KERUSAKAN BIJI DAN MINYAK

C. KERUSAKAN BIJI DAN MINYAK

Kerusakan biji-bijian, tepung, dan biji-bijian berminyak disebabkan oleh enzim lipase dari tanaman yang menghidrolisa lemak. Lemak biji-bijian dapat dipecah oleh lipase menjadi asam lemak bebas dan gliserol, terutama jika temperatur dan kadar air bahan tinggi. Asam lemak bebas merupakan indeks kerusakan biji-bijian yang mengandung minyak atau lemak selama penyimpanan Ketaren, 1986. Minyak nabati tahan terhadap kerusakan yang disebabkan oleh cahaya, panas, air, oksigen dari udara, enzim dan sebagainya. Akan tetapi, selama penyimpanan akan terjadi perubahan karakteristik sebagai hasil dari proses hidrolisa dan oksidasi Hoffman, 1962. Sifat-sifat dan daya tahan minyak terhadap kerusakan sangat tergantung pada komponen penyusunnya, terutama kandungan asam lemaknya. Minyak yang mengandung asam lemak tidak jenuh cenderung untuk teroksidasi sedangkan yang mengandung lebih banyak asam lemak jenuh lebih mudah terhidrolisa Mahatta, 1975. Menurut Ketaren 1986, asam lemak pada umumnya bersifat semakin reaktif terhadap oksigen dengan bertambahnya jumlah ikatan rangkap pada rantai molekul. Contohnya ialah asam linoleat akan lebih mudah teroksidasi daripada asam oleat pada kondisi yang sama. Proses oksidasi tidak dipengaruhi oleh besar kecilnya jumlah lemak dalam bahan sehingga bahan yang mengandung lemak dalam jumlah kecil pun mudah mengalami oksidasi. Kerusakan oksidasi disebabkan karena terjadinya penambahan molekul oksigen pada ikatan rangkap asam lemak tidak jenuh, membentuk peroksida dan hidroperoksida yang labil. Peroksida dan hidroperoksida ini akan berisomer dengan air yang kemudian memecah lemak menjadi asam lemak dan gliserol, disertai terbentuknya gugus aldehid, keton dan hidrokarbon lain. Proses oksidasi dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti udara, suhu, enzim, katalisator, dan adanya logam Mahatta, 1975. Selain faktor-faktor di atas, komposisi dan struktur asam lemak dalam lemak juga berpengaruh pada proses oksidasi. Minyak dan lemak yang banyak mengandung asam lemak tidak jenuh akan mudah teroksidasi. Jika dua atau lebih ikatan rangkap terdapat di dalam asam lemak, maka ikatan-ikatan rangkap ini akan saling mengaktifkan dalam proses oksidasi Hoffman, 1962. Reaksi oksidasi terdiri dari tiga tahap yaitu inisiasi, propagasi, dan terminasi. Inisiasi merupakan reaksi pembentukan radikal bebas, propagasi merupakan reaksi perubahan radikal bebas menjadi radikal yang lain. Terminasi merupakan reaksi yang melibatkan kombinasi dua radikal untuk membentuk produk yang lebih stabil Gordon, 1990. Menurut Min dan Smouse 1985, mekanisme oksidasi yang umum dari minyak atau lemak adalah sebagai berikut : Inisiasi RH + O 2 R + OOH 1a RH R + H 1b Propagasi R + O 2 ROO 2a ROO + RH ROOH + R 2b Terminasi R + R 3a R + ROO hasil akhir yang stabil 3b ROO + ROO non radical 3c Pembentukan radikal bebas R dalam inisiasi terjadi karena adanya katalis yang dapat berupa logam, panas, atau cahaya. Reaksi antara R dan oksigen 2a pada tahap propagasi akan menghasilkan radikal peroksida ROO yang akan bereaksi dengan asam lemak tidak jenuh menjadi hidroperoksida ROOH. Hidroperoksida ini akan menghasilkan senyawa aldehid, keton, dan asam-asam lemak bebas Min dan Smouse, 1985. Pada umumnya asam lemak jenuh dari minyak mempunyai rantai lurus monokarboksilat dengan jumlah atom karbon yang genap. Dalam reaksi hidrolisa, minyak akan diubah menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisa yang dapat mengakibatkan kerusakan minyak atau lemak terjadi karena terdapatnya sejumlah air dalam minyak tersebut. Semakin lama reaksi ini berlangsung maka semakin banyak kadar asam lemak bebas yang terbentuk. Reaksi ini akan dipercepat dengan adanya faktor-faktor panas, air, keasaman, dan enzim Ketaren, 1986. Enzim lipase mampu menghidrolisa trigliserida sehingga menghasilkan asam lemak bebas dan gliserol, namun enzim tersebut in aktif oleh panas. Bilangan asam dari minyak nabati yang disimpan dalam jangka waktu panjang dan terhindar dari proses oksidasi, akan bernilai tinggi. Hal ini terjadi karena adanya kombinasi kerja enzim lipase dalam jaringan dan enzim yang dihasilkan oleh kontaminasi mikroba. Bakteri yang dapat menghidrolisa lemak diantaranya adalah spesies dari Staphylococcus, Bacillus, Pseudomonas, dan Achromobacter. Jamur yang dapat menghidrolisa lemak adalah Aspergillus, Penicillium, Mucor, Rhizopus, Monilia, Oidium, Cladosporium, dan beberapa spesies ragi. Hidrolisa lemak oleh mikroba ini dapat berlangsung dalam suasana aerobik atau anaerobik Bailey, 1950. Kerusakan hidrolisis disebabkan oleh air dalam minyak maupun udara bebas. Dengan adanya air, lemak dapat terhidrolisis menjadi gliserol dan asam lemak. Reaksi itu dipercepat oleh basa, asam, dan enzim-enzim. Proses hidrolisis mudah terjadi pada minyak yang berasal dari bahan dengan kadar air tinggi. Oleh karena itu makin rendah kadar air, makin baik kualitas minyak atau biji-bijian yang mengandung minyak Rizkika, 2006. Menurut Ketaren 1986, reaksi hidrolisis yang terjadi pada trigliserida adalah sebagai berikut : C 3 H 5 OOCR 3 + 3H 2 O C 3 H 5 OH 3 + 3HOOCR Trigliserida air gliserol asam lemak Reaksi hidrolisis terjadi secara bertahap, yaitu dari trigliserida terurai menjadi digliserida dan asam lemak. Digliserida terurai lagi menjadi monogliserida dan asam lemak, dan akhirnya monogliserida terurai menjadi gliserol dan asam lemak. Reaksi hidrolisa juga terjadi secara reversible. Apabila hasil reaksi ini tidak dipisahkan, maka akan terjadi keseimbangan antara reaksi tersebut Bailey, 1950. Tingkat kerusakan hidrolisis di dalam minyak dapat ditentukan dengan mengukur asam lemak bebas ALB yang terdapat di dalam minyak yang ditentukan sebagai bilangan asam. Prinsipnya adalah dengan mereaksikan asam lemak bebas dengan alkali. Bilangan asam didefinisikan sebagai banyaknya mg KOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat di dalam 1 gram minyak. Setiap satu satuan bilangan asam menunjukkan 0.503 persen asam lemak bebas yang terkandung di dalam minyak tersebut Jacobs, 1958. Proses pembuatan biodiesel dari minyak dengan kadar ALB kurang dari 2 dapat dilakukan secara transesterifikasi. Akan tetapi jika kadar ALB lebih besar dari 2 maka proses pembuatan biodiesel lebih baik dilakukan dalam 2 tahap yaitu reaksi esterifikasi dan transesterifikasi. Diagram alir proses pembuatan biodiesel secara satu tahap dapat dilihat pada Gambar 5, sedangkan diagram alir proses pembuatan biodiesel secara dua tahap dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar 5. Diagram alir produksi biodiesel satu tahap Hambali et al., 2006 Minyak jarak dengan kadar ALB 2 Pemanasan Transesterifikasi KOH Metanol Pencampuran Separasi Gliserol Biodiesel kasar Purifikasi Biodiesel Gambar 6. Diagram alir produksi biodiesel dua tahap Hambali et al., 2006

D. PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN