data periode musiman. Dari hasil uji berbagai metode peramalan time series dan metode peramalan kausal, maka diperoleh bahwa metode peramalan yang dianggap paling akurat adalah metode peramalan

time series ARIMA. Metode peramalan ARIMA dianggap paling akurat karena

memiliki perhitungan kesalahan (error) yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan metode peramalan yang lainnya. Model peramalan ARIMA yang didapat adalah SARIMA (1,1,1)(0,1,1)51.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah pada alat analisis yang digunakan dan komoditas yang menjadi bahan penelitian yaitu cabai merah besar dan cabai merah keriting. Alat analisis menggunakan metode kuantitatif, yaitu metode time series dan metode kausal.

Perbedaan penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian yang terdahulu adalah data harga yang dijadikan sebagai data sekunder didapat dari enam kota besar yang sudah memiliki sistem pencatatan yang baik pada pasar induknya dan diasumsikan dapat mewakili harga cabai merah di Jawa dan Bali. Selain itu penelitian ini akan melihat faktor penentu harga yaitu penawaran. Penelitian ini juga akan melihat sebesar apa faktor- faktor penentu harga


(31)

13 tersebut mempengaruhi perubahan harga cabai merah besar maupun cabai merah keriting Penelitian ini juga ingin memperlihatkan implikasi dari hasil peramalan yang akan dilakukan.


(32)

Pe

Qe BAB III

KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1 Penentuan Harga oleh Permintaan dan Penawaran

Dalam teori ekonomi mikro, harga terbentuk oleh keseimbangan antar kurva permintaan dan kurva penawaran. Hubungan antara harga suatu komoditas dengan jumlah yang diminta mengikuti suatu hipotesa dasar ekonomi yang menyatakan bahwa semakin rendah harga suatu komoditas, semakin banyak jumlah komoditas tersebut yang diminta, apabila variabel lain konstan (ceteris paribus) (Lipsey, 1995).

Lipsey (1995) menerangkan lebih jauh mengenai kekuatan penawaran dan permintaan. Kedua kekuatan tersebut saling berinteraksi dalam membentuk harga pada suatu pasar yang bersaing. Kondisi keseimbangan (equilibrium condition) akan tercapai, jika jumlah yang diminta sama dengan jumlah yang ditawarkan. Pada kondisi ini kedua belah pihak (produsen dan konsumen) akan terpuaskan. Terjadinya harga pada posisi keseimbangan dapat dilihat pada Gambar 1.

Harga

Jumlah Penawaran


(33)

15 S0

S1 S2

D Harga

Jumlah

Q2 Q0 Q1

P1 P0 P2

3.1.2 Fluktuasi Produksi dan Kecenderungan Harga

Fluktuasi produksi akan menyebabkan pergeseran kurva penawaran. Jika produksi turun, maka kurva penawaran akan bergeser ke kiri atas. Sebaliknya, jika produksi naik maka kurva penawaran akan bergeser ke kanan bawah. Karena terjadinya pergeseran kurva, maka harga baru akan terbentuk (Gambar 2).

Gambar 2. Fluktuasi Produksi dan Kecenderungan Harga.

Perubahan harga yang disebabklan oleh fluktuasi produksi juga akan mengakibatkan perubahan penerimaan produsen (Lipsey, 1995). Besarnya perubahan harga yang terjadi sangat tergantung dari elastisitas kurva permintaan. Apabila kurva permintaan inelastis, maka perubahan harga yang terjadi relatif besar, sedangkan kurva permintaan elastis, maka perubahan harga yang terjadi relatif kecil.

3.1.3 Peramalan

Peramalan adalah mengenai sesuatu yang belum terjadi. Dalam hal ini peramalan menghubungkan harga jual cabai merah dengan data historis yang ada.


(34)

Peramalan merupakan alat bantu yang penting dalam perencanaan yang efektif dan efisien (Makridakis et al., 1999). Peramalan merupakan studi terhadap data historis untuk menemukan hubungan, kecendrungan, dan pola yang sistematis (Sugiarto dan Harijono, 2000). Peramalan merupakan suatu dugaan atau perkiraan mengenai terjadinya suatu kejadian atau peristiwa pada waktu yang akan datang, yang dapat membantu dalam melakukan perencanaan dan pengambilan keputusan. Prediksi mengenai kejadian masa depan tidak selalu tepat, pelaku peramalan hanya dapat berusaha untuk membuat sekecil mungkin kesalahan yang mungkin akan terjadi (Hanke et al.,2003)

Makridakis et al., (1999) menyatakan bahwa komitmen tentang peramalan telah tumbuh karena beberapa faktor yaitu :

1. Meningkatnya kompleksitas organisasi dan lingkungannya. 2. Meningkatnya ukuran organisasi.

3. Lingkungan dari organisasi yang berubah dengan cepat. 4. Pengambilan keputusan yang semakin sistematis.

5. Metode peramalan dan pengetahuan semakin berkembang.

Menurut Hanke (2003) tehnik peramalan pada data menghasilkan kejadian historis mengarah ke identifikasi lima tahapan proses peramalan sebagai berikut :

1. Pengumpulan data

2. Pemadatan atau pengurangan data 3. Penyusunan model dan evaluasi 4. Ekstrapolasi model (peramalan aktual) 5. Evaluasi peramalan


(35)

17 3.1.4 Jenis-Jenis Peramalan

Pada umumnya peramalan dapat dibedakan dari beberapa segi tergantung dari cara melihatnya. Apabila dilihat dari sifat penyusunannya, Mulyono (2000) menjelaskan bahwa peramalan dapat dibedakan atas dua macam, yaitu :

a. Peramalan yang subjektif, yaitu peramalan yang didasarkan atas perasaan atau intuisi dari orang yang menyusunnya. Dalam hal ini pandangan atau

“judgement” dari orang yang menyusunnya sangat menentukan baik

tidaknya hasil ramalan tersebut.

b. Peramalan yang objektif adalah peramalan yang didasarkan atas data yang relevan pada masa lalu, dengan menggunakan tehnik-tehnik dan metode-metode dalam penganalisaan data tersebut.

