Optimasi Formula Dan Pendugaan Umur Simpan Emulsi Virgin Coconut Oil

(1)

SKRIPSI

OPTIMASI FORMULA DAN PENDUGAAN UMUR SIMPAN EMULSI VIRGIN COCONUT OIL

Oleh

RINA ANGGRAENI F24103066

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

OPTIMASI FORMULA DAN PENDUGAAN UMUR SIMPAN EMULSI VIRGIN COCONUT OIL

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

RINA ANGGRAENI F24103066

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(3)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

OPTIMASI FORMULA DAN PENDUGAAN UMUR SIMPAN EMULSI VIRGIN COCONUT OIL

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

RINA ANGGRAENI F24103066

Dilahirkan pada tanggal 20 Agustus 1985 Di Bandung, Jawa Barat

Tanggal Lulus : 5 Oktober 2007

Menyetujui,

Prof. Dr. Ir. Deddy Muchtadi, MS Dosen Pembimbing

Mengetahui,

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc Ketua Departemen ITP


(4)

Rina Anggraeni. F24103066. Optimasi Formula dan Pendugaan Umur Simpan Emulsi Virgin Coconut Oil. Di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Deddy Muchtadi, MS.

RINGKASAN

Buah kelapa yang diolah menjadi virgin coconut oil (VCO) sebagai suplemen pangan memiliki nilai tambah yang lebih tinggi dibandingkan jika diolah menjadi minyak goreng biasa. Hal ini dikarenakan kandungan medium chain triglycerides (MCTs) yang tersusun atas asam kaproat (C6:0), asam kaprilat (C8:0), asam kaprat (C10:0), dan asam laurat (C12:0) sebagai salah satu komponen fungsional pada VCO terdapat dalam kadar yang lebih tinggi. MCTs khususnya asam kaprilat dan asam kaprat bermanfaat dalam mengatasi obesitas. Selain itu, asam kaprat dan asam laurat bermanfaat sebagai antimikroba. Kandungan MCTs terbesar pada VCO adalah asam laurat yang dapat mencapai 50% dari total asam lemak. Selain bermanfaat sebagai antimikroba, asam laurat bermanfaat dalam mengatasi diabetes dan hiperkolestrolemia. Namun, manfaat yang begitu besar dari VCO tidak didukung dengan karakteristik organoleptik khususnya rasa dan mouthfeel VCO.

Tujuan dari penelitian ini adalah memperbaiki karakteristik organoleptik VCO melalui teknik emulsifikasi dengan mengoptimasi formula emulsi VCO sehingga diperoleh respon yang optimal berupa rasa, mouthfeel, aroma, kekentalan, dan kestabilan. Selain itu, pendugaan umur simpan dilakukan terhadap formula dengan respon yang optimal.

Penelitian ini terbagi menjadi penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan terdiri atas lima tahap. Tahap pertama dilakukan untuk menentukan jenis emulsifier berupa lesitin dan polysorbate 80. Tahap kedua dilakukan untuk menentukan rasio minyak dan air, yaitu rasio 6 : 4, 7 : 3, dan 8 : 2. Tahap ketiga hingga kelima dilakukan untuk menentukan konsentrasi maksimum dan minimum skim, fruktosa, asam sitrat, serta asam laktat. Penelitian utama dilakukan untuk mengoptimasi formula emulsi VCO dengan menggunakan program design expert 7 (DX 7) serta menduga umur simpannya melalui metode akselerasi dengan pendekatan Arrhenius.

Hasil penelitian pendahuluan yang dilakukan secara trial and error menunjukkan bahwa jenis emulsifier yang digunakan pada tahap selanjutnya adalah polysorbate 80 serta rasio minyak dan air sebesar 8 : 2. Selain itu, ditentukan pula beberapa komponen yang menjadi variabel uji dalam tahap optimasi formula dengan DX 7, yaitu susu skim, fruktosa, asam sitrat, dan asam laktat dengan kisaran konsentrasi masing-masing komponen sebesar 6% – 8%, 9.03% – 11.33%, 0.3% – 0.4%, dan 0.5% – 0.7%. Total konsentrasi dari keempat variabel uji adalah sebesar 18.13%. Nilai tersebut diperoleh dari selisih total konsentrasi komponen tetap, yaitu minyak 64%, air 16%, polysorbate 80 0.25%, flavor 1.5%, BHT 0.02%, dan natrium benzoat 0.1% sehingga total persentase seluruh formula adalah 100%.

Desain percobaan yang dihasilkan dari keempat komponen variabel uji adalah 18 formula dengan tanpa pengelompokkan dan ulangan dua kali. Hasil


(5)

fruktosa, asam sitrat, dan asam laktat berpengaruh nyata terhadap skor kesukaan untuk respon rasa, mouthfeel, dan kekentalan, serta skor kestabilan pada selang kepercayaan 95%. Namun, komponen-komponen tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap skor kesukaan untuk respon aroma pada selang kepercayaan 95%. Respon yang signifikan diolah lebih lanjut sehingga diperoleh formula terpilih yang terdiri atas 8% skim, 9.23% fruktosa, 0.4% sitrat, dan 0.5% laktat dengan nilai desirability sebesar 0.884.

Hasil analisis fisik terhadap formula terpilih menunjukkan bahwa emulsi VCO memiliki kisaran warna kuning merah, tingkat kecerahan sebesar 70.13, dan viskositas sebesar 4450 cp. Hasil uji kualitas menunjukkan bahwa emulsi VCO memiliki bilangan asam sebesar 6.62 mg KOH/g sampel, bilangan peroksida sebesar 0.9619 meq/kg sampel, total mikroba kurang dari 3 x 102 koloni/ml, dan pH sekitar 4.14. Analisis asam lemak dilakukan pula terhadap emulsi VCO dan VCO asli. Hasil analisis menunjukkan bahwa terjadi penurunan kadar MCT sebesar 18.08% atau sebesar 95 mg asam lemak/g sampel.

Hasil uji hedonik terhadap VCO asli dan emulsi VCO dari formula terpilih menunjukkan bahwa kesukaan panelis terhadap atribut rasa dan mouthfeel untuk kedua sampel berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%. Selain itu, berdasarkan atribut rasa, VCO asli memiliki skor kesukaan 2.8 yang berarti antara tidak suka hingga biasa, sedangkan emulsi VCO memiliki skor kesukaan yang lebih besar, yaitu 4.0 yang berarti suka. Berdasarkan atribut mouthfeel, VCO asli memiliki skor kesukaan sebesar 2.8 yang berarti antara tidak suka hingga biasa, sedangkan emulsi VCO memiliki skor kesukaan 3.6 yang berarti antara biasa hingga suka.

Pendugaan umur simpan terhadap formula terpilih menunjukkan bahwa berdasarkan uji organoleptik aroma (off flavor), maka emulsi VCO memiliki umur simpan selama 7.09 bulan jika disimpan pada suhu 27oC. Berdasarkan uji organoleptik warna, maka umur simpan emulsi VCO adalah selama 13.32 bulan jika disimpan pada suhu 27oC. Dengan mengacu pada umur simpan yang paling pendek, maka emulsi VCO memiliki umur simpan selama 7.09 bulan pada penyimpanan suhu 27oC. Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa interaksi antara suhu dan waktu penyimpanan berpengaruh nyata terhadap skor organoleptik aroma (off flavor) maupun warna pada selang kepercayaan 95%.

Plot skor organoleptik aroma dengan bilangan asam atau TBA selama penyimpanan diperlukan untuk memperoleh bilangan asam dan TBA saat produk sudah tidak dapat diterima lagi dari segi aroma atau telah tercapai skor 3 yang diasumsikan sebagai titik kritis. Bilangan asam dan TBA emulsi VCO saat tercapai titik kritis adalah sekitar 7.8379 mg KOH/g sampel dan 0.3673 mg malonaldehid/kg sampel. Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa interaksi antara suhu dan waktu penyimpanan berpengaruh nyata terhadap bilangan asam dan TBA pada selang kepercayaan 95%.

Nilai tingkat kecerahan saat produk sudah tidak dapat diterima lagi dari segi warna dilakukan pula dengan memplotkan skor organoleptik warna dan tingkat kecerahan selama penyimpanan. Dengan demikian, nilai tingkat kecerahan saat tercapai skor warna sebesar 4 yang diasumsikan sebagai titik kritis adalah 59.50. Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa interaksi antara suhu dan waktu penyimpanan berpengaruh nyata terhadap tingkat kecerahan pada selang kepercayaan 95%.


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung, Jawa Barat pada tanggal 20 Agustus 1985. Penulis adalah anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Dodi Heryadi, SE dan Kori Tresnawati. Penulis memulai pendidikan formal pada tahun 1991-1997 di Sekolah Dasar Negeri Pengadilan II Bogor. Tahun 1997, penulis melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 4 Bogor dan lulus pada tahun 2000. Pada tahun 2000, penulis melanjutkan tingkat pendidikannya di Sekolah Menengah Umum Negeri 5 Bogor dan lulus pada tahun 2003.

Tahun 2003, penulis diterima di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selain mengikuti kegiatan perkuliahan, penulis juga aktif di Organisasi HIMITEPA serta aktif di berbagai kegiatan kepanitiaan. Berbagai kegiatan kepanitiaan yang diikuti penulis adalah BAUR 2005, LCTIP XIII, serta Seminar Pangan Nasional dan Konferensi I Himpunan Mahasiswa Peduli Pangan Indonesia.

Selama kuliah di IPB, penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Teknologi Penyimpanan Pangan pada tahun 2007. Terakhir penulis melaksanakan kegiatan Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian dengan judul ”Optimasi Formula dan Pendugaan Umur Simpan Emulsi Virgin Coconut Oil” di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Deddy Muchtadi, MS.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat, karunia, dan bimbingan-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian dan studi literatur yang penulis lakukan.

Selama pelaksanaan penelitian, penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Deddy Muchtadi, MS 2. Ir. Budi Nurtama, M.Agr

3. Ir. Sutrisno Koswara, MSi 4. Dr. Ir. Sukarno, MSc 5. Elvira Syamsir, STP, MSi

6. Kedua orang tua, Ka Mira, Ka Riri, Haura, dan Ika 7. PT. Firmenich, Indonesia

8. Ka Anita dan para karyawan BBIA 9. Ka Vivi 39

10.Sahabat terbaik (Yeny, Tuti, Dion, dan Dun2) 11.Lasty, Her2, dan Hay2

12.Asih, Tilo, Fina, Oneth, Dey, Tya, Wayan, Dian, Olla, Mitoel, Anis, Arga, Andal, Aji, Erik, Tatan, Martin, Kanin, Ican, dan teman-teman angkatan 40 lainnya

13.Para teknisi laboratorium

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu dan teknologi pangan.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN ... 3

C. MANFAAT ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A. MINYAK KELAPA ... 4

B. VIRGIN COCONUT OIL (VCO) ... 6

C. SISTEM EMULSI DAN EMULSIFIER ... 9

1. Lesitin ... 11

2. Polysorbate 80 ... 12

D. HIDROKOLOID ... 13

E. ASAM SITRAT DAN ASAM LAKTAT ... 15

F. FRUKTOSA ... 16

G. KERUSAKAN MINYAK KELAPA ... 16

H. PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK PANGAN ... 18

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 24

A. BAHAN DAN ALAT ... 24

B. METODE PENELITIAN ... 24

1. Penelitian Pendahuluan ... 24

a. Tahap Satu ... 24

b. Tahap Dua ... 26

c. Tahap Tiga ... 28

d. Tahap Empat ... 28


(9)

2. Penelitian Utama ... 29

a. Tahap Satu ... 29

b. Tahap Dua ... 30

c. Tahap Tiga ... 30

d. Tahap Empat ... 30

C. ANALISIS ... 31

1. Bilangan Asam ... 31

2. Bilangan Peroksida ... 32

3. Thiobarbituric Acid (TBA) ... 33

4. Total Mikroba ... 33

5. Asam lemak ... 34

6. Derajat Keasaman (pH) ... 35

7. Warna ... 35

8. Viskositas ... 36

9. Uji Organoleptik ... 37

10.Pendugaan Umur Simpan ... 38

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 40

A. RANCANGAN FORMULA EMULSI VCO ... 40

B. OPTIMASI FORMULA ... 47

C. UJI FISIK, KIMIA, DAN MIKROBIOLOGI ... 58

D. UJI HEDONIK ... 61

E. PENDUGAAN UMUR SIMPAN ... 62

1. Uji Organoleptik Aroma Emulsi VCO ... 63

2. Uji Organoleptik Warna Emulsi VCO ... 67

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 71

A. KESIMPULAN ... 71

B. SARAN ... 73

DAFTAR PUSTAKA ... 74


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Komposisi asam lemak minyak kelapa ... 5

