Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi fluktuasi harga bawang merah dan peramalannya : studi kasus pasar Induk Kramat Jati, DKI Jakarta

(1)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI FLUKTUASI HARGA BAWANG MERAH DAN PERAMALANNYA

(STUDI KASUS PASAR INDUK KRAMAT JATI, DKI JAKARTA)

Oleh : HAPTO STATO

A14103020

PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007


(2)

HAPTO STATO. Analisis Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Fluktuasi Harga Bawang Merah dan Peramalannya, Studi Kasus Pasar Induk Kramat Jati, DKI Jakarta. Di Bawah Bimbingan Ir.ANITA RISTIANINGRUM, Msi.

Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran yang penting bagi masyarakat Indonesia. Komoditas ini memiliki banyak kegunaan terutama dalam sektor konsumsi rumah tangga antara lain sebagai bumbu masakan guna menambah cita rasa masakan, bahan pelengkap untuk makanan dan obat-obatan penyakit tertentu, sehingga komoditas ini sudah dapat digolongkan sebagai salah satu kebutuhan pokok utama mengingat perannya tersebut. Pada saat ini konsumsi terhadap bawang merah cenderung mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, meningkatnya ragam masakan yang menggunakan bawang merah, meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap nilai gizi, dan berkembangnya industri pengolahan. Meskipun demikian komoditas ini mempunyai masalah dalam fluktuasi harga yang cukup besar. Harga bawang merah umumnya berfluktuasi secara musiman. Dengan semakin besarnya fluktuasi harga bawang merah yang diakibatkan oleh berbagai faktor, maka sangat diperlukan suatu peramalan terhadap harga bawang merah. Hal ini dilakukan untuk mengurangi resiko kerugian akibat fluktuasi harga jual bawang merah yang besar. Fluktuasi harga bawang merah yang besar tersebut, dapat merugikan berbagai pihak yang berkepentingan seperti petani dan konsumen. Selain melakukan peramalan terhadap harga bawang merah, diperlukan juga analisis terhadap faktor- faktor yang mempengaruhi fluktuasi harga bawang merah di PIKJ beserta upaya untuk memperkecil fluktuasi harganya.

Dalam periode waktu Januari 2003 hingga Februari 2007, pola fluktuasi harga bawang merah mengikuti suatu trend yang meningkat. Harga bawang merah di Pasar Induk Kramat Jati (PIKJ) berfluktuasi secara acak disekitar garis

trend. Pola fluktuasi harga bawang merah mengikuti suatu pola musiman tertentu, yaitu terjadinya trend penurunan harga bawang merah dalam selang periode bulan Mei hingga bulan September, dan trend peningkatan harga bawang merah pada selang periode bulan Februari hingga bulan Mei yang berulang tiap tahunnya.. Trend penurunan dan peningkatan harga bawang merah tersebut berkaitan dengan pola produksi bawang merah yang mengalami panen puncak pada selang periode bulan Juni hingga bulan September, dan mengalami masa kosong panen pada selang periode bulan Februari hingga bulan Mei. Dari metode peramalan time series yang diuji, metode Box-Jenkins merupakan metode yang terbaik dan sesuai untuk meramalkan harga bawang merah di PIKJ. Penerapan metode ARIMA terbaik dengan panjang musiman 10 (L = 10) adalah ARIMA (2,1,1) (1,1,1)10. Metode Single Exponential Smoothing merupakan pilihan yang terbaik bagi para peramal yang mengutamakan kemudahan dan kesederhanaan penerapan tetapi tetap menuntut tingkat keakuratan yang tinggi.

Berdasarkan hasil uji regresi, faktor- faktor yang berpengaruh nyata terhadap fluktuasi harga bawang merah yaitu pasokan impor dan harga impor bawang merah, serta harga pupuk. Dari ketiga faktor tersebut yang memberikan


(3)

pengaruh paling besar terhadap fluktuasi harga bawang merah yaitu harga impor bawang merah, ditunjukkan dengan nilai korelasinya sebesar 0,693.

Usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk memperkecil fluktuasi harga bawang merah khususnya di PIKJ ialah dengan mengatur pola tanam antar wilayah sentra produksi utama bawang merah di Jawa Tengah dan Jawa Timur yang mempunyai pola musim panen yang cenderung bersamaan yaitu pada bulan Juni – September, memberikan bimbingan pelatihan kepada petani guna meningkatkan produksinya misalnya melalui program intensifikasi pertanian mengingat produktivitas bawang merah Indonesia masih sangat rendah dibandingkan produktivitas bawang merah impor dimana produktivitas bawang merah Indonesia mencapai 8,5 – 10 ton/ha sedangkan produktivitas bawang merah impor rata-rata mencapai 20 ton/ha. Usaha lainnya adalah melakukan pengawasan terhadap harga pupuk agar harga pupuk yang sampai ke petani sesuai dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan oleh Pemerintah, pengawasan ini dapat dilakukan oleh Lembaga Dinas Pertanian misalnya oleh Departemen Sarana Produksi Petanian. Usaha yang harus dilakukan oleh petani ialah petani bawang merah dapat melakukan pembelian pupuk secara bersama agar harga pupuk yang mereka terima dapat lebih rendah, dengan membentuk suatu lembaga tertentu misalnya kelompok tani.


(4)

Oleh : HAPTO STATO

A14103020

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007


(5)

Judul Skripsi : Analisis Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Fluktuasi Harga Bawang Merah dan Peramalannya (Studi Kasus Pasar Induk Kramat Jati, DKI Jakarta).

Nama Mahasiswa : HAPTO STATO NRP : A14103020

Program Studi : Manajemen Agribisnis

Menyetujui

Dosen Pembimbing Skripsi

Ir. Anita Ristianingrum, Msi NIP. 132 046 437

Mengetahui,

Dekan Fakultas Pertanian IPB

Prof. Dr. Ir. H. Didy Sopandie, M. Agr NIP.131 124 019


(6)

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL : “ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI FLUKTUASI HARGA BAWANG MERAH DAN PERAMALANNYA (STUDI KASUS PASAR INDUK KRAMAT JATI, DKI JAKARTA)” ADALAH KAR YA SENDIRI DAN BELUM DIAJUKAN DALAM BENTUK APAPUN KEPADA PERGURUAN TINGGI MANAPUN. SUMBER INFORMASI YANG BERASAL ATAU DIKUTIP DARI KARYA YANG DITERBITKAN MAUPUN TIDAK DITERBITKAN DARI PENULIS LAIN TELAH DISEBUTKAN DALAM TEKS DAN DICANTUMKAN DALAM DAFTAR PUSTAKA DI BAGIAN AKHIR SKRIPSI INI.

Bogor, Mei 2007

HAPTO STATO A14103020


(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur kepada Allah swt dan Nabi Muhammad SAW, pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah membantu selama masa perkuliahan dan juga dalam penyelesaian skripsi ini, yaitu :

1. Keluarga, yang telah memberikan motivasi kepada penulis selama pembuatan skripsi.

2. Ir. Anita Ristianingrum, MSi selaku dosen pembimbing skripsi, atas bimbingan dan kesabarannya membantu penulis dalam pembuatan skripsi ini.

3. Ir. Harmini, MS selaku dosen penguji utama, yang telah bersedia menguji penulis pada saat sidang skripsi.

4. Ir. Joko Purwono, MS selaku dosen penguji komdik, yang telah bersedia menguji penulis pada saat sidang skripsi.

5. Staf Sekretariat Departemen Agribisnis (Mbak Dian), yang telah membantu penulis dalam pembuatan surat izin penelitian.

6. Karyawan PIKJ, yang telah membantu penulis selama pembuatan skripsi. 7. Ir. Budi Purwanto, MS selaku dosen pembimbing akademik, yang telah

memberikan bimbingan kepada penulis selama penulis kuliah.

8. Rahmatia Hardhani selaku pembahas, yang telah bersedia menjadi pembahas pada saat seminar.

9. Jujung, teman seperjuangan di Pontianak, yang telah banyak memberikan masukan kepada penulis selama pembuatan skripsi.

10.Teman – teman AGB 40 (Jujung, Panda, Rina, Riza, Nini, Widi, Mbe, Welly, Vedy, Yoga, Ulum, Oky, Santi, Anti, dan Meta) yang telah membantu dan menemani penulis selama seminar dan sidang skripsi. 11.Seluruh teman-teman AGB 40, atas persahabatannya selama menjalani

perkuliahan.


(8)

vii

dan keterbatasan. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun ke arah penyempurnaan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, Mei 2007

HAPTO STATO A14103020


(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 21 September 1985, dari pasangan Wahono dan Mugiati. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Penulis mengawali pendidikan pada tahun 1991 di Sekolah Dasar 08 Jakarta Timur dan lulus pada tahun 1997. Penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama 232 Jakarta Timur pada tahun 1997 hingga tahun 2000. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Atas 22 Jakarta Timur dari tahun 2000 dan lulus pada tahun 2003. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI pada tahun 2003 hingga sekarang.

Selama kuliah penulis aktif dalam kegiatan Organisasi Departemen Sosial Ekonomi Pertanian (MISETA) periode 2005 – 2006, dengan jabatan sebagai staf Pengembangan Sumber Daya Manusia. Selama diperkuliahan penulis juga aktif mengikuti berbagai lomba karya tulis. Pada tahun 2006 penulis berhasil menjadi juara II Presentasi Pemikiran Kritis Mahasiswa Tingkat Nasional.


(10)

Penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Allah swt dan Nabi Muhammad SAW, karena berkat rahmatnya penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam pembuatan skripsi ini. Tujuan dibuatnya skripsi ini adalah untuk memenuhi tugas akhir dan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana.

Penelitian ini berusaha mengidentifikasi pola fluktuasi harga bawang merah di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta karena fluktuasi harga yang dialami oleh komoditas ini umumnya relatif cukup besar. Selain itu penelitian ini juga mencoba merekomendasikan metode peramalan yang tepat untuk meramalkan fluktuasi harga bawang merah yang terjadi di PIKJ dan menganalisis faktor- faktor yang menyebabkan terjadinya fluktuasi harga bawang merah. Dengan diketahuinya faktor-faktor yang berpengaruh tersebut, penulis mencoba merekomendasikan upaya-upaya untuk memperkecil fluktuasi harganya.

Skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan terhadap komoditas bawang merah terutama Pemerintah. Penulis sadar bahwa masih banyak terdapat kekurangan pada skripsi ini. Mudah- mudahan kekurangan tersebut tidak mengurangi manfaat dari skripsi ini.

