48 kadar lemak konsentrat protein meningkat seiring dengan peningkatan pH
ekstraksi sampai dengan pH 9 kemudian mengalami penurunan pada pH 9,5 dan 10. Kadar lemak terendah diperoleh dari interaksi antara pH 8 dan
waktu ekstraksi 1 jam Gambar 12. Interaksi ini mempunyai kadar lemak paling sedikit dan berbeda nyata dengan interaksi lainnya. Kadar lemak
yang rendah menunjukan bahwa konsentrat protein mengandung komponen lemak sebagai pengotor yang rendah sehingga kadar protein
dari konsentrat protein ini menjadi lebih murni.
Gambar 12. Pengaruh interaksi antara waktu dan pH ekstraksi terhadap kadar lemak
Kadar lemak ini meningkat seiring dengan peningkatan pH sampai pada pH tertentu sesuai dengan kadar protein konsentrat protein. Lemak
yang terdapat pada konsentrat protein ini merupakan asam lemak yang terjerat pada protein karena adanya proses penyabunan pada saat ekstraksi
dengan NaOH. Asam lemak yang terkandung dalam dedak gandum adalah asam linoleat C
18
H
32
O
2
sebanyak 44 – 65 Michaud, 1998.
D. SIFAT FUNGSIONAL KONSENTRAT PROTEIN
Konsentrat protein yang diperoleh dianalisa sifat fungsionalnya. Sifat fungsional konsentrat protein meliputi kapasitas dan stabilitas emulsi, kapasitas
dan stabilitas busa dan kelarutan protein. Hasil analisis sifat fungsional konsentrat protein dapat dilihat pada Tabel 7.
0.00 2.00
4.00 6.00
8.00 10.00
12.00 14.00
16.00
Kad a
r L e
m a
k
1 2
3
Waktu Jam
8.0 8.5
9.0 9.5
10
pH
49 Tabel 7. Hasil analisis sifat fungsional konsentrat protein
Sampel Kapasitas Emulsi
Stabilitas Emulsi
Kapasitas Busa
Stabilitas Busa
A1B1 6,38 5,00 65,82 47,14 A2B1 7,50 6,38 68,30 52,70
A3B1 9,80 6,52 74,51 53,10 A4B1 10,29 6,67 77,93
42,49 A5B1 8,50 5,72 78,50 32,49
A1B2 3,08 2,44 75,19 44,46 A2B2 3,09 4,87 79,33 46,80
A3B2 5,00 5,52 80,34 47,94 A4B2 3,99 8,80 82,24 80,08
A5B2 3,77 3,97 96,87 32,23 A1B3 1,91 3,64 68,93 63,11
A2B3 2,10 3,90 73,49 72,47 A3B3 3,42 4,21 81,62 76,38
A4B3 8,40 7,43 84,24 52,08 A5B3 6,67 2,64 127,63 26,87
a. Kapasitas dan Stabilitas Emulsi Suryani 2000 menyebutkan bahwa kapasitas emulsi didefinisikan
sebagai kemampuan protein untuk membantu terbentuknya emulsi dan menstabilkan emulsi yang terbentuk. Kapasitas emulsi ini bergantung pada
kemampuan suatu bahan untuk menurunkan tegangan permukaan pada lapisan antara minyak dan air.
Hasil analisis keragaman menunjukan bahwa waktu ekstraksi dan tingkat pH ekstraksi memberikan pengaruh yang nyata pada kapasitas emulsi
konsentrat protein Lampiran 12a. Begitu juga dengan interaksi dari keduanya Lampiran 12a. Waktu ekstraksi 1 jam dan pH 9,5 memiliki nilai kapasitas
emulsi yang paling tinggi yaitu 10,29 Gambar 13. Nilai kapasitas emulsi ini dipengaruhi oleh komponen asam amino yang terkandung di dalam protein.
Nilai kapasitas emulsi yang kecil pada konsentrat protein dedak gandum ini terjadi karena ketidakseimbangan jumlah asam amino hidrofilik dan lipofilik.
