Uji Organoleptik Meilgaard et al, 1999 Pendugaan Umur Simpan

37 Tabel 8. Faktor untuk setiap spindle dan speed Speed Spindle 1 2 3 4 0.3 200 1K 4K 20K 0.6 100 500 2K 10K 1.5 40 200 800 4K 3 20 100 400 2K 6 10 50 200 1K 12 5 25 100 500 30 2 10 40 200 60 1 5 20 100 Keterangan : K = 1000

9. Uji Organoleptik Meilgaard et al, 1999

Uji organoleptik yang digunakan pada tahap optimasi formula adalah uji hedonik rating dengan metode garis skalar. Penilaian berdasarkan atribut rasa, mouthfeel, aroma, dan kekentalan dimulai sehari setelah produksi. Penilaiannnya dimulai dari 0 sangat tidak suka hingga 11 sangat suka. Penilaian berdasarkan atribut kestabilan dilakukan setelah sampel disimpan selama 30 hari. Penilainnya dimulai dari 0 sangat tidak stabil hingga 11 sangat stabil dan menggunakan kontrol sebagai perbandingan. Hasil uji dibuat nilai rata-rata dan dimasukkan dalam kolom respon pada program DX 7 agar dapat diketahui formula terpilih. Uji hedonik rating juga dilakukan terhadap produk hasil optimasi dan VCO asli. Penilaian dimulai dari skala 1 sangat tidak suka, 2 tidak suka, 3 biasa, 4 suka, dan 5 sangat suka. Penilaian hanya didasarkan pada atribut rasa dan mouthfeel. Hasil uji dimasukkan dalam program SPSS sehingga dapat diketahui ada tidaknya perbedaan yang nyata diantara kedua sampel berdasarkan atribut rasa dan mouthfeel. Selain itu, tingkat kesukaan dapat dilihat dengan merata-ratakan nilai dari hasil uji organoleptik. 38 Uji organoleptik dilakukan pula dalam pendugaan umur simpan terhadap atribut aroma off flavor dan warna. Uji organoleptik ini menggunakan 25 orang panelis dengan menggunakan penilaian skor 1-7. Berikut ini keterangan berdasarkan atribut aroma dan warna untuk setiap skor. Kriteria aroma off flavor untuk setiap skor 1 = off flavor tercium sangat kuat 2 = off flavor tercium kuat 3 = off flavor tercium agak kuat 4 = off flavor tercium lemah 5 = normal off flavor terdeteksi tapi sangat lemah 6 = normal diduga ada off flavor tapi belum tercium 7 = normal sama dengan kontrol Kriteria warna untuk setiap skor 1 = sangat gelap coklat tua 2 = gelap coklat 3 = lebih gelap orange kecoklatan 4 = agak lebih gelap orange agak kecoklatan 5 = sedikit lebih gelap orange 6 = sangat sedikit lebih gelap orange agak cerah 7 = sama dengan kontrol

10. Pendugaan Umur Simpan

Data hasil pengamatan uji organoleptik aroma dan warna sebagai indikator penurunan mutu selama penyimpanan ditabulasikan dan dilakukan tahap-tahap pendugaan umur simpan produk dengan menggunakan bantuan persamaan Arrhenius sebagai berikut : • Data hasil analisa pada berbagai suhu ditabulasikan. Data-data tersebut akan diplotkan sehingga diperoleh persamaan regresi liniernya. Plot data dilakukan pada ordo nol dan satu. 39 • Berdasarkan persamaan tersebut akan diperoleh nilai slope b yang merupakan konstanta laju reaksi perubahan karakteristik emulsi VCO. • Nilai ln K dan 1T yang merupakan parameter persamaan Arrhenius ditabulasikan, selanjutnya nilai ln k diplotkan terhadap nilai 1T dan diperoleh nilai intersep dan slope dari persamaan regresi linier sebagai berikut : ln k = ln ko – EaR 1T Keterangan : ln ko = intersep EaR = slope Ea = energi aktivasi R = konstanta gas ideal 1.986 kalmol.K • Hasil plot data akan diperoleh nilai R 2 . Apabila nilai R 2 pada plot ordo nol lebih mendekati nilai satu dibandingkan dengan plot pada ordo satu, maka persamaan ordo reaksi yang digunakan adalah reaksi ordo nol. Begitu pula sebaliknya. • Berdasarkan persamaan yang diperoleh, maka dapat ditentukan nilai konstanta ko yang merupakan faktor eksponensial dan nilai energi aktivasi reaksi perubahan karakteristik emulsi VCO Ea. Selanjutnya ditentukan model persamaan kecepatan reaksi k perubahan karakteristik emulsi VCO sehingga diperoleh persamaan Arrhenius. • Melalui persamaan Arrhenius dapat dihitung nilai kecepatan reaksi k dari perubahan karakteristik emulsi VCO pada suhu T penyimpanan yang ditentukan. • Umur simpan emulsi VCO dihitung dengan menggunakan persamaan kinetika reaksi ordo nol t = A – A t k atau ordo satu t = ln A – ln A t k t merupakan umur simpan produk. Perhitungan menggunakan data karakteristik mutu awal VCO kondisi emulsi VCO pada waktu t=0 atau A dan nilai karakteristik mutu emulsi VCO pada kondisi kritis kondisi pada waktu t=t atau A t . 40 III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. RANCANGAN FORMULA EMULSI VCO Formula merupakan suatu bentuk tetap, yang dalam hal ini dapat diartikan sebagai komponen-komponen tetap yang menyusun suatu produk. Untuk membuat sebuah formula maka perlu dilakukan formulasi atau rancangan dari formula. Oleh karena itu, rancangan formula emulsi VCO penting dilakukan untuk memperoleh formula yang akan digunakan dalam produk. Tahap awal dalam rancangan formula emulsi VCO adalah menentukan jenis emulsifier yang akan digunakan pada tahap selanjutnya. Jenis emulsifier yang digunakan adalah lesitin kedelai dan polysorbate 80 yang dicoba secara terpisah pada berbagai rasio minyak dan air, yaitu 6 : 4, 7 : 3, dan 8 : 2. Pemilihan perbandingan minyak dan air tersebut dikarenakan semakin tinggi konsentrasi minyak VCO, maka semakin tinggi pula kadar medium chain triglycerides MCTs, seperti asam laurat, asam kaprat, dan komponen fungsional lainnya pada produk sehingga kualitas produk pun semakin baik. Penstabil berupa skim ditambahkan sebanyak 8 sehingga dapat diketahui interaksi antara skim dan emulsifier. Konsentrasi skim tersebut dipilih berdasarkan konsentrasi maksimum yang efektif digunakan untuk menstabilkan minyak nabati Sutrisno, 1987. Gambar 8 menunjukkan hasil pengamatan terhadap produk emulsi dengan menggunakan emulsifier yang berbeda. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap tingkat kestabilan secara visual, maka emulsi dengan menggunakan emulsifier lesitin menunjukkan tingkat kestabilan yang berbeda untuk setiap rasio minyak dan air. Pada rasio minyak dan air 7 : 3, emulsi dapat stabil selama lebih dari 3 hari dengan tingkat kekentalan yang sangat tinggi. Namun, hasil pengamatan terhadap emulsi pada rasio minyak dan air 8 : 2 menunjukkan bahwa emulsi hanya stabil selama beberapa detik dengan intensitas pemisahan yang tinggi dan memiliki tingkat kekentalan yang sangat rendah. Begitu pula dengan emulsi pada rasio minyak dan air 6 : 4 yang menunjukkan bahwa emulsi telah 41 mengalami proses sedimentasi pada hari pertama penyimpanan, yaitu terjadinya pengendapan susu skim yang disertai pemisahan minyak dan air pada hari kedua penyimpanan. Gambar 8. Tingkat kestabilan emulsi VCO berdasarkan jenis emulsifier yang digunakan Emulsi yang dihasilkan dengan menggunakan emulsifier polysorbate 80 menunjukkan pula perbedaan tingkat kestabilan pada beberapa rasio minyak dan air. Hasil pengamatan secara visual terhadap emulsi pada rasio minyak dan air 6 : 4 menunjukkan ketidakstabilan yang secara jelas ditandai dengan terpisahnya komponen minyak dan air pada hari kedua penyimpanan dan memiliki tingkat kekentalan yang sangat rendah. Berbeda halnya dengan emulsi pada rasio minyak dan air 7 : 3 yang dapat stabil selama lebih dari 3 hari dan memiliki tingkat kekentalan yang agak rendah. Begitu pula dengan emulsi pada rasio minyak dan air 8 : 2 yang dapat stabil selama lebih dari 3 hari dengan tingkat kekentalan emulsi yang agak tinggi. Berdasarkan hasil pengamatan tersebut, maka polysorbate 80 memberikan kestabilan yang lebih baik pada berbagai rasio minyak dan air yang dicoba. Hal ini didukung pula dengan penelitian Surfiana 2002 yang menunjukkan bahwa polysorbate 80 dapat menstabilkan emulsi dari minyak sawit merah selama lebih dari 30 hari dengan perbandingan minyak dan air sekitar 7 : 3. Penelitian serupa yang dilakukan oleh Saputra 1996 menunjukkan bahwa polysorbate 80 sesuai untuk menstabilkan emulsi dari 1 2 3 4 Lesitin Polysorbate 80 Jenis Emulsifier Kest ab il an S ecara V isu al H a ri 6 : 4 7 : 3 8 : 2 42 minyak sawit merah pada rasio minyak dan air yang tinggi, yaitu 7 : 3 dan 8 : 2. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Ismail 1980 menunjukkan bahwa polysorbate 80 lebih efektif menstabilkan emulsi pasta santan kelapa dibandingkan dengan gliserol monostearat GMS. Akan tetapi, produk tetap terasa agak pahit yang berasal dari polysorbate 80. Dengan demikian, pada tahap selanjutnya digunakan polysorbate 80 dengan konsentrasi yang lebih rendah, yaitu 0.25. Setelah ditentukan jenis emulsifier yang akan digunakan, maka perlu dilakukan penetapan rasio minyak dan air yang dilakukan dengan menggabungkan seluruh komponen yang terdiri atas minyak dan air dengan berbagai rasio, skim, fruktosa, sitrat, laktat, polysorbate 80, flavor, BHT, dan natrium benzoat dengan persentase keseluruhan untuk masing-masing formula sebesar 100. Konsentrasi bahan tambahan lain tetap sehingga terdapat 3 kombinasi formula yang diuji. Penentuan rasio minyak dan air dilakukan dengan uji kesukaan berdasarkan overall atribut dengan skala 1-7 terhadap panelis terbatas. Gambar 9 menunjukkan hasil dari uji organoleptik yang dilakukan terhadap 8 penelis. Gambar 9. Skor kesukaan terhadap emulsi VCO pada berbagai rasio minyak dan air Hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa sampel dengan rasio minyak dan air 8 : 2 mendapat skor tertinggi, yaitu 5.9 yang berarti agak suka hingga suka. Rasio minyak dan air 6 : 4 serta 7 : 3 mendapat skor 4.4 dan 4.8 yang 1 2 3 4 5 6 7 6 : 4 7 : 3 8 : 2 Rasio Minyak dan Air S k o r k esu kaa n 43 berarti antara netral hingga agak suka. Berdasarkan skor kesukaan tertinggi, maka rasio minyak dan air 8 : 2 akan digunakan pada tahap selanjutnya. Untuk mendukung kestabilan emulsi, maka digunakan skim yang banyak mengandung protein susu yang berperan penting dalam menurunkan tegangan permukaan Ennis dan Mulvihill, 2000. Hal ini dikarenakan protein tersusun atas molekul yang bersifat hidrofilik histidin, serin, arginin, asam aspartat dan hidrofobik tryptophan, fenilalanin, prolin, leusin Dalgleish, 2001. Selain itu, skim dapat mempengaruhi karakteristik mouthfell maupun rasa. Oleh karena itu, skim merupakan salah satu variabel yang akan diuji dalam tahap optimasi formula. Berikut ini hasil pengamatan terhadap kestabilan emulsi yang dilakukan secara subjektif melalui pengamatan secara visual. Gambar 10. Tingkat kestabilan emulsi VCO pada berbagai konsentrasi skim Konsentrasi skim yang digunakan dalam penentuan batas minimum dan maksimum adalah 2, 4, 6, 8, dan 10. Namun, skim dengan konsentrasi 10 tidak dilakukan uji kestabilan karena produk tidak homogen selama tahap homogenisasi. Hal ini dikarenakan produk terlalu kental sehingga bahan-bahan lain tidak dapat tercampur dengan baik. Hasil uji kestabilan menunjukkan bahwa skim dengan konsentrasi 2 hanya dapat menstabilkan emulsi selama 2 hari. Kestabilan emulsi terus meningkat dengan meningkatnya konsentrasi skim. Menurut Ennis dan Mulvihill 2000, protein susu dapat meningkatkan area permukaan lemak 5 10 15 20 25 30 35 2 4 6 8 Konsentrasi