ANALISIS SIFAT FISIK DAN KIMIA KONSENTRAT PROTEIN

38 pada interaksi perlakuan pH 9 dan waktu 2 jam A3B2. Perlakuan ini tidak berbeda nyata dengan perlakuan pH 10 dan waktu 3 jam A5B3. Pada waktu ekstraksi 1 dan 2 jam terjadi peningkatan rendemen seiring dengan peningkatan pH ekstraksi. Peningkatan ini terjadi sampai dengan pH 9 kemudian terjadi penurunan kembali pada pH 9,5 dan sedikit peningkatan pada pH 10, namun nilainya tidak berbeda nyata dan tetap lebih rendah dari pada perlakuan dengan pH 9. Penurunan yang terjadi pada pH 9,5 dan 10 kemungkinan terjadi akibat adanya denaturasi protein akibat perubahan pH yang ekstrem, sesuai dengan Cheptel dan Cuq 1985, menunjukkan bahwa ekstraksi protein optimum diperoleh pada pH 9 dengan sedikit atau tidak ada kenaikan yang diperoleh pada pH 10. Penelitian yang dilakukan Kabirullah dan Wills 1982, juga menunjukan makin tinggi pH yang digunakan untuk mengekstrak protein, makin besar pula protein yang terekstrak, tetapi ada kemungkinan protein dapat terhidrolisis kembali dan mengalami denaturasi. Pada waktu ekstraksi 3 jam rendemen yang diperoleh terus meningkat seiring dengan peningkatan pH ekstraksi. Hal ini sesuai dengan Lehninger 1982 yang menyatakan bahwa semakin jauh perbedaan pH konsentrat protein dari titik isoelektrik kelarutan protein semakin tinggi. Dengan kelarutan protein yang tinggi akan meningkatkan jumlah protein yang akan diisolasi, sehingga akan meningkatkan rendemennya.

C. ANALISIS SIFAT FISIK DAN KIMIA KONSENTRAT PROTEIN

Sifat fisik konsentrat protein menunjukan perbedaan karakteristik dari konsentrat protein berdasarkan penampakan fisiknya. Sifat fisik konsentrat protein yang dianalisis meliputi warna derajat Hue dan pH. Analisis sifat kimia yang dilakukan meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, dan kadar lemak. Hasil analisis sifat fisik dan kimia konsentrat protein disajikan pada Tabel 6. 39 Tabel 6. Hasil analisis sifat fisik dan kimia konsentrat protein basis kering Sampel Derajat Hue pH Kadar Air Kadar Abu Kadar Protein Kadar Lemak A1B1 82,50 4,54 4,38 0,97 56,23 11,79 A2B1 81,57 4,59 5,85 1,57 63,28 13,16 A3B1 81,75 4,59 6,43 1,70 67,81 13,88 A4B1 79,77 4,60 2,80 2,24 58,22 12,75 A5B1 77,60 4,60 2,59 2,05 54,97 12,66 A1B2 77,58 4,59 5,63 1,97 60,35 13,33 A2B2 75,56 4,61 5,46 2,66 68,63 14,12 A3B2 77,25 4,61 6,78 2,47 74,92 14,49 A4B2 72,04 4,62 8,42 2,81 74,15 13,60 A5B2 70,14 4,63 7,18 2,17 65,12 13,00 A1B3 73,04 4,62 4,06 2,42 73,69 13,51 A2B3 72,92 4,63 5,75 2,36 74,32 13,76 A3B3 72,30 4,65 6,13 2,32 76,57 13,89 A4B3 73,03 4,66 5,53 2,28 78,26 13,42 A5B3 72,87 4,70 5,69 2,31 70,23 12,94 1. Sifat Fisik a. Intensitas Warna Pengujian warna dilakukan dengan melihat nilai a, b, dan L pada alat chromameter yang digunakan. Nilai ini kemudian dikonversi menjadi derajat hue untuk mengetahui jenis warna dari konsentrat protein Lampiran 1. Warna konsentrat protein yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 6. Konsentrat protein yang dihasilkan memiliki warna yang kecoklatan yang disebabkan oleh terjadinya reaksi browning yang berupa reaksi Maillard. Gambar 6. Warna konsentrat protein dari dedak gandum 40 Hasil analisis ragam menunjukan tingkat pH dan waktu ekstraksi serta interaksinya memiliki pengaruh yang nyata terhadap warna konsentrat protein Lampiran 6a. Semakin lama ekstraksi dan semakin tinggi tingkat pH, nilai derajat hue konsentrat protein cenderung menurun Gambar 7. Hal ini dikarenakan semakin lama kontak bahan dengan pelarut yang