36
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Aspek-Aspek Kemiskinan Berbasis Agroekosistem
Kemiskinan bersifat multikompleks; dapat dipandang sebagai akibat dari suatu keadaan, tetapi secara bersamaan juga bisa dipandang sebagai sebab dari
suatu keadaan. Di Indonesia, kemiskinan bersifat multifacets; yang keragaannya dapat dijelaskan dengan berbagai pendekatan. Untuk mengerti tentang
kemiskinan, haruslah dilihat bagaimana kehidupan orang miskin dengan menggunakan pendekatan multidisiplin. Penanggulangan kemiskinan dapat
dicapai juga dengan berbagai pendekatan; tidak ada satu ’resep’ yang berlaku untuk semua keadaan.
Kemiskinan dan berbagai upaya penanggulangannya khususnya di Indonesia memperlihatkan kompleksitas permasalahan kemiskinan. Dalam
tinjauan makro, pengurangan kemiskinan dengan memacu pertumbuhan ekonomi merupakan prioritas utama. Dalam upaya pengurangan kemiskinan,
perbaikan dimensi ekonomi saja tidaklah cukup; diperlukan dimensi selain ekonomi. Pertumbuhan ekonomi growth yang berkelanjutan sustainable
merupakan keharusan necessary tetapi belumlah cukup insufficient; diperlukan upaya distribusi pendapatan yang berkeadilan. Dimensi ekonomi yang
menjadi prasyarat harus dilakukan bersamaan dengan dimensi non ekonomi yang meliputi bidang sosial, politik dan hukum.
Disertasi ini tidak meneliti hal tersebut, namun mengadopsi pemikiran bahwa dimensi ekonomi dan non ekonomi sebagaimana disebutkan di atas
menjadi prasyarat setiap kebijakan. Opsi kebijakan pengurangan kemiskinan yang ditawarkan pada disertasi ini dapat berjalan bersamaan dengan upaya
perbaikan prasyarat dimensi ekonomi dan non ekonomi tersebut.
37
Kemiskinan dengan menggunakan konsep kebutuhan dasar basic needs pada penelitian ini didefinisikan sebagai ketidakmampuan dalam
memenuhi kebutuhan yang bersifat mendasar baik pangan maupun non pangan antara lain sandang, perumahan, pendidikan dan kesehatan. Strategi kebutuhan
dasar ini merupakan pendekatan langsung, bukan melalui pendekatan tidak langsung seperti melalui efek menetes ke bawah dan menyebar trickle-down
and spread effect dari pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar tersebut dapat
ditinjau dari dua aspek yakni aspek pendapatan dan aspek pengeluaran penduduk dalam memenuhi kebutuhan dasar yang timbul oleh adanya aktivitas
ekonomi. Aspek pendapatan berhubungan erat dengan matapencarian atau peluang kerja dan peluang usaha. Di perdesaan, matapencarian utama pada
umumnya bertumpu pada ketersediaan sumberdaya alam resource based economy yang erat kaitannya dengan agroekosistem. Sedangkan aspek
pengeluaran berkaitan dengan konsumsi untuk memenuhi kebutuhan minimum; yang pola konsumsinya dipengaruhi oleh dipengaruhi pula oleh agroekosistem.
Persoalan-persoalan kemiskinan dapat dianalisis bersifat spesifik berdasarkan tipologi dan karakteristik rumahtangga miskin. Pemecahan masalah
kemiskinan seharusnya dikaitkan dengan tipologi kemiskinan dan kerentanan serta faktor-faktor penciri kemiskinan. Tipologi tersebut diperlukan untuk
pengoptimuman pencapaian tujuan, khususnya dalam penentuan sasaran kebijakan program dan penentuan jenis intervensi yang tepat. Selain itu, dapat
digunakan untuk mengevaluasi dampak kebijakan, perbandingan tingkat kemiskinan antarruang dan waktu. Ketepatan sasaran merupakan hal penting
karena bila sasaran tidak tepat, maka manfaat program penanggulangan
38
kemiskinan dinikmati oleh penduduk yang bukan menjadi target, sehingga dapat memperparah ketimpangan ekonomi.