Selanjutnya Mulyono (2000) menyatakan bahwa jika dilihat dari jangka waktu ramalan yang disusun, maka peramalan dapat dibedakan atas dua macam, yaitu :

a. Peramalan jangka panjang, yaitu peramalan yang dilakukan untuk menyusun hasil ramalan yang jangka waktunya lebih dari satu setengah tahun atau tiga semester.

b. Peramalan jangka pendek, yaitu peramalan yang dilakukan untuk penyusunan hasil ramalan dengan jangka waktu yang kurang dari satu setengah tahun atau tiga semester.

Berdasarkan sifat ramalan yang telah disusun, maka peramalan dapat dibedakan atas dua macam, yaitu metode peramalan kualitatif dan kuantitatif. Metode kualitatif disusun berdasarkan pemikiran yang bersifat intuisi, pertimbangan dan pengetahuan dari penyusunnya, sedangkan metode kuantitatif


(36)

dengan melakukan perhitungan secara statistik. Peramalan kualitatif terdiri dari delphi method, jury of executive opinion, sales force composite dan costumer market survey (Gaynor, 1994). Peramalan kuantitatif dapat menggunakan metode time series dan metode kausal.

3.1.5 Identifikasi Pola Data Model Time Series

Metode peramalan time series merupakan suatu tehnik peramalan yang didasarkan pada analisis perilaku atau nilai masa lalu suatu variabel yang disusun menurut urutan waktu. Alasan penggunaan model ini adalah karena sederhana, cepat dan murah. Model ini cocok untuk meramal sejumlah besar variabel dalam tempo singkat dengan sumberdaya yang terbatas (Mulyono, 2000).

Metode time series ini akan menghasilkan pola data yang dibagi menjadi empat (Hanke, 2003) yaitu :

1. Pola Horizontal

Pola horizontal terjadi ketika data observasi berfluktuasi disekitar nilai rata-rata yang konstan. Tipe ini disebut juga pola stasioner.

2. Pola Musiman

Pola ini terjadi ketika data observasi dipenga ruhi oleh faktor musiman. Komponen musiman merupakan fluktuasi yang terjadi kurang dari setahun dan berulang pada tahun-tahun berikutnya. Komponen musiman relatif dominan pada peubah-peubah yang besarannya tergantung pada musim/cuaca.

3. Pola Siklik


(37)

19 analisis jangka panjang seperti peramalan peubah yang terkait dengan siklus hidup produk.

4. Pola Kecenderungan (trend)

Pola trend terbentuk ketika data observasi terlihat meningkat/menurun dalam periode waktu yang lebih panjang. Trend merupakan komponen jangka panjang yang mendasari pertumbuhan atau penurunan data time series.

Langkah yang harus dilakukan untuk menganalisis data historis adalah dengan memplotkan data tersebut secara grafis. Dari hasil plot data tersebut dapat diketahui apakah pola data stasioner, musiman, siklik atau trend. Dengan mengetahui secara jelas pola dari suatu data historis maka dapat dipilih tehnik-tehnik peramalan yang mampu secara efektif mengekstrapolasi pola data.

3.1.6 Metode Peramalan Model Time Series

Metode yang digunakan dalam peramalan model time series antara lain : 1. Metode Pemulusan Eksponensial (exponential smoothing)

Metode ini merupakan metode yang secara kontinyu merevisi suatu nilai pendugaan atau nilai peramalan dengan mempertimbangkan perubahan/ fluktuasi data terakhir (Gaynor, 1994). Dalam pemulusan eksponensial, terdapat satu atau lebih parameter pemulusan yang digunakan. Pemberian bobot pada setiap data adalah berbeda dan menurun secara eksponensial terhadap pengamatan yang lebih tua. Metode pemulusan terdiri dari :


(38)

a. Metode Pemulusan Eksponensial Tunggal (single exponential smoothing)

Metode ini digunakan untuk peramalan data time series tanpa trend atau pola stansioner. Metode ini juga banyak mengurangi masalah penyimpanan data karena tidak perlu lagi menyimpan semua data historis atau sebagian seperti halnya dalam metode rata-rata bergerak. b. Metode Pemulusan Eksponensial Ganda : metode linier satu parameter

dari Brown (dobble exponential smoothing with linear trend)

Metode ini digunakan untuk peramalan data time series dengan trend linier. Metode ini memiliki tambahan nilai pemulusan dan disesuaikan untuk mengatasi unsur trend.

2. Metode Winters

Metode ini digunakan untuk peramalan data time series dengan trend linier dan musiman. Metode ini memiliki kelebihan yaitu mudah dan cepat dalam mengupdate ramalan ketika data baru diperoleh. Metode ini tidak memperhitungkan komponen sik lus sehingga tidak ada pengaruh siklus hasil ramalannya menjadi tidak baik. Metode Winters terdiri atas model multiplikatif (fluktuasi proporsional terhadap trend) dari aditif (fluktuasi relatif konstan). Dalam metode Winters terdapat tiga parameter yang digunakan yaitu a, ß dan ? (Gaynor, 1994).

3. Metode Dekomposisi

Metode ini dapat digunakan pada data historis yang memilki pola sembarang. Metode dekomposisi biasanya mencoba memisahkan komponen trend, siklus dan musiman. Metode dekomposisi terbagi atas dekomposisi multiplikatif dan dekomposisi aditif. Metode ini memiliki


(39)

21 kelebihan yaitu mudah dan cepat dalam melakukan perhitungan. Sedangkan kelemahannya adalah jika ada data baru maka pengolahan harus diulang lagi dan tidak ada variabel lain yang diperhitungkan. Namun, metode ini umum dipakai, cukup sukses dan akurat hasilnya untuk ramalan jangka panjang (Gaynor, 1994).