Keseimbangan asam amino hidrofilik dan asam amino lipofilik sangat berhubungan dengan kemampuan menurunkan tegangan permukaan sebagai
fungsi dari pembentukan emulsi. Komponen asam amino hidrofilik-lipofilik protein mampu berikatan pada minyak dan air sekaligus dengan mekanisme air
50 akan berikatan pada rantai hidrofilik dan minyak pada rantai lipofilik Zayas,
1997.
Gambar 13. Pengaruh interaksi antara waktu dan pH ekstraksi terhadap kapasitas emulsi
Dari hasil uji lanjut Duncan terhadap interaksi waktu ekstraksi dan tingkat pH ekstraksi Lampiran 12b dapat diketahui bahwa kapasitas emulsi
pada waktu ekstraksi 1 dan 3 jam mengalami peningkatan sampai pH 9,5 kemudian mengalami penurunan pada pH 10, sedangkan pada waktu ekstraksi
2 jam peningkatan terjadi sampai pH 9 kemudian mengalami penurunan pada pH 9,5 dan 10. kapasitas emulsi tertinggi yaitu sebesar 10,29 diperoleh pada
interaksi perlakuan pH 9,5 dan waktu 1 jam. Interaksi perlakuan ini mempunyai nilai kapasitas emulsi yang paling tinggi dan berbeda nyata
dengan interaksi lainnya. Konsentrat protein memiliki kemampuan untuk membentuk dan
mempertahankan kestabilan suatu emulsi. Hal ini dikarenakan konsentrat protein memiliki komponen hidrofilik dan lipofilik sekaligus yang dapat
melakukan ikatan minyak-air. Selain itu konsentrat protein juga memiliki kemampuan membentuk lapisan permukaan penyerap komponen minyak
sehingga dapat menahan dan membentuk emulsi minyak dalam air yang stabil Zayas, 1997.
Hasil analisis keragaman menunjukan bahwa waktu ekstraksi dan tingkat pH ekstraksi memberikan pengaruh yang nyata pada stabilitas emulsi
konsentrat protein Lampiran 13a. Begitu juga dengan interaksi dari keduanya
2 4
6 8
10 12
K a
pa s
ita s
E m
ul s
i
1 2
3
Waktu Jam
8.0 8.5
9.0 9.5
10
pH
51 Lampiran 13a. Semakin lama waktu ekstraksi maka nilai stabilitas emulsi
semakin kecil Gambar 14.
Gambar 14. Pengaruh interaksi antara waktu dan pH ekstraksi terhadap stabilitas emulsi
Dari hasil uji lanjut Duncan terhadap interaksi waktu ekstraksi dan tingkat pH ekstraksi Lampiran 13b dapat diketahui bahwa stabilitas emulsi
terbaik diperoleh pada interaksi perlakuan pH 9,5 dan waktu 2 jam. Interaksi ini mempunyai nilai stabilitas emulsi paling tinggi dan berbeda nyata dengan
interaksi lainnya. Stabilitas emulsi pada konsentrat protein dengan waktu ekstraksi 1, 2 dan 3 jam meningkat seiring dengan peningkatan pH ekstraksi
sampai dengan pH 9,5 kemudian mengalami penurunan pada pH 10. Penurunan ini disebabkan konsentrat protein yang dihasilkan pada pH 10
sudah mengalami denaturasi sehingga konsentrasi protein pada perlakuan pH 10 menjadi kecil. Semakin kecil konsentrasi protein maka nilai stabilitas
emulsinya semakin kecil Zayas, 1997. Konsentrat protein dengan kadar protein yang tinggi belum tentu
memiliki nilai emulsifikasi yang tinggi juga. Zayas 1997, menyebutkan bahwa konsentrat protein yang dapat berfungsi sebagai emulsifier adalah
konsentrat protein majemuk seperti glikoprotein yaitu protein yang berikatan dengan karbohidrat dan lipoprotein yaitu protein yang berikatan dengan asam
lemak.
1 2
3 4
5 6
7 8
9
S ta
b ilit
a s
E m
us i
1 2
3
Waktu Jam
8.0 8.5
9.0 9.5
10
pH
52 b. Kapasitas dan Stabilitas Busa
Busa terbentuk dengan baik ketika molekul protein membentang pada suatu permukaan air-udara, menyebar dengan cepat dan bertahan keseluruhan
area permukaan, sehingga volume protein mengembang. Protein yang membentang menyebabkan molekul polar berorientasi ke air, sehingga
polipeptida berinteraksi membentuk film kontinyu yang kohesif Cherry dan Watters, 1980 di dalam Cherry, J. P. 1997.