Bogor, Mei 2007

HAPTO STATO A14103020


(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR GAMBAR... xi

DAFTAR LAMPIRAN... xii

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Perumusan Masalah... 7

1.3 Tujuan Penelitian... 10

1.4 Manfaat Penelitian... 11

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aspek Produksi Bawang Merah... 12

2.1.1 Syarat Tumbuh Bawang Merah... 12

2.1.2 Budidaya Bawang Merah... 12

2.1.3 Pemeliharan Bawang Merah... 13

2.1.4 Panen dan Pasca Panen... 14

2.2 Aspek Pemasaran Tanaman Bawang Merah... 15

2.3 Penelitian Terdahulu... 16

III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Permintaan, Penawaran, dan Harga... 18

3.1.1 Penentuan Harga oleh Permintaan dan Penawaran... 18

3.1.2 Fluktuasi Produksi dan Kecenderungan Harga... 20

3.1.3 Kecenderungan Harga dan Penerimaan Produsen... 21

3.2 Definisi Peramalan... 22

3.2.1 Jenis-Jenis Peramalan... 23

3.2.2 Teknik Peramalan... 23

3.2.3 Pemilihan Teknik Peramalan... 33

3.3 Analisis Regresi Berganda... 35

3.4 Analisis Korelasi Sederhana... 35

3.5 Kerangka Pemikiran Operasional... 37

IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitia n... 41

4.2 Jenis dan Sumber Data... 41

4.3 Pengolahan dan Analisis Data... 42

4.4 Identifikasi Pola Data Harga Bawang Merah... 43


(12)

ix

D. Double Exponential Smoothing (Holt)... 46

E. Winter Multiplikatif... 46

F. Dekomposisi Multiplikatif... 46

G. Dekomposisi Aditif... 47

H. ARIMA... 48

I. SARIMA... 51

4.6 Pemilihan Teknik Peramalan... 51

4.7 Analisis Regresi Berganda... 52

4.8 Analisis Korelasi terhadap Variabel Bebas yang Signifikan... 56

4.9 Definisi Operasional... 56

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Gambaran Umum Pasar Induk Kramat Jati... 58

5.2 Identifikasi Pola Fluktuasi Harga Bawang Merah... 64

5.2.1 Identifikasi Unsur Trend dan Pola Musiman... 71

5.3 Penerapan Metode Peramalan Time Series... 73

5.3.1Rata-rata Bergerak Sederhana ... 74

5.3.2Metode Single Exponential Smoothing... 75

5.3.3Double Exponential Smoothing Brown... 76

5.3.4Double Exponential Smoothing Holt... 77

5.3.5Metode Winters Multiplikatif... 78

5.3.6Metode Dekomposisi... 80

5.3.7Metode Box Jenkins... 82

5.4 Pemilihan Metode Peramalan Time Series... 88

5.5 Analisis Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Fluktuasi Harga Bawang Merah di PIKJ... 89

5.6 Upaya-upaya untuk Memperkecil Fluktuasi Harga Bawang Merah di PIKJ... 94

VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan………. 98

6.2 Saran………..……… 100


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman 1. Perkembangan Produksi dan Konsumsi Per Kapita Bawang

Merah Periode Tahun 2000 – 2005... 1

2. Ketersediaan dan Kebutuhan Benih Bawang Merah Tahun 2002 – 2005... 2

3. Volume (Ton) dan Nilai Ekspor (US$) Bawang Merah Periode 2001 -2005...3

4. Perbandingan Pola Harga Bawang Merah di Tingkat Grosir (PIKJ) dengan Harga Impor Bawang Merah Tahun 2006... 4

5. Produksi Bawang Merah di Indonesia Berdasarkan Propinsi Tahun 2002-2005 (Ton)... 6

6. Jumlah Pasokan Bawang Merah (Ton) yang Masuk ke PIKJ periode Tahun 2003 – 2005... 63

7. Hasil Peramalan Metode Simple Moving Average berdasarkan nilai MAD dan MSE... 75

8. Hasil Peramalan Metode Double Exponential Smoothing Brown... 77

9. Hasil Peramalan Metode Double Exponential Smoothing Holt... 77

10.Hasil Metode Peramalan Winters Multiplikatif berdasarkan nilai MSE... 78

11. Hasil peramalan harga Metode Dekomposisi (L = 10)... 82

12. Nilai Akurasi Kesalahan Hasil Penerapan Metode ARIMA... 85

13. Ramalan Harga Bawang Merah Model ARIMA (2,1,2) (1,1,1)10 ... 87

14. Hasil Penerapan Metode Time Series Terhadap Harga Bawang Merah... 89

15. Hasil Pengujian Masing - Masing Parameter terhadap Harga Bawang Merah di PIKJ... 90

16. Produksi Bulanan Bawang Merah pada Periode Tahun 2000 – 2003 (Kuintal)... 96


(14)

Nomor Teks Halaman 1. Harga rata-rata Bawang Merah di PIKJ Periode Janua ri

- Desember Tahun 2006... 8

2. Saluran Pemasaran Bawang Merah dari Desa Banjaranyar, Kabupaten Brebes... 15

2. Penentuan Harga oleh Permintaan dan Penawaran... 19

3. Fluktuasi Produksi dan Kecenderungan Harga... 20

4. Kerangka Operasional Penelitian ... 40

6. Alur Masuk Keluar Bawang Merah di PIKJ... 60

7. Fluktuasi Harga Bawang Merah di PIKJ Periode Januari 2003 - Februari 2007... 65

8. Fluktuasi Pasokan Bawang Merah di PIKJ Periode Januari 2003 - Februari 2007... 67


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman 1. Daftar Perkembangan Harga Rata –Rata Mingguan dan

Pasokan Bawang Merah di PIKJ Periode Januari 2003 –

Februari 2007... 105

2. Data Bulanan Harga dan Pasokan Bawang Merah di PIKJ, Harga dan Pasokan Impor Bawang Merah Nasional, Harga Pupuk Urea Periode Januari 2003 – September 2006... 110

3. Hasil Analisis Regresi Uji Trend Harga Bawang Merah... 111

4. Plot ACF dan PACF Harga Bawang Merah... 112

5. Plot ACF dan PACF Harga Bawang Merah setelah Pembedaan Pertama (Diff 1)... 113

6. Hasil Penerapan Metode Winter Multiplikatif (L = 10)... 114

7. Hasil Penerapan Metode Dekomposisi Multiplikatif... 115

8. Hasil Penerapan Metode Dekomposisi Aditif... 116

9. Plot ACF dan PACF Harga Bawang Merah setelah Pembedaan Pertama dan Pembedaan Musiman (Diff 1 Diff 20)... 117

10.Hasil Penerapan Model ARIMA (0,1,1) (0,1,1)20... 118

11.Hasil Penerapan Model ARIMA (2,1,1) (1,1,1)10... 119

12.Plot ACF dan PACF Residual Model ARIMA (2,1,1) (1,1,1)10... 120

13.Hasil Uji Regresi Berganda Harga Bawang Merah terhadap Pasokan Bawang Merah di PIKJ, Harga dan Pasokan Impor Bawang Merah Nasional dan Harga Pupuk... 121

14. Produksi Bulanan Bawang Merah Propinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur Periode Tahun 2000 - 2003 (Kuintal)... 122


(16)

1.1Latar Belakang

Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran yang penting bagi masyarakat Indonesia. Komoditas ini memiliki banyak kegunaan terutama dalam sektor konsumsi rumah tangga antara lain sebagai bumbu masakan guna menambah cita rasa masakan, bahan pelengkap untuk makanan dan obat-obatan penyakit tertentu, sehingga komoditas ini sudah dapat digolongkan sebagai salah satu kebutuhan pokok utama mengingat perannya tersebut. Pada saat ini konsumsi terhadap bawang merah cenderung mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, meningkatnya ragam masakan yang menggunakan bawang merah, dan berkembangnya industri pengolahan serta kebutuhan terhadap benih bawang merah yang berkualitas.

Tabel 1. Perkembangan Produksi dan Konsumsi Per Kapita Bawang Merah Periode Tahun 2000 – 2005

Tahun Produksi (ton) Penduduk Konsumsi

(x 1000 orang) per kapita (kg/ th) Total/ th (ton)

1 2 3 4 = 2 x 3

2001 861.150 209.214 2,19 458.178,66

2002 766.572 212.206 2,20 466.853,20

2003 762.795 215.276 2,22 477.912,72

2004 757.368 216.382 4,56 986.701,92

Sumber : BPS dan Dirjen Hortikultura, 2005 (diolah)

Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa produksi bawang merah dari tahun 2001 ke tahun 2004 mengalami trend penurunan sebesar 12,05 % sementara itu


(17)

2

konsumsi per kapitanya terus mengalami peningkatan, terutama dari tahun 2003 hingga tahun 2004 peningkatannya sangat besar hingga melebihi jumlah produksinya yaitu meningkat sebesar 106,46 %. Faktor yang menyebabkan meningkatnya kebutuhan bawang merah dari tahun ke tahun salah satunya akibat meningkatnya kebutuhan terhadap benih. Permintaan benih bawang merah, khususnya yang setara kualitas impor menunjukkan peningkatan setiap tahun. Peningkatan permintaan benih tersebut terjadi sebagai akibat dari adanya permintaan konsumen dalam negeri terhadap bawang konsumsi kualitas impor yang meningkat tajam. Sementara itu petani menyukai benih varietas impor karena selain kualitas produknya sesuai permintaan konsumen, daya hasilnya juga lebih tinggi dibandingkan dengan varietas lokal. Tabel 2 dapat dilihat perbandingan antara kebutuhan dan ketersediaan benih bawang merah pada tahun 2002 – 2005.

Tabel 2. Ketersediaan dan Kebutuhan Benih Bawang Merah Tahun 2002 - 2005 Tahun Ketersediaan (Kg) Kebutuhan (Kg)

2002 60.000 103.021.400

2003 152.500 110.021.400

2004 784.232 117.021.400

2005 1.378.125 124.081.800

Sumber :Direktorat Perbenihan dan Sarana Produksi (2006)

Pada Tabel 2 terlihat bahwa dari tahun 2002 hingga tahun 2005 terjadi defisit kebutuhan benih dimana ketersediaan benih selalu lebih kecil dibandingkan dengan kebutuhannya. Tingginya permintaan bawang merah terutama untuk kebutuhan benih tercermin dari meningkatnya jumlah impor bawang merah yaitu dari 60.910 ton pada tahun 2001 meningkat menjadi 75.205 ton pada tahun 2005, seperti terlihat pada Tabel 3. Observasi lapang mengindikasikan bahwa 40 % dari


(18)

volume impor bawang merah digunakan untuk memenuhi kebutuhan benih. Pada tahun 2010 kebutuhan benih bawang merah berkualitas setara impor diperkirakan mencapai 29 ribu ton (Direktorat Perbenihan, 2006). Indonesia adalah net importir bawang merah. Impor bawang merah Indonesia terutama berasal dari Thailand, Philipina, Myanmar, dan Malaysia. Sedangkan negara tujuan ekspornya adalah Philipina, Belanda, Hongkong, Vietnam, dan Amerika Serikat (Dirjen Hortikultura, 2005).

Tabel 3. Volume (ton) dan Nilai Ekspor (US$) Bawang Merah Periode 2001 -2005

Tahun Volume (kg) Nilai (US$)

Ekspor Impor Ekspor Impor

2001 6.000.052 60.910.152 1.675.495 15.982.821 2002 6.945.819 45.841.856 2.219.830 12.754.301 2003 5.423.924 54.350.627 2.478.487 16.065.302 2004 4.700.017 66.312.460 1.952.233 19.297.975 2005 4.494.496 75.204.606 1.620.977 22.162.921 Sumber : COMTRADE (2006)

Peran komoditas bawang merah yang cukup penting dan penggunaannya yang luas membuat komoditas ini memiliki nilai ekonomis yang cukup baik. Meskipun demikian komoditas ini mempunyai masalah dalam fluktuasi harga yang cukup besar. Harga bawang merah umumnya berfluktuasi secara musiman. Perbandingan pola harga bawang merah di tingkat grosir (PIKJ) dengan harga impor bawang merah pada tahun 2006 diperlihatkan pada Tabel 4. Pada tingkat nasional, harga impor bawang merah terendah terjadi pada bulan September yaitu sebesar Rp 1.934,00/ kg sedangkan harga bawang merah pada tingkat grosir (PIKJ) sebesar Rp 3.698,00/ kg. Harga impor bawang merah tertinggi terjadi pada bulan Februari yaitu sebesar Rp 3.761,00/ kg sedangkan harga bawang merah


(19)

4

yang terjadi pada tingkat grosir sebesar Rp 9.322/ kg. Hal ini mengindikasikan bahwa harga impor bawang merah mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap perubahan harga bawang merah yang terjadi di PIKJ. Hal ini dibuktikan dengan terjadinya peningkatan harga bawang merah di PIKJ yang cukup tajam yaitu sebesar Rp 5.561,00/ kg ketika harga impor bawang merah mengalami peningkatan sebesar Rp 1.827,00/ kg.

Tabel 4. Perbandingan Pola Harga Bawang Merah di Tingkat Grosir (PIKJ) dengan Harga Impor Bawang Merah Tahun 2006

Bulan Rata-rata Harga Bulanan (Rp/ Kg) Rata-rata Harga Bulanan (Rp/ Kg)

Grosir Impor

Januari 8.786 3.422

Februari 9.322 3.761

Maret 8.943 3.470

April 9.011 3.461

Mei 8.500 3.403

Juni 8.500 3.105

Juli 7.625 3.070

Agustus 5.097 3.095

September 3.698 1.934

Sumber : Pasar Induk Kramat Jati dan Departemen Pertanian (2006)

Namun demikian harga impor belum dapat dijadikan satu-satunya faktor sebagai penentu fluktuasi harga yang terjadi di PIKJ, karena masih banyak faktor lainnya yang turut dalam mempengaruhi harga yang terjadi di PIKJ. Dalam teori ekonomi ada dua kekuatan utama yang mempengaruhi harga yaitu permintaan dan penawaran (Lipsey,1995). Apabila dilihat dari sisi permintaan, maka konsumsi terhadap bawang merah terus mengalami peningkatan seperti terlihat pada Tabel 1, sedangkan dari sisi penawaran, dapat dilihat dari besarnya pasokan yang mampu disediakan oleh petani bawang selaku produsen. Masalah yang dihadapi


(20)

dari sisi penawaran bawang merah umumnya adalah fluktuasi pasokan akibat perbedaan waktu panen antar propinsi penghasil bawang. Periode panen di empat propinsi penghasil utama bawang merah (Jatim, Jateng, Jabar dan Sulsel) menunjukkan bahwa bulan panen cukup bervariasi. Pengamatan lebih lanjut memberikan gambaran bahwa puncak panen terkonsentrasi antara bulan Juni-Desember-Januari, sedangkan bulan kosong panen terjadi pada bulan Februari sampai Mei dan November. Tabel 5 menunjukkan produksi bawang merah berdasarkan propinsi di Indonesia dari tahun 2002 sampai dengan tahun 2005.

Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa selama periode 2002-2005 produksi bawang merah tertinggi terjadi pada tahun 2002 sebesar 766.572 ton, sedangkan produksi terendah terjadi pada tahun 2005 sebesar 732.609 ton atau mengalami penurunan produksi sebesar 3,27 %. Propinsi Jawa memberikan kontrib usi produksi bawang merah terbesar kemudian diikuti oleh Pulau Bali dan Nusa Tenggara.

Dengan semakin besarnya fluktuasi harga bawang merah yang diakibatkan oleh berbagai faktor, maka sangat diperlukan suatu peramalan terhadap harga bawang merah. Hal ini dilakukan untuk mengurangi resiko kerugian akibat fluktuasi harga jual bawang merah yang besar. Fluktuasi harga bawang merah yang besar tersebut, dapat merugikan berbagai pihak yang berkepentingan seperti petani dan konsumen. Petani selaku produsen membut uhkan kepastian harga jual sebelum mereka memutuskan untuk menanam bawang atau tidak. Hal ini dilakukan untuk mengurangi resiko kerugian akibat jatuhnya harga jual. Hal yang sama juga dialami oleh konsumen, khususnya


(21)

6

konsumen industri. Mereka memerlukan kepastian harga untuk mengendalikan biaya bahan baku mereka dalam proses produksi.

Tabel 5. Produksi Bawang Merah di Indonesia Berdasarkan Propinsi Tahun 2002-2005 (Ton)

Provinsi 2002 2003 2004 2005

Pertumbuhan 2002-2005 (%) 1. NAD 3.995 6.325 7.885 7.856 - 0,37

2. Sumut 25.144 25.431 19.710 9.226 - 53,20 3. Sumbar 10.736 8.157 13.837 19.118 38,17

4. Riau 0 0 0 0 0

5. Jambi 1.780 1.466 1.180 1.212 2,71

6. Sumsel 26 18 82 84 2,44

7. Bengkulu 652 2.089 352 290 - 17,61 8. Lampung 1.364 715 610 605 - 0,82

9. Bangka Belitung 0 0 0 7 ~

SUMATERA 43.697 44.201 43.656 38.398 - 12,04

10. DKI. Jakarta 0 0 0 0 0

11. Jabar 96.619 120.219 121.194 118.795 - 1,98 12. Jateng 215.601 231.052 230.976 202.692 - 12,25 13. DI. Yogyakarta 27.038 24.810 18.818 21.444 13,96 14. Jatim 223.147 213.818 224.971 233.098 3,61

15. Banten 357 211 222 218 - 1,80

JAWA 562.762 590.110 596.181 576.247 - 3,34 16. Bali 12.502 12.614 12.697 11.294 - 11,05 17. NTB 91.151 82.838 77.237 81.369 5,35 18. NTT 6.524 5.367 5.739 3.837 - 33,14 BALI dan NT 110.177 100.819 95.673 96.500 0,86

19. Kalbar 0 0 0 0 0

20. Kalteng 0 0 0 0 0

21. Kalsel 120 0 0 0 0

22. Kaltim 114 208 223 64 - 71,30

KALIMANTAN 234 208 223 64 - 71.30

23.Sulut 1.506 2.243 2.332 2.587 10,93 24. Sulteng 4.911 4.430 5.041 2.285 - 54,67 25. Sulsel 41.053 18.304 11.056 12.081 9,27 26. Sul. Tenggara 972 158 309 418 35,28 27. Gorontalo 147 332 192 374 94,79 SULAWESI 48.589 25.467 18.930 17.745 - 6,26 28. Maluku 272 524 1.097 2.079 89,52 29. Maluku Utara 117 630 198 209 5,56

30. Papua 724 836 1.163 946 - 18,66

31. Irian Jaya Barat 247 421 70,44 Maluku dan IRJA 1.113 1.990 2.705 3.655 35,12 INDONESIA 766.572 762.795 757.368 732.609 - 3,27


(22)

1.2 Perumusan Masalah

Pembentukan harga ekuilibrium suatu komoditas terjadi ketika permintaan sama dengan penawaran dari komoditas tersebut. Dengan asumsi faktor- faktor lain yang mempengaruhi harga tidak mengalami perubahan (ceteris paribus), maka harga akan naik apabila penawaran berkurang sementara permintaan tetap (Lipsey et al 1995). Komoditas pertanian (termasuk bawang merah) umumnya memiliki elastisitas permintaan yang inelastis dalam jangka pendek, sehingga peningkatan produksi yang melebihi permintaan pada waktu tertentu akan mengakibatkan harga turun sebaliknya produksi yang tidak dapat memenuhi permintaan akan meningkatkan harga secara drastis.

PIKJ memiliki peranan sangat besar dalam memasok sayur-sayuran dan buah-buahan bagi sebagian besar wilayah Indonesia dan menjadi parameter pembentukan harga di pasar-pasar yang lain. Daerah pasokan bawang merah umumya berasal dari propinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah, yang menjangkau wilayah distribusi yang sangat luas meliputi DKI Jakarta, Batam, Bangka Belitung hingga wilayah Kalimantan dan Sumatera.

Pada Gambar 1 terlihat fluktuasi harga rata-rata bawang merah yang terjadi di PIKJ periode Januari - Desember Tahun 2006. Dari gambar tersebut terlihat bahwa fluktuasi harga rata-rata bawang merah tertinggi terjadi pada bulan Januari 2006 tepatnya pada minggu keempat, yaitu mencapai Rp 10.357,00/ kg, sedangkan harga rata-rata bawang merah terendah terjadi pada bulan Oktober 2006 tepatnya pada minggu kesatu, yaitu mencapai Rp 2.971,00/ kg. Fluktuasi harga bawang merah yang besar atau mempunyai fluktuasi harga terbesar kedua setelah harga cabai merah di PIKJ, dimana perbandingan antara harga tertinggi


(23)

8

dengan harga terendah yang mencapai 348,6 % tentunya akan dapat menimbulkan kerugian bagi pihak-pihak yang berkepentingan terhadap komoditas bawang merah ini. Petani selaku produsen membutuhkan kepastian harga jual sebelum mereka memutuskan untuk menanam bawang atau tidak. Hal ini dilakukan untuk mengurangi resiko kerugian akibat jatuhnya harga jual, agar keuntungan yang diperoleh petani dapat menutupi biaya produksi. Biaya produksi total yang harus dikeluarkan dari suatu usahatani bawang merah yang menghasilkan panen sebesar 10 ton (15 % afkir) bawang merah ialah sebesar Rp 26.214.000 (Litbang Pertanian, 2006). Keuntungan yang diperoleh petani ketika harga bawang merah sebesar Rp 10.357,00/ kg adalah sebesar Rp 61.820.500, sedangkan kerugian yang diperoleh petani ketika harga bawang merah sebesar Rp 2.971,00/ kg sebesar Rp 960.500.

Gambar 1. Harga rata-rata bawang merah di PIKJ

Fluktuasi Harga Bawang Merah Januari - Desember Tahun 2006

0 2000 4000 6000 8000 10000 12000

1 6 11 16 21 26 31 36 41 46 51

Minggu

Harga ( Rp / Kg )

Harga

Sumber : Kantor PIKJ, DKI Jakarta

Hal yang sama juga dialami oleh konsumen, khususnya konsumen industri. Mereka memerlukan kepastian harga untuk mengendalikan biaya bahan


(24)

baku mereka dalam proses produksi, sehingga peramalan terhadap harga bawang merah menjadi sangat diperlukan.

Terdapat beberapa metode peramalan yang dapat digunakan untuk memperkirakan harga bawang merah dimasa depan. Dari beberapa metode tersebut akan dipilih satu metode yang terbaik dan sesuai berdasarkan beberapa hal antara lain akurasi kesalahan peramalan, kemudahan dalam pemakaian, ketersediaan data yang diperlukan dan kesesuaian metode dengan keperluan atau tujuan peramalan.

Selain melakukan peramalan terhadap harga bawang merah, juga diperlukan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi fluktuasi harga bawang merah di PIKJ. Faktor-faktor seperti harga impor bawang merah, jumlah pasokan bawang di PIKJ, jumlah pasokan bawang merah impor, dan harga input produksi seperti harga pupuk serta faktor lainnya dapat juga mempengaruhi harga bawang merah di PIKJ, walaupun pengaruh masing- masing faktor belum diketahui secara pasti. Analisis terhadap masing- masing faktor sangat diperlukan untuk mengetahui faktor apa saja yang berpengaruh nyata terhadap fluktuasi harga bawang merah. Dengan diketahuinya faktor - faktor yang mempengaruhi fluktuasi harga bawang merah, diharapkan Pemerintah selaku pembuat kebijakan dapat mengendalikan faktor - faktor tersebut, sehingga fluktuasi harga dapat diperkecil. Pada akhirnya konsumen dan petani akan diuntungkan akibat kecilnya fluktuasi harga bawang merah.


(25)

10

Dari uraian di atas, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah : 1. Bagaimana pola atau perilaku harga bawang merah di Pasar Induk Kramat

Jati, DKI Jakarta ?

2. Metode peramalan apa yang terbaik dan sesua i untuk meramalkan harga bawang merah serta hasil peramalannya di Pasar Induk Kramat Jati, DKI Jakarta saat ini ?

3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi fluktuasi harga bawang merah di PIKJ ?

4. Upaya – upaya apa yang dapat dilakukan untuk memperkecil fluktuasi harga bawang merah ?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi pola atau perilaku harga bawang merah di Pasar Induk Kramat Jati, DKI Jakarta.

2. Membandingkan metode peramalan sehingga diperoleh metode yang terbaik dan sesuai untuk meramalkan harga bawang merah di Pasar Induk Kramat Jati, DKI Jakarta saat ini.

3. Menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi fluktuasi harga bawang merah di PIKJ.

4. Merekomendasikan upaya-upaya untuk memperkecil fluktuasi harga bawang merah.


(26)

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Memberikan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan seperti petani dan Pemerintah terutama unt uk mengidentifikasi pola harga bawang merah.

2. Memberikan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan seperti petani dan Pemerintah tentang prediksi harga bawang merah di masa yang akan datang dengan teknik peramalan yang tepat.

3. Memberikan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan seperti Pemerintah tentang faktor – faktor yang mempengaruhi fluktuasi harga bawang merah yang terjadi di PIKJ, agar Pemerintah selaku pembuat kebijakan dapat mengendalikan faktor-faktor tersebut guna memperkecil fluktuasi harga bawang merah.

4. Memberikan informasi kepada Pemerintah dan petani mengenai upaya-upaya yang harus dilakukan guna memperkecil fluktuasi harga bawang merah.

5. Sebagai bahan acuan bagi kalangan akademis dan intelektual yang tertarik dengan komoditas bawang merah dan ilmu peramalan bisnis dan ekonomi.