menyebabkan reaksi Maillard semakin lama berlangsung dan menghasilkan warna coklat yang lebih gelap. Gambar 7. Pengaruh interaksi antara waktu dan pH ekstraksi terhadap derajat Hue Reaksi Maillard dapat terjadi pada keadaan asam atau basa, tetapi pada keadaan basa reaksi dapat berlangsung lebih cepat. Hal ini disebabkan karena keadaan basa cenderung untuk mempercepat terjadinya reaksi antara gula pereduksi dengan senyawa-senyawa yang mempunyai gugus NH 2 membentuk melanoidin yang merupakan senyawa yang berwarna coklat Winarno, 1997. Reaksi Maillard ini terjadi dalam dua tahap. Tahap pertama terjadi kondensasi antara gugus karbonil gula pereduksi dengan asam amino membentuk basa Schiff melalui reaksi Amadori. Kehilangan air karena reaksi Amadori ini membentuk turunan-turunan furfuraldehida. Pada tahap kedua terjadi kehilangan air lanjutan yang menghasilkan aldehid aktif dan bereaksi kondensasi aldol membentuk senyawa berwarna coklat Winarno, 1997. Reaksi Maillard ini terjadi pada supernatan hasil sentrifugasi pertama pada proses ekstraksi. Larutan supernatan hasil sentrifugasi pertama ini masih memiliki pH yang basa dan mengandung 62 64 66 68 70 72 74 76 78 80 82 84 Dera ja u H u e 1 2 3 Waktu Jam 8.0 8.5 9.0 9.5 10 pH 41 protein terekstrak. Reaksi Maillard juga terjadi pada proses pengeringan konsentrat protein. Data intensitas warna secara lengkap disajikan pada Lampiran 4. Dari hasil uji lanjut Duncan Lampiran 6b terhadap interaksi waktu dan pH ekstraksi diperoleh bahwa Pada waktu ekstraksi 1 dan 2 jam nilai derajat hue menurun seiring dengan peningkatan pH ekstraksi. Peningkatan nilai derajat hue pada pH 9 dengan waktu ekstraksi 1 dan 2 jam tidak memberikan pengaruh yang nyata dan perlakuan pH 10 dan waktu 2 jam A5B2 memiliki nilai derajat hue yang paling kecil yang menandakan warna konsentrat yang paling gelap. Hal ini dikarenakan semakin tinggi tingkat pH maka kondisi media pelarut akan semakin basa dan semakin lama waktu ekstraksi maka semakin lama juga terjadi kontak antara bahan dengan pelarut yang bersifat basa, sehingga reaksi browning lebih cepat berlangsung deMan, 1997. Nilai derajat hue pada perlakuan pH 10 dan waktu 2 jam ini tidak berbeda nyata dengan perlakuan waktu ekstraksi selama 3 jam pada semua tingkat pH. Pada waktu ekstraksi 3 jam nilai derajat hue menurun sampai pH 9 kemudian meningkat kembali sampai pH 9,5 dan sedikit penurunan pada pH 10. pada waktu ekstraksi 3 jam ini nilai derajat hue tidak memilii pengaruh yang nyata. b. pH Nilai pH konsentrat protein yang dihasilkan berkisar antara 4,54 A1B1 sampai 4,70 A5B3. Nilai ini menunjukkan bahwa konsentrat protein bersifat asam. Sifat asam ini mungkin disebabkan karena masih terdapat residu sisa HCl hasil pengendapan pada konsentrat. Proses pencucian endapan protein hasil sentrifugasi setelah pengendapan protein pada titik isoelektriknya pada pH 4.5 ternyata tidak mampu untuk menetralkan konsentrat protein. Data nilai pH dari konsentrat protein secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 4. Hasil analisis keragaman menunjukan bahwa tingkat pH ekstraksi dan waktu ekstraksi memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai pH pada konsentrat protein tetapi interaksi dari keduanya 42 tidak berbeda nyata Lampiran 7a. Hasil uji lanjut Duncan terhadap interaksi pH dan tingkat ekstraksi Lampiran 7b dapat diketahui bahwa nilai pH tertinggi 4,70 diperoleh pada interaksi perlakuan pH 10 dan waktu 3 jam Gambar 8. Gambar 8. Pengaruh interaksi antara