Tabel 2. Standar mutu VCO berdasarkan APCC serta virgin fats and oils berdasarkan Codex Stan 210-1999... 6

Tabel 3. Komposisi asam lemak pada VCO ... 7

Tabel 4. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses oksidasi minyak kelapa ... 18

Tabel 5. Formula emulsifikasi VCO ... 26

Tabel 6. Perbandingan konsentrasi asam sitrat dan asam laktat ... 29

Tabel 7. Keterangan warna oHue ... 36

Tabel 8. Faktor untuk setiap spindle dan speed ... 37

Tabel 9. Hasil uji pH emulsi VCO pada berbagai konsentrasi asam ... 46

Tabel 10. Desain aktual dan rata-rata skor uji organoleptik emulsi VCO ... 48

Tabel 11. Hasil ANOVA untuk respon rasa... 49

Tabel 12. Hasil ANOVA untuk respon mouthfeel ... 51

Tabel 13. Hasil ANOVA untuk respon kekentalan ... 53

Tabel 14. Hasil ANOVA untuk respon kestabilan ... 55

Tabel 15. Empat formula optimum DX 7 ... 56

Tabel 16. Hasil uji fisik emulsi VCO ... 58

Tabel 17. Hasil uji kualitas emulsi VCO ... 59

Tabel 18. Kadar asam lemak VCO asli dan emulsi VCO ... 61

Tabel 19. Nilai k dan ln k pada tiga suhu penyimpanan untuk parameter aroma secara organoleptik... 63

Tabel 20. Nilai k dan ln k pada tiga suhu penyimpanan untuk parameter warna secara organoleptik ... 67


(11)

SKRIPSI

OPTIMASI FORMULA DAN PENDUGAAN UMUR SIMPAN EMULSI VIRGIN COCONUT OIL

Oleh

RINA ANGGRAENI F24103066

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(12)

OPTIMASI FORMULA DAN PENDUGAAN UMUR SIMPAN EMULSI VIRGIN COCONUT OIL

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

RINA ANGGRAENI F24103066

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(13)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

OPTIMASI FORMULA DAN PENDUGAAN UMUR SIMPAN EMULSI VIRGIN COCONUT OIL

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

RINA ANGGRAENI F24103066

Dilahirkan pada tanggal 20 Agustus 1985 Di Bandung, Jawa Barat

Tanggal Lulus : 5 Oktober 2007

Menyetujui,

Prof. Dr. Ir. Deddy Muchtadi, MS Dosen Pembimbing

Mengetahui,

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc Ketua Departemen ITP


(14)

Rina Anggraeni. F24103066. Optimasi Formula dan Pendugaan Umur Simpan Emulsi Virgin Coconut Oil. Di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Deddy Muchtadi, MS.

RINGKASAN

Buah kelapa yang diolah menjadi virgin coconut oil (VCO) sebagai suplemen pangan memiliki nilai tambah yang lebih tinggi dibandingkan jika diolah menjadi minyak goreng biasa. Hal ini dikarenakan kandungan medium chain triglycerides (MCTs) yang tersusun atas asam kaproat (C6:0), asam kaprilat (C8:0), asam kaprat (C10:0), dan asam laurat (C12:0) sebagai salah satu komponen fungsional pada VCO terdapat dalam kadar yang lebih tinggi. MCTs khususnya asam kaprilat dan asam kaprat bermanfaat dalam mengatasi obesitas. Selain itu, asam kaprat dan asam laurat bermanfaat sebagai antimikroba. Kandungan MCTs terbesar pada VCO adalah asam laurat yang dapat mencapai 50% dari total asam lemak. Selain bermanfaat sebagai antimikroba, asam laurat bermanfaat dalam mengatasi diabetes dan hiperkolestrolemia. Namun, manfaat yang begitu besar dari VCO tidak didukung dengan karakteristik organoleptik khususnya rasa dan mouthfeel VCO.

Tujuan dari penelitian ini adalah memperbaiki karakteristik organoleptik VCO melalui teknik emulsifikasi dengan mengoptimasi formula emulsi VCO sehingga diperoleh respon yang optimal berupa rasa, mouthfeel, aroma, kekentalan, dan kestabilan. Selain itu, pendugaan umur simpan dilakukan terhadap formula dengan respon yang optimal.

Penelitian ini terbagi menjadi penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan terdiri atas lima tahap. Tahap pertama dilakukan untuk menentukan jenis emulsifier berupa lesitin dan polysorbate 80. Tahap kedua dilakukan untuk menentukan rasio minyak dan air, yaitu rasio 6 : 4, 7 : 3, dan 8 : 2. Tahap ketiga hingga kelima dilakukan untuk menentukan konsentrasi maksimum dan minimum skim, fruktosa, asam sitrat, serta asam laktat. Penelitian utama dilakukan untuk mengoptimasi formula emulsi VCO dengan menggunakan program design expert 7 (DX 7) serta menduga umur simpannya melalui metode akselerasi dengan pendekatan Arrhenius.

Hasil penelitian pendahuluan yang dilakukan secara trial and error menunjukkan bahwa jenis emulsifier yang digunakan pada tahap selanjutnya adalah polysorbate 80 serta rasio minyak dan air sebesar 8 : 2. Selain itu, ditentukan pula beberapa komponen yang menjadi variabel uji dalam tahap optimasi formula dengan DX 7, yaitu susu skim, fruktosa, asam sitrat, dan asam laktat dengan kisaran konsentrasi masing-masing komponen sebesar 6% – 8%, 9.03% – 11.33%, 0.3% – 0.4%, dan 0.5% – 0.7%. Total konsentrasi dari keempat variabel uji adalah sebesar 18.13%. Nilai tersebut diperoleh dari selisih total konsentrasi komponen tetap, yaitu minyak 64%, air 16%, polysorbate 80 0.25%, flavor 1.5%, BHT 0.02%, dan natrium benzoat 0.1% sehingga total persentase seluruh formula adalah 100%.

Desain percobaan yang dihasilkan dari keempat komponen variabel uji adalah 18 formula dengan tanpa pengelompokkan dan ulangan dua kali. Hasil


(15)

fruktosa, asam sitrat, dan asam laktat berpengaruh nyata terhadap skor kesukaan untuk respon rasa, mouthfeel, dan kekentalan, serta skor kestabilan pada selang kepercayaan 95%. Namun, komponen-komponen tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap skor kesukaan untuk respon aroma pada selang kepercayaan 95%. Respon yang signifikan diolah lebih lanjut sehingga diperoleh formula terpilih yang terdiri atas 8% skim, 9.23% fruktosa, 0.4% sitrat, dan 0.5% laktat dengan nilai desirability sebesar 0.884.

Hasil analisis fisik terhadap formula terpilih menunjukkan bahwa emulsi VCO memiliki kisaran warna kuning merah, tingkat kecerahan sebesar 70.13, dan viskositas sebesar 4450 cp. Hasil uji kualitas menunjukkan bahwa emulsi VCO memiliki bilangan asam sebesar 6.62 mg KOH/g sampel, bilangan peroksida sebesar 0.9619 meq/kg sampel, total mikroba kurang dari 3 x 102 koloni/ml, dan pH sekitar 4.14. Analisis asam lemak dilakukan pula terhadap emulsi VCO dan VCO asli. Hasil analisis menunjukkan bahwa terjadi penurunan kadar MCT sebesar 18.08% atau sebesar 95 mg asam lemak/g sampel.

Hasil uji hedonik terhadap VCO asli dan emulsi VCO dari formula terpilih menunjukkan bahwa kesukaan panelis terhadap atribut rasa dan mouthfeel untuk kedua sampel berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%. Selain itu, berdasarkan atribut rasa, VCO asli memiliki skor kesukaan 2.8 yang berarti antara tidak suka hingga biasa, sedangkan emulsi VCO memiliki skor kesukaan yang lebih besar, yaitu 4.0 yang berarti suka. Berdasarkan atribut mouthfeel, VCO asli memiliki skor kesukaan sebesar 2.8 yang berarti antara tidak suka hingga biasa, sedangkan emulsi VCO memiliki skor kesukaan 3.6 yang berarti antara biasa hingga suka.

Pendugaan umur simpan terhadap formula terpilih menunjukkan bahwa berdasarkan uji organoleptik aroma (off flavor), maka emulsi VCO memiliki umur simpan selama 7.09 bulan jika disimpan pada suhu 27oC. Berdasarkan uji organoleptik warna, maka umur simpan emulsi VCO adalah selama 13.32 bulan jika disimpan pada suhu 27oC. Dengan mengacu pada umur simpan yang paling pendek, maka emulsi VCO memiliki umur simpan selama 7.09 bulan pada penyimpanan suhu 27oC. Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa interaksi antara suhu dan waktu penyimpanan berpengaruh nyata terhadap skor organoleptik aroma (off flavor) maupun warna pada selang kepercayaan 95%.

Plot skor organoleptik aroma dengan bilangan asam atau TBA selama penyimpanan diperlukan untuk memperoleh bilangan asam dan TBA saat produk sudah tidak dapat diterima lagi dari segi aroma atau telah tercapai skor 3 yang diasumsikan sebagai titik kritis. Bilangan asam dan TBA emulsi VCO saat tercapai titik kritis adalah sekitar 7.8379 mg KOH/g sampel dan 0.3673 mg malonaldehid/kg sampel. Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa interaksi antara suhu dan waktu penyimpanan berpengaruh nyata terhadap bilangan asam dan TBA pada selang kepercayaan 95%.

Nilai tingkat kecerahan saat produk sudah tidak dapat diterima lagi dari segi warna dilakukan pula dengan memplotkan skor organoleptik warna dan tingkat kecerahan selama penyimpanan. Dengan demikian, nilai tingkat kecerahan saat tercapai skor warna sebesar 4 yang diasumsikan sebagai titik kritis adalah 59.50. Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa interaksi antara suhu dan waktu penyimpanan berpengaruh nyata terhadap tingkat kecerahan pada selang kepercayaan 95%.


(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung, Jawa Barat pada tanggal 20 Agustus 1985. Penulis adalah anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Dodi Heryadi, SE dan Kori Tresnawati. Penulis memulai pendidikan formal pada tahun 1991-1997 di Sekolah Dasar Negeri Pengadilan II Bogor. Tahun 1997, penulis melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 4 Bogor dan lulus pada tahun 2000. Pada tahun 2000, penulis melanjutkan tingkat pendidikannya di Sekolah Menengah Umum Negeri 5 Bogor dan lulus pada tahun 2003.

Tahun 2003, penulis diterima di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selain mengikuti kegiatan perkuliahan, penulis juga aktif di Organisasi HIMITEPA serta aktif di berbagai kegiatan kepanitiaan. Berbagai kegiatan kepanitiaan yang diikuti penulis adalah BAUR 2005, LCTIP XIII, serta Seminar Pangan Nasional dan Konferensi I Himpunan Mahasiswa Peduli Pangan Indonesia.

Selama kuliah di IPB, penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Teknologi Penyimpanan Pangan pada tahun 2007. Terakhir penulis melaksanakan kegiatan Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian dengan judul ”Optimasi Formula dan Pendugaan Umur Simpan Emulsi Virgin Coconut Oil” di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Deddy Muchtadi, MS.


(17)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat, karunia, dan bimbingan-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian dan studi literatur yang penulis lakukan.

Selama pelaksanaan penelitian, penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Deddy Muchtadi, MS 2. Ir. Budi Nurtama, M.Agr

3. Ir. Sutrisno Koswara, MSi 4. Dr. Ir. Sukarno, MSc 5. Elvira Syamsir, STP, MSi

6. Kedua orang tua, Ka Mira, Ka Riri, Haura, dan Ika 7. PT. Firmenich, Indonesia

8. Ka Anita dan para karyawan BBIA 9. Ka Vivi 39

10.Sahabat terbaik (Yeny, Tuti, Dion, dan Dun2) 11.Lasty, Her2, dan Hay2

12.Asih, Tilo, Fina, Oneth, Dey, Tya, Wayan, Dian, Olla, Mitoel, Anis, Arga, Andal, Aji, Erik, Tatan, Martin, Kanin, Ican, dan teman-teman angkatan 40 lainnya

13.Para teknisi laboratorium

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu dan teknologi pangan.


(18)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN ... 3

C. MANFAAT ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A. MINYAK KELAPA ... 4

B. VIRGIN COCONUT OIL (VCO) ... 6

C. SISTEM EMULSI DAN EMULSIFIER ... 9

1. Lesitin ... 11

2. Polysorbate 80 ... 12

D. HIDROKOLOID ... 13

E. ASAM SITRAT DAN ASAM LAKTAT ... 15

F. FRUKTOSA ... 16

G. KERUSAKAN MINYAK KELAPA ... 16

H. PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK PANGAN ... 18

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 24

A. BAHAN DAN ALAT ... 24

B. METODE PENELITIAN ... 24

1. Penelitian Pendahuluan ... 24

a. Tahap Satu ... 24

b. Tahap Dua ... 26

c. Tahap Tiga ... 28

d. Tahap Empat ... 28


(19)

2. Penelitian Utama ... 29

a. Tahap Satu ... 29

b. Tahap Dua ... 30

c. Tahap Tiga ... 30

d. Tahap Empat ... 30

C. ANALISIS ... 31

1. Bilangan Asam ... 31

2. Bilangan Peroksida ... 32

3. Thiobarbituric Acid (TBA) ... 33

4. Total Mikroba ... 33

5. Asam lemak ... 34

6. Derajat Keasaman (pH) ... 35

7. Warna ... 35

8. Viskositas ... 36

9. Uji Organoleptik ... 37

10.Pendugaan Umur Simpan ... 38

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 40

A. RANCANGAN FORMULA EMULSI VCO ... 40

B. OPTIMASI FORMULA ... 47

C. UJI FISIK, KIMIA, DAN MIKROBIOLOGI ... 58

D. UJI HEDONIK ... 61

E. PENDUGAAN UMUR SIMPAN ... 62

1. Uji Organoleptik Aroma Emulsi VCO ... 63

2. Uji Organoleptik Warna Emulsi VCO ... 67

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 71

A. KESIMPULAN ... 71

B. SARAN ... 73

DAFTAR PUSTAKA ... 74


(20)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Komposisi asam lemak minyak kelapa ... 5

Tabel 2. Standar mutu VCO berdasarkan APCC serta virgin fats and oils berdasarkan Codex Stan 210-1999... 6

Tabel 3. Komposisi asam lemak pada VCO ... 7

Tabel 4. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses oksidasi minyak kelapa ... 18

Tabel 5. Formula emulsifikasi VCO ... 26

Tabel 6. Perbandingan konsentrasi asam sitrat dan asam laktat ... 29

Tabel 7. Keterangan warna oHue ... 36

Tabel 8. Faktor untuk setiap spindle dan speed ... 37

Tabel 9. Hasil uji pH emulsi VCO pada berbagai konsentrasi asam ... 46

Tabel 10. Desain aktual dan rata-rata skor uji organoleptik emulsi VCO ... 48

Tabel 11. Hasil ANOVA untuk respon rasa... 49

Tabel 12. Hasil ANOVA untuk respon mouthfeel ... 51

Tabel 13. Hasil ANOVA untuk respon kekentalan ... 53

Tabel 14. Hasil ANOVA untuk respon kestabilan ... 55

Tabel 15. Empat formula optimum DX 7 ... 56

Tabel 16. Hasil uji fisik emulsi VCO ... 58

Tabel 17. Hasil uji kualitas emulsi VCO ... 59

Tabel 18. Kadar asam lemak VCO asli dan emulsi VCO ... 61

Tabel 19. Nilai k dan ln k pada tiga suhu penyimpanan untuk parameter aroma secara organoleptik... 63

Tabel 20. Nilai k dan ln k pada tiga suhu penyimpanan untuk parameter warna secara organoleptik ... 67


(21)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Struktur kimia lesitin ... 11

Gambar 2. Struktur kimia polysorbate 80 ... 12

Gambar 3. Reaksi kimia hidrolisis minyak ... 17

Gambar 4. Diagram alir emulsifikasi VCO dengan emulsifier lesitin ... 25

Gambar 5. Diagram alir emulsifikasi VCO dengan emulsifier polysorbate 80 ... 25

Gambar 6. Diagram alir pembuatan emulsi VCO dengan emulsifier polysorbate 80 ... 27

Gambar 7. Botol gelap sebagai pengemas sampel... 31

Gambar 8. Tingkat kestabilan emulsi VCO berdasarkan jenis emulsifier yang digunakan ... 41

Gambar 9. Skor kesukaan terhadap emulsi VCO pada berbagai rasio minyak dan air ... 42

Gambar 10. Tingkat kestabilan emulsi VCO pada berbagai konsentrasi skim ... 43

Gambar 11. Contour plot tingkat desirability terhadap penerimaan rasa, mouthfeel, kekentalan, dan kestabilan ... 57

Gambar 12. Tiga dimensi surface tingkat desirability terhadap penerimaan rasa, mouthfeel, kekentalan, dan kestabilan ... 57

Gambar 13. Skor kesukaan VCO asli dan emulsi VCO... 62

Gambar 14. Grafik hubungan nilai k uji organoleptik aroma dengan suhu (1/T) ... 64

Gambar 15. Grafik hubungan skor organoleptik aroma dengan nilai bilangan asam ... 66

Gambar 16. Grafik hubungan skor organoleptik aroma dengan nilai TBA ... 66

Gambar 17. Grafik hubungan nilai k uji organoleptik warna dengan suhu (1/T) ... 68


(22)

Gambar 18. Grafik hubungan skor organoleptik warna dengan tingkat


(23)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Kuesioner uji organoleptik (atribut rasa, mouthfeel,

kekentalan, dan aroma) untuk optimasi formula ... 79 Lampiran 2. Kuesioner uji organoleptik (atribut kestabilan) untuk

optimasi formula ... 80 Lampiran 3. Hasil analisis model ordo, persamaan polinomial, dan

ANOVA dengan DX 7 ... 81 Lampiran 4. Kuesioner uji organoleptik atribut rasa dan mouthfeel

untuk membandingkan formula optimum dengan VCO asli .. 91 Lampiran 5. Skor organoleptik hedonik VCO asli dan emulsi VCO

berdasarkan atribut rasa... 92 Lampiran 6. Hasil uji T-test VCO asli dan emulsi VCO berdasarkan

atribut rasa ... 93 Lampiran 7. Skor organoleptik hedonik VCO asli dan emulsi VCO

berdasarkan atribut mouthfeel ... 94 Lampiran 8. Hasil uji T-test VCO asli dan emulsi VCO berdasarkan

atribut mouthfeel... 95 Lampiran 9. Standar FAME (Fatty Acids Methyl Esters) ... 96 Lampiran 10. Hasil analisis asam lemak VCO asli dengan kromatografi

gas ... 97 Lampiran 11. Hasil analisis asam lemak emulsi VCO dengan kromatografi gas ... 98

Lampiran 12. Kuesioner uji organoleptik (atribut aroma dan warna) sebagai parameter mutu dalam pendugaan umur simpan ... 99

Lampiran 13. Skor organoleptik aroma (off flavor) pada berbagai tingkat

suhu selama penyimpanan... 100 Lampiran 14. Pendugaan umur simpan emulsi VCO berdasarkan parameter aroma (off flavor) ... 101 Lampiran 15. Hasil ANOVA uji organoleptik aroma (off flavor) pada


(24)

Lampiran 16. Bilangan asam emulsi VCO pada berbagai tingkat suhu

selama penyimpanan ... 103 Lampiran 17. Hasil ANOVA bilangan asam emulsi VCO pada berbagai

tingkat suhu selama penyimpanan ... 104 Lampiran 18. Nilai TBA emulsi VCO pada berbagai tingkat suhu selama

penyimpanan ... 105 Lampiran 19. Hasil ANOVA TBA emulsi VCO pada berbagai tingkat suhu selama penyimpanan ... 106 Lampiran 20. Skor organoleptik warna pada berbagai tingkat suhu

selama penyimpanan ... 107 Lampiran 21. Pendugaan umur simpan emulsi VCO berdasarkan parameter warna ... 108 Lampiran 22. Hasil ANOVA uji organoleptik warna pada berbagai tingkat suhu selama penyimpanan ... 109 Lampiran 23. Nilai tingkat kecerahan (L) pada berbagai tingkat suhu selama penyimpanan ... 110 Lampiran 24. Hasil ANOVA tingkat kecerahan (L) pada berbagai tingkat

suhu selama penyimpanan ... 111 Lampiran 25. Gambar emulsi VCO pada berbagai tingkat suhu selama


(25)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki iklim tropis. Satu dari sekian banyak tanaman yang tumbuh di negara beriklim tropis adalah tanaman kelapa (Cocos nucifera L.) yang sering disebut sebagai pohon kehidupan karena sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia. Hampir semua bagian tanaman kelapa memberikan manfaat bagi manusia. Hal ini merupakan peluang untuk pengembangan kelapa menjadi aneka produk yang bermanfaat.

Rahman (2006) mengemukakan bahwa potensi tanaman kelapa di Indonesia mencapai 3.8 juta hektar. Seluruh areal milik pantai dan dataran rendah dipenuhi oleh tanaman kelapa yang lebih dari 98% diusahakan dalam bentuk perkebunan rakyat. Dengan luas lahan perkebunan tersebut, Indonesia merupakan pemilik areal tanaman kelapa terbesar di dunia. Luas areal kelapa di seluruh dunia saat ini hanya sekitar 12 juta hektar dan Filipina memiliki areal tanaman kelapa sebesar 3.1 juta hektar. Meskipun luas areal kelapa di Indonesia lebih besar daripada Filipina, Indonesia masih jauh tertinggal dalam hal pengembangan komoditas ini (Anonim, 2005 c).

Salah satu komoditas kelapa yang berkembang adalah minyak kelapa. Menurut Syafa’at et al (2005), permintaan minyak kelapa di Indonesia selama periode 1970-2004 meningkat sebesar 2.8% per tahun. Pertumbuhan permintaan tersebut berasal dari pertumbuhan penduduk sebesar 1.8% per tahun dan pertumbuhan konsumsi per kapita sebesar 1.2% per tahun. Kebutuhan kelapa diperkirakan akan terus meningkat sejalan dengan meningkatnya ragam pengembangan produk kelapa yang sangat baik bagi kesehatan, yaitu virgin coconut oil (VCO).

Menurut Rindengan dan Novarianto (2005), buah kelapa yang diolah menjadi VCO memiliki nilai tambah yang lebih tinggi dibandingkan jika diolah menjadi minyak goreng biasa. Apabila buah kelapa diolah menjadi minyak goreng biasa, maka nilai tambah yang diperoleh hanya 190% dari harga kopra, sedangkan bila diolah menjadi VCO, maka nilai tambah yang diperoleh mencapai 584% dari harga kopra.


(26)

Nilai tambah VCO yang lebih tinggi tersebut dikarenakan kandungan medium chain triglycerides (MCTs) sebagai salah satu komponen fungsional pada VCO terdapat dalam kadar yang lebih tinggi. Menurut Johnson (2001), MCTs tersusun atas asam kaproat (C6:0), asam kaprilat (C8:0), asam kaprat (C10:0), dan asam laurat (C12:0). MCTs khususnya asam kaprilat dan asam kaprat bermanfaat dalam mengatasi obesitas (Onge et al, 2003). Selain itu, asam kaprat dan asam laurat bermanfaat sebagai antimikroba (Anonim, 1999 b). Kandungan MCTs terbesar pada VCO adalah asam laurat (C 12:0) dengan persentase sekitar 45-50% (Syah, 2005).

Hasil penelitian terhadap tikus menunjukkan bahwa konsumsi VCO selama 45 hari dapat menurunkan total kolesterol, trigliserida, fosfolipid, LDL, dan VLDL serta meningkatkan HDL kolesterol di serum dan jaringan. Secara in vitro, VCO juga dapat mencegah oksidasi LDL (Nevin dan Rajamohan, 2004). Hal tersebut sangat bermanfaat bagi para penderita kolesterol maupun diabetes, mengingat Indonesia menempati urutan keempat dengan jumlah penderita diabetes terbesar di dunia setelah India, Cina, dan Amerika Serikat (Depkes, 2005). Selain itu, hasil survei yang dilakukan di beberapa kota besar di Indonesia menunjukkan bahwa 1 dari 4 peserta tes kolesterol menderita penyakit hiperkolestrolemia (Indarini, 2006). Oleh karena itu, konsumsi VCO diharapkan dapat mengurangi penderita kolesterol maupun diabetes khususnya di Indonesia.

Saat ini banyak produsen VCO yang berlomba-lomba dalam memproduksi berbagai jenis VCO melalui diversifikasi produk. Sebagian besar produk VCO yang ada di pasaran hanya tersedia dalam bentuk dan rasa asli dengan berbagai jenis merk. Selain itu, tersedia pula produk VCO yang dikombinasi dengan tanaman berkhasiat lainnya, seperti Pandanus Cocos Oil yang merupakan produk olahan VCO dan buah merah serta telah diproduksi pula VCO rasa jeruk.

Berdasarkan mutu organoleptik, maka konsumsi VCO secara langsung tidak terlalu disukai. Hal ini dikarenakan sifatnya yang berminyak di mulut. Pembuatan produk emulsi dengan penambahan pemanis maupun flavor


(27)

diharapkan dapat meningkatkan mutu organoleptik, khususnya karakteristik mouthfeel serta rasa dari produk VCO.

Produk emulsi sejenis yang sudah ada di pasaran adalah emulsi dari minyak hati ikan cod. Selain itu, dikembangkan pula produk emulsi dari minyak zaitun. Produk emulsi tersebut memiliki mutu organoleptik yang lebih baik dan disukai konsumen. Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan formulasi emulsi VCO yang diharapkan lebih disukai konsumen serta menduga umur simpannya melalui metode akselerasi dengan pendekatan Arrhenius.

B. TUJUAN PENELITIAN

1. Memperbaiki karakteristik sensori VCO melalui pembuatan produk emulsi

2. Menduga umur simpan emulsi VCO melalui metode akselerasi dengan pendekatan Arrhenius

C. MANFAAT PENELITIAN

1. Sebagai salah satu pengembangan produk kelapa menjadi produk yang bermanfaat

2. Meningkatkan nilai tambah produk kelapa

3. Menghasilkan emulsi VCO sebagai suplemen pangan yang lebih disukai sehingga dapat dirasakan manfaatnya oleh banyak orang

4. Mempermudah penambahan komponen larut air yang bermanfaat atau yang dapat meningkatkan mutu produk, seperti penambahan vitamin larut air


(28)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. MINYAK KELAPA

Berdasarkan SNI 01-2902-1992, minyak kelapa diartikan sebagai minyak yang diperoleh dengan cara mengepres kopra yang telah dikeringkan atau hasil ekstraksi bungkil kopra. Menurut Ketaren (1986), metode umum dalam pembuatan kopra adalah pengeringan dengan sinar matahari, pengeringan dengan bara atau pengasapan di atas api, pengeringan dengan pemanasan secara tidak langsung, dan gabungan ketiganya.

Secara kimiawi, minyak kelapa terbentuk dari rantai karbon, hidrogen, dan oksigen yang disebut dengan asam lemak. Komponen-komponen asam lemak tersebut akan membentuk gliserida saat bergabung dengan gliserol. Gliserida yang umum terdapat pada lemak dan minyak adalah trigliserida. Sebuah molekul trigliserida dibentuk dari tiga molekul asam lemak yang dikombinasikan dengan satu molekul gliserol. Gliserida yang terdapat pada minyak kelapa merupakan campuran dari dua atau tiga asam lemak (Syah, 2005).

Berdasarkan ada tidaknya ikatan rangkap, maka asam lemak dapat digolongkan menjadi asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh. Asam lemak jenuh dan tidak jenuh dapat digolongkan kembali menjadi tiga kelompok berdasarkan proses pencernaan dan metabolisme di dalam tubuh, yaitu short chain triglycerides (SCTs), medium chain triglycerides (MCTs), dan long chain triglycerides (LCTs). Asam lemak yang terdapat pada minyak kelapa secara umum terdiri atas 90% asam lemak jenuh dan 10% asam lemak tidak jenuh. Selain itu, sebagian besar minyak kelapa mengandung MCTs yang dapat mencapai 63.5% (Syah, 2005).

Pada golongan asam lemak jenuh dan MCTs, asam laurat merupakan komponen utama karena memiliki persentase yang paling besar dibandingkan dengan asam lemak lainnya (Syah, 2005). Oleh karena itu, minyak kelapa digolongkan ke dalam minyak asam laurat (C12:0) (Ketaren, 1986). Asam lemak jenuh lainnya yang memiliki persentase cukup tinggi adalah asam


(29)

miristat (C14:0) dan asam palmitat (C16:0) yang tergolong LCTs (Syah, 2005). Berikut ini komposisi asam lemak dalam minyak kelapa.

Tabel 1. Komposisi asam lemak minyak kelapa

Asam lemak Persentase

C6:0 ND-0.7 C8:0 4.6-10.0 C10:0 5.0-8.0 C12:0 45.1-53.2 C14:0 16.8-21.0 C16:0 7.5-10.2 C16:1 ND C17:0 ND C17:1 ND C18:0 2.0-4.0 C18:1 5.0-10.0 C18:2 1.0-2.5 C18:3 ND-0.2 C20:0 ND-0.2 C20:1 ND-0.2

Keterangan : ND = Non Detectable Sumber : FAO Codex-Stan 210-1999

Komponen lain yang terkandung dalam minyak kelapa diantaranya adalah sterol, tokoferol, dan tokotrienol. Berdasarkan Codex-Stan 210-1999, sterol yang terdapat dalam minyak kelapa sebagian besar berupa beta sitosterol (C29H50O) dan stigmasterol (C29H48O). Sterol bersifat tidak berwarna, tidak berbau, stabil, dan berfungsi sebagai stabilizer dalam minyak (Ketaren 1986). Berdasarkan Codex-Stan 210-1999, tokoferol dan tokotrienol yang terdapat dalam minyak kelapa adalah α-tokoferol, β-tokoferol, – tokoferol, α-tokotrienol, dan –tokotrienol. Persenyawaan tokoferol dan tokotrienol berfungsi sebagai antioksidan (Ketaren, 1986).


(30)

Zat warna alamiah pada minyak kelapa adalah karoten yang merupakan hidrokarbon tidak jenuh dan tidak stabil pada suhu tinggi. Proses pengolahan minyak kelapa dengan udara panas menyebabkan warna kuning akibat karoten mengalami degradasi. Selain itu, warna minyak kelapa dipengaruhi oleh bahan dasar dan suhu selama proses pengolahan. Pada pemrosesan suhu tinggi, daging kelapa yang mengandung protein dan karbohidrat akan menghasilkan minyak kelapa dengan warna kecoklatan (Syah, 2005). Hal ini disebabkan terjadinya reaksi antara karbonil (berasal dari pemecahan peroksida) dan asam amino dari protein (Ketaren, 1986).

B. VIRGIN COCONUT OIL (VCO)

Pengertian virgin fats and oils menurut Codex-Stan 210-1999 adalah lemak dan minyak sayuran yang dihasilkan tanpa mengubah sifat alami dari minyak tersebut dengan menggunakan prosedur mekanis tertentu seperti pengepresan dan perlakuan dengan panas saja dan minyak yang dihasilkan dapat dimurnikan dengan cara dicuci menggunakan air, didiamkan, disaring, serta disentrifusi. Berdasarkan APCC (Asian Pacific Coconut Community), virgin coconut oil merupakan minyak yang berasal dari biji kelapa segar atau matang yang diberi perlakuan secara mekanik atau alami dengan atau tanpa dilakukan proses pemanasan tanpa mengubah sifat minyak. Berikut ini standar mutu VCO berdasarkan APCC serta virgin fats and oils berdasarkan Codex Stan 210-1999.

Tabel 2. Standar mutu VCO berdasarkan APCC serta virgin fats and oils berdasarkan Codex Stan 210-1999

Karakteristik Kandungan (batas maksimum)

APCC Codex Stan 210-1999

Bilangan asam 0.5 mg KOH/g sampel 4.0 mg KOH/g sampel Bilangan peroksida 3 meq/kg sampel 15 meq/kg sampel

Besi (Fe) 5.0 mg/kg 5.0 mg/kg


(31)

VCO mengandung asam laurat dan MCTs lainnya dengan persentase yang lebih tinggi dari minyak kelapa biasa. Menurut Johnson (2001), asam laurat termasuk MCTs, yaitu ester asam lemak rantai sedang atau medium chain fatty acids (MCFAs) dari gliserol. MCFAs merupakan asam lemak yang tersusun atas 6 hingga 12 atom karbon. Tabel 3 menunjukkan komposisi asam lemak pada VCO menurut standar APCC.

Tabel 3. Komposisi asam lemak pada VCO Asam Lemak Persentase (%) C 6:0 – Asam kaproat 0.4-0.6 C 8:0 – Asam kaprilat 5.0-10.0 C 10:0 – Asam kaprat 4.5-8.0 C 12:0 – Asam laurat 43.0-53.0 C 14:0 – Asam miristat 16.0-21.0 C 16:0 – Asam palmitat 7.5-10.0 C 18:0 – Asam stearat 2.0-4.0 C 18:1 – Asam oleat 5.0-10.0 C 18:2 – Asam linoleat 1.0-2.5

C 18:3 – C 24:1 <0.5

Sumber : APCC (2006)

Teknologi pengolahan VCO terdiri atas beberapa jenis. Salah satu metode yang banyak dikembangkan adalah metode penggilingan basah. Metode ini mengekstrak minyak kelapa dari daging kelapa segar tanpa proses pengeringan terlebih dahulu dengan pemerasan. Selanjutnya, minyak dipisahkan dari air. Metode pemisahan yang dapat digunakan adalah perebusan, pendinginan, dan sentrifugasi dengan menggunakan peralatan mekanis (Syah, 2005).

VCO memiliki banyak manfaat bagi kesehatan. Hal ini dikarenakan kandungan MCTs sebagai komponen fungsional. Dalam tubuh manusia, MCTs diserap secara cepat dari usus halus diikuti dengan proses hidrolisis menjadi MCFAs. Selanjutnya, MCFAs diubah menjadi medium chain fatty


(32)

acyl CoA dan ditransport menuju mitokondria yang akan mengalami metabolisme menjadi acetoacetate dan beta-hydroxybutyrate. Dalam hati, acetoacetate dan beta-hydroxybutyrate mengalami metabolisme menghasilkan CO2, H2O, dan energi. Sangat sedikit hasil metabolisme MCTs yang disimpan dalam bentuk lemak. Berbeda halnya dengan LCTs, maka MCTs tidak membutuhkan enzim pankreas, garam empedu, maupun karnitin dalam pencernaannya maupun penyerapannya (Johnson, 2001). Oleh karena itu, MCTs lebih mudah diserap tubuh dan menyediakan sedikit kalori dibandingkan dengan lemak lain.

Lemak jenuh rantai sedang yang ada dalam minyak kelapa murni sangat bermanfaat dalam mengontrol berat badan. Obesitas merupakan suatu kondisi yang diakibatkan oleh rendahnya metabolisme tubuh. Dengan mengkonsumsi VCO, masalah obesitas akan teratasi karena asam lemak jenuh yang ada dalam VCO akan langsung dibakar oleh tubuh dan menghasilkan energi (Fife, 2001). Pernyataan tersebut terbukti dari penelitian yang dilakukan oleh Onge et al (2003) terhadap 24 pria yang mengalami obesitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa MCTs berpotensi mencegah obesitas dan dapat menstimulasi penurunan berat badan melalui penurunan jaringan adiposa secara signifikan serta meningkatkan energy expenditure.

Hasil penelitian terhadap tikus menunjukkan bahwa konsumsi VCO selama 45 hari dapat menurunkan total kolesterol, trigliserida, fosfolipid, LDL, dan VLDL serta meningkatkan HDL kolesterol di serum dan jaringan. Secara in vitro, kandungan polifenol pada VCO juga dapat mencegah oksidasi LDL (Nevin dan Rajamohan, 2004).

Asam laurat sebagai komponen tertinggi pada VCO, di dalam tubuh manusia akan diubah menjadi monolaurin, yaitu suatu bentuk senyawa monogliserida. Senyawa ini bersifat antivirus, antibakteri, dan antijamur. Monolaurin dapat merusak membran lipida (lapisan pembungkus virus) pada virus HIV, herpes simplex virus-1 (HSV-1), vasicular stomatitis virus (VSV), visna virus, cytomegalovirus (CMV), dan influenza. Bakteri yang dapat diinaktifkan oleh monolaurin adalah Listeria monocytogenes, Staphylococcus


(33)

aureus, dan Helicobacter pylorid (bakteri penyebab sakit maag) serta protozoa seperti Giardia lamblia (Rindengan dan Novarianto, 2005).

VCO juga mengandung asam kaprat yang berantai sedang dengan jumlah atom karbon 10. Jenis asam lemak ini bermanfaat bagi kesehatan tubuh manusia. Di dalam tubuh manusia asam kaprat akan diubah menjadi monocaprin yang sangat bermanfaat mengatasi berbagai penyakit gangguan seksual, seperti HIV dan HSV-2 serta bakteri Neisseria gonorrhoeae (Rindengan dan Novarianto, 2005).

Berdasarkan penelitian Bergsson et al (2001), Candida albicans yang diinaktivasi secara terpisah oleh asam laurat dan asam kaprat serta grup Streptococci yang dapat diinaktivasi oleh monocaprin menunjukkan terjadinya kerusakan membran sel tanpa mengubah struktur dari dinding sel. Hal ini kemungkinan dikarenakan terjadinya tekanan turgor, yaitu tekanan isi sel terhadap dinding sel mikroba yang dapat meningkat dengan menurunnya kerapatan air di dalam sel akibat meningkatnya konsentrasi asam lemak maupun monogliserida dalam sel. Oleh karena itu, kondisi tersebut dapat memecah sel tanpa merusak dinding sel.

C. SISTEM EMULSI DAN EMULSIFIER

Menurut Winarno (1982), emulsi adalah suatu dispersi atau suspensi suatu cairan dalam cairan lain, yang mana molekul-molekul kedua cairan tersebut tidak saling berbaur, tetapi saling antagonistik. Pengertian emulsi menurut Fardiaz (1988) adalah suatu sistem dua fase yang terdiri atas dua macam cairan yang tidak dapat bercampur, salah satu fasenya merupakan globula yang tersebar merata di dalam fase lainnya. Banyak jenis emulsi yang dapat ditemukan dalam makanan, seperti mayonnaise, kuning telur, susu, dan termasuk santan.

Winarno (1982) menyatakan bahwa suatu emulsi umumnya terdiri atas tiga bagian utama. Bagian pertama adalah bagian yang terdispersi, atau disebut dengan non continuous phase. Bagian kedua disebut media pendispersi yang juga dikenal sebagai continuous phase. Bagian ketiga adalah emulsifier yang berfungsi menjaga butir minyak tetap tersuspensi di dalam air.


(34)

Emulsifier dapat didefinisikan sebagai senyawa yang mempunyai aktivitas permukaan (surfaktan) sehingga dapat menurunkan tegangan permukaan (surface tension) antara udara-cairan dan cairan-cairan yang terdapat dalam suatu sistem pangan (Hasenhuettle, 1997; Sibuea, 2003). Kemampuannya menurunkan tegangan permukaan menjadi hal menarik karena surfkatan memiliki keajaiban struktur kimia yang mampu menyatukan dua senyawa yang berbeda polaritasnya.

McClements (1999) menyatakan bahwa daya kerja surfaktan dalam menurunkan tegangan permukaan berhubungan dengan struktur molekulnya yang tersusun atas bagian ekor atau lipofilik yang memiliki kemampuan untuk bergabung dengan minyak (nonpolar) dan bagian kepala atau hidrofilik yang memiliki kemampuan untuk bergabung dengan air (polar). Menurut Winarno (1982), cara kerja surfaktan tersebut dapat dijelaskan melalui suatu ilustrasi bahwa dalam suatu sampel oil in water, maka butir-butir lemak yang terpisah karena adanya tenaga mekanik menyebabkan butir-butir lemak yang terdispersi segera terselubung oleh surfaktan. Bagian molekul surfaktan yang nonpolar larut dalam lapisan luar butir-butir lemak, sedangkan bagian yang polar menghadap ke pelarut (air atau continuous phase).

Ukuran relatif bagian hidrofilik dan lipofilik zat pengemulsi menjadi faktor utama yang menentukan perilakunya dalam pengemulsian. Penggunaan pengemulsi yang sesuai untuk pemakaian pada produk pangan olahan tertentu, maka telah dikembangkan apa yang disebut dengan sistem HLB (hidrofilik/lipofilik balance atau perimbangan hidrofilik/lipofilik). Menurut McClements (1999), surfaktan dengan HLB yang rendah (3 – 6) dominan bersifat hidrofobik, yaitu larut sempurna dalam minyak, sesuai untuk menstabilkan emulsi air dalam minyak, serta membentuk reverse micelle di minyak (bagian kepala di dalam dan ekor di luar). Surfaktan dengan nilai HLB tinggi (8 – 18) dominan bersifat hidrofilik, yaitu larut dengan baik di air, sesuai menstabilkan emulsi minyak dalam air, serta membentuk micelle di air (bagian kepala di luar dan ekor di dalam).

Jenis emulsifier yang dapat digunakan dalam bahan pangan ada dua, yaitu emulsifier alami dan buatan. Contoh emulsifier alami adalah lesitin


(35)

(fosfatidil kolin), sedangkan contoh emulsifier buatan adalah monogliserida, seperti gliserol monostearat (GMS) dan polysorbate atau tween (Winarno, 1982).

1. Lesitin

Lesitin merupakan surfaktan yang bersifat non-toksik. Oleh Badan Pengawasan Pangan dan Obat Amerika Serikat (FDA), lesitin diberi status aman (Anonim, 2006 e). Lesitin merupakan bagian integral membran sel, dan bisa sepenuhnya dicerna, sehingga dapat dipastikan aman bagi manusia. Namun, penggunaannya sebagai emulsifier baik secara tunggal atau campuran, maka kadarnya tidak melebihi 1% dari bobot produk akhir (Burdock, 1997).

Menurut Winarno (1982), lesitin merupakan grup fosfat yang teresterifikasi dengan OH grup dari kolin. Lesitin berperan sebagai water in oil emulsifier dengan nilai HLB sekitar 3. Lesitin dapat diekstrak dari kedelai maupun kuning telur.

O ║

CH2 ─ O ─ C─ R1 O ║ CH ─ O ─ C ─ R2

O ║

CH2 ─ O ─ P ─ O ─ CH2 ─ CH2─ N+(CH3)3 ║

O-

Gambar 1. Struktur kimia lesitin Sumber : Winarno (1982)

Lesitin tergolong surfaktan zwitterionic, yaitu suatu senyawa yang terdapat grup positif dan negatif dalam satu molekul (McClements, 1999). Berdasarkan struktur kimia lesitin pada Gambar 1, maka lesitin memiliki bagian yang larut dalam minyak (nonpolar) dan bagian yang mengandung


(36)

PO43- (polar) yang larut dalam air. Oleh karena sifat itulah, lesitin dapat berperan sebagai emulsifier (Winarno, 1982).

Lesitin digunakan secara komersil untuk keperluan pengemulsi dan/atau pelumas, dari farmasi hingga bahan pengemas. Sebagai contoh, lesitin merupakan pengemulsi yang menjaga cokelat dan margarin pada permen tetap menyatu (Anonim, 2006 e).

2. Polysorbate 80

Polysorbate 80 (Polyoxyethylene (20) sorbitan monooleat) yang memiliki nama dagang tween 80 merupakan surfatktan non ionic dengan rumus molekul C64H124O26. Sifat hidrofilik dari polysorbate 80 diberikan oleh gugus hidroksil bebas dari oxyethylene, sedangkan bagian lipofilik diberikan oleh asam lemak rantai panjang yang digunakan, yaitu asam oleat (Anonim, 1976 a).

Gambar 2. Struktur kimia polysorbate 80 Sumber : Anonim (2005 d)

Polysorbate 80 merupakan bahan yang digunakan sebagai emulsifier dan dispersing agent bagi produk obat-obatan. Selain itu, polysorbate 80 digunakan pula pada produk emulsi pangan, seperti es krim. Peranan polysorbate 80 pada es krim adalah menghasilkan tekstur yang lembut serta mencegah protein susu menyelimuti droplet lemak yang menyebabkan bergabungnya droplet lemak tersebut (Anonim, 2006 f).

Nilai HLB dari polysorbate 80 adalah sekitar 15. Sifat lain dari polysorbate 80 adalah berwarna kuning, berat jenisnya sekitar 1.06-1.10 g/ml, viskositasnya sebesar 270-430 centistrokes, sangat larut dalam air, larut dalam alkohol, minyak biji kapas, minyak jagung, etil asetat,


(37)

metanol, dan toluen, tetapi tidak larut dalam minyak mineral (Anonim, 2006 f).

Polysorbate 80 merupakan bahan aditif yang diperbolehkan oleh Badan Pengawas Pangan dan Obat Amerika Serikat (USFDA). Emulsifier tersebut dinyatakan non toksik sehingga aman digunakan dalam bahan pangan. Namun, terdapat batasan penggunaan untuk polysorbate 80, yaitu sebagai emulsifier pada shortening atau minyak yang digunakan secara tunggal, maka penggunaannya tidak boleh melebihi 1% dari bobot produk akhir (Burdock, 1997). Berdasarkan WHO, maka ADI (acceptable daily intake) dari polysorbate 80 adalah 25 mg per kg berat badan untuk jangka panjang tanpa adanya potensi keracunan.

D. HIDROKOLOID

Menurut Williams dan Phillips (2000), istilah hidrokoloid ditujukan pada polisakarida dan protein yang secara luas digunakan pada berbagai jenis sektor industri untuk menghasilkan sejumlah manfaat yang mencakup pembentuk gel, penstabil emulsi, busa, dan dispersi, menghambat pembentukan kristal gula, serta mengontrol hilangnya flavor. Hidrokoloid dapat berasal dari berbagai jenis sumber, yaitu nabati, hewani, alga, dan mikroba. Protein whey pada susu skim merupakan salah satu jenis hidrokoloid yang berasal dari hewan.

Buckle et al (1987) menyatakan bahwa susu skim merupakan bagian susu yang tertinggal sesudah krim diambil sebagian atau seluruhnya. Susu skim mengandung zat makanan dari susu kecuali lemak dan vitamin-vitamin larut lemak. Komposisi rata-rata susu skim adalah 0.1% lemak, 3.7% protein, 5% lemak, 0.8% abu, dan 90.4% air. Dengan demikian, persentase protein pada susu skim jauh lebih tinggi dibandingkan dengan susu pada umumnya.

Protein susu terbagi menjadi dua kelompok, yaitu kasein yang dapat diendapkan oleh asam dan enzim renin serta whey yang dapat mengalami denaturasi oleh panas pada suhu diatas 70oC. Kasein adalah protein utama susu yang jumlahnya mencapai 80% dari total protein.


(38)

Ennis dan Mulvihill (2000) menyatakan bahwa protein susu memiliki beberapa sifat fungsional yang sangat penting dalam produk pangan. Daya ikat air atau hidrasi merupakan sifat fungsional penting dari protein susu untuk diaplikasikan dalam produk pangan. Kasein memiliki tingkat hidrasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan protein whey. Daya ikat air pada beberapa produk protein susu dalam bentuk serbuk adalah sekitar 0.96-3.45 g H2O/g produk.

Sifat fungsional lainnya dari protein susu pada umumnya dan kasein pada khususnya adalah peranannya sebagai emulsifier lemak yang sangat baik dan digunakan secara luas dalam pangan emulsi. Protein susu dapat meningkatkan area permukaan lemak atau menurunkan ukuran globula dengan meningkatkan kekuatan input selama emulsifikasi dan peningkatan tersebut terkait pada penurunan derajat agregasi. Selain itu, protein susu berperan penting dalam menurunkan tegangan permukaan (Ennis dan Mulvihill, 2000). Hal ini dikarenakan protein tersusun atas molekul yang bersifat hidrofilik (histidin, serin, arginin, asam aspartat) dan hidrofobik (tryptophan, fenilalanin, prolin, leusin) sehingga dapat menurunkan tegangan permukaan suatu emulsi (Dalgleish, 2001). Natrium kaseinat dapat menurunkan tegangan permukaan lebih efektif dibandingkan dengan protein whey, gelatin, maupun protein kedelai. Hal ini dikarenakan penyebaran kasein terjadi lebih cepat menuju bagian interface dan penyerapan di bagian interface terjadi lebih cepat pula dibandingkan dengan protein lain (Ennis dan Mulvihill, 2000).

Keberadaan protein dalam suatu emulsi sangat berperan penting untuk meningkatkan stabilitas emulsi. Menurut McClements (1999), emulsifier akan terserap ke bagian permukaan membentuk membran pelindung yang mencegah droplet-droplet bergabung dan saat agen thickening (seperti protein susu) ditambahkan ke dalam emulsi, maka akan terjadi peningkatan fase kontinyu sehingga droplet-droplet yang saling bertabrakan akan menurun. Dalgleish (2001) menyatakan bahwa surfaktan yang berikatan dengan protein dapat mengubah konformasi menjadi lebih surface active (aktivitas permukaan).


(39)

E. ASAM SITRAT DAN ASAM LAKTAT

Stratford (1999) menyatakan bahwa berdasarkan tujuannya maka penambahan asam dalam pangan dapat dibagi menjadi empat kategori. Pertama, penambahan asam untuk meningkatkan atau memberi rasa asam yang disebut sebagai acidulan. Kedua, penambahan asam sebagai artificial flavor. Ketiga, penambahan asam untuk mencegah terjadinya oksidasi dalam pangan atau sebagai antioksidan. Keempat, penambahan asam untuk melindungi pangan dari kerusakan akibat mikroorganisme atau sebagai pengawet.

Terdapat beberapa jenis asam yang sering digunakan dalam bahan pangan, diantaranya adalah asam sitrat, asam malat, asam tartarat, asam asetat, asam laktat, dan asam fumarat. Banyaknya asam yang ditambahkan dalam bahan pangan dipengaruhi oleh jenis asam, jenis pangan, rasa yang diinginkan, dan tujuan dari penambahan asam (Stratford, 1999).

Asam sitrat (C6H8O7) yang memiliki nama sistematis 2-hydroxypropane- 1,2,3-tricarboxylic acid adalah asam organik lemah yang banyak ditemukan pada buah citrus (Anonim, 2007 h). Selain itu, asam sitrat merupakan jenis asam organik yang paling banyak digunakan pada berbagai jenis pangan seperti minuman, confectionery, keju, produk roti, sayuran dalam kaleng, dan saos. Hal ini dikarenakan asam sitrat memiliki rasa fruity yang ringan, mudah larut dalam air, murah, dan mudah diperoleh (Stratford, 1999).

Berbeda dengan asam sitrat, maka asam laktat memiliki rasa yang lebih lembut dibandingkan dengan jenis asam lainnya (Stratford, 1999). Asam laktat (C3H6O3) yang memiliki nama sistematis 2-hydroxypropanoic acid bersifat sangat higroskopis sehingga selalu tersedia dalam bentuk larutan (Anonim, 2007 g). Asam laktat banyak digunakan dalam produk susu dan minyak salad (Stratford, 1999).

Interaksi antara asam dan protein susu dapat meningkatkan dan menurunkan viskositas maupun kelarutan dari protein susu. Ennis dan Mulvihill (2000) menyatakan bahwa tingkat denaturasi yang menyebabkan ketidaklarutan protein susu dapat terjadi pada pH 7 dan 4.6 yang didukung pula oleh suhu dan waktu pemanasan serta adanya ion Ca. Pada pH rendah


(40)

(2.5 – 3.5) maka viskositas akan meningkat. Viskositas minimum protein susu khususnya whey dapat terjadi pada IP sebesar 4.5.

McClements (1999) menyatakan bahwa pengaruh pH terhadap emulsi yang distabilkan dengan protein sangat besar dalam menghambat ketidakstabilan fisik emulsi khususnya flocculation, yaitu suatu proses dimana dua atau lebih droplet bergabung membentuk agregat dan droplet tersebut membentuk integritas masing-masing. Pada pH dibawah atau diatas Isoelectric Point (IP) dari protein whey, yaitu 5, maka pengaruh droplet cukup besar untuk mencegah terjadinya flocculation karena isoelectric repulsion (gaya tolak menolak) sangat kuat diantara droplet. Nilai pH mendekati IP menyebabkan droplet tidak cukup kuat untuk mencegah flocculation.

F. FRUKTOSA

Gula adalah suatu istilah umum yang sering diartikan bagi setiap karbohidrat yang digunakan sebagai pemanis, tetapi dalam industri pangan biasanya digunakan untuk menyatakan sukrosa. Beberapa jenis pemanis yang sering digunakan dalam industri pangan diantaranya adalah sirup glukosa, fruktosa, gula invert, maltosa, sorbitol, sakarin, dan siklamat (Buckle et al, 1987).

Fruktosa merupakan gula sederhana (monosakarida) yang memiliki rumus empiris C6H12O6 dan merupakan isomer dari glukosa. Fruktosa memiliki rasa yang lebih manis dibandingkan dengan sukrosa. Apabila kemanisan fruktosa dibandingkan dengan sukrosa yang memiliki nilai kemanisan sama dengan 1, maka fruktosa memiliki nilai kemanisan sebesar 1.32 (Winarno, 1982). Fruktosa banyak ditemukan dalam bahan pangan seperti madu, melon, berry, bit, dan bawang bombay (Anonim, 2007 i).

G. KERUSAKAN MINYAK KELAPA

Menurut Djatmiko et al (1985), air dapat menghidrolisa minyak menjadi gliserol dan asam lemak bebas. Proses hidrolisa ini akan dibantu oleh adanya asam, alkali, uap air, panas, dan enzim lipolitik seperti lipase. Proses hidrolisa


(41)

menyebabkan terjadinya hidrolitik enzimatik, yaitu terbentuknya flavor dan rasa yang tengik pada minyak.

Reaksi hidrolisa bersifat reversible apabila terdapat keseimbangan antara zat yang bereaksi dan yang dibentuk serta tidak keluar dari keadaan tersebut. Penguraian trigliserida akan lebih sempurna apabila tersedia air yang cukup banyak. Efek dari proses hidrolisa ini adalah asam lemak yang terbentuk bersifat mempercepat reaksi autokatalis dan kerja enzim pada minyak tersebut. Bagi minyak kelapa, proses hidrolisa memiliki arti penting karena hampir 90% dari trigliseridanya memiliki asam lemak berantai hidrokarbon pendek yang apabila lepas dari ikatan ester pada suhu kamar akan memiliki bau dan rasa yang tidak enak. Gambar 3 menunjukkan Reaksi hidrolisa lemak.

O O ║ ║ CH2―O―C―R1 CH2―OH OH―C―R1 O O ║ ║ CH ―O―C―R2 + 3H2O CH ―OH + OH―C―R2 O O ║ ║ CH2―O―C―R3 CH2―OH OH―C―R3 Trigliserida Air Gliserol Asam lemak (bebas)

Gambar 3. Reaksi kimia hidrolisis minyak Sumber : Djatmiko et al (1985)

Kerusakan minyak dapat pula terjadi akibat kontak antara oksigen dan minyak yang terjadi melalui reaksi oksidasi. Tahap pertama dari oksidasi minyak adalah terbentuk peroksida yang merupakan senyawa tidak stabil. Asam lemak jenuh juga dapat teroksidasi oleh oksigen apabila suhu lebih tinggi dari 100oC atau pada suhu kamar dan terdapat cahaya yang diserap oleh klorofil atau oleh enzim peroksidase. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya ketengikan pada minyak. Berikut ini faktor-faktor yang mempengaruhi proses oksidasi minyak kelapa.


(42)

Tabel 4. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses oksidasi minyak kelapa Faktor yang mempercepat Faktor yang memperlambat

Suhu tinggi Suhu rendah

Cahaya (ultraviolet, ultrablue) Tempat tidak tembus cahaya Sinar alpha, beta, gamma Bebas dari oksigen

Peroksida Blanching

Enzim lipoksidase Antioksidan

Logam katalis (Fe, Cu) Logam tidak aktif

Sumber : Djatmiko et al (1985)

Menurut Ketaren (1986), penyebab kerusakan minyak lainnya adalah mikroba. Kerusakan lemak oleh mikroba umumnya terjadi pada lemak yang masih terdapat dalam jaringan dan dalam bahan pangan berlemak. Minyak yang telah dimurnikan umumnya masih mengandung mikroba berjumlah maksimum 10 organisme untuk setiap satu gram lemak dan hal tersebut masih dikatakan steril. Mikroba yang menyerang bahan pangan berlemak dapat merusak lemak dengan menghasilkan cita rasa yang tidak enak serta menimbulkan perubahan warna.

H. PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK PANGAN

Institute of Food Technologist mendefinisikan umur simpan sebagai waktu yang dibutuhkan suatu produk untuk mengalami kerusakan hingga tingkat yang tidak dapat diterima pada kondisi penyimpanan, proses, dan pengemasan yang spesifik. Menurut Syarief et al (1989), faktor-faktor yang mempengaruhi umur simpan pangan yang dikemas adalah :

1. Keadaan alamiah atau sifat makanan dan mekanisme berlangsungnya perubahan, seperti kepekaan terhadap perubahan kimia internal dan fisik 2. Ukuran kemasan dalam hubungannya dengan volume

3. Kondisi atmosfir terutama suhu dan kelembaban

4. Ketahanan keseluruhan dari kemasan terhadap keluar masuknya air, gas, dan bau, termasuk perekatan, penutupan, dan bagian-bagian yang terlipat.


(43)

Pendugaan umur simpan bahan pangan atau produk pangan sangat penting untuk mengetahui masa kadaluarsa suatu produk, yaitu suatu masa bagi produk tidak layak untuk dikonsumsi atau produk tersebut sudah terdapat dalam kondisi yang tidak sesuai dengan keterangan yang tertera pada label kemasan.

Umur simpan suatu produk pangan dapat diduga dan ditetapkan waktu kadaluwarsanya dengan menggunakan konsep studi penyimpanan produk pangan. Metode-metode yang umumnya digunakan dalam pendugaan umur simpan tersebut adalah metode Extended Storage Studies (ESS) dan Accelerated Storage Studies (ASS).

ESS disebut juga dengan metode konvensional, yaitu penentuan tanggal kadaluwarsa dengan cara menyimpan suatu seri produk pada kondisi normal sehari-hari sambil dilakukan pengamatan terhadap penurunan mutunya (usable quality) hingga mencapai tingkat mutu kadaluwarsa. Metode ini akurat dan tepat, tapi memerlukan waktu yang panjang serta analisa parameter mutu yang relatif banyak.

Berbeda halnya dengan metode ESS, metode AAS membutuhkan waktu pengujian yang relatif singkat, tetapi tetap memiliki ketepatan dan akurasi yang tinggi. Hal ini dikarenakan, metode ASS menggunakan suatu kondisi lingkungan yang dapat mempercepat (accelerated) reaksi deteriorasi (penurunan mutu) produk pangan. Oleh karena itu, kerusakan yang berlangsung dapat diamati dengan cermat dan diukur. Hal ini dapat dilakukan dengan mengontrol semua lingkungan produk dan mengamati parameter perubahan yang berlangsung.

Metode akselerasi pada dasarnya adalah metode kinetik yang disesuaikan untuk produk pangan tertentu. Model-model yang diterapkan pada penelitian akselerasi ini menggunakan dua cara pendekatan. Pertama adalah pendekatan kadar air kritis dengan bantuan teori difusi, yaitu suatu cara pendekatan yang diterapkan untuk produk kering dengan menggunakan kadar air atau aktifitas air sebagai kriteria kadaluwarsa. Kedua adalah pendekatan semi empiris dengan bantuan persamaan Arrhenius, yaitu suatu cara


(44)

pendekatan yang menggunakan teori kinetika yang pada umumnya mempunyai ordo reaksi nol atau satu untuk produk pangan (Arpah, 2001).

Menurut Arpah (2001), pendekatan semi empiris dawali dengan menganggap bahwa perubahan mutu produk pangan akan mengikuti pola reaksi sebagai berikut :

A produk intermediet B

Dalam kondisi tersebut konsentrasi mutlak A maupun B tidak dianalisa. Akan tetapi, yang diukur adalah perubahan konsentrasi produk intermediet terhadap waktu. Perubahan konsentrasi ini dianggap proporsional terhadap penurunan konsentrasi produk A maupun peningkatan konsentrasi produk B. Secara matematis laju reaksi dinyatakan sebagai :

dA

- — = k [A]n...Persamaan 1

dt

atau,

dB

- — = k [B]n...Persamaan 2

dt

keterangan :

[A] = penurunan konsentrasi A yang dikorelasikan dengan mutu produk [B] = peningkatan konsentrasi B yang dikorelasikan dengan mutu produk k = konsentrasi laju reaksi

n = ordo reaksi t = waktu

Persamaan 2 diterapkan pada suatu kondisi suhu, Aw, dan intensitas cahaya dibuat konstan. Penerapan persamaan ini untuk penentuan umur simpan dilakukan dengan menentukan konsentrasi kritis A atau B yang mana pengaruhnya terhadap mutu mencapai tingkat kerusakan yang tidak dapat diterima oleh konsumen (Arpah, 2001).

Pendugaan umur simpan dapat dilakukan dengan cara memantau penurunan mutu produk selama penyimpanan melalui teori kinetika reaksi. Penurunan mutu produk dapat mengikuti reaksi ordo 0, 1, atau ordo lainnya.


(45)

Laju reaksi pada ordo nol tidak dipengaruhi oleh konsentrasi reaksi sehingga laju reaksi ordo nol hanya dipengaruhi oleh konstanta laju reaksi yang dinyatakan sebagai k (Syarief et al, 1989). Laju perubahan A menjadi B dapat dinyatakan sebagai berikut :

d[A]

- = k...Persamaan 3

dt

Persamaan tersebut diintegralkan menjadi sebagai berikut :

A0∫ At

dA = -k to∫t dt...Persamaan 4 A0 – Ac = kt...Persamaan 5

Apabila konsentrasi kritis komponen A = Ac, maka umur simpan produk sama dengan :

A0-Ac

= t...Persamaan 6

k

Plot antara perubahan konsentrasi [A] dan waktu (t) untuk reaksi ordo nol, memberikan garis lurus dengan nilai kemiringan (slope) = k (Arpah, 2001). Penurunan mutu mengikuti reaksi ordo nol diantaranya adalah oksidasi lemak (ketengikan pada snacks, dry foods, dan frozen foods), pencoklatan enzimatis dan non-enzimatis (Labuza, 1982).

Penurunan mutu yang mengikuti reaksi ordo satu diantaranya adalah ketengikan pada minyak sayur, pertumbuhan mikroba pada pada daging maupun ikan segar, kerusakan vitamin, penurunan mutu protein, dan off flavor akibat mikroba pada daging dan ikan (Labuza, 1982). Persamaan pada laju reaksi ordo 1 adalah sebagai berikut :

dA

= - k dt... Persamaan 7 [A]

Persamaan tersebut diintegralkan menjadi sebagai berikut :

A0∫ A

dA = - k t0∫ t

[A]... Persamaan 8 dt


(46)

ln A - ln Ao = - kt... Persamaan 9 A = A0 e-kt... Persamaan 10 Ac = A0 e-kts... Persamaan 11

Ts merupakan umur simpan produk dan plot antara perubahan logaritma konsentrasi [A] dengan waktu t, untuk reaksi ordo satu, memberikan garis lurus dengan slope –k (Arpah, 2001).

Untuk mengkuantifikasi pengaruh temperatur terhadap reaksi deteriorasi, maka dapat dilakukan pendekatan Arrhenius. Pada model Arrhenius, suhu merupakan faktor yang berpengaruh terhadap produk pangan. Semakin tinggi suhu, maka semakin tinggi laju reaksi berbagai senyawa kimia yang akan mempercepat pula penurunan mutu produk. Dengan demikian, suhu penyimpanan diusahakan dalam keadaan tetap. Laju penurunan mutu dengan metode Arrhenius adalah sebgai berikut :

k = ko e-Ea/RT ln k = ln ko e-Ea/RT ln k = ln ko + e-Ea/RT ln k = ln ko - Ea/RT ln e

ln k = ln ko - Ea/RT... Persamaan 12

Keterangan :

k = konstanta penurunan suhu ko = konstanta

Ea = energi aktivasi

R = konstanta gas (1.986 kal/mol) T = suhu mutlak (K)

Interpretasi energi aktivasi dapat memberikan gambaran mengenai besarnya pengaruh suhu terhadap reaksi. Nilai Ea diperoleh dari slope grafik garis lurus hubungan ln k dengan 1/T. Dengan demikian, energi aktivasi yang besar mempunyai arti bahwa nilai ln k berubah cukup besar dengan hanya perubahan beberapa derajat dari suhu sehingga nilai slope akan besar (Arpah, 2001).


(47)

Model Arrhenius memiliki asumsi-asumsi yang diterapkan dalam pendugaan umur simpan. Asumsi-asumsi tersebut adalah perubahan faktor mutu hanya ditentukan oleh satu macam reaksi saja, tidak terjadi faktor lain yang mengakibatkan perubahan mutu, proses perubahan mutu dianggap bukan merupakan akibat dari proses yang terjadi sebelumnya, dan suhu selama penyimpanan tetap atau dianggap tetap (Syarief et al, 1989).


(48)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah VCO yang diperoleh dari Balai Besar Industri Agro (BBIA). Bahan tambahan yang digunakan dalam formulasi adalah lesitin yang diperoleh dari Cargill Texturizing Solutions, polysorbate 80, asam sitrat, larutan asam laktat, BHT, dan natrium benzoat yang diperoleh dari toko kimia Setia Guna, fruktosa yang diperoleh dari toko Yoek, susu skim bubuk dengan merk dagang Sunlac yang diperoleh dari toko Grand, serta flavor emulsion yang diperoleh dari PT. Firmenich Indonesia. Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam analisis diantaranya adalah TBA (thiobarbituric acid), asam asetat glasial, HCL, etanol 95%, KOH, pati, KI, asam oksalat, Na2SO4, NaOH, asam margarat, BF3/metanol, gas nitrogen, aquades, NaCl, dan PCA (plate count agar).

Alat-alat yang digunakan dalam tahap formula adalah homogenizer tipe T25-B dengan torak tipe S25N-25G. Alat-alat lain yang digunakan, khususnya dalam tahap analisis adalah heater, spektrofotometer, kromatografi gas, pH meter, inkubator, oven, mikropipet, tabung destilasi, neraca analitik, gelas ukur, erlenmeyer, pipet mohr, dan peralatan gelas lainnya.

B. METODE PENELITIAN 1. Penelitian Pendahuluan a. Tahap Satu

Penelitian pendahuluan tahap satu bertujuan menentukan jenis emulsifier yang akan digunakan. Tahap ini dilakukan melalui trial and error dengan menggunakan dua jenis emulsifier, yaitu lesitin kedelai dan polysorbate 80. Kedua jenis emulsifier tersebut akan dicoba pada berbagai rasio minyak dan air, yaitu 6 : 4, 7 : 3, dan 8 : 2. Konsentrasi emulsifier dan penstabil yang digunakan adalah 0.5% dan 8%. Kecepatan homogenizer yang digunakan adalah 11.000 rpm. Gambar 4


(49)

Homogenisasi (± 1.5 menit) Homogenisasi (± 15 detik) Homogenisasi (± 1.5 menit)

Pengemasan Pasteurisasi

Gambar 4. Diagram alir emulsifikasi VCO dengan emulsifier lesitin

Homogenisasi (± 15 detik) Homogenisasi (± 1.5 menit) Homogenisasi (± 1.5 menit)

Pengemasan

Pasteurisasi

Gambar 5. Diagram alir emulsifikasi VCO dengan emulsifier polysorbate 80

Lesitin VCO

Emulsi VCO Air

Air

Emulsi VCO VCO

Polysorbate 80 Skim

Skim

Emulsi VCO dalam kemasan


(50)

Berdasarkan kelarutannya, maka proses pembuatan emulsi dibedakan menjadi dua cara. Cara pertama digunakan untuk jenis emulsifier lesitin, yaitu homogenisasi emulsifier digabung dengan VCO. Cara kedua digunakan untuk jenis emulsifier polysorbate 80, yaitu homogenisasi emulsifier digabung dengan air. Untuk tahap pasteurisasi, dilakukan selama 30 menit dengan merendam sampel yang telah dikemas ke dalam air suhu 65oC sebagai media pemanas. Emulsifier yang dapat menstabilkan produk emulsi paling lama serta yang memiliki kemampuan paling baik dalam menstabilkan emulsi pada berbagai rasio minyak dan air yang dicoba akan digunakan pada tahap selanjutnya.

b. Tahap Dua

Penelitian pendahuluan tahap dua bertujuan menentukan rasio minyak dan air yang akan digunakan pada tahap selanjutnya. Rasio minyak dan air yang akan diuji adalah 6 : 4, 7 : 3, dan 8 : 2. Berikut ini formula yang akan digunakan pada tahap ini.

Tabel 5. Formula emulsifikasi VCO

Formula x Y z Minyak : air 6 : 4 7 : 3 8 : 2

Emulsifier 0.25% 0.25% 0.25%

Penstabil 8% 8% 8%

Fruktosa 10% 10% 10%

Flavor 1.5% 1.5% 1.5%

Asam sitrat 0.4% 0.4% 0.4%

Asam laktat 0.5% 0.5% 0.5%

Natrium benzoat 0.1% 0.1% 0.1%

BHT 0.02% 0.02% 0.02%


(51)

peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 722/Menkes/Per/IX/88. Bahan tambahan lain yang digunakan adalah flavor dan fruktosa dengan konsentrasi masing-masing komponen sebesar 1.5% dan 10%. Pemilihan konsentrasi tersebut didasarkan pada penelitian Surfiana (2002) mengenai produk emulsi minyak sawit.

Homogenisasi (± 30 detik) Homogenisasi (± 10 detik) Homogenisasi (± 1.5 menit)

Ditambah perlahan-lahan sambil dihomogenisasi Homogenisasi (± 1 menit)

Homogenisasi (± 1 menit)

Homogenisasi (± 30 detik)

Homogenisasi (± 20 detik)

Homogenisasi (± 30 detik)

Pengemasan Pasteurisasi

Gambar 6. Diagram alir pembuatan emulsi VCO dengan emulsifier polysorbate 80

Air VCO

Polysorbate 80 BHT

Flavor

Emulsi VCO

Natrium benzoat

Asam sitrat Skim

Asam laktat Fruktosa

Emulsi VCO dalam kemasan


(52)

Proses pembuatan emulsi VCO pada Gambar 6 didasarkan pada penelitian Surfiana (2002) yang dimodifikasi, yaitu dengan adanya penambahan penstabil berupa protein susu serta penambahan asam sitrat dan asam laktat. Rasio minyak dan air yang dipilih ditentukan melalui uji organoleptik hedonik skala 1-7 terhadap panelis terbatas.

c. Tahap Tiga

Penelitian pendahuluan tahap tiga bertujuan menentukan konsentrasi minimum dan maksimum penstabil untuk digunakan dalam rancangan formula pada program design expert 7 (DX 7). Konsentrasi penstabil yang akan dicoba adalah 2%, 4%, 6%, 8%, dan 10%. Kisaran konsentrasi penstabil yang dipilih adalah konsentrasi penstabil yang dapat menstabilkan produk emulsi selama 30 hari di suhu ruang.

d. Tahap Empat

Penelitian pendahuluan tahap empat bertujuan menentukan konsentrasi minimum dan maksimum pemanis yang akan digunakan pada rancangan formula dalam program DX 7. Tahap ini dilakukan melalui trial and error dengan menggunakan pemanis jenis fruktosa. Konsentrasi fruktosa yang digunakan adalah 6%, 8%, 10%, 12%, dan 15%. Penentuan konsentrasi minimum dan maksimum fruktosa yang akan digunakan pada tahap selanjutnya dilakukan melalui uji organoleptik tehadap tingkat kemanisan.

e. Tahap Lima

Penelitian pendahuluan tahap lima bertujuan menentukan konsentrasi minimum dan maksimum asam sitrat dan asam laktat yang akan digunakan pada rancangan formula dalam program DX 7. Tahap ini dilakukan melalui trial and error. Asam sitrat yang digunakan terdapat dalam bentuk kering berupa butiran putih, sedangkan asam laktat yang digunakan berupa larutan dengan konsentrasi sebesar 50%.


(53)

Konsentrasi asam sitrat dan asam laktat yang digunakan adalah sebagai berikut.