Kapasitas busa menunjukan kemampuan protein memproduksi suatu area permukaan dari busa per unit berat protein dan untuk menstabilkan film
atau lapisan permukaan dari kekuatan internal dan eksternal Nakai dan Modler, 1996.
Hasil analisis keragaman menunjukan bahwa waktu ekstraksi dan tingkat pH ekstraksi memberikan pengaruh yang nyata pada kapasitas busa
konsentrat protein Lampiran 14a. Begitu juga dengan interaksi dari keduanya Lampiran 14a. Semakin tinggi pH ekstraksi yang digunakan kapasitas busa
akan semakin tinggi Gambar 15. Dari hasil uji lanjut Duncan terhadap interaksi waktu ekstraksi dan
tingkat pH ekstraksi Lampiran 14b dapat diketahui bahwa kapasitas busa pada waktu ekstraksi 1, 2 dan 3 jam meningkat seiring dengan peningkatan pH
ekstraksi. Perlakuan terbaik diperoleh pada interaksi perlakuan pH 10 dan waktu 3 jam. Interaksi perlakuan ini mempunyai nilai kapasitas busa paling
tinggi dan berbeda nyata dengan interaksi lainnya. Kapasitas busa meningkat seiring dengan peningkatan pH ekstraksi. Pada perlakuan ini dihasilkan
kandungan lemak yang kecil yang menyebabkan pembentukan busa berlangsung dengan baik. Menurut Zayas 1997 lemak dalam hal ini
merupakan foam inhibitor yang bersifat lebih aktif menyerap permukaan udara-air dan tidak larut dalam air. Ditambahkan juga oleh Zayas 1997,
lemak dalam jumlah yang rendah sekalipun 0,1 dapat menyebabkan rusaknya daya busa dan film protein.
53 Gambar 15. Pengaruh interaksi antara waktu dan pH
ekstraksi terhadap kapasitas busa Stabilitas busa merupakan kemampuan protein untuk menstabilkan
busa dari gangguan dan tekanan mekanik Damodaran dan Paraf, 1997. Hasil analisis keragaman menunjukan bahwa waktu ekstraksi dan tingkat pH
ekstraksi memberikan pengaruh yang nyata pada stabilitas busa konsentrat protein Lampiran 15a. Begitu juga dengan interaksi dari keduanya Lampiran
15a. Berdasarkan Gambar 16 protein yang memiliki kapasitas pembusaan yang tinggi memiliki kestabilan busa yang rendah. Hal ini terjadi karena
fleksibilitas rantai polipeptida yang berperan dalam pembusaan ternyata merusak kestabilan busa Damodaran dan Paraf, 1997.
Gambar 16. Pengaruh interaksi antara waktu dan pH ekstraksi terhadap stabilitas busa
Dari hasil uji lanjut Duncan terhadap interaksi waktu ekstraksi dan tingkat pH ekstraksi Lampiran 15b dapat diketahui bahwa stabilitas busa
konsentrat protein pada waktu ekstraksi 1dan 3 jam meningkat seiring dengan
20 40
60 80
100 120
140
K a
p a
si ta
s B
u sa
1 2
3
Waktu Jam
8.0 8.5
9.0 9.5
10
pH
10 20
30 40
50 60
70 80
90
S tab
il it
as B u
s a
1 2
3
Waktu Jam
8.0 8.5
9.0 9.5
10
pH
54 peningkatan pH ekstraksi sampai pH 9 kemudian mengalami penurunan pada
pH 9,5 dan 10. pada waktu ekstraksi 2 jam peningkatan terjadi sampai pH 9,5 kemudian mengalami penurunan pada pH 10. perlakuan terbaik diperoleh pada
interaksi perlakuan pH 9,5 dan waktu 2 jam. Interaksi perlakuan ini mempunyai nilai stabilitas busa paling tinggi dan berbeda nyata dengan
interaksi lainnya. Sifat pembusaan ini biasanya diaplikasikan pada pembuatan whipped topping
, marshmallow, nugget, es krim, yogurt beku dan produk roti. Pada produk-produk tersebut, protein adalah agen aktif permukaan yang
membantu pembentukan dan stabilitas busa. Nilai pembusaan yang dihasilkan oleh konsentrat protein dedak gandum ini cukup tinggi bila dibandingkan