4. Metode Box Jenkins (SARIMA)

Metode Seasonal Autoregressive Integrated Moving Average (SARIMA) merupakan metode yang dikembangkan oleh George Box dan Gwilyn Jenkins, sehingga nama mereka sering disinonimkan dengan proses SARIMA. Metode ini berbeda dengan metode peramalan lain, karena metode ini tidak mensyaratkan suatu pola data tertentu supaya model dapat bekerja dengan baik. Metode ini sangat tepat untuk kondisi dimana tersedia data yang memiliki jangka waktu pendek.

3.1.7 Pemilihan Model Peramalan

Menurut Hanke et al., (2003), persyaratan essensial dalam memilih suatu tehnik peramalan tidak terletak pada metode peramalan yang menggunakan proses matematika yang rumit atau menggunakan metode yang canggih. Akan tetapi metode terpilih harus menghasilkan suatu ramalan yang akurat, tepat waktu, manfaat yang diperoleh lebih besar dari biaya penggunaannya dan dipahami oleh manajemen, sehingga ramalan dapat membantu menghasilkan keputusan yang lebih baik.


(40)

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Fluktuasi harga yang terjadi pada komoditas cabai merah ini merupakan fenomena dari komoditas hortikultur. Fluktuasi harga cabai merah cukup besar, sehingga harga cabai merah tidak memiliki kepastian harga. Harga jual cabai merah besar terendah adalah sekitar Rp 4.771,00/Kg, sedangkan harga tertinggi dapat mencapai Rp 18.276,00/Kg. Sedangkan untuk cabai merah keriting harga terendah adalah sekitar Rp 3.875,00/Kg dan harga jual tertinggi mencapai Rp 22.188,00/Kg. Hal ini merupakan keadaan yang kuang baik bagi produsen maupun konsumen. Terkadang prudusen sangat diuntungkan, demikian pula sebaliknya.

Para pelaku perdagangan komoditas cabai akan selalu mengharapkan keuntungan. Besarnya keuntungan yang akan didapat oleh pada pelaku perdagangan ini relatif berfluktuatif besarannya yang diakibatkan karena fluktuasi harga cabai yang cukup tinggi.

Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya fluktuasi harga cabai. Seperti diantaranya jumlah permintaan dan penawaran. Perubahan permintaan dapat dikarenakan oleh perubahan pola konsumsi masyarakat, adanya momen-momen tertentu seperti hari besar agama. Perubahan penawaran dapat dikarenakan oleh faktor cuaca yang mempengaruhi jumlah produksi.

Fluktuasi harga yang terjadi pada komoditas ini menyebabkan ketidakpastian harga. Oleh karena itu dibutuhkan pencarian faktor- faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya perubahan harga tersebut.

Pencarian faktor- faktor yang mempengaruhi perubahan harga cabai merah dilakukan dengan metode regresi dengan variabel dummy. Variabel-variabel yang


(41)

23 akan digunakan dalam penelitian ini adalah harga cabai merah di Indonesia sebagai dependent variabel, sedangkan yang berfungsi sebagai independent variabel adalah harga cabai merah di tingkat produsen, harga cabai merah pada periode sebelumnya (lag harga cabai merah), jumlah pasokan cabai di Pasar Induk Kramat Jati (PIKJ) dan harga jual cabai merah di PIKJ. Faktor budaya masyarakat (hari besar keagamaan) digunakan sebagai variabel dummy untuk menjelaskan pengaruhnya terhadap harga cabai merah di Indonesia.

Melihat fenomena yang terjadi pada komoditas cabai merah ini, maka dibutuhkan peramalan mengenai harga cabai merah guna mengurangi ketidakpastian harga dan mengetahui tingkat harga cabai merah pada masa yang akan datang. Hal tersebut juga dapat membantu para produsen dan konsumen dalam membuat keputusan penjualan dan pembelian.

Dalam penelitian ini metode peramalan yang akan digunakan adalah metode peramalan time series yang terdiri dari Metode trend kuadratik, Metode pemulusan eksponensial tunggal, Metode pemulusan eksponensial ganda, Metode Wintersaditif dan multiplikatif, Metode dekomposisi aditif dan multiplikatif dan Metode Box Jenkins (SARIMA)

Metode- metode peramalan time series yang digunakan adalah untuk meramal nilai suatu variabel di masa yang akan datang tanpa melihat variabel-variabel lain yang mempengaruhi variabel-variabel tersebut. Oleh karena itu data yang digunakan untuk meramalkan harga cabai merah di masa yang akan datang adalah data harga rata-rata bulanan cabai merah.

Melalui penggunaan metode regresi dengan variabel dummy dan metode peramalan time series, maka ketidakpastian harga akan dapat dikurangi, sehingga


(42)

dapat mengurangi risiko kerugian di tingkat produsen maupun konsumen. Bagan kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 3.

Hipotesa dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Harga cabai merah di tingkat produsen kota i

Harga cabai merah di tingkat produsen berpengaruh positif dengan harga rata-rata bulanan cabai merah. Artinya setiap kenaikan satu satuan harga cabai merah di tingkat produsen, maka akan meningkatkan harga rata-rata bulanan cabai merah.

2. Lag harga cabai merah di kota i

Lag harga cabai merah adalah harga rata-rata bulanan cabai merah periode sebelumnya di kota i. Lag harga cabai merah ini digunakan unuk melihat seberapa besar lag tersebut mempengaruhi ekspektasi harga rata-rata bulanan cabai merah. Lag harga cabai merah berpengaruh positif dengan perubahan harga rata-rata bulanan cabai merah, hal ini berarti setiap kenaikan satu satuan lag harga cabai merah akan meningkatkan harga rata-rata bulanan cabai merah sebesar koefisien lag harga cabai merah.

3. Jumlah pasokan cabai di PIKJ

Jumlah pasokan cabai merah diambil hanya dari PIKJ, hal ini dikarenakan cabai merah yang diproduksi di daerah-daerah penghasil cabai akan banyak didistribusikan ke PIKJ. Sehingga pasokan untuk cabai di PIKJ dapat dijadikan sebagai standar. Jumlah pasokan cabai di PIKJ diduga berpengaruh negatif dengan harga rata-rata bulanan cabai merah.


