155
pendapatan sementara atau cadangan apabila ada gejolak atau external shock terhadap pendapatan atau pengeluaran suatu keluarga, sehingga suatu
rumahtangga tidak terlindung daripada jatuh miskin.
6.3. Lahan Kering
Variabel-variabel yang mempunyai pengaruh besar terhadap konsumsi rumahtangga pada agroekosistem lahan kering adalah variabel bahan bakar
memasak jenis minyak tanah, jenis lantai bukan tanah, luas lantai perkapita lebih besar dari 10 m2, persentase pengeluaran untuk makanan 25.1-50 persen,
persentase pengeluaran untuk makanan 25.1-50 persen, persentase pengeluaran untuk makanan: 50.1-75 persen. Secara lengkap hasil analisis
regresi penciri kemiskinan dimana garis kemiskinan GK dinaikkan 10 persen dan 20 persen disajikan pada Tabel 38. Semakin besar nilai Beta, semakin besar
pengaruh variabel tersebut tehadap pengeluaran konsumsi. Tabel 38
.
Pengaruh Beta Untuk Variabel Dengan Beta Lebih Dari 0.10
Variabel GK
GK110 GK120
Jenis Bahan Bakar Memasak : Minyak tanah 14.6
13.4 13.5
Jenis Lantai: Bukan Tanah 10.6
u Luas lantai perkapita: 10 m2 18.5
20.0 20.0
Persen pengeluaran untuk makanan: 25.1-50 22.9
24.9 24.9
Persen pengeluaran untuk makanan: 50.1-75 95.4
100.5 100.5
Sumber: Hasil Perhitungan
Keterangan: Nilai dalam ; Sel yang kosong berarti nilai 0,1
Data di atas menjelaskan ada dua variabel penciri yang paling besar pengaruhnya terhadap kemiskinan di agroekosistem lahan kering yaitu
persentase pengeluaran untuk makanan: 50.1 -75 persen, diikuti oleh persentase pengeluaran untuk makanan 25.1-50 persen. Data ini menyiratkan bahwa jika
156
ada kenaikan harga makanan, seperti kenaikan harga beras, maka akan memberi dampak yang besar terhadap kemiskinan di lahan kering. Variabel
lainnya yang berpengaruh adalah jenis bahan bakar memasak minyak tanah. Hal ini memberi makna bahwa kemiskinan di lahan kering sensitif terhadap
gejolak harga bahan bakar minyak dimana saat ada kenaikan harga maka jumlah rumahtangga miskin akan bertambah.
Pada kasus dimana GK dinaikkan 10 persen dan GK dinaikkan menjadi 20 persen persen maka yang menjadi penciri utama adalah
bahan bakar memasak jenis minyak tanah, jenis lantai bukan tanah, luas lantai per kapita lebih
besar dari 10 m
2
, persentase pengeluaran untuk makanan 25.1-50 persen, persentase pengeluaran untuk makanan 25.1-50, persentase pengeluaran
untuk makanan 50.1-75 persen. Jadi, ada 1 satu penciri utama yang hilang yaitu
jenis lantai bukan tanah .
Tetapi pada skenario ini juga pengeluaran untuk makanan tetap menjadi penciri utama. Berdasarkan hasil analisis regresi logistik
tersebut diketahui bahwa kemiskinan di agroekosistem lahan kering dicirikan oleh variabel tersebut di atas yang jika dikelompokkan lagi, maka penciri kemiskinan
sangat terkait dengan kondisi fisik rumahtangga, infrastruktur fisik dan sosial, dan kondisi ekonomi rumahtangga.
Variabel-variabel yang mempunyai pengaruh besar terhadap konsumsi rumahtangga pada lahan kering adalah variabel jenis bahan bakar memasak
jenis minyak tanah, jenis lantai bukan tanah, luas lantai perkapita lebih besar dari 10 m
2
, persentase pengeluaran untuk makanan 25.1-50 persen, persentase pengeluaran untuk makanan 25.1-50 persen, persentase pengeluaran untuk
makanan 50.1-75 persen. Variabel tersebut merupakan variabel penciri yang ada pada lahan kering. Jika variabel-variabel tersebut dikelompokkan lagi maka
157
kemiskinan berhubungan dengan kondisi fisik rumahtangga, infrastruktur fisik dan sosial, dan kondisi ekonomi rumahtangga.