Berdasarkan tinjauan pustaka terdahulu, kemiskinan di Indonesia menunjukkan berbagai keragaan dan karakteristik serta memperlihatkan
kekhasan fenomena
berdasarkan spasial,
khususnya berdasarkan
agroekosistem. Pada disertasi ini, agroekosistem didefinisikan sebagai sistem interaksi antara manusia dan lingkungan biofisik sumberdaya perdesaan dan
pertanian guna memungkinkan kelangsungan hidup penduduknya. Tipe agroekosistem yang digunakan pada penelitian ini yaitu Lahan Basah, Lahan
Kering, Lahan Campuran, Dataran Tinggi, Hutan, PasirPantai. Keenam agroekosistem ini menjadi locus penelitian pada disertasi ini, sehubungan
dengan kaitan, kekhasan, juga keragaman keragaannya dengan fenomena kemiskinan dan kerentanan di Indonesia.
Tipologi kemiskinan pada disertasi ini didefinisikan sebagai keragaan yang mempresentasikan karakter dan magnitut kemiskinan serta kerentanan.
Tipologi kemiskinan tidak hanya menjelaskan besaran jumlah ataupun persentase rumahtangga miskin, tetapi juga seberapa dalam dan parah
kemiskinan tersebut. Selanjutnya, tipologi ini juga menjelaskan seberapa rentan rumahtangga miskin terhadap gejolak perekonomian dan bagaimana sifat
kemiskinannya; apakah bersifat kronis ataukah tidak kronis. Tipologi kemiskinan akan menunjukkan keragaman karena interaksi
faktor manusia dengan lingkungan sumberdayanya beragam, dan harga atau nilai sumberdaya yang berbeda berdasarkan pendekatan agroekosistem. Hal ini
disebabkan agroekosistem di Indonesia menunjukkan karakter dan magnitut yang beragam dimana tiap agroekosistem memiliki kekhasan fenomena
kemiskinan.
39
Selain dengan menganalisis tipologi kemiskinan, untuk mengetahui bagaimana kehidupan orang miskin, perlu dipelajari faktor penciri yang melekat
pada rumahtangga miskin. Faktor penciri ini merupakan suatu archetype kemiskinan yakni household that is consider to be the poor because they have all
their most important characteristics. Faktor penciri kemiskinan pada tiap agroekosistem tersebut dalam
disertasi ini terdiri dari faktor penciri yang melekat pada rumahtangga yakni human and social capital, dan faktor penciri yang melekat pada faktor spasial dan
infrastruktur meliputi infrastruktur fisik dan sosial. Faktor penciri kemiskinan dianalisis melalui pengeluaran rumahtangga yang pada gilirannya mempengaruhi
kemiskinan. Tiap agroekosistem menunjukkan model yang direpresentasikan oleh parameter pengeluaran tumahtangga yang konfigurasi dan besarannya
berbeda; meskipun ada beberapa faktor diprediksi sama pada semua agroekosistem.
Kondisi agroekosistem mempengaruhi kemiskinan penduduk dengan masing-masing karakteristik sosial-ekonominya melalui aktivitas ekonomi.
Interaksi manusia dengan biofisik yang beragam kondisinya ini memberikan bentuk aktivitas sosial, ekonomi bahkan budaya yang beragam pula. Interaksi
tersebut menjadi penting karena sebagian besar penduduk menggantungkan sumber penghidupannya pada ketersediaan lingkungan biofisiknya. Selanjutnya,
keragaman agroekosistem juga menunjukkan keragaman ekonomi penduduknya yang oleh Ikhsan 1999 disebut sebagai zona agroekonomi.
Kemiskinan pada umumnya terkonsentrasi pada rumahtangga yang tinggal pada agroekosistem khususnya pada kawasan hutan, pesisirpantai dan lahan
pertanian yang terdiri dari lahan kering dan lahan campuran. Kondisi agroekosistem mempengaruhi kemiskinan penduduk dengan masing-masing
40
karakteristik sosial-ekonominya melalui aktivitas ekonomi. Aktivitas ekonomi pada suatu agroekosistem dipengaruhi oleh antara lain faktor biofisik
sumberdaya alam sebagai sumberdaya utama kehidupan penduduk, faktor sumberdaya manusia human and social capital, modal produktif physical
productive capital, infrastruktur fisik dan sosial. Keragaman aktivitas ekonomi pada tiap agroekosistem berkaitan dengan perbedaan harga atau nilai
sumberdaya yang merupakan determinan untuk meraih peluang-peluang ekonomi economic opportunities. Aktivitas ekonomi ini pada akhirnya
menentukan pendapatan dan pengeluaran rumahtangga. Faktor biofisik atau spasial menentukan harga sumberdaya dan peluang
ekonominya. Agroekosistem yang memiliki biofisik dataran tinggi dengan kemiringan tinggi atau curam, kondisi lahan berbatuan, tidak subur, tandus
sehingga rawan erosi atau longsor akan rendah harga atau nilainya sebagai sumberdaya kehidupan. Investasi akan enggan masuk pada lingkungan dengan
biofisik seperti ini karena dinilai tidak menghasilkan return yang tinggi. Peluang- peluang ekonomi untuk matapencarian berkelanjutan akan sangat terbatas.
Agroekosistem hutan ditandai oleh biofisik yang berhutan lebat, berbukitan, pergunungan ataupun lembah, terpencil di dalam hutan, akses
terhadap pelayanan pokok seperti kesehatan dan pendidikan sangat rendah, kehidupan relatif subsisten, aksesibilitas terhadap informasi rendah. Kondisi ini
akan mempengaruhi kesempatan berusaha dan bekerja yang seterusnya mempengaruhi kemiskinan. Hal ini disebabkan oleh terhambat ataupun
terlambatnya penyesuaian-penyesuaian dalam proses pasar tenaga kerja dan keputusan untuk migrasi atau berpindah dan mencari nafkah di tempat lain.
Meskipun hutan mengandung kekayaan alam, namun penduduk di dalam hutan tidak sepenuhnya dapat mengakses sumberdaya hutan sebagai sumber
41
kehidupannya. Penduduk hampir tidak mempunyai alternatif matapencarian selain menjadi buruh perkayuan ataupun menggantungkan nafkah pada ladang
berpindah. Selain itu, biaya penyediaan pelayanan kesehatan dan pendidikan serta infrastruktur fisik lainnya menjadi tinggi.
Pada lahan basah dengan berpengairan relatif baik, dicirikan dengan lahan yang relatif datar, relatif subur, aksesibilitas penduduk yang relatif baik
terhadap infrastruktur fisik, kondisi memadai terhadap pelayanan pokok, pasar, dan trasportasi. Dengan kondisi biofisik seperti ini, pada dasarnya dapat
mendorong resource base economy. Namun, lahan dengan nilai dan harga sumberdaya yang relatif baik ini justru rawan terhadap konversi lahan.
Pada agroekosistem
pesisirpantai kondisi
biofisik yang
khas mempengaruhi kehidupan rumahtangga khususnya nelayan ialah faktor musim
melaut. Pola kerja nelayan menyebabkan terbatasnya pilihan-pilihan terhadap sumber penghidupan lainnya. Selain itu, dengan sistem open access atau
common property right terhadap kekayaan laut, menciptakan peluang ekonomi yang lebih tinggi bagi pemilik modal dan sumberdaya manusia yang menguasai
teknologi dan pasar. Kondisi ini akan mendorong relasi yang timpang antar pelaku ekonomi.
Faktor sumberdaya manusia dan modal sosialnya human and social capital mempengaruhi pendapatan dan pengeluaran. Kepala keluarga atau
pencari nafkah usia produktif dengan pendidikan yang relatif tinggi atau memiliki keahlianketrampilan dan dengan kondisi kesehatan yang baik, diasumsikan
mempunyai peluang kerja ataupun peluang usaha yang lebih baik. Kepala keluarga atau pencari nafkah berjenis kelamin laki-laki ditengarai mempunyai
peluang kerja lebih tinggi dibanding perempuan. Keluarga dengan rasio bergantung dependency ratio lebih tinggi, akan lebih tinggi pula peluang
42
menjadi katagori miskin. Paguyuban atau kegotongroyongan yang relatif baik antar rumahtangga ditengarai lebih dapat mengatasi schock terhadap
pendapatan dan pengeluaran rumahtangga. Selain itu, modal sosial yang tinggi dapat meningkatkan coping ability rumah tangga.
Ketersediaan infrastruktur fisik dan sosial juga menentukan harga atau nilai sumbedaya. Infrastruktur fisik seperti listrik, jaringan air bersih, sistem
transportasi, pasar, sanitasipengelolaan sampah menentukan nilai atau harga sumberdaya GTZ dalam Rustiadi, 2007. Selanjutnya, harga atau nilai
sumberdaya ini menjadi determinan aktivitas ekonomi yang lebih luas. Infrastruktur sosial seperti kelompok-kelompok informal, layanan kesehatan, dan
layanan pendidikan juga mempengaruhi aktivitas ekonomi. Selain itu, adanya kelembagaan dapat menentukan nilai atau harga sumberdaya yang selanjutnya
mempengaruhi kesempatan
untuk meraih
peluang-peluang ekonomi.
Kelembagaan didefinisikan sebagai the rules of society or of organization that facilitate coordination among people by helping them from expectations which
each person can reasonably hold in dealing with others Ruttan dan Hayami dalam Harianto, 2007.
Kepemilikan physical productive capital: seperti aset produksi misalnya lahan, perahu motor, kandang, alat dan mesin pengolahan, merupakan aset
pendukung dalam meraih peluang ekonomi. Selain itu, aset fisik ini juga dapat dijadikan agunan bila memerlukan pinjaman uang, ataupun dapat dijual jika
memerlukan uang. Jika dianalisis kondisinya, tiap agroekosistem memiliki kekhasan meliputi
biofisik, kualitas dan kuantitas sumberdaya manusia, infrastruktur fisik dan sosial termasuk kelembagaan. Tiap agroekosistem mempunyai nilai kemanfaatan
ekonomi dan lingkungan serta nilai sosial budaya yang beragam pula. Nilai
43
Karakteristik Agroekosistem
PantaiPesisir
Biofisikfaktor spasial:
Relatif datar, tidak berbukitlereng,
Infrastruktur : relatif baik
aksesibilitas wilayah: baik, akses pd sumber daya alam
’ terbuka’
Akses pada pelayanan umum: relatif baik
Sosek:
Gini Indeks : 0.67 Pemilikan Lahan : 0.07- 8.3 Ha
Sumber penghasilan: kurang variatif
Hutan
Biofisikfaktor spasial:
wilayah relatif terisolasi berbukitdatarlereng
Infrastruktur : relatif kurang baik
Akses terhadap sumber daya alam ‘tertutup’
Akses terhadap pelayanan umum : kurang
Sosek:
Gini Indeks: relatif tinggi Pemilikan Lahan :relatif tidak ada
Sumber penghasilan: relatif tidak
Lahan Campuran
Biofisikfaktor spasial:
Topografi : bervariasi berpengairan 25 - 75
aksesibilitas wilayah kurang baik
Infrastruktur
: beririgasi, jalan pertanian
Akses pada pelayanan umum : relatif tersedia
Sosek:
Gini Indeks : tidak ada data Pemilikan Lahan : 0.02-0.5 Ha
Sumber penghasilan: relatif variatif
Lahan Kering
Biofisikfaktor spasial:
Topografi berbukitlereng, berpengairan 25
Infrastruktur : beririgasi terbatas
aksesibilitas wilayah kurang baik Akses terhadap pelayanan umum :
relatif kurang tersedia
Sosek:
Gini Indeks : 0.27 -0.37 Pemilikan Lahan : 0.01-0.45 Ha
Sumber penghasilan:kurang variatif
Lahan Basah
Biofisikfaktor spasial: Relatif datar, tidak berbukitlereng,
Infrastruktur : beririgasi, jalan
pertanian, berpengairan 75
aksesibilitas wilayah relatif baik Akses terhadap pelayanan umum :
relatif tersedia
Sosek:
Gini Indeks : 0.22 – 0.38 Pemilikan Lahan : 0.01-0.36 atau
tidak berlahan Sumber penghasilan: relatif variatif
Dataran Tinggi
Biofisikfaktor spasial:
Altitude: 500 dpl Topografi berbukitlereng,
Infrastruktur : kurang memadai
aksesibilitas wilayah kurang baik Akses pada pelayanan umum :
relatif tersedia
Sosek:
Gini Indeks : tidak ada data Pemilikan Lahan : sekitar 0.25 Ha
Sumber penghasilan: relatif variatif
Gambar 2. Karakteristik Agroekosistem
kemanfaatan ini mempengaruhi pendapatan dan pengeluaran rumahtangga yang ada pada tiap agroekosistem.
Secara menyeluruh, karakteristik setiap agroekosistem secara visual disajikan pada Gambar 2.
Selanjutnya, interrelasi antar faktor tersebut diatas akan merefleksikan perbedaan peluang ekonomi economic opportunities pada tiap agroekosistem
yang ada kaitannya dengan sumber matapencarian dan pola konsumsi. Kedua aspek ini pada gilirannya diduga akan berpengaruh terhadap kemiskinan dan
kerentanan.
44
Kemiskinan dan kerentanan dibentuk oleh dua aspek yaitu aspek pendapatan dan aspek pengeluaran. Aktivitas ekonomi ditimbulkan oleh
pendapatan dan pengeluaran rumahtangga RT. Dengan asumsi matapencarian utama penduduk berbasis ketersediaan sumberdaya alam, maka aktivitas
ekonomi dipengaruhi oleh kondisi agroekosistem melalui konsumsi dan aktivitas matapencarian. Dengan pendapatannya, rumahtangga dapat mengakses
pelayanan pendidikan dan kesehatan yang pada gilirannya dapat memperkuat Human Capital HC. Di samping memenuhi kebutuhan minimum, RT dapat
memperkuat aset-aset produktif Physical Capital dalam rangka mendukung matapencariannya. Selanjutnya, pendapatan rumahtangga akan mempengaruhi
permintaan dan penawaran barang dan jasa. Di sisi lain, agroekosistem mempengaruhi pola konsumsi RT yang secara
agregat menentukan aktivitas ekonomi pada suatu agroekosistem terutama menentukan peluang usaha dan peluang kerja yang menggerakkan aktivitas
ekonomi RT pada agroekosistem. Aktivitas tersebut menimbulkan pengeluaran RT misalnya pengeluaran untuk transportasi, komunikasi dan sebagainya.
Secara agregat, pengeluaran RT tersebut akan menimbulkan permintaan terhadap barang dan jasa, yang di respon oleh produsen. Penawaran barang-
barang dan jasa akan mempengaruhi pola konsumsi RT. Kondisi kemiskinan menyebabkan suatu rumahtangga atau individu sulit
mengakses fasilitas pendidikan dan kesehatan. Hal ini mempengaruhi kualitas tenaga kerja suatu individu. Dengan kualitas yang rendah, maka produktivitas
tenaga kerja rendah; artinya modal manusia human capital rendah, maka, pendapatan juga rendah. Dengan pendapatan rumahtangga yang rendah
demand rendah, perusahaan akan menyesuaikan sehingga penawarannya supply barang dan jasa menjadi rendah. Kemampuan ekonomi mempengaruhi
45
Impli kasi
Kebi jakan
Pengeluaran
Pendapata
n
Indikator Kemiskinan
•
P
•
P
1
P
2
Kerentan
an Elastisitas
Faktor penciri
Kemiskinan
Tinjauan Kebijakan
Mata Pencarian Pola Konsumsi
Karakteristik Biofisik SDA
SDM Infrastruktur Fisik
dan Sosial Kelembagaan
Sifat Kemiskinan
Kronis dan Tidak
Kronis Peluang
ekonomi Aktivitas
ekonomi
Lahan Basah Lahan kering
Lahan Campuran
Dataran Tinggi Hutan
PantaiPesisir Agroekosistem
NilaiHarga Sumberdaya
- Human Social
Capital - Physical
Capital - Infrastruktur
Fisik dan Sosial
- SpasialSDA
besarnya peluang-peluang ekonomi dan investasi serta penyediaan fasilitas pendidikan maupun kesehatan. Dengan aktivitas ekonomi yang rendah dan
dengan kualitas sumber daya manusia tenaga kerja yang rendah maka peluang kerja dan peluang usaha tidak dapat dijangkau atau diciptakan; yang pada
gilirannya tidak memberikan pendapatan yang cukup bagi rumahtangga. Kondisi ini mengantarkan suatu individu atau penduduk pada kondisi dengan katagori
miskin. Kerangka pemikiran penelitian ini, secara skematis disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3. Kerangka Pemikiran
Keterangan: SDA = Sumber Daya Alam SDM= Sumber Daya Manusia
P =insiden kemiskinan
P
1
= kedalaman kemiskinan P
2
= keparahan kemiskinan
46
Menguraikan mana sebab dan mana akibat dari kemiskinan pada hakikatnya adalah sulit. Kadangkala sebab-sebab kemiskinan dapat dilihat
sebagai akibat-akibat dari kemiskinan. Karena itu, analisis-analisis pada kemiskinan pada umumnya mencari faktor-faktor yang berkorelasi dengan
kemiskinan atau hubungan-hubungan, bukan sebagai hubungan sebab-akibat. Dengan pemahaman terhadap faktor-faktor yang berkorelasi dengan
kemiskinan, maka dapat dirancang alternatif kebijakan penanggulangannya. Penanggulangan kemiskinan dapat dilakukan dengan menggerakkan aktivitas
ekonomi. Aktivitas ekonomi di lingkungan perdesaan dan pertanian dapat dilakukan melalui penumbuhan sentra-sentra ekonomi untuk menggerakkan
matapencarian dengan meningkatkan peluang usaha dan peluang kerja yang berkelanjutan sustainable livelihood. Hal ini penting, mengingat lebih dari tiga
per empat penduduk pertanian dan perdesaan di Indonesia menggantungkan matapencarian utamanya pada ketersediaan sumberdaya alam.
Selain itu, masih terbuka peluang-peluang untuk menggerakkan aktivitas ekonomi pertanian dan perdesaan dengan meningkatkan daya dukung
agroekosistem melalui perbaikan modal sumberdaya manusia dan sumberdaya fisik serta infrastruktur dengan memperhatikan faktor lokasinya. Perbaikan-
perbaikan tersebut akan efektif bila penanganannya sesuai dengan tipologi kemiskinan dan kerentanannya. Hal tersebut dapat dicapai dengan intervensi
yang tepat antara lain berdasarkan analisis tipologi kemiskinan dan kerentanan berbasis agroekosistem.
3.2. Analisis Tipologi Kemiskinan