(43)

25 Arti dari pengaruh negatif adalah setiap kenaikan pasokan sebesar satu satuan, maka akan menurunkan harga rata-rata bulanan cabai merah. 4. Harga cabai merah di PIKJ

Harga cabai merah yang dijual di PIKJ ini diharapkan mampu untuk melihat pembentukan harga yang terjadi di kota-kota besar lainnya. Hal ini diasumsikan bahwa PIKJ merupakan pasar induk terbesar dan hampir semua jenis komoditas sayuran dari daerah dikirim ke PIKJ. Harga cabai merah di PIKJ ini diduga berpengaruh positif terhadap harga rata-rata bulanan cabai merah. Hal tersebut berarti setiap kenaikan harga cabai merah satu satuan, akan meningkatkan harga rata-rata bulanan cabai merah.

5. Variabel dummy untuk budaya masyarakat

Budaya masyarakat berhubungan dengan hari- hari besar keagamaan dan acara adat masyarakat tertentu. Apabila hal tersebut terjadi, maka harga cabai merah akan meningkat akibat jumlah permintaan yang meningkat.


(44)

Gambar 3. Bagan Alur Kerangka Pemikiran Fluktuasi harga cabai merah

Metode Kuantitatif

Meramalkan Harga Cabai Merah

Pemilihan Metode Peramalan Time Series Terbaik untuk Cabai Merah

Rekomendasi Informasi Fluktuasi Harga dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Harga Cabai Merah

Penerapan Metode Peramalan Time Series Ø Metode Trend kuadratik

Ø Metode Pemulusan Eksponensial Tunggal Ø Metode Pemulusan Eksponensial Ganda Ø Metode Winters

Ø Metode Dekomposisi

Ø Metode Box Jenkins (ARIMA) Metode Kausal

Mengidentifikasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fluktuasi Harga Cabai Merah

di Indonesia

Risiko Ketidakpastian Pasar bagi Produsen dan

Kosumen

Ø Harga Cabai merah di tingkat produsen Ø Harga cabai periode

sebelumnya Ø Jumlah pasokan

cabai di PIKJ per bulan

Ø Harga cabai di PIKJ Ø Faktor budaya


(45)

BAB IV

METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Departemen Pertanian (Deptan) pada Badan Ketahanan Pangan bagian Analisis Harga yang berlokasi di Jakarta Selatan. Badan Ketahanan Pangan bagian Analisis Harga diperlukan sebagai tempat sumber pengambilan data sekunder. Pengambilan data dilakukan pada bulan September-Desember 2006.

4.2 Jenis dan Sumber data

Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder dalam bentuk time series rata-rata harga bulanan dari bulan Januari tahun 2002 sampai bulan Oktober 2006. Data tersebut diperoleh dari informasi harga yang dimiliki oleh Deptan pada Badan Ketahanan Pangan bagian Analisis Harga. Selain itu, informasi juga diperoleh dari BPS, Pasar Induk Kramat Jati, studi literatur, internet dan bahan bacaan yang sesuai dengan topik penelitian.

4.3 Pengolahan dan Analisis Data

Data sekunder yang diperoleh merupakan data kuantitatif, sehingga diolah dengan menggunakan program microsoft excel dan Minitab 13. Pemilihan program tersebut berdasarkan alasan bahwa program telah banyak dikenal dan mudah digunakan. Untuk data kuantitatif yang diperoleh, diolah dan disajikan dalam bentuk narasi.


(46)

4.4 Identifikasi Pola Data

Hasil yang akan didapatkan dari identifikasi pola data adalah bentuk pola data yang akan disesuaikan dengan metode peramalan yang akan dilakukan. Pola yang dapat terbentuk meliputi pola :

1. Pola Stasioner 2. Pola Musiman 3. Pola Siklik 4. Pola Trend

Pola data harga cabai yang didapatkan dari plot data harga cabai dan plot autokorelasinya. Data yang telah diplotkan akan membentuk suatu pola data. Dari hasil tersebut dapat diketahui apakah data tersebut memiliki unsur stasioner, musiman, siklik atau trend. Hal tersebut dilakukan untuk menduga sementara metode apa yang seharusnya digunakan sebagai alat analisis.

4.5 Penerapan Metode Peramalan Time series

Setelah pola data terlihat, maka analisis data dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain metode Trend kuadratik, metode Pemulusan Eksponensial (Exponential Smoothing), metode Winters, metode Dekomposisi dan metode Box Jenkins. Berikut adalah formula dari masing- masing metode :

4.5.1 Metode Trend Yt-1 = a + b.t

Dimana : Yt-1 = ramalan m periode ke depan setelah periode t a = intersep


(47)

29 4.5.2 Metode Pemulusan Eksponensial (Exponential Smoothing)

1. Metode Pemulusan Eksponensial Tunggal (single eksponential smoothing)

Yt+1 = a Yt + (1 – a) Yt

Nilai awal, Y1 = So = a = (Y1 + Y2 + ... + Yn-1 + Yn) Dimana : a = intersep

So = pemulusan tahap 1 Yt = a

2. Metode Pemulusan Eksponensial Ganda (double exponential smoothing)

Yt-T = at + bt

Dimana : at = 2St – St(2) (update intersep) bt = [a / (1 – a)] (St – St(2)) (update slope) St = a Yt + (1 – a) St-1 (pemulusan tahap 1) St(2) = a St + (1 – a) St-1(2) (pemulusan tahap 2) 4.5.3 Metode Winters

1. Metode Winters (model multiplikatif) at = a (Yt/Snt-L) + (1 – a) (at-1 + bt-1) bt = ß (at – at-1) + (1 – ß) bt-1

Snt = ? (Yt/at) + (1 – ?) St-L Yt-m = (at + mbt) Snt-L+m 2. Metode Winters (model aditif)

at = α (Yt – Snt-1) + (1 - α)(at-1 + bt-1) bt = β (at – at-1) + (1 - β) bt-1

Snt = γ (Yt - at) + (1 - γ) St-s Yt+m = [ at + mbt] + Snt-L+m


(48)