(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Aspek Produksi Bawang Merah 2.1.1 Syarat Tumbuh Bawang Merah

Tanaman bawang merah dapat ditanam di dataran rendah maupun dataran tinggi, yaitu pada ketinggian 0 - 1.000 m dari permukaan laut. Meskipun demikian ketinggian optimalnya adalah 0 - 400 m dari permukaan laut. Secara umum tanah yang tepat ditanami bawang merah ialah tanah yang bertekstur remah, sedang sampai liat, berdrainase baik, memiliki bahan organik yang cukup, dan pH-nya antara 5,6 - 6,5. Syarat lain, penyinaran matahari minimum 70%, suhu udara harian 25 - 32°C, dan kelembapan nisbi sedang yaitu 50 - 70%.

2.1.2 Budidaya Bawang Merah

Bibit Bawang merah diperbanyak dengan umbi. Umbi diambil dari tanaman yang sudah cukup tua. Usianya sekitar 70 hari setelah tanam. Pada umur tersebut pertumbuhan calon tunas dalam umbi sudah penuh. Umbi sebaiknya tidak terlalu besar dan juga tidak terlalu kecil. Penampilan umbi harus segar, sehat, dan tidak kisut. Umbi yang masih baik warnanya mengkilap. Sebaiknya umbi ini sudah melewati masa penyimpanan 2,5 - 4 bulan. Untuk satu hektar lahan membut uhkan sekitar 600-800 kg bibit. Penanaman bawang merah paling baik ditanam saat musim kemarau dengan syarat air cukup untuk irigasi. Awal tanam bisa pada bulan April atau Mei setelah musim panen padi atau pada bulan Juli atau Agustus. Biasanya petani di Brebes melakukan penanaman di sawah yang telah ditanami padi. Pada lahan dibuat


(28)

bedengan-bedengan dengan lebar antara 1,2-1,8 m. Di sela-sela bedengan-bedengan dibuat parit yang lebarnya 40-50 cm, kedalaman parit antara 50-60 cm. Parit nantinya berfungsi sebagai pemasukan air ataupun pengeluaran air yang berlebihan. Sebelum penanaman sawah dikeringkan, kemudian tanah diolah dan dihaluskan. Bedengan tanam yang belum baik diperbaiki. Pengolahan manual perlu 2-3 kali. Bila pH lahan kurang 5,5, tambahkan kapur dolomit atau kaptan sebanyak 1-1,5 ton/ ha. Kapur ini sebaiknya diberikan jauh sebelum tanam, minimum 2 minggu, Pengapuran bisa bersamaan dengan pengolahan tanah. Selesai pengolahan tanah dilanjutkan dengan penanaman. Jarak tanam 20 x 15 cm atau 15 x 15 cm. Bibit yang hendak ditanam dirompes ujungnya. Perompesan ujung bibit berfungsi untuk memecahkan masa dormansi bibit.

2.1.3 Pemeliharaan Bawang Merah Penyiraman

Penyiraman perlu diperhatikan dalam budi daya bawang merah. Tanaman ini tidak menyukai banyak hujan, tetapi kebutuhan airnya banyak. Pada saat musim kemarau kita harus bisa menyiram tanaman setiap hari sejak ditanam hingga satu minggu sebelum panen. Penyiraman dilakukan pagi dan sore. Kalau sulit pelaksanaannya paling tidak dilakukan pada pagi hari saja. Sejak awal tanam hingga tanaman bawang merah berumur 2 minggu, gulma tumbuh dengan cepat sehingga mengganggu pertumbuhan bawang merah. Untuk itu perlu dilakukan tindakan penyiangan. Petani di Brebes biasanya melakukan penyiangan secara manual, baik dengan mencabut langsung atau memakai kored.


(29)

14

Pemupukan

Tanaman bawang merah membutuhkan pupuk organik dan pupuk anorganik. Pupuk organik yang diberikan ialah pupuk kandang. Dosisnya ialah 10-20 ton/ ha, diberikan sebelum tanam yakni saat melakukan pengolahan. Pupuk organik yang dibutuhkan adalah TSP sebanyak 150-200 kg/ ha. Pupuk ini dicampur dengan pupuk kandang dalam aplikasinya . Selain itu kita berikan pupuk tambahan berupa 300 kg Urea dan 200 kg KCl/ ha. Pupuk ini diberikan dengan cara larikan atau barisan saat tanaman berumur 10-15 hari.

2.1.4 Panen dan Pasca Panen

Bawang merah di dataran rendah lebih cepat memasuki masa panen dibandingkan dengan yang di dataran tinggi. Ciri tanaman siap panen ialah leher batang mengeras dan daun menguning. Bila ciri tersebut sudah mencapai 70 - 80% dari jumlah tanaman maka panen bisa dilaksanakan. Panen dilakukan saat cuaca cerah dan tanah kering. Panen dilakukan dengan cara mencabut tanaman. Tindakan penjemuran diperlukan untuk mendapatkan kadar air umbi 80%. Jangan dijemur langsung menghadap cahaya matahari terik, melainkan cukup di tempat terlindung. Bila memiliki alat pengering maka bisa dikeringkan sebentar. Setelah itu umbi disimpan di gudang dengan cara menggantungkan ikatan-ikatan tadi. Suhu ruang penyimpanan sebaiknya 25 - 30° C dengan kelembaban nisbi 60 - 70%. Perlu diingat bahwa gudang yang dingin dan lembab dapat menurunkan kualitas bawang merah yang disimpan.


(30)

2.2 Aspek Pemasaran Tanaman Bawang Merah

Aspek yang sangat berpengaruh agar bawang merah yang telah diproduksi secepatnya sampai ke tangan konsumen ialah aspek pemasaran. Banyak saluran pemasaran yang dapat digunakan untuk mendistribusikan bawang merah ke pasar, Rosatiningrum (2004) dalam penelitiannya menjelaskan saluran pemasaran bawang merah yang terjadi di Desa Banjaranyar, Brebes. Dalam penelitiannya tersebut dijelaskan bahwa saluran pemasaran bawang merah yang terjadi di Desa Banjaranyar terdiri dari 3 pola pemasaran, yang dapat dilihat pada Gambar 2.

Pola I

Pola II *

Pola III

Gambar 2. Saluran Pemasaran Bawang Merah dari Desa Banjaranyar, Kabupaten Brebes

Keterangan: * Calo Desa

Dijelaskan pula bahwa pola saluran pemasaran yang paling banyak digunakan oleh petani disana adalah pola II. Hal ini terjadi karena adanya ketergantungan atau keterikatan antara petani dengan calo desa yang merupakan perantara antara petani

P. Besar P. Pengecer Konsumen Non Lokal

Petani P.Pengumpul P. Besar/ Grosir

P. Pengecer Konsumen Non Lokal


(31)

16

dengan pedagang pengumpul dan karena rendahnya modal yang dimiliki petani sehingga tidak ada modal transportasi untuk menjual bawang merah langsung ke pedagang besar, selain itu petani hanya mengusahakan bawang merah pada lahan sempit sedangkan untuk menjual bawang merah langsung ke pedagang besar harus dalam jumlah besar agar menguntungkan. Sedangkan pada pola I, petani langsung menjual ke pedagang besar dalam hal ini adalah Pasar Induk Kramat Jati Jakarta, petani tersebut biasanya mempunyai kendaraan sendiri dan memiliki modal yang besar. Pada pola III, karena hasil panennya cenderung sedikit, hasil panen tersebut ditujukan langsung untuk konsumen lokal.

2.3 Penelitian Terdahulu

Sugiharta (2002) dalam penelitiannya tentang peramalan harga cabai merah di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta, menjelaskan bahwa deret data harga cabai merah memiliki pola data yang tidak stasioner, mengikuti pola trend yang menurun secara signifikan dan tidak memiliki pola musiman tertentu. Hal ini dibuktikan setelah dilakukannya berbagai serangkaian analisa secara visual pada plot data harga terhadap waktu, analisa statistik menggunakan plot ACF dan uji signifikansi trend melalui uji regresi. Dari berbagai me tode peramalan yang digunakan, disimpulkan bahwa metode terbaik untuk meramalkan harga cabai merah di PIKJ adalah metode Box Jenkins di mana model ARIMA (2,1,2) merupakan model terbaik bagi harga cabai merah besar dan model ARIMA (1,1,1) merupakan model ya ng paling baik untuk harga cabai merah keriting karena nilai MSE nya lebih kecil dibandingkan model lainnya. Bagi peramal yang mengutamakan kemudahan tetapi tetap menuntut keakuratan peramalan ya ng tinggi maka model alternatif yang dapat digunakan untuk me ramalkan harga cabai


(32)

merah besar dan harga cabai merah keriting masing- masing ialah metode Pelicinan Eksponensial Tunggal dan metode Naive.

Rosatiningrum (2004) dalam penelitiannya tentang analisis efisiensi produksi dan pemasaran usahatani bawang merah di Desa Banjaranyar, Brebes, menjelaskan bahwa terdapat lima faktor yang mempengaruhi produksi bawang merah yaitu luas lahan, jumlah bibit, jumlah tenaga kerja, pupuk dan pestisida. Dari kelima faktor produksi tersebut yang berpengaruh besar terhadap peningkatan produksi bawang ialah luas lahan yang ditunjukkan dengan nilai elastisitasnya yang lebih besar dibandingkan variabel lainnya. Sedangkan faktor produksi yang pengaruhnya relatif kecil ialah pestisida.

Ariningsih dan Tentamia (2004) dalam penelitiannya tentang analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran dan permintaan bawang merah di Indonesia dengan menggunakan metode two stages least squares menyimpulkan bahwa produksi bawang merah di Jawa Tengah responsif terhadap perubahan harga pupuk, tetapi tidak responsif terhadap perubahan harga bawang merah, harga cabe, dan upah tenaga kerja. Di sisi lain permintaan bawang merah responsif terhadap perubahan jumlah penduduk, tetapi tidak responsif terhadap harga bawang merah dan pendapatan per kapita. Ba ik dalam jangka pendek maupun jangka panjang volume ekspor bawang merah responsif terhadap perubahan produksi bawang merah. Juga disimpulkan bahwa dalam jangka panjang harga bawang merah di Indonesia bersifat responsif terhadap perubahan penawaran. Untuk meningkatkan produksi bawang merah Indonesia perlu diupayakan perbaikan teknologi budidaya, sedangkan untuk me ngurangi fluktuasi harga diperlukan pengaturan pola tanam antar wilayah melalui perbaikan manajemen irigasi.


(33)

BAB III

KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Permintaan, Penawaran, dan Harga

3.1.1 Penentuan harga oleh permintaan dan penawaran

Dalam teori ekonomi mikro, harga terbentuk oleh keseimbangan antara kurva permintaan dan kurva penawaran. Menurut Lipsey (1995), hubungan antara harga suatu komoditas dengan jumlah yang diminta mengikuti suatu hipotesis dasar ekonomi yang menyatakan bahwa semakin tinggi harga suatu komoditas, maka semakin sedikit jumlah komoditas yang diminta, apabila variabel lain konstan (ceteris paribus), sedangkan hubungan antara harga suatu komoditas dengan jumlah yang ditawarkan mengikuti hipotesis dasar ekonomi yang menyatakan bahwa secara umum, semakin rendah harganya maka semakin rendah jumlah yang ditawarkan, apabila variabel lain konstan (ceteris paribus).

Lipsey (1995) juga menerangkan bahwa kedua kekuatan, permintaan dan penawaran, berinteraksi dalam menentukan harga dalam suatu pasar yang bersaing. Kondisi keseimbangan akan tercapai jika jumlah yang diminta sama dengan jumlah yang ditawarkan. Pada kondisi ini, kedua pihak baik produsen maupun konsumen sama-sama diuntungkan. Proses terjadinya kondisi keseimbangan dapat dijelaskan melalui Gambar 3. Pada kondisi harga di titik Pd, ketika jumlah yang ditawarkan produsen lebih kecil dibanding jumlah yang diminta konsumen, terjadi kelebihan permintaan terhadap penawaran(excess demand). Dalam hal ini konsumen akan bersaing untuk mendapatkan komoditas tersebut dan berani membayar dengan harga yang lebih tinggi. Produsen juga akan


(34)

Penawaran

Permintaan Pd

Pe Pu

Jumlah Harga

memanfaatkan kesempatan ini untuk meningkatkan harga. Jadi, dalam kondisi seperti ini akan ada tekanan ke atas terhadap harga.

Selanjutnya jika harga berada pada Pu, ketika jumlah yang ditawarkan produsen lebih besar dibanding jumlah yang diminta konsumen, dalam hal ini terjadi kelebihan penawaran atas permintaan (excess supply). Melihat kondisi ini para produsen akan berusaha menurunkan harga agar kelebihan penawaran tersebut bisa terjual. Jadi, dalam keadaan excess supply akan ada suatu tekanan ke bawah terhadap harga.

Akhirnya kedua kondisi tersebut akan mengarahkan harga pada Pe, dimana jumlah yang diminta sama dengan jumlah yang ditawarkan. Kedua pihak, baik konsumen maupun produsen akan sama-sama diuntungkan. Kondisi inilah yang disebut sebagai kondisi keseimbangan, dimana jumlah dan harga yang terjadi sama-sama disetujui oleh kedua pihak.


(35)

20

3.1.2 Fluktuasi Produksi dan Kecenderungan Harga

Fluktuasi produksi akan menyebabkan pergeseran kurva penawaran. Jika produksi turun, maka kurva penawaran akan bergeser ke kiri atas. Sebaliknya jika produksi naik, maka kurva penawaran akan bergeser ke kanan bawah. Berdasarkan hukum permintaan dan penawaran, pergeseran kurva penawaran akan mengakibatkan perubahan harga keseimbangan dan jumlah yang diminta. Kemudian perubahan ini akan mengakibatkan perubahan penerimaan produsen (Lipsey, 1995).

Gambar 4. Fluktuasi Produksi dan Kecenderungan Harga

Pada Gambar 4 dapat dilihat bahwa bila produksi seperti yang direncanakan (Q0) maka harga yang akan diterima produsen juga akan seperti yang direncanakan (P0). Tetapi pada kenyataannya, seringkali produksi tidak sesuai dengan yang direncanakan akibat perubahan faktor- faktor yang mempengaruhi proses produksi. Dalam bidang pertanian, misalnya faktor cuaca yang buruk, serangan ha ma penyakit yang dapat menyebabkan produksi turun, jauh di bawah produksi yang direncanakan sehingga menggeser kurva penawaran ke kiri (S1). Akibatnya, harga keseimbangan akan naik ke P1 dan jumlah

S0

Q1 Q0 Q2 S1

S2

P2 P0

P1

Jumlah Harga


(36)

keseimbangan turun ke Q1. Tetapi dapat juga terjadi keadaan yang sebaliknya di mana cuaca sangat menguntungkan sehingga produksi jauh di atas yang direncanakan. Hal ini akan menggeser kurva penawaran ke kanan (S2) yang pada akhirnya menyebabkan harga keseimbangan turun ke P2 dan jumlah keseimbangan naik ke Q2.

Selain permintaan dan penawaran, masih banyak faktor yang dapat mempengaruhi fluktuasi harga suatu komoditas. Antara lain faktor harga, misalnya harga input produksi seperti harga pupuk. Ketika terjadi kecenderungan peningkatan harga pupuk maka akan berimp likasi terhadap jumlah produksi yang dihasilkan yaitu jumlah produksi akan cenderung mengalami penurunan. Jumlah produksi yang turun tersebut akan berimplikasi terhadap harga komoditas di pasar yaitu harga akan cenderung meningkat akibat penurunan pasokan, sehingga dalam hal ini faktor harga input produksi dapat memberikan pengaruh secara tidak langsung terhadap perubahan harga komoditas.

3.1.3 Kecenderungan Harga dan Penerimaan Produsen

Lipsey (1995) menjelaskan bahwa perubahan harga akibat fluktuasi produksi pada akhirnya akan berpengaruh terhadap penerimaan produsen. Besarnya perubahan harga yang terjadi sangat tergantung dari elastisitas kurva permintaan. Apabila kurva permintaan elastis, maka perubahan harga yang terjadi relatif kecil. Sebaliknya, apabila kurva permintaan inelastis, maka perubahan harga yang terjadi relatif besar.

Sebagian besar produk pertanian, mempunyai permintaan inelastis. Hal ini menyebabkan variasi harga produk pertanian yang relatif besar. Saat produksi


(37)

22

meningkat akibat panen yang baik, harga cenderung merosot tajam. Sebaliknya saat panen gagal, produksi merosot dan mengakibatkan harga naik dengan tajam.

Hal ini mengakibatkan, penerimaan petani cenderung berubah berlawanan arah dengan perubahan hasil panen. Bila hasil panen baik, produksi melimpah, penerimaan petani cenderung turun. Demikian sebaliknya, jika panen kurang berhasil, penerimaan petani akan cenderung meningkat. Dalam kasus ini, terlihat bahwa kepentingan petani berlawanan dengan kepentingan konsumen. Hal ini semakin terasa pada saat terjadi kegagalan panen dimana harga bahan makanan melonjak dan penerimaan petani meningkat tetapi konsumen dirugikan.Bila panen berhasil, harga akan merosot tajam dan konsumen diuntungkan, sedangkan petani dirugikan karena penerimaannya turun.

3.2 Definisi Peramalan

Peramalan adalah suatu kegiatan untuk memprediksi tentang kejadian atau kondisi di masa depan (Bowerman danO’Connell, 1993).

Assauri (1984) dalam Susanti (2006) menjelaskan bahwa ada 3 langkah peramalan yang dianggap penting :

1) Menga nalisa data yang lalu, dengan cara membuat tabulasi untuk dapat menemukan pola dari data.

2) Menentukan metode peramalan yang akan digunakan, yang akan memberikan hasil yang tidak jauh berbeda dengan kenyataan yang terjadi. 3) Memproyeksikan data yang lalu dengan menggunakan metode peramalan


(38)

3.2.1 Jenis-jenis Peramalan

Menurut Assauri (1984) dalam Susanti (2006) pada umumnya peramalan dapat dibedakan dari beberapa segi. Apabila dilihat dari sifat penyusunannya maka peramalan dapat dibedakan atas 2 macam yaitu :

a) Peramalan Subyektif, yaitu peramalan yang didasarkan atas perasaan/intuisi dari orang yang menyusunnya. Dalam hal ini pandangan/judgement dari orang yang menyusunnya sangat menentukan baik tid aknya hasil ramalan.

b) Peramalan Obyektif, yaitu peramalan yang didasarkan atas data relevan pada masa lalu, dengan menggunakan teknik-teknik dan metode- metode dalam penganalisaan tersebut.

Jika dilihat dari jangka waktu ramalan, maka peramalan dapat dibedakan atas 2 macam yaitu :

a) Peramalan jangka pendek, yaitu peramalan yang dilakukan untuk penyusunan hasil ramalan dengan jangka waktu kurang dari 1 1/2 tahun atau 3 semester.

b) Peramalan jangka panjang, yaitu peramalan yang dilakukan untuk penyusunan hasil ramalan dengan jangka waktu lebih dari 1 1/2 tahun atau 3 semester.

3.2.2 Teknik Peramalan

Teknik peramalan dibagi menjadi 2 (Bowerman danO’Connell, 1993): 1. Metode Peramalan Kualitatif : Teknik peramalan ini lebih mengandalkan


(39)

24

digunakan jika data historis maupun empiris dari variabel yang diramal tidak ada, tidak cukup, atau kurang dapat dipercaya.

2. Metode Peramalan Kuantitatif : metode yang didasarkan atas data kuantitatif pada masa lalu. Hasil peramalan yang dibuat sangat tergantung pada metode yang dipergunakan dalam peramalan tersebut.

Metode peramalan kuantitatif digunakan jika terdapat 3 kondisi : a) Adanya data historis

b) Data bersifat numerik

c) Dapat diasumsikan bahwa pola data masa lalu akan berkelanjutan pada masa yang akan datang.

Secara garis besar metode peramalan kuantitatif dapat dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu:

1. Metode Peramalan Model Kausal

Menurut Bowerman (1993), metode peramalan kausal didasarkan atas penggunaan analisis pola hubungan antar variabel yang akan diperkirakan dengan variabel lain yang mempengaruhinya. Metode ini juga disebut model regresi. Model regresi adalah suatu penyederhanaan pola hubungan suatu variabel dengan satu atau variabel lain. Variabel yang nilainya tergantung atau ditentukan oleh variabel lain disebut variabel terikat (dependent variabel), sedangkan variabel yang nilainya mempengaruhi variabel terikat disebut variabel bebas (independent variabel).

Dalam analisis regresi, pola hubungan antar va riabel diekspresikan dalam sebuah persamaan regresi yang diduga berdasarkan data sampel. Setelah parameter-parameter diuji secara statistik dan memenuhi syarat sebagai model


(40)

yang baik, maka model siap digunakan untuk peramalan jika variabel bebasnya dapat diketahui nilainya.

Model kausal membutuhkan pengetahuan awal untuk menentukan variabel- variabel yang akan dimasukkan sebagai variabel independen dan dependen. Pengaruh dari variabel- variabel tersebut dianalisis satu per satu dimana satu variabel dibiarkan berubah sementara variabel lainnya dianggap konstan. Menurut Makridakis et al (1999), bahwa peramalan kausal mengasumsikan adanya hubungan sebab akibat antara variabel independen dan variabel dependent dari suatu sistem. Metode ini terdiri atas model regresi dan permodelan ekonometrik. Metode regresi terdiri atas regresi sederhana (hanya terdapat satu variabel independen) dan regresi berganda (terdapat lebih dari satu variabel independen). Permodelan ekonometrik menunjukkan suatu sistem persamaan regresi yang diestimasikan secara simultan. Baik untuk peramalan jangka panjang maupun jangka pendek, ketepatan peramalan dengan metode ini cukup baik. Metode ini dipergunakan untuk peramalan penjualan menurut kelas produk, atau keadaan ekonomi masyarakat seperti permintaan, harga dan penawaran.

2. Metode Peramalan Time Series

Pada metode peramalan time series, pendugaan masa depan dilakukan berdasarkan nilai masa lalu dari suatu variabel (Bowerman dan O’Coneell, 1999). Sasaran model time series adalah mengident ifikasi pola data historis dan mengekstrapolasi pola ini untuk masa mendatang. Dalam model time series nilai suatu variabel di masa mendatang mengikuti pola data variabel tersebut pada waktu sebelumnya. Model ini terdiri dari model trend, model naive, model rata-rata, model eksponensial, model dekomposisi, dan model ARIMA.


(41)

26

1. Model Trend

Model trend menggambarkan pergerakan data yang meningkat atau menurun dalam jangka waktu yang panjang. Model ini menggambarkan hubungan antara periode waktu dan variabel yang diramal dengan menggunakan analisis regresi. Model ini cocok untuk peramalan satu periode ke depan.

2.Model Naive

Model ini cocok digunakan untuk deret berkala yang memiliki pola data horizontal atau stasioner. Model ini menggunakan informasi terakhir tentang nilai aktual sebagai ramalan. Jika sebuah ramalan disiapkan untuk horison waktu satu periode, maka nilai aktual yang terakhir akan dipergunakan sebagai ramalan untuk periode berikutnya (Hanke,2003). Kelemahan utama dari model ini adalah diabaikannya segala sesuatu yang terjadi sejak tahun lalu termasuk unsur trend.

3. Model Rata-rata

Model ini memberikan pembobotan yang sama untuk semua nilai pengamatan dan cocok untuk data yang berpola stasioner, yaitu data dengan nilai yang berfluktuasi di sekitar nilai rata-rata yang konstan, dengan kata lain tidak menunjukkan adanya trend dan musiman.Metode ini terdiri dari (Makridakis et al, 1999) :

(1) Metode rata-rata sederhana (Simple Average)

Cara kerja dari metode ini adalah dengan merata – ratakan seluruh data yang ada untuk menghasilkan ramalan periode berikutnya. Hasil


(42)

peramalannya tidak terlalu memperhatikan fluktuasi dari data deret waktu. Metode ini cocok untuk data time series dengan pola stasioner.