Tabel 39. Variabel Penciri Kemiskinan di Lahan Kering
Variabel Penciri Kelompok
Jenis Bahan Bakar Memasak: Minyak tanah Infrastruktur fisik
Jenis Lantai: Bukan Tanah Kondisi fisik rumahtangga
Luas lantai per kapita: 10 m
2
Kondisi fisik rumahtangga Persen pengeluaran untuk makanan: 25.1 - 50
Kondisi ekonomi rumahtangga Persen pengeluaran untuk makanan: 50.1 - 75
Kondisi ekonomi rumahtangga Sumber: Hasil Perhitungan
Karakteristik di atas menjelaskan bahwa insiden kemiskinan pada lahan kering berasosiasi dengan terbatasnya infrastruktur fisik dan sosial yang
dijelaskan oleh variabel jenis bahan bakar memasak minyak tanah, penguasaan aset produktif yang dijelaskan oleh variabel jenis lantai bukan tanah, luas lantai
per kapita lebih besar dari 10 m
2
, serta kondisi ekonomi rumah tangga yang dijelaskan oleh persentase pengeluaran untuk makanan 25.1-50 persen,
persentase pengeluaran untuk makanan 25.1-50 persen, persentase pengeluaran untuk makanan 50.1 -75 persen,
Dengan keterbatasan infrastruktur fisik, maka aktivitas ekonomi rumahtangga akan terhambat seperti sulitnya memperoleh input usaha,
terbatasnya akses terhadap lembaga ekonomi, sulitnya memperoleh modal usaha, sulit juga untuk memasarkan hasil usaha sehingga pada gilirannya akan
sulit mengembangkan aktivitas usaha. Tanpa adanya pengembangan usaha maka sulit untuk memperoleh pendapatan. Kondisi ini diperparah dengan
keterbatasan infrastruktur sosial seperti terbatasnya sarana prasarana pendidikan, kesehatan dan lain-lain, sehingga biaya yang harus dikeluarkan
untuk memenuhi kebutuhan tersebut semakin mahal, akhirnya banyak rumah
158
tangga jatuh miskin. Kepemilikan aset produktif juga terbatas sehingga akan sulit untuk melakukan investasi, padahal investasi merupakan faktor yang akan
memicu peningkatan pendapatan. Selanjutnya, kondisi ekonomi rumahtangga juga terbatas karena terbatasnya kesempatan kerja sementara disisi lain
kebutuhan untuk pengeluaran makanan cukup tinggi karena harga –harga kebutuhan pokok semakin mahal, sehingga akan banyak rumahtangga yang
jatuh miskin. Hasil analisis kerentanan kemiskinan pada lahan kering dengan
menggunakan model regresi diketahui dari sebesar 12.7 rumahtangga miskin pada lahan kering terdiri dari rumahtangga yang miskin kronis sebesar 2.3 dan
miskin tidak kronis sebesar 10.4. Variabel-variabel yang mempunyai pengaruh besar terhadap konsumsi rumahtangga pada lahan kering adalah variabel jenis
bahan bakar memasak jenis minyak tanah, jenis lantai bukan tanah, luas lantai perkapita lebih besar dari 10 m
2
, persentase pengeluaran untuk makanan 25.1- 50 persen, persentase pengeluaran untuk makanan 25.1-50 persen, persentase
pengeluaran untuk makanan 50.1-75 persen. Variabel tersebut merupakan variabel penciri yang ada pada lahan kering. Jika variabel-variabel tersebut
dikelompokkan lagi maka kemiskinan berhubungan dengan kondisi fisik rumahtangga, infrastruktur fisik dan sosial, dan kondisi ekonomi rumahtangga.
. Rentannya kemiskinan di lahan kering diketahui berhubungan dengan jenis bahan bakar memasak minyak tanah, sehingga ketika ada guncangan
harga bahan bakar minyak, rumahtangga yang rentan berpotensi jatuh miskin. Selain itu, kerentanan berkaitan juga dengan keterbatasan kepemilikan aset
produktif, sehingga saat ada gejolak ekonomi pada tataran makro, atau guncangan musim pada tataran meso, mereka jatuh pada kategori miskin.
159
Kepemilikan aset produktif dapat meningkatkan coping ability rumahtangga terhadap perubahan-perubahan pendapatan dan pengeluaran.
Merujuk pada uraian di atas, maka terlihat begitu kompleks permasalahan kemiskinan di lahan kering yang juga berkaitan dengan faktor spasial atau
biofisik sumberdaya alam, keterbatasan infrastruktur fisik dan sosial, keterbatasan kepemilikan aset produktif, serta buruknya kondisi ekonomi
keluarga. Karena itu, opsi kebijakan penanggulangan kemiskinan di lahan kering hendaknya merupakan kebijakan terpadu lintas sektor, yang difokuskan pada
kebijakan pembangunan infrastruktur, kebijakan pengembangan modal usaha, serta kebijakan menciptakan kesempatan kerja untuk orang miskin.
6.4. Lahan Campuran