Dimana : Yt = data aktual periode t

at = pemulusan terhadap deseasionalized data pada periode t

bt = pemulusan terhadap dugaan trend pada periode t Snt = pemulusan terhadap dugaan musim pada periode t Yt-m = ramalan m periode ke depan setelah periode t a, ß dan ? = pembobot pemulusan

L = banyaknya periode dalam satu tahun 4.5.4 Metode Dekomposisi

Metode dekomposisi memisahkan tiga komponen dari pola dasar yang cenderung mencirikan deret data ekonomi dan bisnis yang terdiri dari faktor trend, siklus dan musiman. Pola data didekomposisi membantu meningkatkan ketepatan peramalan dan perilaku deret waktu lebih baik (Makridakis et al, 1999)

Dekomposisi mempunyai asumsi bahwa data tersusun dari pola dan galat. Susunan data motode dekomposisi sebagi berikut:

1. Dekomposisi Multiplikatif Yt = Tt x Ct x St x εt

Dimana : Tt = komponen trend pada periode t Ct = komponen siklus pada periode t St = komponen musiman pada periode t ε = komponen galat pada periode t 2. Dekomposisi Aditif

Yt = Tt + Ct + St + ε

Dimana : Tt = komponen trend pada periode t Ct = komponen siklus pada periode t St = komponen musiman pada periode t ε = komponen galat pada periode t 4.5.5 Metode Box Jenkins (SARIMA)

Model SARIMA hampir sama dengan model ARIMA, hanya saja model SARIMA memasukan pola musiman tertentu. Model SARIMA dianggap sudah


(49)

31 memadai apabila residual terdistribusi secara random, kecil dan independen satu sama lain. Model SARIMA secara umum dinotasikan sebagai berikut :

SARIMA (p, d, q) (P,D,Q)L

Dimana : p = orde/derajat autoregressive (AR) non musiman d = orde/derajat differencing (pembedaan) non musiman q = orde/derajat moving average (MA) non musiman P = orde/derajat autoregressive (SAR) musiman D = orde/derajat differencing (pembedaan) musiman Q = orde/derajat moving average (SMA) musiman L = beda kala Musiman

Model AR menggambarkan bahwa variabel terikat yang dipengaruhi oleh variabel terikat itu sendiri pada periode-periode sebelumnya. Pembedaan dengan model MA adalah pada jenis variabel bebasnya. Variabel bebas pada model AR adalah nilai sebelumnya (lag) dari variabel terikat (Yt) itu sendiri. Sedangkan, pada model MA adalah nilai residual pada periode sebelumnya. Pada SARIMA terbagi atas model SMA (seasonal moving average), SAR (seasonal

autoregressive), SARMA (seasonal autoregressive moving average), dan

SARIMA (seasonal autoregressive integrated moving average). Persamaan model tersebut adalah sebagai berikut:

1. Model SAR

Yt = d + ?1L Yt-L + ?2L Yt-2L +...+ ?PL Yt-PL + et Dimana : Yt = nilai series yang stasioner

Yt-L, Yt-2L = nilai sebelumnya

d dan ?1L, ?2L = konstanta dan koefien model et = kesalahan peramalan


(50)

2. Model SMA

Yt = µ – ? 1L et-L - ?2L et-2L -...- ? QL et-QL + et

Dimana : Yt = nilai series yang stasioner et-L, et-2L = kesalahan pada masa lalu µ dan ? 1L, ? 2L = konstanta dan koefisen model

et = kesalahan peramalan 3. Model SARMA

Yt = d + ?1L Yt-L +....+ ?PL Yt-P L – ? 1L et-L -….- ? QL et-QL + et Dimana : Yt = nilai series yang stasioner

Yt-L, = nilai sebelumnya

d dan ?1L, ? 1L = konstanta dan koefien model et = kesalahan peramalan

4. Model SARIMA (p, d, q) (P, D, Q)

?p (B) ? P (BL) (1-B)d (1-BL)D Yt = µ + ?q (B) ? Q (BL) et Dimana : ?p (B) = 1 - ?1 B – ?2 B2 -...-?p Bp ? P (BL) = 1 – ? 1 BL – ? 2 B2L -...-?P BPL

?q (B) = 1 - ?1 B – ?2 B2 -...-?q Bq

? Q (BL) = 1 – ? 1 BL – ? 2 B2L -...-? Q BQL

B = Backward shift operator (BYt = Yt-1, B2Yt= Yt-2 dan seterusnya)

a. Tahapan dalam Metode SARIMA

Langkah- langkah dalam metode Box Jenkins (SARIMA) adalah sebagai berikut

1. Tahap Penstasioneran Data

Model SARIMA mengasumsikan data menjadi input berasal dari data stasioner. Data yang telah stasioner dapat dilihat melalui nilai autokorelasi (plot ACF), apabila data yang menjadi input model belum stasioner maka perlu dilakukan penstasioneran data. Salah satu metode penstasioneran data yang umum dipakai adalah metode pembedaan (differencing). Penstasioneran data dilakukan dengan melakukan pembedaam regular dan pembedaan musiman.


(51)

33 Pembedaan regular : Zt = Yt – Yt-1

Pembedaan musiman : Zt = Yt-L – Yt-L-1

Pembedaan kedua dilakukan jika data yang diperoleh setelah melakukan pembedaan pertama data masih belum stasioner. Apabila pada sampai pembedaan kedua, data belum stasioner maka dapat dilakukan transformasi data ke dalam bentuk log atau logaritma natural.

Model Seasonal ARIMA digunakan apabila data yang digunakan sebagai input model terdapat unsur musiman. Menentukan unsur musiman dapat dilakukan dengan meilhat plot data. Identik dengan model ARIMA, apabila data belum stasioner baik trend maupun musimannya maka perlu dilakukan pembedaan. Penstasioneran data dilakukan dengan melakukan pembedaan regular dan pembedaan musiman.