waktu dan pH ekstraksi terhadap nilai pH Nilai pH konsentrat protein meningkat seiring dengan peningkatan pH dan semakin lamanya waktu ekstraksi. Peningkatan nilai pH ini berkaitan dengan residu jumlah NaOH yang digunakan pada proses ekstraksi yang masih tersisa pada konsentarat. Jumlah NaOH yang digunakan pada waktu ekstraksi semakin banyak pada tingkat pH yang lebih tinggi dan waktu ekstraksi yang lebih lama. 2. Sifat Kimia a. Kadar Air Kadar air menurut Nollet 1996 adalah pengukuran kuantitas dari produk yang berbentuk padatan dan sering digunakan sebagai indeks nilai ekonomi, stabilitas dan kualitas dari produk makanan. Air merupakan komponen penting dalam bahan pangan yang dapat mempengaruhi kualitas produk. Penurunan jumlah air dapat mengurangi laju kerusakan bahan pangan akibat proses mikrobiologis, kimiawi dan enzimatis. Rendahnya kadar air suatu bahan pangan merupakan salah satu faktor yang dapat membuat bahan pangan memiliki umur simpan yang lebih lama. 4.45 4.50 4.55 4.60 4.65 4.70 N ila i p H 1 2 3 Waktu Jam 8.0 8.5 9.0 9.5 10 pH 43 Hasil analisis proksimat pada konsentrat dedak gandum menunjukkan bahwa kadar air konsentrat protein berkisar antara 2,59- 8,42 Tabel 6. Data kadar air konsentrat protein selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4. Hasil analisis ragam menunjukan bahwa kadar air konsentrat protein dipengaruhi oleh perlakuan yang diberikan dan interaksi keduanya juga berpengaruh nyata Lampiran 8a. Interaksi antara waktu ekstraksi dan tingkat pH pada kadar air dapat dilihat pada Gambar 9. Nilai kadar air berpengaruh terhadap sifat kualitatif produk. Gambar 9. Pengaruh interaksi antara waktu dan tingkat pH ekstraksi terhadap kadar air Dari hasil uji lanjut Duncan terhadap interaksi waktu ekstraksi dan tingkat pH ekstraksi Lampiran 8b dapat diketahui bahwa kadar air terendah diperoleh pada interaksi perlakuan pH 10 dan waktu 1 jam. Interaksi perlakuan ini berbeda nyata dengan interaksi lainnya. Kadar air pada waktu ekstraksi 2 jam dan pH 8,5 mengalami penurunan, tetapi kodisi ini tidak berbeda nyata pada pH 8 dengan waktu ekstraksi yang sama. Pada waktu ekstraksi 3 jam nilai kadar air yang meningkat kembali pada pH 10 juga tidak berbeda nyata dengan pH 9,5. Kadar air konsentrat protein dapat dikatakan meningkat seiring dengan meningkatnya pH ekstraksi. Hal ini sesuai dengan kadar protein konsentrat protein yang juga meningkat sesuai dengan peningkatan pH ekstraksi, karena air terikat pada asam amino yang bersifat polar Sze-Tao dan Sathe, 2000. Kadar air konsentrat protein terendah diperoleh pada waktu 1 jam kemudian 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 Ka d a r Ai r 1 2 3 Waktu Jam 8.0 8.5 9.0 9.5 10 pH 44 meningkat pada waktu 2 jam dan mengalami penurunan kembali pada waktu 3 jam. b. Kadar Abu Abu adalah residu anorganik dari pembakaran bahan organik. Kadar abu dapat dihitung berdasarkan pengurangan bobot sampel selama proses oksidasi sempurna pada suhu tinggi biasanya 500-600 o C melewati proses penguapan dari material organik. Total abu merupakan parameter yang bermanfaat bagi nilai nutrisi dari banyak produk makanan ataupun pakan. Hal ini sangat membantu tidak hanya untuk mengkuantifikasi total abu melainkan juga kadar abu terlarut dan tidak larut dalam air, alkalinitas dari abu terlarut dan total abu, dan proporsi dari abu tidak larut asam Nollet, 1996. Kadar abu secara kasar menunjukan kandungan mineral suatu bahan pangan. Abu didefinisikan sebagai residu yang tertinggal setelah