(2) Model rata-rata bergerak sederhana (Simple Moving Average)

Dalam model ini setiap muncul nilai pengamatan baru maka nilai rata-rata baru dapat dihitung dengan membuang nilai observasi yang paling lama dan memasukkan nilai pengamatan yang terbaru. Dengan kata lain model ini hanya mengikuti beberapa data terakhir untuk dicari nilai tengahnya sebagai ramalan periode berikutnya. Banyaknya data yang diikutsertakan disebut ordo. Kelemahan dari metode ini, yaitu :

1. Metode ini tidak dapat menanggulangi dengan baik adanya trend atau musiman walaupun metode ini lebih baik dibanding rata-rata sederhana. 2. Metode ini memerlukan penyimpanan yang lebih banyak karena semua

pengamatan terakhir harus disimpan, tidak hanya nilai tengahnya.

4. Model Pemulusan Eksponensial

Model ini memberikan bobot yang berbeda pada setiap data, pembobotan menurun secara eksponensial terhadap nilai pengamatan yang lebih lama. Dengan metode ini, data yang paling lama memiliki bobot terendah sehingga tidak terlalu berpengaruh terhadap data yang baru. Model ini terdiri dari (Makridakis et al, 1999):

(1) Pemulusan Eksponensial Tunggal (Single Exponential Smoothing)

Metode ini banyak mengurangi masalah penyimpangan data, karena biasanya hanya menyimpan data terakhir, yaitu ramalan terakhir dan pembobot smoothing (a). Model ini cocok untuk data dengan pola horizontal


(43)

28

atau stasioner dan hanya mampu memberikan ramalan untuk satu periode ke depan. Metode ini tidak cukup baik diterapkan jika datanya bersifat tidak stasioner, karena persamaan yang digunakan dalam metode eksponensial tunggal tidak terdapat prosedur pemulusan trend yang mengakibatkan data tidak stasioner menjadi tetap tidak stasioner, tetapi metode ini merupakan dasar bagi metode- metode pemulusan eksponensial lainnya. Pembobot smothing yang diberikan pada data akan semakin kecil dengan semakin lamanya data. (Bowerman dan O’Connell, 1993).

(2) Pemulusan Eksponensial Ganda Brown

Metode ini memberikan bobot yang semakin menurun pada observasi masa lalu. Model ini cocok untuk data yang berpola trend linier. Pada metode ini dilakukan dua kali pemulusan ya itu pemulusan tahap 1 untuk update intercept, tujuannya untuk menghilangkan komponen error. Pemulusan tahap 2 untuk update slope tujuannya untuk menghilangkan komponen trend.

(3) Pemulusan Eksponensial Ganda Holt

Pada prinsipnya metode ini sama dengan Metode Ganda Brown, kecuali metode ini menggunakan rumus pemulusan berganda secara langsung. Sebagai gantinya, Holt memuluskan nilai trend dengan parameter yang berbeda dari parameter yang digunakan pada data asli. Pemulusan eksponensial Holt menggunakan dua konstanta pemulusan (a dan ß) yang bernilai antara 0 dan 1 serta memiliki tiga persamaan. Pola data yang sesuai adalah stasioner, dan pola trend konsisten.


(44)

(4) Pemulusan Eksponensial Triple Winters

Metode ini dapat digunakan untuk data time series yang mempunyai pola stasioner, pola trend konsisten, serta faktor musiman. Kelebihan metode ini adalah kemudahannya dalam update peramalan ketika data baru dihasilkan. Kelemahan dari metode ini adalah tidak memperhitungkan komponen siklus sehingga jika ada pengaruh siklus hasil ramalannya menjadi tidak baik. Model Winters memiliki dua bentuk (Bowerman dan O’Connell,1993), yaitu :

1. Winters Aditif

Digunakan untuk data yang fluktuasi musiman relatif konstan atau stasioner.

2. Winters Multiplikatif

Digunakan untuk pola data yang memiliki fluktuasi musiman cenderung semakin besar.

5. Model Dekomposisi

Model Dekomposisi adalah salah satu pendekatan analisis deret waktu yang berupaya mengidentifikasi faktor- faktor komponen ya ng mempengaruhi setiap nilai pada deret (Hanke, 2003). Metode tersebut pada dasarnya bekerja dengan memecah pola deret waktu menjadi unsur trend, siklus, musiman, dan acak serta mengidentifikasi masing- masing unsur tersebut secara terpisah. Kelemahan dari metode ini adalah tidak memiliki prosedur formal yang dapat digunakan untuk meramalkan gerakan komponen siklus di masa mendatang. Gerakan siklus biasanya ditaksir dengan menggunakan metode peramalan subjektif (kualitatif) atau pikiran manusia saja. Metode ini cukup efektif dalam


(45)

30

mengidentifikasi dan memisahkan unsur musiman dari deret waktu. Penjelasan dari masing- masing komponen tersebut adalah sebagai berikut (Bowerman and

O’Connell, 1993) :

1. Trend, merupakan komponen yang mencerminkan pertumbuhan atau penurunan suatu deret waktu.

2. Siklis, merupakan deret dengan bentuk seperti fluktuasi gelombang atau siklis yang kejadiannya lebih dari satu tahun. Perubahan kondisi ekonomi umumnya menghasilkan siklis. Mempunyai jangka periode yang panjang antara dua hingga sepuluh tahun.

3. Musiman, fluktuasi musiman umumnya terjadi triwulan, bulanan, atau mingguan. Variasi musiman mengacu pada suatu pola perubahan yang muncul setiap tahun dan berulang dengan sendirinya di tahun-tahun berikutnya. Umumnya diakibatkan oleh perubahan cuaca dan kebiasaan. 4. Ketidakteraturan, komponen acak terdiri dari fluktuasi tak terduga atau acak. Model dekomposisi tersebut terdiri dari :

(1) Model Dekomposisi Aditif, yaitu model yang digunakan untuk deret waktu yang keragamannya kurang lebih sama sepanjang deret data. Jadi, semua nilai deret berada pada lebar yang konstan berpusat pada trend. (2) Model Dekomposisi Multiplikatif, yaitu model yang digunakan untuk

deret waktu yang keragamannya menaik dengan tingkat tertentu. Jadi, nilai deret tersebar mengikuti trend yang meningkat.


(46)

6. Metode Box-Jenkins (ARIMA)

ARIMA adalah teknik untuk mencari pola data yang paling cocok dari sekelompok data. Dengan demikian metode ARIMA memanfaatkan sepenuhnya data masa lalu dan data sekarang untuk menghasilkan peramalan jangka pendek yang akurat. Model ARIMA mensyaratkan pola data yang stasioner. Apabila data tidak stasioner maka dapat dilakukan diferensiasi yaitu untuk mentransformasi data asli menjadi data stasioner. Proses diferensiasi ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Misalkan Yt non stasioner, setelah dilakukan diferensiasi tingkat 1 (d=1), Zt = ? Yt = Yt – Yt-1, jika ternyata diperoleh nilai Zt stasioner, maka Zt dikatakan

first order homogeneous dan Yt dikatakan non stasioner tingkat satu.

Estimasi model peramalan dengan metodologi Box-Jenkins diterapkan dengan asumsi data sudah stasioner. Suatu data time series Zt dikatakan stasioner apabila (Firdaus,2006) :

1. Rataan series konstan untuk setiap periode pengamatan. Hal ini dapat dituliskan sebagai :

E (Zt) = µ untuk setiap t

2. Varians atau ragam series konstan untuk setiap periode pengamatan. Hal ini dapat dituliskan sebagai :

Var (Zt) = E [(Zt- µ)2 = s x2untuk setiap t

3. Kovarians atau koragam dua series konstan untuk setiap periode pengamatan. Hal ini dapat dituliskan sebagai :

Cov (Zt, Zt-k) = E [(Zt- µ)(Zt-k- µ)] = ?k untuk setiap t

Data stasioner dapat juga dikatakan sebagai data yang tidak mengandung unsur trend.


(47)

32

Metode ARIMA dapat dilakukan melalui empat tahap yaitu identifikasi, estimasi dan pengujian serta penerapan model (Hanke,2003).

(1) Identifikasi Model, pada tahap ini dilakukan identifikasi terhadap 3 hal, yaitu terhadap pola data, apakah terdapat unsur musiman atau tidak. Kedua, identifikasi terhadap kestasioneran data dan yang ketiga identifikasi terhadap pola ACF dan PACF.

(2) Estimasi Model, pada tahap ini, pertama menghitung nilai estimasi awal untuk parameter-parameter dari model tentatif, kemudian dengan menggunakan program komputer melalui proses iterasi diperoleh nilai estimasi akhir. Pemilihan model ARIMA yang digunakan didasarkan pada nilai MSE terkecil.

(3) Evaluasi Model, setelah diperoleh persamaan untuk model tentatif, dilakukan uji diagnostik untuk menguji kedekatan model dengan data. Uji ini dilakukan dengan menguji nilai residual dan signifikansi serta hubungan-hubungan antara parameter. Secara umum model sudah memadai apabila plot residualnya bersifat acak. Jika ada hasil uji yang tidak dapat diterima atau tidak memenuhi syarat, maka model harus diperbaiki.

(4) Peramalan, setelah didapat model yang memadai, ramalan satu atau beberapa periode dapat dikerjakan. Model ARIMA dibangun berdasarkan 2 batasan berikut :

a. Peramalan bersifat linier untuk observasi yang diamati.

b. Seleksi model didasarkan pada prinsip parsimonious. Artinya model yang dipilih adalah model dengan parameter yang paling efisien.


(48)

3.2.3 Pemilihan Teknik Peramalan

Faktor utama yang mempengaruhi pemilihan teknik-teknik peramalan adalah identifikasi dan pemahaman akan pola data historis. Jika pola trend, siklus atau musiman yang tampak, maka teknik-teknik yang mampu digunakan secara efektif bisa dipilih, teknik-teknik tersebut, yaitu (Hanke, 2003) :

1. Teknik Peramalan untuk Data Stasioner

Data Stasioner adalah data yang nilai meannya tidak berubah sepanjang waktu. Teknik yang cocok digunakan pada peramalan data stasioner terdiri dari metode Naive, metode rata-rata sederhana, metode rata-rata bergerak sederhana, pemulusan eksponensial ganda Holt, dan model ARIMA.

2. Teknik Peramalan untuk Data Trend

Data trend didefinisikan sebagai suatu series yang mengandung komponen jangka panjang yang menunjukkan pertumbuhan atau penurunan dalam data tersebut sepanjang suatu periode waktu. Teknik peramalan yang digunakan untuk data trend adalah metode rata-rata bergerak sederhana, pemulusan eksponensial ganda Holt, regresi linier sederhana, kurva pertumbuhan, pemulusan eksponensial ganda Brown, dan ARIMA.

3. Teknik Peramalan untuk Data Musiman

Data musiman didefinisikan sebagai suatu data time series yang mempunyai pola perubahan yang berulang secara tahunan. Teknik peramalan yang dapat digunakan adalah metode dekomposisi, Sensus X-12, regresi berganda deret waktu, pemulusan eksponensial Winters dan metode Box-Jenkins.


(49)

34

Pengaruh siklus didefinisikan sebagai fluktuasi seperti gelombang di sekitar garis trend. Pola siklus cenderung berulang setiap dua, tiga tahun atau lebih. Pola siklus sulit dibuat modelnya karena polanya tidak stabil. Teknik-teknik peramalan yang dapat dipertimbangkan adalah metode dekomposisi, indikator ekonomi, model ekonometrik, regresi berganda, dan metode Box-Jenkins.

Pemilihan teknik peramalan juga didasarkan pada faktor- faktor tertentu. Bowerman dan O’Connell (1993) menyebutkan bahwa ada tujuh faktor utama yang harus diperhatikan dalam memilih metode peramalan, yaitu :

1. Bentuk hasil ramalan yang diinginkan, apakah berbentuk ramalan interval atau titik. Karena nantinya hasil ramalan dapat mempengaruhi metode peramalan yang nantinya digunakan.

2. Horizon waktu, metode peramalan berhubungan denga n dua aspek horison waktu, yaitu : cakupan waktu di masa yang akan datang dan jumlah periode ramalan yang diinginkan. Beberapa teknik dan metode hanya dapat sesuai untuk peramalan satu atau dua periode dimuka, sedangkan teknik dan metode lain dapat dipergunakan untuk peramalan beberapa periode di masa depan. 3. Pola data, dasar utama dari metode peramalan adalah mengasumsikan jenis

pola yang terdapat di dalam data yang diramal akan berkelanjutan. Akan tetapi kemampuan metode peramalan untuk mengidentifikasi pola data berbeda, sehingga perlu adanya usaha penyesuaian antara pola data yang telah diperkirakan dengan metode peramalan yang akan digunakan.

4. Biaya, umumnya ada empat unsur biaya yang tercakup dalam penggunaan suatu prosedur ramalan, yaitu : biaya-biaya pengembangan, penyimpanan


(50)

data, operasi pelaksanaan dan kesempatan dalam penggunaan teknik-teknik lainnya.

5. Ketepatan, menunjukkan kemampuan metode untuk meramal suatu variabel yang dilihat dari besarnya selisih antara hasil ramalan dengan kenyataan. Ketepatan tersebut dapat diukur dengan memperhatikan nilai MSE. Semakin kecil nilai MSE maka metode tersebut makin baik.

6. Kemudahan memperoleh data, terutama ketika menggunakan metode kuantitatif.

7. Memahami dalam mengoperasikan masing- masing- masing tehnik peramalan agar nantinya hasil ramalan yang didapat akurat.

3.3 Analisis Regresi Berganda

Analisis regresi berganda adalah suatu alat yang digunakan untuk melihat pengaruh berbagai macam variabel (independent variabel) terhadap suatu variabel (dependent variabel) (Ramanathan,1998). Pengaruh dari setiap variabel bebas dalam mempengaruhi variabel tak bebas berbeda-beda, dapat dilihat dari nilai p value atau t hitung masing- masing variabel. Baik tidaknya suatu model regresi berganda dapat dilihat dari nilai R Sq, Semakin besar nilai dari R Sq model (mendekati 100 %), maka semakin baik model tersebut, karena semakin besar variabel model yang dapat dijelaskan oleh variabel bebasnya.

3.4 Analisis Korelasi Sederhana

Korelasi merupakan istilah yang digunakan untuk mengukur kekuatan antar variabel. Analisis korelasi adalah cara untuk mengetahui ada atau tidak


(51)

36

adanya hubungan antar variabel misalnya hubungan dua variabel (Hasan, 2003). Apabila terdapat hubungan antar variabel maka perubahan – perubahan yang terjadi pada salah satu variabel akan mengakibatkan terjadinya perubahan pada variabel lainnya.

Korelasi yang terjadi antara dua variabel dapat berupa korelasi positif, negatif, tidak ada korelasi, atau korelasi sempurna (Hasan, 2003).

1) Korelasi positif, nilai koefisien korelasinya antara 0 < x < 1, perubahan yang terjadi pada salah satu variabel mengakibatkan variabel lainnya berubah dengan arah yang sama. Misalkan jika variabel x meningkat maka variabel y juga ikut meningkat.

2) Korelasi negatif, nilai koefisien korelasinya antara -1 < x < 0, perubahan yang terjadi pada salah satu variabel mengakibatkan variabel lainnya berubah dengan arah yang berlawanan.

3) Tidak ada korelasi, terjadi jika nilai koefisien korelasinya 0. 4) Korelasi sempurna, terjadi jika nilai koefisien korelasinya 1.

Koefisien korelasi merupakan indeks atau bilangan yang digunakan untuk mengukur keeratan (kuat, lemah, atau tidak ada) hubungan antar variabel. Untuk menentukan keeratan hubungan atau korelasi antar variabel tersebut berikut diberikan nilai- nilai dari koefisien korelasi (KK) sebagai patokan (Hasan, 2003) :

1. KK = 0 , tak ada korelasi

2. 0 < KK = 0,2 , korelasi sangat rendah / lemah sekali 3. 0,2 < KK = 0,4 , korelasi rendah / lemah tapi pasti 4. 0,4 < KK = 0,65 , korelasi cukup berarti


(52)

6. 0,9 < KK = 1 , korelasi sangat tinggi, kuat sekali 7. KK = 1 , korelasi sempurna

Jenis – jenis dari koefisien korelasi antara lain adalah (Hasan, 2003) :

1. Pearson : digunakan untuk mengukur keeratan hubungan antara 2 variabel yang datanya berbentuk data interval / rasio.

2. Rank Spearman : digunakan untuk mengukur keeratan hubungan antara 2 variabel yang datanya berbentuk data ordinal (data ranking).

3. Rank Kendall : pengembangan dari koefisien korelasi Spearman 4. Koefisien Korelasi Bersyarat : digunakan untuk data kualitatif

3.5 Kerangka Pemikiran Operasional

Pasar Induk Kramat Jati (PIKJ) merupakan salah satu pasar terbesar di DKI Jakarta yang memasok komoditas sayuran dan buah-buahan bagi DKI Jakarta maupun daerah-daerah lain di Indonesia. Jumlah pasokan rata-rata per hari terdiri dari sayur-sayuran 1.200 ton, buah-buahan 1.500 ton dan umbi sebanyak 120 ton. Pasar ini memiliki wilayah distribusi mencakup sebagian besar wilayah DKI Jakarta (70%), Botabek (25%) dan daerah lain (5%). Sesuai dengan perannya, PIKJ selama ini menjadi parameter harga. Naik dan turunnya harga di PIKJ memiliki pengaruh yang besar pada pembentukan harga di pasar lainnya (Susanti, 2006).

Sayuran yang diperdagangkan berasal dari daerah-daerah di pulau Jawa dan sebagian dari pulau Sumatera dan Nusa Tenggara. Khusus untuk komoditas bawang merah umumnya dipasok dari Brebes dan Kuningan. Komoditas bawang merah merupakan komoditas yang mengalami fluktuasi harga yang besar di PIKJ.


(53)

38

Dengan semakin besarnya fluktuasi harganya, maka sangat diperlukan suatu peramalan terhadap harga bawang merah. Hal ini dilakukan untuk mengurangi resiko kerugian akibat fluktuasi harga jual bawang merah yang besar. Fluktuasi harga bawang merah yang besar tersebut, dapat merugikan berbagai pihak yang berkepentingan seperti petani dan konsumen. Petani selaku produsen membutuhkan kepastian harga jual sebelum mereka memutuskan untuk menanam bawang atau tidak. Hal ini dilakukan untuk mengurangi resiko kerugian akibat jatuhnya harga jual. Hal yang sama juga dialami oleh konsumen, khususnya konsumen industri. Mereka memerlukan kepastian harga untuk mengendalikan biaya bahan baku mereka dalam proses produksi.

Untuk melakukan peramalan dilakukan identifikasi terhadap pola data harga bawang merah di PIKJ melalui plot data harga dan autokorelasinya. Deret data dari harga bawang merah akan dibuat dalam bentuk tabel, diplot pada kurva dengan menggunakan program Excel. Dari hasil plo t data tersebut, maka data harga bawang merah dapat diketahui pola datanya untuk sementara, apakah data tersebut memiliki unsur trend, siklus atau musiman. Hasil tersebut digunakan untuk menduga sementara metode apa yang akan digunakan dalam penelitian. Terdapat beberapa metode peramalan yang dapat digunakan untuk memperkirakan pasokan bawang merah dimasa depan. Beberapa metode yang dapat digunakan antara lain metode naif (Naive), metode rata-rata sederhana (Simple Average), metode rata-rata bergerak sederhana (Simple Moving Average), metode pemulusan eksponensial tunggal (Single Exponential Smoothing), metode pemulusan eksponensial ganda Holt (Double Exponential Smoothing-Holt), metode pemulusan ekponensial ganda Brown (Double Exponential


(54)

Smoothing-Brown), metode Winter, metode dekomposisi, dan metode Box-Jenkins (ARIMA). Dari beberapa metode tersebut akan dipilih satu metode yang terbaik dan sesuai berdasarkan beberapa hal antara lain akurasi kesalahan peramalan, yaitu dilihat dari nilai MSE. Semakin kecil nilai MSE maka semakin baik metodenya karena hasil peramalan semakin mendekati nilai aktualnya.

Analisis terhadap faktor- faktor yang mempengaruhi fluktuasi harga bawang merah sangat diperlukan untuk mengetahui faktor apa saja yang berpengaruh nyata terhadap fluktuasi harga bawang merah. Dengan diketahuinya faktor - faktor yang mempengaruhi fluktuasi harga bawang merah, diharapkan Pemerintah selaku pembuat kebijakan dan petani sebagai produsen dapat mengendalikan faktor - faktor tersebut, sehingga fluktuasi harga dapat diperkecil. Pada akhirnya konsumen dan petani akan diuntungkan akibat kecilnya fluktuasi harga bawang merah. Alur kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 5.


(55)

40

Gambar 5. Kerangka Operasional Produksi Bawang

Merah: - Cuaca

- Input Produksi: Pupuk - Hama Penyakit

Konsumsi Bawang Merah:

-Konsumsi Rumah Tangga

- Bibit

- Industri Olahan

Analisis faktor- faktor yang mempengaruhi fluktuasi harga bawang merah di PIKJ:

- Pasokan bawang merah PIKJ - Harga impor bawang merah - Pasokan impor bawang merah - Harga pupuk

Model Regresi Berganda

Upaya untuk mengendalikan fluktuasi harga bawang merah Analisis pola harga

berdasarkan data masa lalu :

- plot data

- plot Autokorelasi

Metode peramalan Time Series

Pemilihan metode peramalan time series terakurat berdasarkan MSE

Fluktuasi Harga Bawang Merah di


(56)

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Pasar Induk Kramat Jati yang berlokasi di Jalan Raya Bogor Km. 17, Jakarta Timur. Lokasi penelitian dipilih secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Pasar Induk Kramat Jati merupakan pusat perdagangan sayuran terbesar di DKI Jakarta serta menjadi barometer harga dalam pembentukan harga di pasar-pasar lainnya. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari-Februari 2007.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian terdiri dari data primer dan data sekunder, baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer dikumpulkan dengan menggunakan teknik wawancara kepada beberapa pedagang grosir bawang merah dan karyawan di Kantor Pasar Induk Kramat Jati, DKI Jakarta. Data primer bermanfaat untuk memberikan informasi tambahan dalam menginterpretasikan hasil model kuantitatif.

Data sekunder meliputi data perkembangan pasokan (dalam satuan ton), harga rata-rata (dalam satuan Rp/kg) bawang merah, kedua data berasal dari kantor PIKJ. Data perkembangan pasokan dan harga rata-rata bawang merah yang digunakan adalah data mingguan yang diambil dari minggu pertama bulan Januari 2003 hingga minggu ketiga bulan Februari 2007. Jumlah data historis yang digunakan dalam penelitian ini adalah 214 data. Data tersebut akan dijadikan


(57)

42

input untuk meramalkan perkembangan harga bawang merah pada masa yang akan datang.

Data sekunder lainnya yaitu data perkembangan pasokan impor bawang merah nasional, harga impor bawang merah, dan harga pupuk Urea. Data - data tersebut adalah data bulanan yang diambil mulai dari bulan Januari 2003 hingga September 2006. Jumlah data historis yang digunakan adalah 45 data. Data tersebut akan digunakan dalam model regresi berganda dengan variabel tak bebasnya adalah harga bawang merah PIKJ dengan mengkonversinya terlebih dahulu menjadi data bulanan, sedangkan variabel bebasnya adalah pasokan bawang PIKJ, pasokan impor bawang merah nasional, harga impor bawang merah, dan harga pupuk Urea. Tidak dimasukkan faktor- faktor lainnya, karena keterbatasan data penelitian.

Data perkembangan pasokan impor bawang merah dan harga impor bawang merah diperoleh dari Badan Pusat Statistik dan Departemen Pertanian. Data harga pupuk Urea diperoleh dari Departemen Sarana Produksi Pangan. Data-data lainnya diperoleh melalui studi literatur berupa skripsi, internet dan buku-buku yang berkaitan dengan materi penelitian.