Pembedaan regular: Zt = Yt – Yt-1 Pembedaan musiman: Zt = Yt-L- Yt-L-1

Dimana: L = jumlah periode musiman dalam setahun

Analisis ACF dan PACF dilakukan dengan menggunakan program Minitab 13. Autokorelasi adalah korelasi diantara variabel itu sendiri dengan selang satu atau beberapa periode ke belakang. Koefisien autokorelasi dapat dihitung dengan menggunakan formula sebagai berikut:

(

)(

)

(

)

= + = − − − − = n t t n k t k t t k Z Z Z Z Z Z r 1 2 1

Dimana : rk = nilai koefisien autokorelasi; n = jumlah obeservasi;

Zt = series stasioner


(52)

2. Tahap Identifikasi Model Sementara

Menurut Gaynor dan Kirkpatrick (1994) bahwa model Box Jenkins terdiri dari:

1. Jika ACF terpotong (cut off) setelah lag 1 atau 2; lag musiman tidak signifikan dan PACF perlahan- lahan menghilang (dying down), maka diperoleh model non seasonal MA (q=1 atau 2)

2. Jika ACF cut off setelah lag musiman L; lag non musiman tidak signifikan dan PACF dying down, maka diperoleh model seasonal MA (Q=1)

3. Jika ACF terpotong setelah lag musiman L; lag non musiman cut off setelah lag 1 dan 2, maka diperoleh model non seasonal – seasonal MA (q= 1 atau 2; Q = 1)

4. Jika ACF dying down dan PACF cut off setelah lag 1 atau 2; lag musiman tidak signifikan, maka diproleh model non seasonal AR (p=1 atau 2) 5. Jika ACF dying down dan PACF cut off setelah lag musiman L; lag non

musiman tidak signifikan, maka diperoleh model seasonal AR (P=1) 6. Jika ACF dying down dan PACF cut off seteah lag musiman L; lag non

musiman tidak signifikan, maka diperoleh model seasonal AR (P=1) 7. Jika ACF dying down dan PACF cut off setelah lag musiman L; dan non

musiman cut off setelah lag 1 atau 2, maka diperoleh model non seasonal dan seasonal AR (p=1 atau 2 dan P=1)

8. Jika ACF dan PACF dying down maka diperoleh mixed (ARMA atau ARIMA) model


(53)

35 3. Tahap Estimasi Paramater dari Model Sementara

Setelah model ditemukan, maka parameter dari model harus diestimasi. Terdapat dua cara yang mendasar dapat digunakan untuk pendugaan terhadap parame ter-parameter tersebut, yaitu:

- Trial and error yaitu dengan menguji beberapa nilai yang berbeda dan

memilih diantaranya dengan syarat yang meminimumkan jumlah kuadrat nilai galat (sum square of residuals)

- Perbaikan secara iteratif yaitu dengan memilih taksiran awal dan kemudian membiarkan program komputer untuk memperhalus panaksiran tersebut secara iteratif. Metode ini banyak digunakan dan telah tersedia suatu logaritma (proses komputer).

4. Tahap Diagnosa

Untuk pengujian kelayakan model dapat dilakukan dengan dua cara :

- secara mendasar, model sudah memadai apabila residualnya tidak dapat dipergunakan untuk memperbaiki ramalan atau dengan ada nilai autokorelasi yang signifikan dan tidak ada nilai autokorelasi parsial yang signifikan.

- Mempelajari statistik sampling dari pemecahan optimum untuk melihat apakah model tersebut masih dapat disederhanakan. Nilai- nilai dugaan terhadap parameter model tersebut masih dapat disederhanakan. Nilai-nilai dugaan terhadap parameter model SARIMA yang telah diukur akan memberikan informasi nilai lain selain nilai dugaan parameter, yaitu nilai standart error dari dugaan tersebut. Dari informasi ini maka akan diperoleh matriks interkorelasi antar parameter yang diduga sehingga


(54)

dapat diukur dengan derajat hubungan satu dengan yang lainnya. Dan model dikatakan sudah memadai apabila nilai korelasi antar dugaan parameter tersebut tidak signifikan.

Model yang baik harus memenuhi syarat : • Proses interasi harus konvergen

Prosesnya harus berhenti ketika telah menghasilkan nilai parameter yang memberikan SSE terkecil.

• Kondisi invertibilitas dan stasioneritas harus terpenuhi

Zt adalah fungsi linear dari data stasioner yang lampau

(

Zt−1,Zt−2 ....

)

..

Dengan mengaplikasi analisa regresi pada nilai lag deret stasioner maka dapat diperoleh autoregresi karena komponen trendnya sudah dihilangkan. Data stasioner Zt saat ini adalah fungsi linear dari error masa kini dan masa lampau.

Zt = µ + εt - Θ1 εt – 1 - Θ2 εt – 2 - ... - Θqεt – q Jumlah koefisiensi MA harus kurang dari 1 Θ1 + Θ2 + ... + Θ4 < 1 ⇒Invertibility conditions Ζt = δ + Θ1 Ζt – 1 + Θ2 Ζt – 2 + ... + εt

Jumlah koeisien AR harus selalu kurang dari 1 Φ1 + Φ2 + ... + Φp < 1 ⇒Stasionarity conditions

• Residual hendaknya bersifat acak, dan terdistribusi normal

Jika residual error bersifat acak, ACF dan PACF dari residual secara statistik harus sama dengan nol. Jika hal ini mengindikasikan bahwa model yang digunakan belum sesuai dengan data. Untuk menguji autokorelasi residual digunakan uj i statistik Ljung-Box (Q).


(55)

37 Η0 : ρ1 = ρ2 = ... = ρm = 0

Η1 : ρ1 ≠ρ2 ≠ ... ≠ρm ≠0 Statistik Uji :

(

)

= − + = m k k k n r n n Q 1 2 2

Dimana : n = jumlah observasi k = selang waktu

m = jumlah selang waktu yang diuji

rk = fungsi autokorelasi sampel dari residual berselang k Kesimpulan :

Bila Q > χ2a

(

mpq

)

simpulkan tolak H0. atau bila nilai p (p-value) terkait dengan statistik Q kecil (misalkan p<0,05), maka tolak H0 dan model dipertimbangkan tidak memadai.