Skim Kes tab il a n S e cara V isu al H a ri 44 yang berarti menurunkan ukuran globula sehingga dapat mencegah terjadinya agregasi yang menyebabkan ketidakstabilan emulsi. Berdasarkan hasil pengamatan secara visual, maka konsentrasi skim yang dapat menstabilkan emulsi selama 30 hari adalah 6 dan 8 sehingga akan digunakan sebagai batas minimum dan maksimum pada tahap optimasi formula dengan DX 7. Selain komponen-komponen yang berperan penting dalam meningkatkan kestabilan produk, maka perlu adanya komponen yang berperan penting dalam meningkatkan palatabilitas produk. Salah satu komponen yang dapat meningkatkan palatabilitas produk adalah pemanis. Jenis pemanis yang digunakan adalah fruktosa. Oleh karena itu, dalam penelitian ini fruktosa digunakan sebagai salah satu variabel uji dalam rancangan formula karena dapat mempengaruhi mutu organoleptik. Konsentrasi fruktosa yang dicoba dalam penentuan batas minimum dan maksimum adalah 6, 8, 10, 12, dan 15. Pada konsentrasi fruktosa sebesar 8, 10, dan 12, rasa manis mulai terasa. Konsentrasi fruktosa 15 sudah terasa sangat manis. Dengan demikian, batas minimum dan maksimum penggunaan fruktosa adalah 8-12. Mengingat banyaknya kandungan nutrisi dalam produk emulsi VCO seperti protein, lemak, dan karbohidrat yang dapat dimanfaatkan oleh pertumbuhan mikroba, maka perlu dilakukan proses termal terhadap produk akhir yang telah dikemas. Jenis proses termal yang dilakukan adalah pasteurisasi yang efektif dalam membunuh mikroba patogen Wilbey, 1999. Karena produk dikemas dalam botol, maka diterapkan pasteurisasi dalam botol, yaitu memanaskan produk pada suhu 63-65.5 o C selama 30 menit Block, 1983. Akan tetapi, produk yang telah dipasteurisasi umumnya masih mengandung mikroba lain, seperti Lactobacillus, kapang, dan khamir serta bakteri pembentuk spora Wilbey, 1999. Oleh karena itu, diperlukan teknik pengawetan lain untuk mengoptimalkan penghambatan pertumbuhan mikroba. Teknik pengawetan lain yang dilakukan adalah penggunaan natrium benzoat sebagai bahan pengawet. Cahyadi 2006 mengemukakan bahwa natrium benzoat berbentuk serbuk berwarna putih, tidak berbau, stabil di udara, dan mudah larut dalam air sehingga dalam proses pembuatan emulsi 45 VCO, natrium benzoat dilarutkan terlebih dahulu dalam air. Konsentrasi natrium benzoat yang ditambahkan pada produk emulsi VCO disesuaikan dengan konsentrasi maksimum yang diperbolehkan oleh Dirjen POM dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 722MenkesPerIX88, yaitu sebesar 1 gkg Cahyadi, 2006. Natrium benzoat dipilih sebagai pengawet karena pada pH rendah natrium benzoat efektif dalam mengatasi bakteri pembentuk spora, bakteri asam laktat, kapang, dan khamir Ogbadu, 1999. Selain itu, meskipun natrium benzoat sangat larut Cahyadi, 2006 dan bekerja efektif dalam fase air, pengawet ini dapat efektif pula pada pangan yang mengandung fase air dan minyak sekaligus, seperti margarin maupun mentega Ogbadu, 1999. Ogbadu 1999 menyatakan bahwa efektifitas natrium benzoat didasarkan pada molekul yang tidak terdisosiasi non-ionaized acid yang meningkat seiring dengan menurunnya pH. Disosiasi konstan natrium benzoat terdapat pada pH 4.2, artinya terjadi kesetimbangan antara molekul yang tidak terdisosiasi dan yang terdisosiasi, sehingga semakin rendah pH akan semakin banyak molekul yang tidak terdiosiasi dan pengawet dapat bekerja lebih efektif. Oleh karena itu, produk emulsi VCO ini menggunakan natrium benzoat karena memiliki pH sekitar 4 akibat adanya penambahan asam sitrat dan asam laktat. Asam sitrat merupakan asam organik lemah yang ditemukan pada buah citrus Anonim, 2007 h sehingga penggunaannya pada penelitian ini untuk mempertegas cita rasa jeruk. Penambahan asam juga berperan dalam meningkatkan kestabilan karena dapat meningkatkan viskositas. Hal ini dikarenakan interaksinya dengan skim. Namun, penggunaan asam dapat menurunkan kestabilan apabila tercapai titik isoelektrik pI protein, yaitu sekitar pH 4.6 untuk kasein Ennis dan Mulvihill, 2000 dan pH 5 untuk whey McClements, 1999. Untuk mencapai pH dibawah pI serta meningkatkan kerja bahan pengawet, maka perlu penambahan asam sitrat dalam jumlah yang cukup banyak. Namun, asam sitrat memiliki rasa asam yang kuat sehingga perlu dikombinasi dengan jenis asam lain yang memiliki rasa asam lebih lembut, 46 yaitu asam laktat. Hasil uji pH dan karakteristik organoleptik pada berbagai tingkat keasaman dapat dilihat pada Tabel 9. Berdasarkan hasil pengamatan, maka kisaran konsentrasi asam sitrat dan asam laktat yang akan digunakan pada tahap utama adalah 0.3-0.4 dan 0.5-0.7. Kisaran konsentrasi tersebut dipilih berdasarkan pH produk, yaitu pH produk tidak ≥ 4.2. Hal ini dikarenakan pada pH 4.2 telah terjadi disosiasi konstan natrium benzoat Ogbadu, 1999 serta berada dibawah pI dari kasein maupun whey Ennis dan Mulvihill, 2000. Selain itu, penentuan batas minimum dan maksimum asam sitrat dan asam laktat didasarkan pada tingkat keasaman. Hal ini diperlukan untuk menentukan batas maksimum penggunaan asam sittat dan asam laktat, yaitu saat produk mulai terasa sangat asam. Tabel 9. Hasil uji pH emulsi VCO pada berbagai konsentrasi asam No Asam Sitrat Asam Laktat pH Karakteristik organoleptik 1 0.3 0.4 4.36 Agak asam 2 0.3 0.5 3.90 Asam 3 0.3 0.6 3.78 Asam 4 0.3 0.7 3.74 Sangat asam 5 0.3 0.8 3.64 Sangat asam 6 0.4 0.5 3.87 Asam Untuk mendukung rasa asam akibat adanya penambahan asam sitrat dan asam laktat, maka produk ditambah dengan flavor