26
D. SIFAT FUNGSIONAL PROTEIN
Sifat fungsional protein adalah sifat fisika dan kimia yang mempengaruhi sifat protein dalam bahan pangan selama proses, penyimpanan, persiapan dan
konsumsi Kinsella, 1979 atau semua sifat dalam pangan kecuali nutrisi yang mempengaruhi penggunaan protein dalam sistem pangan Nakai dan Modler,
1996. Sifat fungsional protein meliputi kapasitas dan stabilitas emulsi, kapasitas dan stabilitas busa, dan kelarutan protein.
Proses isolasi protein dapat mempengaruhi sifat-sifat fungsional protein. Denaturasi atau agregasi protein selama preparasi konsentrat adalah faktor yang
penting yang mempengaruhi sifat fungsional seperti kelarutan Anon et al., 2001. Menurut Girindra 1993, denaturasi adalah proses yang mengubah
struktur molekul tanpa memutuskan ikatan kovalen. Proses ini bersifat khusus untuk protein, biasanya bersamaan dengan hilangnya aktivitas biologi dan
perubahan yang berarti pada beberapa sifat fisika dan fungsi seperti kelarutan. Denaturasi dapat juga didefinisikan sebagai perubahan besar dalam struktur
alami yang tidak melibatkan perubahan dalam urutan asam amino. Rentang suhu pada saat terjadi denaturasi sebagian besar protein sekitar 55-75ÂșC.
1. Kapasitas Emulsi dan Stabilitas Emulsi Zayas 1997 menyebutkan bahwa perbandingan jumlah asam amino
hidrofilik-lipofilik yang seimbang sangat menentukan kemampuan protein untuk membentuk emulsi. Hal ini penting untuk menurunkan tegangan
interfasial. Hidrofilik-lipofilik protein mampu teradsorpsi pada interfasial minyak-air dengan mekanisme lipofilik akan berikatan pada sisi minyak dan
hidrofilik akan berikatan pada sisi air. Untuk membuat emulsi yang stabil perlu dipilih protein yang larut, mampu teradsorpsi pada lapisan, punya grup-
grup yang bermuatan yang terdistribusi merata, dan mampu membentuk film yang kohesif dan kuat Zayas, 1997.
Suryani 2000, menyebutkan bahwa suatu sistem emulsi pada dasarnya adalah suatu sistem yang tidak stabil, karena masing-masing partikel
mempunyai kecenderungan untuk bergabung dengan partikel lainnya.
27 Kekuatan dan kekompakkan lapisan antar muka adalah sifat yang penting
yang dapat membentuk stabilitas emulsi. Faktor-faktor yang mempengaruhi sistem emulsi akan berdampak apabila dilakukan perubahan atau modifikasi
pada lapisan antar muka tersebut. Emulsi yang baik tidak membentuk lapisan-lapisan, tidak terjadi
perubahan warna dan konsistensi tetap. Stabilitas suatu emulsi merupakan salah satu karakter terpenting dan mempunyai pengaruh besar terhadap mutu
produk emulsi ketika dipasarkan Suryani, 2000. 2. Kapasitas Busa dan Stabilitas Busa
Daya busa protein menunjukan kemampuan bahan memproduksi suatu area permukaan dari busa untuk menstabilkan lapisan permukaan dari
kekuatan internal dan eksternal. Sifat fungsional ini penting dalam pembentukan lapisan film pada suatu konsentrat protein Heywood et al.,
2002. Agen pembusaan yang banyak dipakai antara lain putih telur, gelatin,
kasein, protein kedelai dan gluten. Agen pembusaan harus memiliki sifat-sifat menstabilkan busa secara cepat dan efektif pada konsentrasi rendah, kisaran
berbagai pH makanan, dan media seperti lemak, alkohol dan bahan-bahan flavor.
Pembentukan busa terjadi dengan tiga tahap yaitu pertama protein globular yang larut berdifusi ke antar fasa udara dan air, mengalami
peningkatan konsentrasi dan menurunkan tegangan permukaan. Kedua protein membuka pada antar fasa dengan orientasi molekul polar ke air, dan
ketiga polipeptida berinteraksi membentuk film. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan dan stabilitas busa
protein meliputi kelarutan, laju difusi ke arah permukaan dan penyerapan. Faktor-faktor tersebut tergantung pada sifat-sifat hidrofobik, orientasi dan
asosiasi polipeptida, viskoelastisitas, kesetimbangan agregasi konjugasi, muatan permukaan dan hidrasi Pomeranz, 1991.
Kelarutan protein yang tinggi akan meningkatkan kemampuan terbukanya rantai polipeptida sehingga penyatuan molekul hidrofobik lebih
28 mudah. Dengan demikian terjadi peningkatan ketebalan lapisan permukaan,
mengurangi kebocoran butir-butir udara dan meningkatkan stabilitas busa Kinsella, 1979.
29
III. METODOLOGI PENELITIAN