• Semua parameter estiminasi harus berbeda nyata dari nol. Dengan mengunakan t-rasio

Uji t → Uji Signifikansi Parsial (rk) Hipotesis :

H0 : Tidak terdapat autokorelasi pada deret waktu (H0 : ρk = 0). H1 : Terdapat autokorelasi yang nyata pada selang ke-k (H1 : ρk ≠0). Statistik uji :

, variance

r

t= k−ρk atau sama dengan

( )

k k r SE r t =

Dimana : k = lag atau selang n = jumlah observasi j = 1..., k-1, dan j<k


(56)

Kriteria Uji :

Dibawah H0 statistik t menyebar dengan derajat bebas (n-1). Untuk α tertentu dari tabel-t didapat tα/2(n-1) atau pada tingkat signifikasi 0,05 atau 5 persen. Berdasarkan pengalaman dapat mengunakan nilai t-tabel = 2 sebagai nilai kritis untuk menguji autokorelasi (ρk), (Gaynor dan Kirkpatrick,1994).

Kesimpulan:

Bila t- hitung >tα/2(n-1) berarti dapat diambil kesimpulan untuk menolak H0 atau jika nilai absolut dari t-hitung <2, berarti tidak ada autokorelasi • berlaku prinsip parsimony

model yang dipilih adalah model yang memiliki jumlah parameter terkecil

• Nilai MSE model terkecil

(

)

= −

2 2 1 ˆ

n n

Y Y

MSE t t

Dimana: n = jumlah observasi deret stasioner

np= jumlah parameter estimasi dalam model

semakin kecil nilai MSE menunjukkan model secara keseluruhan lebih baik. Sebagai tambahan, nilai confidence interval untuk peramalan yang akan datang sering lebih kecil sehingga lebih akurat.

5. Tahap Peramalan

Model terbaik telah diperoleh, maka dapat dilakukan peramalan untuk beberapa waktu ke depan. Evaluasi ulang terhadap model perlu dilakukan karena kemungkinan pola data berubah.


(57)

39 4.6 Pemilihan Metode Peramalan Time Series

Metode- metode peramalan yang terbaik hasil dari pengolahan dari data rata-rata harga bulanan cabai merah, dipilih metode yang paling sesuai untuk meramalkan harga cabai merah. Kriteria pemilihan metode yang paling sering digunakan atau kriteria utama adalah mean square error (MSE). Metode yang terpilih adalah metode yang memiliki nilai MSE yang paling rendah. Selain itu, kriteria kedua adalah memiliki bentuk paling sederhana dan membutuhkan waktu yang paling sedikit dalam proses pengolahannya.

4.7 Metode Kausal

Analisis data yang digunakan dalam metode kausal adalah model regresi. Model regresi berganda dengan persamaan tunggal bentuk dan model mampu menunjukkan berapa persen variabel terikat dapat dijelaskan oleh variabel bebas dengan koefisien determinsai (R2). Variabel- variabel bebas tersebut kemudian dilakukan pengujian apakah berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel tak bebas dengan melakukan uji-t dan perhitungannya lebih sederhana (Hanke et al,2003)

Penaksiran parameter diduga dengan metode kuadrat terkecil biasa (Ordinary Least Square) atau metode kuadrat terkecil. Untuk mendapat hasil OLS terbaik dan tak bias (Best Linier Unbiased Estimator), model regresi linier harus memenuhi asumsi-asumsi sebagai berikut (Nachrowi et al, 2002) :

1. E(ui)=0; nilai rata-rata untuk kesalahan pengganggu sama dengan nol

ui meyatakan variabel- varibel lain yang mempengaruhi Yi akan tetapi tidak terwakili di dalam model.


(1)

Lampiran 27. Hasil Regresi Harga Cabai Merah Keriting di Yogyakarta

Regression Analysis: Pt versus X1; X2; X3; X4; D1

The regression equation is

Pt = - 517 + 0,361 X1 + 0,0174 X2 + 0,028 X3 + 0,687 X4 - 248 D1

Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant -517 1241 -0,42 0,679

X1 0,3613 0,1712 2,11 0,041 4,7 X2 0,01737 0,06264 0,28 0,783 1,7 X3 0,0280 0,1637 0,17 0,865 1,4 X4 0,68668 0,08684 7,91 0,000 4,3 D1 -248,1 460,2 -0,54 0,593 1,2

S = 1094 R-Sq = 91,0% R-Sq(adj) = 90,0%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 5 498732837 99746567 83,40 0,000 Residual Error 41 49036000 1196000

Total 46 547768837

Source DF Seq SS X1 1 418247904 X2 1 5679 X3 1 5035253 X4 1 75096291 D1 1 347709

Durbin- Watson statistic = 1,63

Average: -0,0000000 StDev: 1032,47 N: 47

Kolmogorov-Smirnov Normality Test D+: 0,078 D-: 0,046 D : 0,078

Approximate P-Value > 0.15

-2000 -1000 0 1000 2000

,001 ,01 ,05 ,20 ,50 ,80 ,95 ,99 ,999

P

roba

b

ili

ty

RESI1


(2)

Lampiran 28. Hasil Regresi Harga Cabai Merah Besar di Surabaya

Regression Analysis: Pt versus X1; X2; X3; X4; D1

The regression equation is

Pt = - 1151 + 1,09 X1 + 0,0234 X2 - 0,029 X3 + 0,293 X4 + 1147 D1

Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant -1150,8 837,2 -1,37 0,177

X1 1,0872 0,1154 9,42 0,000 5,1 X2 0,02344 0,03697 0,63 0,530 1,5 X3 -0,0287 0,1077 -0,27 0,791 1,4 X4 0,29325 0,06578 4,46 0,000 5,5 D1 1146,9 335,3 3,42 0,001 1,4

S = 718,8 R-Sq = 96,2% R-Sq(adj) = 95,8%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 5 539058275 107811655 208,68 0,000 Residual Error 41 21181876 516631

Total 46 560240150

Source DF Seq SS X1 1 503572560 X2 1 581804 X3 1 3908843 X4 1 24951251 D1 1 6043817

Durbin- Watson statistic = 1,93

Average: -0,0000000 StDev: 678,583 N: 47

Kolmogorov-Smirnov Normality Test D+: 0,117 D-: 0,068 D : 0,117

Approximate P-Value: 0,108

-1000 0 1000 2000

,001 ,01 ,05 ,20 ,50 ,80 ,95 ,99 ,999

P

roba

b

ili

ty

RESI1


(3)

Lampiran 29. Hasil Regresi Harga Cabai Merah Keriting di Surabaya

Regression Analysis: Pt versus X1; X2; X3; X4; D1

The regression equation is

Pt = - 1356 + 1,06 X1 + 0,0437 X2 + 0,0522 X3 + 0,343 X4 + 653 D1

Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant -1356,4 770,3 -1,76 0,086

X1 1,0567 0,1160 9,11 0,000 6,1 X2 0,04371 0,03347 1,31 0,199 1,5 X3 0,05217 0,09877 0,53 0,600 1,4 X4 0,34282 0,06514 5,26 0,000 6,7 D1 652,6 299,4 2,18 0,035 1,4

S = 658,0 R-Sq = 97,0% R-Sq(adj) = 96,6%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 5 572289825 114457965 264,40 0,000 Residual Error 41 17748978 432902

Total 46 590038803

Source DF Seq SS X1 1 547246807 X2 1 1345466 X3 1 1189202 X4 1 20451286 D1 1 2057063

Durbin- Watson statistic = 1,80

Average: 0,0000000 StDev: 621,166 N: 47

Kolmogorov-Smirnov Normality Test D+: 0,084 D-: 0,073 D : 0,084

Approximate P-Value > 0.15

-1000 0 1000 2000

,001 ,01 ,05 ,20 ,50 ,80 ,95 ,99 ,999

P

roba

b

ili

ty

RESI1


(4)

Lampiran 30. Hasil Regresi Harga Cabai Merah Besar di Denpasar

Regression Analysis: Pt versus X1; X2; X3; X4; D1

The regression equation is

Pt = 1053 + 0,894 X1 + 0,0499 X2 - 0,123 X3 + 0,224 X4 + 803 D1

Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant 1053 1410 0,75 0,459

X1 0,8940 0,1722 5,19 0,000 3,2 X2 0,04993 0,08332 0,60 0,552 1,7 X3 -0,1229 0,1880 -0,65 0,517 1,3 X4 0,22370 0,08983 2,49 0,017 3,3 D1 803,3 566,2 1,42 0,163 1,3

S = 1271 R-Sq = 83,3% R-Sq(adj) = 81,3%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 5 331115387 66223077 40,98 0,000 Residual Error 41 66259355 1616082

Total 46 397374741

Source DF Seq SS X1 1 299981482 X2 1 3013476 X3 1 8017102 X4 1 16849709 D1 1 3253618

Durbin- Watson statistic = 1,85

Average: 0,0000000 StDev: 1200,18 N: 47

Kolmogorov-Smirnov Normality Test D+: 0,110 D-: 0,062 D : 0,110

Approximate P-Value > 0.15

-2000 -1000 0 1000 2000

,001 ,01 ,05 ,20 ,50 ,80 ,95 ,99 ,999

P

roba

b

ili

ty

RESI1


(5)

Lampiran 31. Plot Data Harga Ramalan Harga Cabai Merah Besar di Enam

Kota

Fluktuasi Harga Ramalan Harga Cabai Merah Besar di DKI Jakarta

0,0 5000,0 10000,0 15000,0 20000,0

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Bulan

Rp/Kg

Fluktuasi Harga Ramalan Cabai Merah Besar di Bandung

0,0 2000,0 4000,0 6000,0 8000,0 10000,0 12000,0 14000,0 16000,0

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Bulan

Rp/Kg

Fluktuasi Harga Ramalan Cabai Merah Besar di Semarang

0,0 2000,0 4000,0 6000,0 8000,0 10000,0 12000,0 14000,0

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Bulan

Rp/Kg

Fluktuasi Harga Ramalan Cabai Merah Besar di Yogyakarta

0,0 2000,0 4000,0 6000,0 8000,0 10000,0 12000,0

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Bulan

Rp/Kg

Fluktuasi Harga Ramalan Cabai Merah Besar di Surabaya

0,0 2000,0 4000,0 6000,0 8000,0 10000,0 12000,0

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Bulan

Rp/Kg

Fluktuasi Harga Ramalan Cabai Merah di Denpasar

0,0 2000,0 4000,0 6000,0 8000,0 10000,0 12000,0 14000,0

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Bulan


(6)

Lampiran 32. Plot Data Harga Ramalan Harga Cabai Merah Keriting di Lima

Kota

Fluktuasi Harga Ramalan Cabai Merah Keriting di DKI Jakarta

0,0 5000,0 10000,0 15000,0 20000,0 25000,0

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Bulan

Rp/Kg

Fluktuasi Harga Ramalan Cabai Merah Keriting di Bandung

0,0 2000,0 4000,0 6000,0 8000,0 10000,0 12000,0 14000,0 16000,0

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Bulan

Rp/Kg

Fluktuasi Harga Ramalan Cabai Merah Keriting di Semarang

0,0 2000,0 4000,0 6000,0 8000,0 10000,0 12000,0 14000,0

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Bulan

Rp/Kg

Fluktuasi Harga Ramalan Cabai Merah Keriting di Yogyakarta

0,0 2000,0 4000,0 6000,0 8000,0 10000,0 12000,0

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Bulan

Rp/Kg

Fluktuasi Harga Ramalan Cabai Merah Keriting di Surabaya

0,0 2000,0 4000,0 6000,0 8000,0 10000,0 12000,0 14000,0

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 1 12

Bulan