Tabel 6. Perbandingan konsentrasi asam sitrat dan asam laktat

No Asam sitrat Asam laktat

1 0.3% 0.4%

2 0.3% 0.5%

3 0.3% 0.6%

4 0.3% 0.7%

5 0.3% 0.8%

6 0.4% 0.5%

Penentuan konsentrasi asam sitrat dan asam laktat yang akan digunakan pada tahap selanjutnya dilakukan melalui pengukuran pH, yaitu harus mencapai pH ≤ 4.2. Selain itu, pengamatan didukung dengan uji organoleptik terhadap tingkat keasaman.

2. Penelitian Utama

a. Tahap Satu

Tahap ini bertujuan mengoptimasi formula emulsi VCO dari hasil trial and error pada tahap pendahuluan. Optimasi formulasi dilakukan dengan menggunakan metode mixture design (MD) yang diolah dalam program DX 7. Data yang diperlukan dalam pengolahan dengan DX 7 adalah variabel uji yang digunakan beserta kisaran taraf masing-masing variabel. DX 7 akan menghasilkan suatu desain percobaan yang selanjutnya dilakukan untuk mendapatkan respon. Respon yang digunakan adalah respon hasil uji kesukaan terhadap rasa, mouthfeel, aroma, dan kekentalan serta tingkat kestabilan.

Pengamatan untuk kestabilan akan dilakukan setelah sampel disimpan selama 30 hari di suhu ruang, sedangkan untuk uji kesukaan dilakukan satu hari setelah pembuatan produk. Komponen-komponen


(54)

yang berpengaruh dalam menentukan formula yang optimum pada penelitian ini adalah konsentrasi penstabil, fruktosa, asam sitrat, dan asam laktat.

b. Tahap Dua

Tahap ini dilakukan uji hedonik dengan 5 skala. Panelis diminta untuk menilai antara produk VCO asli dengan emulsi VCO yang dihasilkan dari optimasi formula. Tujuan dari penelitian tahap ini adalah mengetahui produk mana yang lebih disukai konsumen serta uji beda nyata kedua produk berdasarkan atribut rasa dan mouthfeel.

c. Tahap Tiga

Tahap tiga di tahap utama dilakukan analisis fisik dan kimia, yaitu warna, viskositas, pH, bilangan asam, bilangan peroksida, serta total mikroba dengan menggunakan media PCA. Penentuan total mikroba didasarkan pada metode Harrigan. Pengamatan ini dilakukan terhadap produk optimum yang dihasilkan untuk mengetahui karakteristik produk.

Selain itu, dilakukan pula analisis asam lemak terhdap produk optimum yang dihasilkan serta VCO asli dengan menggunakan kromatografi gas. Tujuan dari analisis ini adalah mengetahui perubahan persentase dan kadar asam lemak sebelum maupun setelah pengolahan.

d. Tahap Empat

Tahap ini dilakukan pendugaan umur simpan terhadap emulsi VCO dalam kemasan yang dihasilkan pada tahap satu di penelitian utama. Bahan pengemas yang digunakan adalah botol gelas berwarna gelap ukuran 100 ml dan telah mengalami proses pasteurisasi maupun pengeringan. Gambar 7 menunjukkan bahan pengemas yang digunakan selama penyimpanan.


(55)

Gambar 7. Botol gelap sebagai pengemas sampel

Pendugaan umur simpan dilakukan dengan mengamati perubahan karakteristik mutu emulsi VCO selama waktu penyimpanan melalui metode akselerasi dengan pendekatan Arrhenius. Penentuan karakteristik mutu produk sebagai indikator terjadinya penurunan mutu dilakukan melalui pengamatan setiap satu jam yang disimpan pada suhu tinggi, yaitu 90oC. Pengamatan dilakukan hingga terdeteksi terjadinya penurunan mutu yang dapat diuji secara sensori.

Berdasarkan perubahan karakteristik mutu selama penyimpanan pada suhu tinggi, maka aroma dan warna sampel mengalami perubahan yang cepat. Oleh karena itu, uji organoleptik aroma dan warna dilakukan sebagai analisis utama dalam pendugaan umur simpan.

Pengamatan organoleptik aroma dan warna dilakukan setiap 6 hari selama 24 hari terhadap sampel yang disimpan pada suhu 35oC, 45oC, dan 55oC. Selain uji organoleptik aroma dan warna, dilakukan analisis pendukung, yaitu bilangan TBA, bilangan asam, dan uji warna (tingkat kecerahan) selama penyimpanan.

C. ANALISIS

1. Bilangan Asam (SNI 01-3555-1994)

Sampel yang akan dianalisa ditimbang sejumlah 2 - 5 gram dalam erlenmeyer 250 ml, lalu ditambah 50 ml etanol 95% netral. Sampel dipanaskan selama 10 menit dalam penangas air sambil diaduk. Selanjutnya larutan dititrasi dengan KOH 0.1 N dengan menggunakan


(1)

BSN 1998. Santan Cair (SNI 01-3816-1995). Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.

Buckle, K.A., Edwards, R.A., Fleet, G.H., dan Wootton, H.,1987. Ilmu Pangan. Penerjemah Purnomo, H. dan Adiono. Universitas Indonesia, Jakarta.

Burdock, G.A., 1997. Encyclopedia of Food and Color Additive. Volume III. CRC Press, USA.

Cahyadi, W., 2006. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Bumi Aksara, Jakarta.

Cornell, J.A., 1990. Experiments With Mixtures : Designs, Models, and The Analysis of Mixture Data. Second Edition. John Wiley And Sons, New York.

Dalgleish, D.G., 2001. Food emulsions. Di dalam : Sjoblom, J. (Eds.), Encyclopedia Handbook of Emulsion Technology. Marcel Dekker, Inc., New York, USA.

Depkes 2005. Jumlah Penderita Diabetes Indonesia Ranking Ke-4 di Dunia. http://www.depkes.go.id/index.php?option=news&task=viewarticle&sid=11 83&Itemid=2 [5 September 2005].

Djatmiko, B. Goutara, dan Irawadi. 1985. Pengolahan Kelapa I. Jurusan Teknologi Industri Pertanian, FATETA, IPB, Bogor.

Ennis, M.P. dan Mulvihill, D.M., 2000. Milk proteins. Di dalam : Williams, P.A. dan Philips, G.O. (Eds.), Handbook of Hydrocolloids. Woodhead Publishing Limited, Cambridge, England

FAO 1999. Codex Standard for Named Vegetable Oils (CODEX STAN 210-1999). http://www.fao.org/DOCREP/OO4/Y2774E/y2774eo4.htm#bm4.1.

Fardiaz, D., 1988. Hidrokoloid. Laboratorium Kimia dan Biokimia Pangan Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB, Bogor.

Fernandez, J., Perez-Alvarez, J.A., dan Fernandez-Lopez, J.A., 1997. Thiobarbituric acid test for monitoring lipid oxidation in meat. Food Chemistry. Vol. 59, No. 3, pp. 345-353.

Fife, B.N.D., 2001. Hyphothyroidsm and Virgin Coconut Oil. http://www.coconut-connections.com/ibs.htm.

Harrigan, W.F., 1998. Laboratory Methods in Food Microbiology. Third Edition. Academic Press, London, England


(2)

Hasenhuettl, G.L., 1997. Overview of food emulsifiers. Di dalam : Hasenhuettl, G.L. and Hartel R.W. (Eds.), Food Emulsifier and Their Application. Chapman and Hall, New York, USA.

Hutching, J.B. 1999. Food Color an Appearance. 2nd Ediion. Aspen Publishing. Inc., Gaitersburg. Maryland

Indarini, N., 2006. Kolesterol Tinggi Hantui Orang Indonesia. http://id.inaheart.or.id/?p=49 [24 September 2006].

Institute of Food Technologist 2007. Shelf Life. http://members.ift.org/NR/ rdonlyres/2B2AC30E-5DF7-4B9A-8BO4-All26F3AA041/0/Packaging_ QualityShelfLife_Hotchkiss.pdf.

Ismail, B., 1980. Mempelajari Pengaruh Natrium Benzoat, Kalium Sorbat, dan Tween 80 Terhadap Kestabilan Emulsi dan daya Awet Pasta Santan Kelapa. Skripsi, Program Sarjana, IPB, Bogor.

Johnson, M., 2001. Medium Chain Trygliseride. http:/www.pdrhealth.com/drug _info/nmdrugprofiles/nutsupdrugs/med_0172.shtml.

Ketaren, S., 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI Press, Jakarta.

Labuza, T.P., 1982. Shelf Life Dating of Food. Food and Nutrition Press, Inc., Westport, Connecticut, USA.

McClements, D.J., 1999. Food Emulsions : Principles, Practice, and Techniques. CRC Press, Washington, USA.

Meilgaard, M., Civille, G.V., dan Carr, B.T., 1999. Sensory Evaluation Techniques. 3rd Edition. CRC Press, New York, USA.

Montgomery, D.C., 2002. Design and Analysis Of Experiments. 5th Edition. John Wiley and Sons, Singapore.

Nevin, K.G. dan Rajamohan, T., 2004. Beneficial effects of virgin coconut oil on lipid parameters and in vitro LDL oxidation. Journal Clinical Biochemistry, Vol.37, pp. 830-835 http://cat.inist.fr/?aModele=afficheN&cpsidt=16088568 [2006]

Ogbadu, L.J., 1999. Permitter preservatives - benzoic acid. Di dalam : Robinson, R. K., Batt, C. A., dan Patel, P. D. (Eds.), Encyclopedia of Food Microbiology Volume 3. Academic Press, California, USA.


(3)

Pike, O. A., 1994. Fat characterization. Di dalam : Nielsen, S. S. (Eds.). Introduction to the Chemical Analysis of Food. Jones and Barlett Publisher, London, England.

Rahman, S., 2006. Opini Tribun : Potensi Pengembangan Agroindustri Berbasis Kelapa. http://www.tribun-timur.com/view.php?id=32480&jenis=Opini. [5 September 2006].

Rindengan, B. dan Novarianto, H., 2005. Pembuatan dan Pemanfaatan Minyak Kelapa Murni. Penebar Swadaya, Depok.

Rossell, J.B., 1983. Measurement of rancidity. Di dalam : Allen, J.C. dan Hamilton, R.J. (Eds.), Rancidity In Foods. Applied Science Publishers, London, England.

Saputra, V., 1996. Formulasi Produk Emulsi Kaya Beta Karoten dari Minyak Sawit Merah. Skripsi, Program Sarjana, IPB, Bogor.

Sibuea, P., 2003. Emulsifiers : Senyawa Ajaib dalam Industri Pangan. http://www. kompas.co.id/kesehatan/news/0305/14/065257.htm. [14 Mei 2003]

Stratford, M., 1999. Traditional Preservatives Organic Acids. Di dalam : Robinson, R. K., Batt, C. A., dan Patel, P. D. (Eds.), Encyclopedia of Food Microbiology Volume 3. Academic Press, California, USA.

Surfiana 2002. Formulasi Minuman Emulsi Kaya β-Karoten Dari Minyak Sawit Merah. Tesis, Program Pascasarjana, IPB, Bogor.

Sutrisno 1987. Pembentukan Emulsi Minyak Nabati Dalam Air Dan Sifat-Sifat Fungsionalnya. Skripsi, Program Sarjana, IPB, Bogor.

Syafa’at, N., Hadi, P.U., Sadra, D.K., Lakollo, E.M., Purwoto, A., Situmorang, J., Debukke, F.B.M., 2005. Analisis Permintaan dan Penawaran Komoditas Pertanian Utama. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Deptan.

Syah, A.N.A., 2005. Virgin Coconut Oil : Minyak Penakluk Aneka Penyakit. Agromedia Pustaka, Depok.

Syarief, R., Santausa, S., dan Isyana, S., 1989. Teknologi Pengemasan Pangan. PAU Pangan dan Gizi IPB, Bogor.

Whistler, R.L. dan Daniel, J.R. 1985. Carbohydrates. Di dalam : Fennema, O.R. (Eds.), Food Chemistry. Second Edition, Revised, and Expanded. Marcel Dekker, Inc., New York, USA.


(4)

Wilbey, R.A., 1999. Principles of pasteurization. Di dalam : Robinson, R. K., Batt, C. A., dan Patel, P. D. (Eds.), Encyclopedia of Food Microbiology Volume 3. Academic Press, California, USA.

Williams, P.A. dan Philips, G.O., 2000. Introduction to food hydrocolloids. Di dalam : Williams, P.A. dan Philips, G.O. (Eds.), Handbook of Hydrocolloids. Woodhead Publishing Limited, Cambridge, England

Winarno, F.G., 1982. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.


(5)

(6)