suatu bahan pangan dibakar hingga bebas karbon. Kadar abu suatu bahan pangan menggambarkan banyaknya mineral yang tidak terbakar menjadi zat yang dapat menguap. Semakin besar kadar abu suatu bahan pangan menunjukan semakin tingginya kandungan mineral bahan pangan tersebut Nollet, 1996. Kadar abu konsentrat protein berkisar antara 0,97-2,81 Tabel 6. Data kadar abu yang diperoleh dari semua perlakuan dapat dilihat pada Lampiran 4. Analisis keragaman yang dilakukan terhadap kadar abu ini menunjukkan bahwa waktu dan pH ekstraksi yang dilakukan memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar abu konsentrat protein Lampiran 9a. Interaksi dari keduanya juga menunjukan pengaruh yang nyata Lampiran 9a. Interaksi antara waktu ekstraksi dan tingkat pH pada kadar abu dapat dilihat pada Gambar 10. Waktu ekstraksi 2 jam memiliki nilai kadar abu yang tertinggi yang menunjukan nilai kandungan mineral yang tinggi pula, karena abu yang terhitung merupakan mineral yang tidak terbakar yang terkandung dalam bahan. 45 Gambar 10. Pengaruh interaksi antara waktu dan tingkat pH ekstraksi terhadap kadar abu Dari hasil uji lanjut Duncan terhadap interaksi waktu ekstraksi dan tingkat pH ekstraksi Lampiran 9b dapat diketahui bahwa kadar abu terendah diperoleh pada interaksi perlakuan pH 8 dan waktu 1 jam. Interaksi perlakuan ini berbeda nyata dengan interaksi lainnya. Pada waktu ekstraksi 2 jam kadar abu menurun pada pH 9, tetapi hasil ini tidak berbeda nyata dengan kadar abu pada perlakuan pH sebelumnya. Kadar abu pada waktu ekstraksi 3 jam memiliki pola yang berlainan yaitu menurun sampai pH 9,5 kemudian terjadi sedikit peningkatan pada pH 10, namun nilai ini tidak berbeda nyata. Hal ini disebabkan karena kelarutan mineral pada saat ekstraksi 3 jam sudah jenuh sehingga nilainya tidak memberikan pengaruh lagi. Kadar abu konsentrat protein ini dapat dikatakan meningkat seiring dengan peningkatan pH, karena dengan meningkatnya pH menyebabkan gugus karboksil dari protein terdisosiasi dan menjadi lebih kuat mengikat ion-ion kalium, natrium, kalsium, magnesium, mangan dan besi Arsyad, 2001. Jumlah NaOH yang digunakan pada pH yang lebih tinggi untuk melarutkan protein juga semakin banyak, sehingga jumlah ion natrium dan ion-ion yang dapat terikat oleh protein menjadi lebih besar Arsyad, 2001. c. Kadar Protein Kadar protein diperoleh dengan menganalisis kadar nitrogen yang terdapat pada bahan pangan menggunakan metode Kjeldahl. Faktor 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 Ka d a r Ab u 1 2 3 Waktu Jam 8.0 8.5 9.0 9.5 10 pH 46 konversi yang digunakan yaitu 6,25. Data hasil analisis proksimat pada Tabel 6 menunjukan kadar protein konsentrat protein berkisar antara 54,97 A5B1 sampai 78,26 A4B3. Dari nilai kadar protein tersebut, protein dedak gandum hasil isolasi tidak bisa dikatakan isolat protein karena nilainya kurang dari 90 sehingga protein dedak gandum yang dihasilkan dalam penelitian ini disebut dengan konsentrat protein dimana kadar proteinnya ≥50 namun ≤90 Anonim, http:www.soya.besoy-protein.php, 2006. Hasil analisis keragaman menunjukan bahwa waktu ekstraksi dan tingkat pH ekstraksi memberikan pengaruh yang nyata pada kadar protein konsentrat protein Lampiran 10a. Begitu juga dengan interaksi dari keduanya Lampiran 10a. Semakin lama waktu ekstraksi dan semakin tinggi tingkat pH ekstraksi yang dilakukan menunjukan kadar protein yang semakin meningkat Gambar 11. Hal ini dikarenakan semakin lama waktu ekstraksi maka persentuhan bahan