Bawang merah mampu menghasilkan produksi terbaik di dataran rendah dengan suhu 25
o
C – 32
o
C dan iklim kering. Tanaman ini sangat menyukai areal yang terbuka dan mendapat sinar matahari kurang lebih 70 persen, karena bawang
merah termasuk tanaman yang memerlukan sinar matahari cukup long day plan. Tiupan angin yang sepoi-sepoi akan berpengaruh baik terhadap laju proses
fotosintesis, sehingga akan meningkatkan produksi umbi Rukmana, 1994. Menurut Samadi dan Cahyono 1996, tanaman bawang merah masih
dapat ditanam di dataran tinggi, tetapi hasilnya tidak sebaik jika ditanam di dataran rendah. Tanaman bawang merah yang ditanam di dataran tinggi,
menghasilkan umbi yang kecil–kecil dan umur panennya panjang, yaitu 80 – 90 hari. Sedangkan bawang merah yang ditanam di dataran rendah biasanya akan
menghasilkan umbi yang besar-besar dan umur panennya sekitar 60 – 70 hari bahkan bisa kurang tergantung varietas yang digunakan. Hasil bawang merah
sangat dipengaruhi oleh lamanya tanaman menerima sinar matahari. Lama penyinaran sinar matahari tergantung varietasnya, berkisar antara 11 – 16 jam.
Oleh karena itu, tanaman ini paling baik ditanam pada awal musim kemarau, yaitu pada bulan Maret atau April sampai bulan Oktober.
2.2. Tinjauan Terdahulu
2.2.1. Studi Tentang Bawang Merah
Purba 2001 dalam penelitiannya menjelaskan bahwa analisis pendapatan bawang merah di Desa Lumajang untuk musim tanam Februari–April 2002 tidak
menguntungkan, hal ini disebabkan karena hujan yang turun secara terus–menerus menyebabkan banyak tanaman bawang merah kualitasnya rendah. Dari analisis
keunggulan komparatif dan kompetitif pada musim tanam Februari–April 2002 maupun pada kondisi normal terlihat bahwa nilai koefisien BSD KBSD
usahatani bawang merah pada keunggulan komparatif lebih kecil dari nilai KBSD
pada keunggulan kompetitif. Dengan demikian usahatani bawang merah akan lebih memiliki keunggulan komparatif atau dengan kata lain bahwa
meskipun ada campur tangan pemerintah maka usahatani bawang merah belum tentu efisien dalam penggunaan sumberdaya domestik.
Faridah 2001 menjelaskan pada pola tanam optimal yang akan menghasilkan pendapatan maksimal bagi Kecamatan Wanasari adalah padi–
bawang merah–bawang merah–bawang merah. Analisis sensitivitas menunjukkan bahwa harga output memiliki selang kepekaan yang lebih pendek jika
dibandingkan dengan kenaikan harga output, kenaikan harga input maupun penurunan harga input. Harga bawang merah pada musim tanam kedua hanya
diijinkan turun hingga 3,4 persen dari harga awal, sedangkan penjualan bawang merah untuk musim tanam ketiga dan keempat berturut–turut boleh turun hingga
1,9 persen dari 38 persen dari harga awal. Analisis sensitivitas RHS kendala menunjukkan secara umum input benih, pupuk dan pestisida memiliki batas atas
yang mendekati nilai optimalnya sedangkan batas awalnya mempunyai nilai negatif. Apabila model dianggap tidak terbatas atau kendala model dihilangkan
maka seluruh areal yang ada ditanami baik untuk tanaman padi atau bawang merah pada tiap musimnya.
Soetiarso dan Ameriana 1995 menyatakan bahwa bawang merah dari petani di Kabupaten Brebes umumnya dipasarkan ke pedagang pengumpul lalu ke
pedagang besar, dan dari pedagang besar sekitar 90 persen dipasarkan ke pengecer
untuk selanjutnya ke konsumen akhir. Dari ketiga lembaga pemasaran tersebut, ternyata marjin terbesar terdapat di tingkat pedagang besar yaitu sekitar 45 persen
dari marjin total. Hal ini disebabkan jumlah kegiatan yang dilakukan oleh lembaga ini lebih banyak dibandingkan dengan lembaga pemasaran lainnya.
Dibandingkan dengan harga bawang merah yang dibayar konsumen, marjin total pemasaran ini cukup rendah yaitu sekitar 32 persen. Sementara, bagian harga yang
diterima petani farmer’s share dapat dikatakan cukup besar, yaitu sekitar 68 persen dari harga yang dibayar konsumen. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
pemasaran bawang merah secara teknis cukup efisien.
2.2.2. Studi Tentang Peramalan