bertujuan untuk mencegah penetrasi minyak dan lemak ke luar melalui dinding pengemas Hambali et al., 1990.
E. KADAR AIR DAN KELEMBABAN
Bahan hasil pertanian mudah mengalami perubahan bentuk dan mutu akibat pengaruh oksigen, kelembaban, mikroorganisme, serta cahaya.
Kelembaban lingkungan yang tinggi akan mengakibatkan kadar air bahan meningkat sehingga produk menjadi media yang baik bagi pertumbuhan jamur
atau aktivitas enzimatis. Pertumbuhan jamur dan aktivitas enzimatis akan menguraikan kandungan produk. Penguraian yang tidak terkontrol akan
mengakibatkan kebusukan pada produk. Oleh karena itu dalam penyimpanan produk pertanian, perlu memperhatikan hal-hal seperti suhu, kelembaban, kadar
air bahan, dan wadah penyimpanan Soesarsono, 1988. Peranan air dalam bahan pangan biasanya dinyatakan sebagai kadar air
dan aktivitas air. Sedangkan peranan air di udara dinyatakan dalam kelembaban relatif Relative HumidityRH Syarief dan Halid, 1993.
Hasil-hasil pertanian baik sebelum dan sesudah diolah secara alami bersifat higroskopis, artinya dapat menyerap air di udara atau sebaliknya
melepaskan sebagian air yang dikandungnya ke udara. Suatu bahan yang disimpan akan menyerap air apabila berada di lingkungan yang mempunyai RH tinggi dan
melepaskan air apabila RH rendah Henderson dan Perry, 1976. Selain itu menurut Kuswanto 2003, bahan hasil pertanian selalu berusaha mencapai
kondisi equilibrium dengan lingkungannya. Apabila ruangan tempat penyimpanan mempunyai kadar air yang lebih tinggi daripada kadar air bahan hasil pertanian
yang disimpan, maka bahan akan menyerap air dari udara sehingga kadar air bahan juga meningkat. Kartasapoetra 1994 menambahkan, kadar air yang tinggi
pada produk pertanian dapat mempercepat terjadinya kerusakan selama penyimpanan. Perluasan kerusakan akan cepat berlangsung sehubungan dengan
aktivitas mikroba yang meningkat karena produk dengan kadar air tinggi merupakan kondisi yang baik bagi pertumbuhan dan perkembangan mikroba.
Kelembaban mutlak H adalah besaran yang digunakan untuk menentukan jumlah uap air di udara. Untuk menentukan keseimbangan nisbi dan
kelembaban mutlak dapat digunakan kurva psikometrik, dengan mengukur suhu udara basah dan suhu udara kering. Pengukuran suhu udara kering dilakukan
dengan meletakkan termometer di udara dan suhu udara basah diukur dengan menggunakan termometer yang ujungnya dibungkus dengan kapas basah.
Sedangkan alat pengukur kelembaban nisbi secara langsung dapat digunakan dengan ketelitian yang cukup tinggi antara lain sling psychrometer dan higrometer
Syarief dan Halid, 1993. Kondisi kelembaban udara RH dipertahankan dengan membuat berbagai
larutan garam jenuh dalam desikator tertutup dengan metode Weast dan Astle 1981, seperti dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Larutan garam jenuh untuk mempertahankan RH pada suhu 30
o
C
RH Garam
Jumlah garam g100 ml air
67 75
79 82
89 92
97 CuCl
2
NaCl NH4
2
SO
4
KBr BaCl
2
KNO
3
K
2
SO
4
80 37
37 90
40
100 20
Sumber : Weast dan Astle 1981
Larutan garam jenuh mempunyai keuntungan dalam mempertahankan suatu kelembaban yang konstan selama jumlah garam yang ada masih di atas
tingkat kejenuhannya. Walaupun demikian, kemurnian garam, luas permukaan cairan dan volume larutan garam jenuh penting sekali jika pengukuran yang tepat
dikehendaki Buckle et al., 1987. Larutan garam jenuh dibuat untuk mendapatkan kondisi lingkungan dengan kelembaban relatif RH tertentu. Larutan garam jenuh
dibuat dengan melarutkan garam dalam jumlah berlebih ke dalam air sedikit demi sedikit sampai air tidak mampu lagi melarutkan garam yang ditambahkan.
Kelebihan garam dimaksudkan untuk menjaga kejenuhan larutan sehingga kelembaban relatif lingkungan dapat dipertahankan meskipun terjadi proses
penyerapan uap air oleh bahan. Menurut Rockland 1960, berbagai jenis garam dan asam yang dapat
digunakan untuk mengontrol aw atau RH kesetimbangan tercantum pada Tabel 4.
Tabel 4. Garam dan asam untuk mengontrol RH pada berbagai suhu
Kelembaban relatif pada suhu Larutan garam jenuh
5
o
C 10
o
C 15
o
C 20
o
C 25
o
C 30
o
C 35
o
C 40
o
C Lithium chloride
16 14 13 12 11 11 11 11 Potassium acetate
25 24 24 23 23 23 23 23 Magnesium bromide
32 31 31 31 31 31 30 30 Magnesium chloride
33 33 33 33 33 32 32 31 Potassium carbonat
- 47 45 44 43 42 41 40 Magnesium nitrate
54 53 53 52 52 52 51 51 Sodium bromide
59 58 58 57 57 57 57 57 Cupric chloride
65 68 68 68 67 67 67 67 Lithium acetate
72 72 71 70 68 66 65 64 Strontium chloride
77 77 75 73 71 69 68 68 Sodium chloride
76 75 75 75 75 75 75 75 Ammonium sulfate
81 80 79 79 79 79 79 79 Cadmium chloride
83 83 83 82 82 82 79 75 Potassium bromide
- 86 85 84 83 82 81 80 Lithium sulfate
84 84 84 85 85 85 85 81 Potassium chloride
88 87 87 86 86 84 84 83 Potassium cromate
89 89 88 88 87 86 84 82 Sodium benzoate
88 88 88 88 88 88 86 83 Barium chloride
93 93 93 91 90 89 88 87 Potassium nitrate
96 95 95 94 93 92 91 89 Potassium sulfate
98 97 97 97 97 97 96 96 Disodium phosphate
98 98 98 98 97 96 93 91 Lead nitrate
99 99 99 98 97 96 96 95 Sumber : Rockland 1960
III. METODOLOGI