buah dari kelompok buah citrus, yaitu jeruk. Jenis flavor yang digunakan adalah flavor emulsion colorized dan decolorized dengan konsentrasi sebesar 1.5. Pemilihan konsentrasi tersebut didasarkan pada penelitian Surfiana 2002 mengenai produk emulsi minyak sawit. Komponen lain yang perlu ditambahkan dalam produk minyak adalah antioksidan. Hal ini dikarenakan produk minyak sensitif terhadap keberadaan oksigen, cahaya, maupun panas yang dapat menyebabkan terjadinya kerusakan oksidatif. Jenis antioksidan yang digunakan adalah butil 47 hidroksitoluen BHT. Penambahan BHT pada produk emulsi VCO diperlukan sebagai antioksidan primer, yaitu suatu zat yang dapat menghentikan reaksi berantai pembentukan radikal yang melepaskan hidrogen sehingga dapat mencegah terjadinya reaksi oksidasi Winarno, 1982. Penambahan BHT pada produk emulsi VCO didasarkan pada batas maksimum penggunaan yang diizinkan oleh Dirjen POM dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 722MenkesPerIX88. Untuk jenis bahan pangan lemak dan minyak pangan, seperti minyak kacang dan minyak kelapa, maka batas maksimum penggunaan BHT adalah sebesar 200 mgkg Cahyadi, 2006. B. OPTIMASI FORMULA Optimasi formula emulsi VCO dilakukan dengan menggunakan metode mixture design pada program design expert 7 DX 7. Mixture design merupakan kumpulan dari teknik matematika dan statistika yang berguna untuk pemodelan dan analisa masalah sebuah respon yang dipengaruhi oleh beberapa variabel dengan tujuan mengoptimalkan respon tersebut Montgomery, 2002. Respon yang digunakan adalah fungsi dari proporsi perbedaan komponen dalam suatu formula Cornell, 1990. Beberapa komponen dalam formula yang menjadi variabel uji adalah susu skim, fruktosa, asam sitrat, dan asam laktat dengan kisaran konsentrasi masing-masing komponen sebesar 6 – 8, 9.03 – 11.33, 0.3 – 0.4, dan 0.5 – 0.7. Total konsentrasi dari keempat variabel uji adalah sebesar 18.13. Nilai tersebut diperoleh dari selisih total konsentrasi komponen tetap, yaitu minyak 64, air 16, polysorbate 80 0.25, flavor 1.5, BHT 0.02, dan natrium benzoat 0.1 sehingga total persentase seluruh formula adalah 100. Desain percobaan yang dihasilkan dari keempat komponen variabel uji adalah 18 formula dengan tanpa pengelompokkan dan ulangan dua kali. Respon yang diukur adalah rasa, mouthfeel, aroma, kekentalan, dan kestabilan. Masing-masing respon diuji secara subjektif dengan menggunakan uji skalar. Form uji skalar dapat dilihat pada Lampiran 1 dan 2. Hasil dari respon yang 48 diberikan panelis dirata-rata dan dianalisis melalui program DX 7 untuk mendapatkan persamaan polinomial dengan ordo yang sesuai linier, kuadratik, spesial kubik, dan kubik. Terdapat tiga proses untuk mendapatkan persamaan polinomial, yaitu sequential model sum of squares [type I], lack of fit test , dan model summary statistics . Proses pemilihan model ordo yang pertama berdasarkan pada nilai “probF” dibawah 0.05, sedangkan yang kedua adalah diatas 0.05. Proses ketiga didasarkan pada standar deviasi terendah, R-square tertinggi, adjusted R-square tertinggi, predicted R-square tertinggi, dan PRESS Prediction Error Sum Of Square terendah. Desain aktual dan rata-rata uji organoleptik pada masing-masing respon ditunjukkan pada Tabel 10. Tabel 10. Desain aktual dan rata-rata skor uji organoleptik emulsi VCO Keterangan : S1 = Skor rasa S2 = Skor mouthfeel S3 = Skor aroma S4 = Skor kekentalan S5 = Skor kestabilan No Skim Fruktosa Sitrat Laktat S1 S2 S3 S4 S5 1 8.0 9.23 0.40 0.50 7.6 6.9 6.4 7.3 9.8 2 7.0 10.13 0.30 0.70 6.7 6.8 6.2 6.9 1.2 3 7.0 10.13 0.30 0.70 5.5 7.0 6.6 7.0 0.5 4 7.5 9.73 0.35 0.55 6.6 6.9 6.6 6.8 1.2 5 7.5 9.61 0.38 0.65 5 6.5 6.1 6.6 0.1 6 8.0 9.08 0.35 0.70 5.4 6.7 6.4 6.5 0.3 7 6.5 10.66 0.38 0.60 6.2 6.9 6.8 6.9 0.1 8 8.0 9.23 0.40 0.50 6.9 7.0 6.4 7.2 7.5 9 6.0 11.33 0.30 0.50 5.0 6.8 6.8 7.0 5.2 10 6.0 11.23 0.40 0.50 7.1 6.9 7.1 6.7 5.6 11 6.0 11.03 0.40 0.70 5.3 4.5 6.8 7.4 0.2 12 8.0 9.33 0.30 0.50 6.7 7.0 7.0 6.9 8.7 13 7.0 10.13 0.40 0.60 6.2 6.9 7.1 7.1 0.4 14 7.0 10.28 0.35 0.50 6.6 7.1 6.5 7.2 0.1 15 6.0 11.18 0.35 0.60 6.2 6.9 6.8 6.9 6.0 16 6.0 11.03 0.40 0.70 5.1 5.4 6.2 7.0 0.0 17 8.0 9.33 0.30 0.50 6.5 7.0 6.1 6.8 8.4 18 6.0 11.33 0.30 0.50 5.2 7.1 6.2 7.0 4.3 49 Berdasarkan hasil uji terhadap masing-masing respon, maka dapat diketahui model ordo untuk masing-masing respon. Model yang memiliki nilai ”probF” lebih dari 0.05, menunjukkan bahwa variabel uji memberikan pengaruh yang signifikan terhadap respon Anonim, 2007 j. Hasil analisis dari setiap respon, secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 3. Respon rasa dijadikan sebagai salah satu variabel uji, karena salah satu tujuan utama dari penelitian ini adalah meningkatkan karakteristik rasa dari VCO. Oleh karena itu, komponen-komponen dalam optimasi formula emulsi VCO harus dapat mempengaruhi, khususnya meningkatkan rasa produk. Besarnya pengaruh skim, fruktosa, sitrat, dan laktat terhadap respon rasa berdasarkan tingkat kesukaan dapat dilihat dari hasil ANOVA. Tabel 11. Hasil ANOVA untuk respon rasa Komponen Nilai ”ProbF” Linier mixture 0.004 AB 0.8123 AC 0.7181 AD 0.7312 BC 0.6719 BD 0.6564 CD 0.4310 Keterangan : A = Skim B = Fruktosa C = Asam sitrat D = Asam laktat Hasil analisis pada program DX 7 menunjukkan bahwa model polinomial dari respon rasa adalah kuadratik. Hasil uji ANOVA pada selang kepercayaan 95 menunjukkan bahwa model kuadratik yang direkomendasikan adalah signifikan, dengan nilai “probF” lebih kecil daripada 0.05, yaitu sebesar 0.007. Hasil ANOVA pada Tabel 11 menunjukkan pula bahwa secara terpisah linier mixture, maka komponen A skim, B fruktosa, C sitrat, dan D laktat memberikan pengaruh yang 50 signifikan nilai ”probf” 0.004 terhadap skor rasa pada selang kepercayaan 95, tetapi interaksi antara AB, AC, AD, BC, BD, dan AD tidak signifikan. Signifikansi model ordo didukung pula dengan nilai ”probF” untuk lack of fit sebesar 0.6656 yang menunjukkan bahwa lack of fit tidak signifikan relatif terhadap pure error, artinya terdapat kesesuaian antara data respon rasa dan model. Persamaan polinomial dari model kuadratik untuk respon rasa dapat dilihat sebagai berikut : Rasa = 1.525 x Skim + [-3.408x Fruktosa] + [-739.4 x Sitrat] + [- 187.1 x Laktat] + [-0.072 x Skim x Fruktosa] + 42.86 x Skim x Sitrat + 11.56 x Skim x Laktat + 50.24 x Fruktosa x Sitrat + 14.99 x Fruktosa x Laktat + [-84.76 x Sitrat x Laktat] Berdasarkan persamaan polinomial tersebut, maka skor rasa akan meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi skim secara signifikan. Meningkatnya skor rasa juga dipengaruhi oleh interaksi skim-sitrat, skim- laktat, fruktosa-sitrat, dan fruktosa-laktat, tetapi pengaruhnya tidak signifikan. Pengaruh yang besar terlihat pada penambahan komponen sitrat -739.4 dan laktat -187.1 yang dapat menyebabkan menurunnya skor rasa secara signifikan. Atribut mouthfeel dimaksudkan sebagai perasaan suatu pangan di bagian permukaan mulut setelah ditelan berdasarkan tingkat kesukaan. Umumnya diuji terhadap produk berminyak, karena terkadang minyak dapat tertinggal di bagian permukaan mulut seperti membentuk suatu lapisan tipis. Besarnya pengaruh skim, fruktosa, sitrat, dan laktat terhadap respon mouthfeel berdasarkan tingkat kesukaan dapat dilihat dari hasil ANOVA. Hasil analisis pada program DX 7 menunjukkan bahwa model polinomial dari respon mouthfeel adalah kuadratik. Hasil uji ANOVA pada selang kepercayaan 95 menunjukkan bahwa model kuadratik yang direkomendasikan adalah signifikan, dengan nilai “probF” lebih kecil daripada 0.05, yaitu sebesar 0.0028. Hasil ANOVA pada Tabel 12 menunjukkan pula bahwa secara terpisah linier mixture, maka komponen A skim, B fruktosa, C sitrat, dan D laktat serta interaksi antara AD dan 51 BD memberikan pengaruh yang signifikan nilai ”probF” kurang dari 0.05 terhadap skor mouthfeel pada selang kepercayaan 95. Hal ini didukung pula dengan nilai ”probF” untuk lack of fit sebesar 0.5635 yang menunjukkan bahwa lack of fit tidak signifikan relatif terhadap pure error, yaitu terdapat kesesuaian antara data respon mouthfeel dan model. Tabel 12. Hasil ANOVA untuk respon mouthfeel Komponen Nilai ”ProbF” Linier mixture 0.0012 AB 0.9905 AC 0.7873 AD 0.0341 BC 0.7878 BD 0.0397 CD 0.6457 Keterangan : A = Skim, B = Fruktosa C = Asam sitrat, D = Asam laktat Persamaan polinomial untuk respon mouthfeel dapat dilihat sebagai berikut : Mouthfeel = [-1.847 x Skim] + [-0.689 x Fruktosa] + 433.48 x Sitrat + [- 967 x Laktat] + 0.0026 x Skim x Fruktosa + [-23.01 x Skim x Sitrat] + 59.67 x Skim x Laktat + [-22.89 x Fruktosa x Sitrat] + 57.301 x Fruktosa x Laktat + [-35.12 x Sitrat x Laktat] Berdasarkan persamaan polinomial diatas, maka penambahan skim, fruktosa, dan laktat dapat menurunkan skor mouthfeel. Sama halnya dengan interaksi sitrat-laktat, fruktosa-sitrat, dan skim-sitrat yang dapat menurunkan skor mouthfeel , tetapi tidak signifikan. Pengaruh yang besar terlihat pada penambahan laktat yang dapat menurunkan skor mouthfeel secara signifikan. Hal ini dilihat dari konstanta terbesar dari persamaan, yaitu -967. Namun, 52 sitrat juga memiliki pengaruh yang cukup besar dalam meningkatkan skor mouthfeel dengan konstanta sebesar 433.48. Selain itu, pengaruh yang signifikan dapat terlihat dari interaksi antara skim-laktat dan fruktosa-laktat yang dapat meningkatkan skor mouthfeel. Stratford 1999 menyatakan bahwa penambahan asam pada suatu produk pangan dapat berperan sebagai artificial flavor. Oleh karena itu, adanya penambahan asam sitrat dan asam laktat kemungkinan dapat mempengaruhi aroma dari produk. Selain itu, skim yang mempunyai aroma khas kemungkinan juga dapat mempengaruhi aroma sampel. Pengaruh skim, fruktosa, sitrat, dan laktat terhadap respon aroma berdasarkan tingkat kesukaan dapat dilihat dari hasil ANOVA. Hasil analisis pada program DX 7 menunjukkan bahwa model polinomial dari respon aroma adalah linier, tetapi hasil uji ANOVA pada selang kepercayaan 95 menunjukkan bahwa model linier ini tidak signifikan, dengan nilai “probF” sebesar 0.4623. Hasil ANOVA menunjukkan pula bahwa secara terpisah linier mixture, maka komponen A skim, B fruktosa, C sitrat, dan D laktat tidak signifikan terhadap skor aroma. Namun, terdapat kesesuaian antara data respon aroma dengan model yang ditunjukkan dengan nilai “probF” untuk lack of fit kurang dari 0.05, yaitu sebesar 0.7581. Persamaan polinomial untuk respon aroma dapat dilihat sebagai berikut : Aroma = 0.2883 x Skim + 0.4074 x Fruktosa + 1.9999 x Sitrat + [- 0.5497 x Laktat] Berdasarkan persamaan polinomial, maka skor aroma akan meningkat dengan meningkatnya konsentrasi skim, fruktosa, dan asam sitrat. Akan tetapi, meningkatnya konsentrasi asam laktat akan menurunkan skor aroma. Berdasarkan nilai konstanta terbesar, maka asam sitrat memiliki pengaruh terbesar pada skor aroma. Istilah viskositas atau kekentalan sangat berkaitan dengan produk emulsi. Protein susu, yaitu skim yang berperan sebagai hidrokoloid serta asam yang dapat meningkatkan kekentalan jika berinteraksi dengan protein, berpengaruh besar terhadap kekentalan produk emulsi. Besarnya pengaruh 53 skim, fruktosa, sitrat, dan laktat terhadap respon kekentalan berdasarkan tingkat kesukaan dapat dilihat dari hasil ANOVA. Tabel 13. Hasil ANOVA untuk respon kekentalan Komponen Nilai “probF” Linier mixture 0.1087 AB 0.1430 AC 0.6622 AD 0.1144 BC 0.6020 BD 0.1551 CD 0.3621 Keterangan : A = Skim B = Fruktosa C = Asam sitrat, D = Asam laktat Hasil analisis pada program DX 7 menunjukkan bahwa model polinomial dari respon kekentalan adalah kuadratik. Hasil uji ANOVA pada selang kepercayaan 95 menunjukkan bahwa model kuadratik yang direkomendasikan adalah signifikan, dengan nilai “probF” lebih kecil daripada 0.05, yaitu sebesar 0.00249. Namun, hasil ANOVA pada Tabel 13 untuk respon kekentalan menunjukkan bahwa secara terpisah linier mixture, maka komponen A skim, B fruktosa, C sitrat, dan D laktat tidak memberikan pengaruh yang signifikan nilai ”probF” lebih besar dari 0.05, yaitu sebesar 0.1087 terhadap skor kekentalan pada selang kepercayaan 95. Begitu pula dengan interaksi antara AB, AC, AD, BC, BD, dan CD tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap skor kekentalan. Hal ini melemahkan hipotesis yang menunjukkan bahwa komponen- komponen yang diuji berpengaruh terhadap respon kekentalan. Lemahnya hipotesis kemungkinan dikarenakan perlakuan pasteurisasi terhadap produk akhir. Ennis dan Mulvihill 2000 menyatakan bahwa perlakuan panas pada suhu 35-65 o C dapat menurunkan viskositas protein, sehingga dengan adanya 54 pemanasan ini menyebabkan viskositas antara sampel menjadi seragam dan tidak berbeda nyata. Namun, data respon dan model tetap ada kesesuaian yang ditandai dengan nilai ”probF” untuk lack of fit sebesar 0.4512 yang menunjukkan adanya kesesuaian antara data respon kekentalan dan model. Berikut ini persamaan polinomial untuk respon kekentalan : Kekentalan = [-0.119 x Skim] + 0.4245 x Fruktosa + 353.49 x Sitrat + 317.19 x Laktat + 0.1656 x Skim x Fruktosa + [-18.17 x Skim x Sitrat] + [-20.14 x Skim x Laktat] + [- 21.69 x Fruktosa x Sitrat] + [-17.82 x Fruktosa x Laktat] + [-34.54 x Sitrat x Laktat] Berdasarkan persamaan polinomial, maka skor kekentalan akan menurun seiring menurunnya konsentrasi skim serta interaksi antara skim-sitrat, skim- laktat, fruktosa-sitrat, fruktosa-laktat, dan sitrat-laktat. Skor kekentalan sangat dipengaruhi oleh sitrat dan laktat yang ditunjukkan dengan nilai konstanta terbesar. Selain itu, interaksi skim-fruktosa juga dapat meningkatkan skor kekentalan. Seperti halnya viskositas, maka produk emulsi pun sangat berkaitan erat dengan kestabilan. Protein susu yang berperan sebagai hidrokoloid sekaligus sebagai surfaktan yang dapat menurunkan tegangan permukaan serta asam yang dapat meningkatkan kekentalan jika berinteraksi dengan protein Ennis dan Mulvihill, 2000, secara otomatis berpengaruh terhadap kestabilan produk emulsi. Besarnya pengaruh skim, fruktosa, sitrat, dan laktat terhadap respon kestabilan dapat dilihat dari hasil ANOVA. Hasil analisis pada program DX 7 menunjukkan bahwa model polinomial dari respon kestabilan adalah kuadratik. Hasil uji ANOVA pada selang kepercayaan 95 menunjukkan bahwa model kuadratik yang direkomendasikan adalah signifikan, dengan nilai “probF” lebih kecil daripada 0.05, yaitu sebesar 0.0001. Hasil ANOVA menunjukkan pula bahwa secara terpisah linier mixture, maka komponen A skim, B fruktosa, C sitrat, dan D laktat serta interaksi antara AB, AC, AD, BC, BD, dan CD memberikan pengaruh yang signifikan nilai ”probF” kurang dari 0.05 terhadap skor kestabilan pada selang kepercayaan 95. Hal ini 55 didukung pula dengan nilai ”probF” untuk lack of fit sebesar 0.2073 yang menunjukkan bahwa lack of fit tidak signifikan relatif terhadap pure error, yaitu terdapat kesesuaian antara data respon kestabilan dan model. Tabel 14. Hasil ANOVA untuk respon kestabilan Komponen Nilai “probF” Linier mixture 0.0001 AB 0.0001 AC 0.0159 AD 0.0042 BC 0.0164 BD 0.0032 CD 0.0040 Keterangan : A = Skim, B = Fruktosa, C = Asam sitrat, D = Asam laktat Persamaan polinomial untuk respon kestabilan dapat dilihat sebagai berikut : Kestabilan = 39.73 x Skim + 8.6485 x Fruktosa + 12245 x Sitrat + [- 4081.5 x Laktat] + [-5.5875 x Skim x Fruktosa] + [-697.77 x Skim x Sitrat] + 235.77 x Skim x Laktat + [-690.43 x Fruktosa x Sitrat] + [252.83 x Fruktosa x Laktat] + [-807.51 x Sitrat x Laktat] Berdasarkan persamaan polinomial, maka skor kestabilan akan meningkat dengan meningkatnya konsentrasi skim, fruktosa, sitrat, interaksi antara skim- laktat, dan fruktosa-laktat secara signifikan. Namun, skor kestabilan dapat menurun dengan meningkatnya konsentrasi laktat, interaksi skim-fruktosa, skim-sitrat, fruktosa-sitrat, dan sitrat-laktat secara signifikan. Komponen sitrat dan laktat memeberikan pengaruh yang besar terhadap skor kestabilan dilihat dari nilai konstantanya. 56 Berdasarkan hasil ANOVA dari kelima respon, maka hanya respon aroma yang tidak memiliki model yang signifikan. Dengan demikian, respon aroma tidak digunakan pada tahap selanjutnya, yaitu tahap optimasi formula. Pada tahap optimasi perlu ditentukan tingkat kepentingan dari masing- masing respon sehingga dapat diperoleh formula yang optimum. Tingkat kepentingan importance pada tahap optimasi di program DX 7 berkisar antara positif 1 + hingga 5 +++++. Semakin tinggi nilai positif, semakin tinggi tingkat kepentingannya. Untuk respon rasa, mouthfeel, dan kestabilan diberi nilai kepentingan yang sangat tinggi, yaitu positif 5, sedangkan respon kekentalan diberi nilai kepentingan yang lebih rendah dibandingkan respon rasa, mouthfeel, dan kestabilan, yaitu positif 3. Tujuan dari optimasi adalah meminimumkan usaha yang diperlukan atau biaya operasional dan memaksimumkan hasil yang diinginkan. Fungsi dari tujuan optimasi pada program DX 7 dikenal dengan desirability. Nilainya berkisar antara 0 sampai 1. Nilai desirability mendekati nol manunjukkan bahwa formula tersebut sulit mencapai titik optimal berdasarkan variabel respon yang ada. Nilai desirability mendekati satu menunjukkan bahwa formula emulsi VCO dapat mencapai formula optimal sesuai dengan variabel respon yang dikehendaki. Berdasarkan rancangan percobaan dalam desain aktual dan nilai masing-masing respon, maka program DX 7 merekomendasikan empat solusi formula yang dinilai optimal. Berikut ini empat formula optimal dari DX 7. Tabel 15. Empat formula optimum DX 7 Keterangan : S1 = Skor Rasa S2 = Skor Mouthfeel S3 = Skor Kekentalan S4 = Skor Kestabilan No Skim Fruktosa Sitrat Laktat S1 S2 S3 S4 Desirability 1 8 9.23 0.4 0.5 7.3 6.9 7.3 8.7 0.884 2 8 9.31 0.32 0.5 6.9 6.9 6.9 7.2 0.719 3 6 11.17 0.3 0.66 6.0 6.9 7.2 8.2 0.680 4 6 11.23 0.4 0.5 7.2 7.0 6.8 5.5 0.663 57 Tabel 15 menunjukkan bahwa formula 1 adalah formula yang menghasilkan desirability tertinggi dengan respon rasa, kekentalan, dan kestabilan paling tinggi dibandingkan dengan formula lainnya. Nilai desirability menunjukkan bahwa nilai total dari keempat fungsi tujuan adalah paling optimum sehingga formula 1 digunakan sebagai formula terpilih. Gambar 11. Contour plot tingkat desirability terhadap penerimaan rasa, mouthfeel , kekentalan dan kestabilan Gambar 12. Tiga dimensi surface tingkat desirability terhadap penerimaan rasa, mouthfeel, kekentalan dan kestabilan Design-Expert® Softw are Desirability 1 X1 = D: Laktat X2 = B: Fruktosa X3 = C: Sitrat Actual Component A: Skim = 8.000 D 0.800 B 9.030 C 0.300 0.000 0.223 0.445 0.667 0.890 D e si rabi lity D 0.500 B 9.330 C 0.600 Design-Expert® Softw are Desirability Design Points 1 X1 = D: Laktat X2 = B: Fruktosa X3 = C: Sitrat Actual Component A: Skim = 8.000 D: Laktat 0.800 B: Fruktosa 9.330 C: Sitrat 0.600 0.300 9.030 0.500 Desirability 0.146 0.146 0.146 0.292 0.292 0.292 0.292 0.292 0.292 0.292 0.438 0.583 0.729 2 2 Prediction 0.884 58 Gambar 11 merupakan contour plot dengan menggunakan model prediksi untuk penerimaan skor rasa, mouthfeel, kekentalan dan kestabilan. Ukuran-ukuran pada suatu garis contour merupakan kombinasi empat komponen untuk mencapai desirability yang sama. Titik sentral pada Gambar 11 memiliki ukuran sentral dengan kombinasi 8 skim, 9.23 fruktosa, 0.4 asam sitrat, dan 0.5 asam laktat serta nilai desirability sebesar 0.884. D. UJI FISIK, KIMIA, DAN MIKROBIOLOGI Uji fisik yang dilakukan terhadap formula terpilih adalah warna dan viskositas. Hasil uji fisik emulsi VCO dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Hasil uji fisik emulsi VCO No Karakteristik Rata-rata 1 Warna L 69.46 a 16.82 b 46.54 o Hue 70.13 2 Viskositas cp 4450 Hasil rata-rata 2 kali pengukuran Hasil analisis warna menunjukkan tingkat kecerahan sampel yang cukup tinggi, yaitu sebesar 69.46 dari nilai maksimum 100 dan nilai minimum 0. Nilai a dan b sampel sebesar positif 16.82 dan 46.54 menunjukkan bahwa sampel berada pada kisaran warna merah dan kuning dengan tingkat intensitas warna kuning lebih tinggi. Berdasarkan nilai o Hue, maka sampel ini pun berada pada kisaran warna kuning merah. Secara subjektif warna sampel adalah orange yang berasal dari flavor colorized serta skim dan polysorbate 80 dalam emulsi yang menyebabkan warna putih. Analisis kekentalan menunjukkan bahwa sampel memiliki tingkat viskositas yang cukup tinggi, yaitu sebesar 4450 cp. Tingkat viskositas yang cukup tinggi sangat penting untuk menstabilkan emulsi. Hal ini dikarenakan 59 viskositas yang tinggi dapat menghambat gaya tarik menarik antar droplet yang dapat menyebabkan terjadinya agregasi atau ketidakstabilan emulsi. Analisis bilangan asam, peroksida, total mikroba TPC, dan pH dilakukan sebagai uji kualitas sampel. Berikut ini hasil uji kualitas sampel dari formula terpilih. Tabel 17. Hasil uji kualitas sampel emulsi VCO No Karakteristik Rata-rata 1 Bilangan asam mg KOHg sampel 6.62 ± 0.02 2 Bilangan peroksida meqkg sampel 0.9619 ± 0.01 3 Total mikroba koloniml 3 x 10 2 4 pH 4.14 Hasil rata-rata 2 kali pengukuran Bilangan asam secara normal mengukur asam lemak yang mengalami hidrolisis dari bentuk trigliserida Pike, 1994. Reaksi hidrolisis terjadi antara minyak dan air serta katalis seperti enzim lipase dan mikroba. Asam lemak bebas yang terbentuk dari hasil hidrolisis dapat menyebabkan kerusakan ketengikan minyak Rossell, 1983. Hasil analisis bilangan asam menunjukkan bahwa sampel memiliki bilangan asam yang sangat tinggi. Berdasarkan Codex-Stan 210-1999, kadar maksimum bilangan asam pada virgin fats and oils adalah sebesar 4 mg KOHg sampel, sedangkan berdasarkan APCC, standar maksimum bilangan asam pada VCO adalah sebesar 0.5 mg KOHkg sampel. Tingginya bilangan asam pada sampel belum tentu menunjukkan tingginya asam lemak bebas. Pike 1994 menyatakan bahwa adanya penambahan bahan aditif pada minyak seperti asam sitrat yang umumnya digunakan sebagai metal chelator dapat meningkatkan bilangan asam menjadi sangat tinggi. Hal ini