dengan nilai pembusaan yang dihasilkan oleh isolat protein komersial Supro. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Suwarno 2003, kapasitas
busa yang dihasilkan pada isolat komersial ”Supro” berkisar antara 100- 120, sedangkan pada konsentrat protein dedak gandum dapat dihasilkan
kapasitas busa sebesar 127,63. Nilai stabilitas busa yang dihasilkan pada isolat komersial ”Supro” berkisar antara 40-50 sedangkan pada konsentrat
protein dedak gandum dihasilkan stabilitas busa sebesar 80,08. c. Kelarutan Protein
Kelarutan protein adalah jumlah nitrogen dalam protein yang terlarut dalam air di bawah kondisi tertentu. Kelarutan protein adalah sifat fisikokimia
yang berhubungan dengan sifat fungsional lain, karena pengetahuan tentang kelarutan dapat memberi informasi yang berguna dalam pemanfaatan sifat
fungsional protein khususnya pembusaan dan emulsi. Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan protein menurut Zayas
1997 adalah komposisi dan sekuens asam amino, berat molekul, konformasi, dan jumlah gugus polar dan non polar asam amino. Beberapa faktor
lingkungan yang mempengaruhi kelarutan protein adalah pH, kekuatan ion garam, pemanasan dan kondisi proses seperti pH ekstraksi, presipitasi,
kecepatan pengadukan dan pencampuran. Kelarutan protein konsentrat diukur dalam air pada pH yang bervariasi
2, 4, 6, 8, 10, dan 12. Data kelarutan protein dapat dilihat pada Gambar 17,
55 dengan kelarutan terendah mendekati titik isoelektrik pH 4. Pada pH ini
protein berada dalam bentuk ion dipolar zwitter ion yang sukar larut dalam air. Menurut Boyer 2002 pada titik isoelektrik protein memiliki muatan
bersih nol, gaya atraktifnya meningkat, dan molekul cenderung untuk bergabung satu sama lain sehingga sulit untuk larut. Kelarutan meningkat pada
pH ekstrim asam dan basa yakni 2, 6, 8 kemudian mengalami penurunan lagi mulai dari pH 10 sampai 12. penurunan nilai kelarutan protein ini terjadi
karena perubahan pH basa yang terlalu ekstrim yang menyebabkan protein sudah terdenaturasi.
Gambar 17. Profil kelarutan protein konsentrat protein dedak gandum pada pH yang berbeda.
Kelarutan tertinggi 80,05 terdapat pada konsentrat dengan perlakuan pH 9,5 dan waktu 3 jam A4B3, sedangkan terendah 54,12 pada
konsentrat dengan ekstraksi pH 8 dan waktu 1 jam A1B1. Semua konsentrat memiliki kecenderungan yang sama yaitu meningkat sebelum dan setelah pH
4, artinya pada saat protein bermuatan negatif, yaitu di bawah titik isoelektriknya dan pada saat bermuatan positif yaitu di atas titik isoelektriknya.
Kelarutan tertinggi terjadi pada pH 8 .
Data kelarutan protein yang diperoleh dari semua perlakuan dapat dilihat pada Lampiran 4
Aplikasi potensial dari protein dapat dikembangkan secara luas jika memiliki kelarutan yang tinggi. Sifat ini sangat penting untuk produk yang
10 20
30 40
50 60
70 80
90
2 4
6 8
10 12
14
pH
K e
la ru
ta n P
rot e
in
A1B1 A2B1
A3B1 A4B1
A5B1 A1B2
A2B2 A3B2
A4B2 A5B2
A1B3 A2B3
A3B3 A4B3
A5B3
56 menggunakan bahan dasar yang mudah larut dan menyebar, tidak menggumpal
dan mengendap seperti untuk produk minuman, sup dan saus, juga pada produk yang sesuai dengan sifat-sifat fungsional yang lain yang dipengaruhi
oleh kelarutan protein ini seperti daging, susu dan bakeri.
E. PEMILIHAN KONSENTRAT PROTEIN TERBAIK