dengan pelarut juga semakin lama sehingga kesempatan pelarut untuk melarutkan protein juga semakin besar. Gambar 11. Pengaruh interaksi antara waktu dan tingkat pH ekstraksi terhadap kadar protein Dari hasil uji lanjut Duncan terhadap interaksi waktu ekstraksi dan tingkat pH ekstraksi Lampiran 10b dapat diketahui bahwa kadar protein konsentrat protein dengan perlakuan 1, 2 dan 3 jam mengalami peningkatan seiring peningkatan pH ekstraksi sampai pH 9 kemudian 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 K a d a r P rot e in 1 2 3 Waktu Jam 8.0 8.5 9.0 9.5 10 pH 47 mengalami penurunan kembali sampai pH 10. perlakuan terbaik diperoleh pada interaksi perlakuan pH 9,5 dan waktu 3 jam. Interaksi ini mempunyai nilai kadar protein paling tinggi dan berbeda nyata dengan interaksi lainnya. Kadar protein ini meningkat dengan meningkatnya pH ekstraksi sampai pada pH tertentu kemudian mengalami penurunan karena denaturasi protein yang disebabkan oleh perubahan pH yang ekstrem Cheptel dan Cuq, 1985. d. Kadar Lemak Lemak dan minyak terdapat pada hampir semua bahan pangan dengan kandungan yang berbeda-beda. Kandungan lemak dalam bahan pangan adalah lemak kasar dan merupakan kandungan total lipida dalam jumlah yang sebenarnya Winarno, 1997. Kadar lemak yang dianalisis adalah kadar lemak kasar crude fat menggunakan metode ekstraksi Soxhlet. Jenis pelarut yang digunakan adalah heksana. Kadar lemak yang dianalisis menggunakan metode Soxhlet bukan hanya mencakup trigliserida tetapi juga mencakup lilin wax, fosfolipid, sterol, hormon, minyak atsiri dan pigmen Ketaren, 1986. Kadar lemak konsentrat protein yang diperoleh berkisar antara 11,79 A1B1 sampai 14,49 A3B2. Data kadar lemak konsentrat protein ini secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 4. Analisis keragaman yang dilakukan terhadap kadar lemak konsentrat protein ini dapat dilihat pada Lampiran 11a. Dari data tersebut dapat terlihat bahwa waktu ekstraksi dan tingkat pH ekstraksi memberikan pengaruh yang nyata pada kadar lemak yang dihasilkan. Interaksi antara keduanya juga memberikan pengaruh yang nyata Lampiran 11b. Kadar lemak meningkat sampai pH 9 kemudian menurun kembali sesuai dengan kadar protein konsentrat protein dedak gandum, karena lemak terikat pada sisi non polar dari protein Sze-Tao dan Sathe, 2000. Hasil uji lanjut Duncan pada interaksi kedua faktor perlakuan dapat dilihat pada Lampiran 11b. Pada waktu ekstraksi 1, 2 dan 3 jam 48 kadar lemak konsentrat protein meningkat seiring dengan peningkatan pH ekstraksi sampai dengan pH 9 kemudian mengalami penurunan pada pH 9,5 dan 10. Kadar lemak terendah diperoleh dari interaksi antara pH 8 dan waktu ekstraksi 1 jam Gambar 12. Interaksi ini mempunyai kadar lemak paling sedikit dan berbeda nyata dengan interaksi lainnya. Kadar lemak yang rendah menunjukan bahwa konsentrat protein mengandung komponen lemak sebagai pengotor yang rendah sehingga kadar protein dari konsentrat protein ini menjadi lebih murni. Gambar 12. Pengaruh interaksi antara waktu dan pH ekstraksi terhadap kadar lemak Kadar lemak ini meningkat seiring dengan peningkatan pH sampai pada pH tertentu sesuai dengan kadar protein konsentrat protein. Lemak yang terdapat pada konsentrat protein ini merupakan asam lemak yang terjerat pada protein karena adanya proses penyabunan pada saat ekstraksi dengan NaOH. Asam lemak yang terkandung dalam dedak gandum adalah asam linoleat C 18 H 32 O 2 sebanyak 44 – 65 Michaud, 1998.

D. SIFAT FUNGSIONAL KONSENTRAT PROTEIN