diakarenakan metode pengukuran bilangan asam didasarkan pada titrimetri asidimetri alkalimetri dengan indikator asam basa, yaitu banyaknya titran KOH yang diperlukan untuk menetralkan titrat sampel sehingga semakin rendah pH sampel, maka semakin banyak KOH 60 yang diperlukan untuk menetralkan sampel. Oleh karena itu, sampel memiliki bilangan asam yang tinggi karena mengandung asam sitrat, asam laktat, serta asam organik lainnya yang berasal dari flavor dengan konsentrasi yang cukup tinggi. Analisis bilangan peroksida ditujukan untuk mengetahui total peroksida sebagai produk sementara dari oksidasi lemak yang dapat menyebabkan kerusakan ketengikan pada minyak Pike, 1994. Hasil analisis menunjukkan bahwa bilangan peroksida sampel memiliki nilai yang sangat kecil, yaitu 0.9619 meqkg sampel. Berdasarkan Codex-Stan 210-1999, kadar maksimum bilangan peroksida pada virgin fats and oils adalah sebesar 15 meqkg sampel. Selain itu, berdasarkan APCC, standar maksimum bilangan peroksida pada VCO adalah sebesar 3 meqkg sampel. Bilangan peroksida yang rendah dikarenakan VCO mengandung sekitar 90 asam lemak jenuh yang lebih tahan terhadap proses ketengikan akibat oksidasi dibandingkan dengan asam lemak tidak jenuh Syah, 2005. Analisis mikrobiologi yang dilakukan adalah total mikroba dengan melakukan pemupukan pada media PCA yang dapat digunakan untuk melakukan perhitungan jumlah mikroorganisme aerobik bakteri, kapang dan kamir atau angka lempeng total TPC. Analisis mikrobiologi dapat menunjukkan kualitas produk karena beberapa jenis mikroba menghasilkan enzim yang menyebabkan hidrolisis minyak Rossell, 1983. Berdasarkan hasil analisis, jumlah mikroba pada sampel kurang dari 3 x 10 2 koloniml. Dengan mengacu pada SNI 01-3816-1995 mengenai santan cair, maka TPC pada sampel emulsi VCO jauh dibawah batas maksimum, yaitu 1 x 10 5 kolonig. Pengukuran pH diperlukan dalam mengukur kualitas sampel karena kerusakan minyak oleh mikroba dapat terhambat dalam suasana asam Ketaren, 1986. Hasil pengukuran pH menunjukkan pH sampel sekitar 4.14 yang berarti tergolong bahan pangan asam Buckle et al, 1987. Salah satu uji kimia lainnya yang dilakukan adalah asam lemak dengan metode gas chromatography GC. Tabel 18 menunjukkan kadar asam lemak pada VCO asli dan emulsi VCO hasil optimasi formula. 61 Tabel 18. Kadar asam lemak VCO asli dan emulsi VCO Asam lemak Asam lemak mg asam lemakg sampel Persentase VCO asli Emulsi VCO VCO asli Emulsi VCO C8:0 91.54 75.51 11.62 12.05 C10:0 56.28 47.69 7.15 7.61 C12:0 377.54 307.16 47.94 49.02 C14:0 130.93 102.70 16.62 16.39 C16:0 65.90 48.62 8.37 7.76 C18:0 18.49 13.38 2.35 2.14 C18:1 40.17 26.47 5.10 4.22 C18:2 6.74 5.04 0.86 0.80 Hasil analisis menunjukkan bahwa total asam lemak pada VCO asli adalah sebesar 787.59 mg asam lemakg sampel, sedangkan total asam lemak pada emulsi VCO adalah sebesar 626.57 mg asam lemakg sampel sehingga telah terjadi penurunan asam lemak sebesar 20.44. Penurunan kadar asam lemak rantai sedang MCTs sebagai komponen fungsional utama pada VCO adalah sebesar 95 mg asam lemakg sampel atau sebesar 18.08. Penurunan asam lemak kemungkinan dikarenakan VCO yang ditambahkan dalam formula hanya sebesar 64. Berdasarkan hasil analisis asam lemak pada VCO asli dan emulsi VCO hasil formula terpilih, maka kedua sampel tersebut memiliki persentase asam lemak yang sesuai dengan standar APCC yang dapat dilihat pada Tabel 3. E. UJI HEDONIK Hasil formula terpilih dari optimasi formula dilakukan uji hedonik kembali untuk membandingkan dengan VCO asli, yaitu produk awal atau VCO tanpa modifikasi. Uji hedonik ini dilakukan dengan menggunakan uji kesukaan skala 1 hingga 5. Kedua sampel diuji secara subjektif kepada 25 panelis berdasarkan skor kesukaan terhadap atribut rasa dan mouthfeel. Dengan menggunakan uji T-test dapat diketahui bahwa pada selang kepercayaan 95, VCO asli dan emulsi VCO dari formula terpilih, memiliki 62 perbedaan yang signifikan berdasarkan skor kesukaan untuk atribut rasa maupun mouthfeel. Hal ini ditunjukkan dengan nilai signifikansi yang kurang dari 0.05. Dengan merata-ratakan skor kesukaan terhadap atribut rasa maupun mouthfeel , maka emulsi VCO memiliki skor yang lebih tinggi dibandingkan dengan VCO asli. Hal skor kesukaan antara emulsi VCO dan VCO asli dapat dilihat pada Gambar 13. Gambar 13. Skor kesukaan VCO asli dan emulsi VCO Berdasarkan atribut rasa, emulsi VCO memiliki skor kesukaan sebesar 4 yang berarti suka, sedangkan VCO asli memiliki skor yang lebih rendah, yaitu 2.8 yang berarti antara tidak suka hingga biasa. Berdasarkan atribut mouthfeel, emulsi VCO memiliki skor kesukaan yang lebih besar, yaitu 3.6 yang berarti antara biasa hingga suka, sedangkan VCO asli memiliki skor kesukaan sebesar 2.8 yang berarti antara tidak suka hingga biasa. Dengan demikian, berdasarkan pada hasil rata-rata skor dari uji organoleptik, maka emulsi VCO hasil optimasi memiliki skor rasa dan mouthfeel yang lebih besar dibandingkan dengan VCO asli. F. PENDUGAAN UMUR SIMPAN Institute of Food Technologist mendefinisikan umur simpan sebagai waktu yang dibutuhkan suatu produk untuk mengalami kerusakan hingga 1 2 3 4 5 S ko r K esu kaan Rasa Mouthfeel Atribut Uji Sensori VCO asli Emulsi VCO 63 tingkat yang tidak dapat diterima pada kondisi penyimpanan, proses, dan pengemasan yang spesifik. Pendugaan umur simpan produk emulsi VCO dilakukan berdasarkan atribut aroma dan warna yang dilakukan melalui uji organoleptik.

1. Uji Organoleptik Aroma Emulsi VCO