4.3 Pengolahan dan Analisis Data

Data harga bawang merah PIKJ mingguan yang digunakan untuk peramalan, akan diolah dengan menggunakan program Microsoft Excel, Minitab

dan QSB (Quantitative System for Business). Data harga bawang merah PIKJ bulanan, pasokan bawang PIKJ bulanan, pasokan impor bawang merah nasional,


(1)

5 15 25 35 45 -1.0 -0.8 -0.6 -0.4 -0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0

A

u

to

c

o

rr

e

la

tio

n

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 0.20 -0.05 -0.06 -0.08 -0.05 -0.04 -0.06 -0.02 0.02 0.01 0.03 0.04 0.08 0.04 -0.05 0.06 0.07 -0.02 -0.19 -0.39 -0.07 0.10 -0.01 -0.06 0.04 -0.04 0.04 0.00 0.02 -0.05 -0.03 -0.02 -0.11 -0.04 0.11 -0.03 -0.14 0.00 0.04 -0.10 -0.00 -0.07 0.08 0.07 0.06 0.11 0.07 -0.05 2.76 -0.62 -0.84 -1.01 -0.62 -0.55 -0.84 -0.21 0.25 0.12 0.42 0.57 1.05 0.50 -0.70 0.79 0.85 -0.32 -2.50 -4.83 -0.74 1.12 -0.09 -0.61 0.42 -0.40 0.42 0.01 0.21 -0.50 -0.29 -0.18 -1.17 -0.42 1.21 -0.32 -1.55 0.01 0.40 -1.11 -0.00 -0.76 0.81 0.69 0.67 1.14 0.72 -0.53 7.72 8.14 8.92 10.08 10.51 10.87 11.69 11.74 11.82 11.84 12.05 12.45 13.79 14.11 14.73 15.51 16.42 16.56 24.74 57.41 58.38 60.61 60.62 61.30 61.62 61.91 62.24 62.24 62.32 62.79 62.96 63.02 65.67 66.02 68.94 69.15 74.06 74.06 74.40 77.03 77.03 78.30 79.77 80.86 81.88 84.90 86.13 86.80

Lag Corr T LBQ Lag Corr T LBQ Lag Corr T LBQ Lag Corr T LBQ

Autocorrelation Function for Diff1 Diff20

45 35 25 15 5 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0

P

a

rt

ia

l A

u

to

c

o

rr

e

la

tio

n

T PAC Lag T PAC Lag T PAC Lag T PAC Lag -1.12 0.93 1.11 1.10 -1.27 -0.03 -0.90 0.64 -4.14 -1.37 -0.38 -1.73 -0.21 1.49 -0.30 -1.21 0.49 0.30 -1.17 0.57 -0.39 0.31 -1.31 0.27 -1.55 -1.33 0.76 0.73 -4.61 -2.49 -0.43 0.62 1.49 -0.71 0.19 0.98 0.40 0.33 -0.13 0.10 -0.05 -0.85 -0.56 -0.36 -0.86 -0.51 -1.24 2.76 -0.08 0.07 0.08 0.08 -0.09 -0.00 -0.06 0.05 -0.30 -0.10 -0.03 -0.12 -0.01 0.11 -0.02 -0.09 0.04 0.02 -0.08 0.04 -0.03 0.02 -0.09 0.02 -0.11 -0.10 0.05 0.05 -0.33 -0.18 -0.03 0.04 0.11 -0.05 0.01 0.07 0.03 0.02 -0.01 0.01 -0.00 -0.06 -0.04 -0.03 -0.06 -0.04 -0.09 0.20 48 47 46 45 44 43 42 41 40 39 38 37 36 35 34 33 32 31 30 29 28 27 26 25 24 23 22 21 20 19 18 17 16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1


(2)

ARIMA Model: Harga

ARIMA model for Harga

Estimates at each iteration

Iteration SSE Parameters

0 120084898 0.100 0.100 3.805 1 104663775 0.030 0.250 -0.916 2 93829530 -0.022 0.400 -2.537 3 85933970 -0.060 0.550 -2.140 4 79995206 -0.086 0.700 -0.685 5 75549429 -0.100 0.850 0.869 6 75344512 -0.106 0.870 -1.118 7 75340344 -0.106 0.871 -2.455 8 75340239 -0.105 0.872 -2.589 9 75340239 -0.105 0.872 -2.591

Relative change in each estimate less than 0.0010

Final Estimates of Parameters

Type Coef SE Coef T P MA 1 -0.1054 0.0723 -1.46 0.147 SMA 20 0.8717 0.0626 13.94 0.000 Constant -2.59 10.86 -0.24 0.812

Differencing: 1 regular, 1 seasonal of order 20

Number of observations: Original series 214, after differencing 193 Residuals: SS = 68046976 (backforecasts excluded)

MS = 358142 DF = 190

Modified Box-Pierce (Ljung-Box) Chi-Square statistic Lag 12 24 36 48 Chi-Square 6.0 15.3 24.5 39.7 DF 9 21 33 45 P-Value 0.742 0.809 0.858 0.696

Forecasts from period 214

95 Percent Limits

Period Forecast Lower Upper Actual 215 4482.39 3309.19 5655.59

216 4385.36 2636.60 6134.12 217 4596.28 2419.15 6773.42 218 4835.37 2301.26 7369.48 219 5064.88 2218.22 7911.55


(3)

ARIMA Model: Harga

ARIMA model for Harga

Estimates at each iteration

Iteration SSE Parameters

0 137312410 0.100 0.100 0.100 0.100 0.100 2.356 1 123990560 -0.032 0.083 0.044 -0.050 0.156 4.031 2 120199959 -0.087 0.081 0.158 -0.107 0.306 3.541 3 115125339 -0.156 0.078 0.256 -0.179 0.456 2.941 4 108173311 -0.239 0.073 0.330 -0.266 0.606 2.256 5 98351376 -0.328 0.065 0.357 -0.360 0.756 1.620 6 84885210 -0.378 0.050 0.285 -0.422 0.906 1.420 7 78551682 -0.374 0.036 0.135 -0.432 0.919 0.958 8 74677822 -0.296 0.011 -0.015 -0.375 0.945 0.605 9 74050562 -0.152 -0.014 -0.089 -0.250 0.949 0.581 10 73976762 -0.002 -0.035 -0.100 -0.105 0.951 0.501 11 73914858 0.148 -0.055 -0.105 0.043 0.952 0.376 12 73835191 0.298 -0.075 -0.109 0.193 0.952 0.226 13 73717965 0.448 -0.095 -0.111 0.343 0.952 0.071 14 73531159 0.596 -0.114 -0.114 0.493 0.951 -0.076 15 73251280 0.744 -0.135 -0.117 0.643 0.950 -0.202 16 73055418 0.889 -0.162 -0.118 0.793 0.949 -0.319 17 73019442 0.852 -0.167 -0.120 0.756 0.949 -0.358 18 73019268 0.852 -0.167 -0.119 0.755 0.949 -0.385 19 73019268 0.852 -0.167 -0.119 0.755 0.949 -0.387 20 73019267 0.852 -0.167 -0.119 0.755 0.949 -0.388 21 73019267 0.852 -0.167 -0.119 0.755 0.949 -0.388

Relative change in each estimate less than 0.0010

Final Estimates of Parameters

Type Coef SE Coef T P AR 1 0.8515 0.2180 3.91 0.000 AR 2 -0.1671 0.0724 -2.31 0.022 SAR 10 -0.1193 0.0835 -1.43 0.154 MA 1 0.7553 0.2175 3.47 0.001 SMA 10 0.9491 0.0413 22.99 0.000 Constant -0.3880 0.9223 -0.42 0.674

Differencing: 1 regular, 1 seasonal of order 10

Number of observations: Original series 214, after differencing 203 Residuals: SS = 69765537 (backforecasts excluded)

MS = 354140 DF = 197

Modified Box-Pierce (Ljung-Box) Chi-Square statistic Lag 12 24 36 48 Chi-Square 5.3 13.4 24.2 35.1 DF 6 18 30 42 P-Value 0.501 0.765 0.765 0.767

Forecasts from period 214

95 Percent Limits

Period Forecast Lower Upper Actual 215 4530.29 3363.67 5696.91

216 4445.71 2714.70 6176.73 217 4478.06 2383.45 6572.67 218 4552.58 2197.77 6907.39 219 4751.63 2191.51 7311.74


(4)

50 45 40 35 30 25 20 15 10 5

1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0

Lag

A

u

to

c

o

rr

e

la

ti

o

n

ACF of Residuals for Harga

(with 95% confidence limits for the autocorrelations)

50 45 40 35 30 25 20 15 10 5

1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0

Lag

P

a

rt

ia

l

A

u

to

c

o

rr

e

la

ti

on

PACF of Residuals for Harga


(5)

Regression Analysis: Harga PIKJ versus Pasokan PIKJ, Pasokan impor, ...

The regression equation is

Harga PIKJ = - 9935 - 0.350 Pasokan PIKJ +0.000092 Pasokan impor + 2.21 Harga impor bawang + 9.11 h pupuk

Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant -9935 2403 -4.13 0.000

Pasokan -0.3498 0.2095 -1.67 0.103 1.1 Pasokan 0.00009207 0.00001636 5.63 0.000 1.0 Harga im 2.2055 0.4038 5.46 0.000 1.4 h pupuk 9.114 2.657 3.43 0.001 1.5

S = 879.2 R-Sq = 76.1% R-Sq(adj) = 73.7%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 4 98573532 24643383 31.88 0.000 Residual Error 40 30916726 772918

Total 44 129490258

Source DF Seq SS Pasokan 1 1415673 Pasokan 1 33119641 Harga im 1 54946948 h pupuk 1 9091270

Unusual Observations

Obs Pasokan Harga PI Fit SE Fit Residual St Resid 42 4364 8500 6711 363 1789 2.23R 44 3768 5097 7216 303 -2119 -2.57R 45 3565 3698 4105 603 -407 -0.64 X

R denotes an observation with a large standardized residual X denotes an observation whose X value gives it large influence.

Durbin-Watson statistic = 1.29

Correlations: Harga PIKJ, Pasokan impor

Pearson correlation of Harga PIKJ and Pasokan impor = 0.516 P-Value = 0.000

Correlations: Harga PIKJ, Harga impor bawang

Pearson correlation of Harga PIKJ and Harga impor bawang = 0.693 P-Value = 0.000

Correlations: Harga PIKJ, h pupuk

Pearson correlation of Harga PIKJ and h pupuk = 0.621 P-Value = 0.000


(6)

Produksi Bulanan Bawang Merah Propinsi Jawa Tengah Periode Tahun 2000 -

2003 (Kuintal)

Bulan 2000 2001 2002 2003

Januari 328.266 257.917 189.274 409.134 Februari 97.195 103.667 100.087 137.311

Maret 52.730 86.378 49.064 66.032

April 88.621 187.833 90.929 152.412

Mei 110.295 221.882 126.099 108.912

Juni 559.335 280.484 399.043 338.016

Juli 216.299 178.414 367.888 217.461

Agustus 203.003 279.320 201.068 217.461 September 162.417 282.396 350.893 283.599

Oktober 68.741 42.761 43.486 41.497

Nopember 111.096 88.425 72.602 99.227 Desember 380.497 40.733 165.575 239.458 Total 2.387.495 1.950.210 2.156.008 2.310.520

Sumber : Dirjen Hortikultura (2004)

Produksi Bulanan Bawang Merah Propinsi Jawa Timur Periode Tahun 2000 -

2003 (Kuintal)

Bulan 2000 2001 2002 2003

Januari 164.485 122.608 140.961 101.111 Februari 97.632 371.754 85.970 94.735

Maret 81.007 916.670 320.207 55.866

April 102.456 174.154 286.513 186.462

Mei 100.698 186.570 99.827 213.687

Juni 204.158 215.641 174.831 147.761

Juli 268.203 339.604 316.584 289.997

Agustus 501.707 318.020 352.882 351.551 September 181.194 334.277 116.937 249.912 Oktober 278.435 236.531 130.772 109.295 Nopember 136.505 80.840 140.271 266.814 Desember 103.032 149.748 65.716 70.988 Total 2.219.582 3.446.417 2.231.471 2.138.179