ISOLASI PROTEIN TINJAUAN PUSTAKA

24 Tabel 2. Komposisi kimia pollard gandum Komposisi Jumlah Air Maks. 14 Protein Maks. 14.5 Abu Maks. 5.5 Pati Maks. 30 Lemak kasar Maks. 4.3 Serat kasar Maks. 7 Sumber : Bogasari 1999

C. ISOLASI PROTEIN

Untuk memperoleh protein yang terdapat dalam suatu bahan yang mengandung protein, perlu dilakukan isolasi pemisahan protein. Isolasi protein dapat dilakukan pada bahan berupa tepung yang sudah dihilangkan lemaknya defatted flour maupun tepung yang belum dihilangkan lemaknya full fat flour. Penghilangan lemak bisa dilakukan dengan penggunaan pelarut organik misalnya heksana dan petroleum eter, dengan cara pengepresan ataupun kombinasi keduanya Natarajan di dalam Chichester, 1980. Pemisahan protein menggunakan pelarut alkali dan pengendapan protein pada pH isoelektrik adalah cara yang banyak dilakukan sekarang ini Wang et al., 1999. Isolasi protein menghasilkan bentuk protein yang paling murni, yang dibuat dengan proses penghilangan komponen non protein Natarajan di dalam Chichester, 1980. Menurut Cheptel dan Cuq 1985, pemilihan suasana basa sebagai pH selama ekstraksi dikarenakan bahwa sebagian besar asam amino akan bermuatan negatif. Muatan yang sejenis ini akan saling tolak-menolak yang menyebabkan minimumnya interaksi antara residu-residu asam amino yang berarti akan meningkatkan kelarutannya selama ekstraksi. Penelitian yang dilakukan oleh Cheptel dan Cuq 1985, menunjukkan bahwa ekstraksi protein optimum diperoleh pada pH 9 dengan sedikit atau tidak ada kenaikan yang diperoleh pada pH 10. Berdasarkan penelitian Kabirullah dan Wills 1982, makin tinggi pH yang digunakan untuk mengekstrak protein, makin besar pula 25 protein yang terekstrak, tetapi ada kemungkinan protein dapat terhidrolisis kembali dan mengalami denaturasi. Pemisahan protein dari lemak, air dan gula pereduksi akan menghasilkan produk yang tahan terhadap penyimpanan. Protein yang terpisah isolat dapat berbentuk pasta atau tepung dan mempunyai kadar protein lebih tinggi dibandingkan dengan bahan asalnya. Natarajan di dalam Chichester 1980, menyebutkan bahwa isolasi protein pada prinsipnya terdiri dari tahap-tahap ekstraksi protein dalam medium pengekstrak, penghilangan bahan tidak larut dengan sentrifugasi, filtrasi atau kombinasinya, pengendapan, pencucian dan pengeringan isolat. Banyak penelitian telah dilakukan untuk mengisolasi protein. Choi et al. 1981, misalnya telah mengisolasi protein dari biji kapok. Isolasi protein ini dilakukan dengan menggunakan tepung biji kapok yang sudah dihilangkan lemaknya. Tepung ini disuspensikan ke dalam air pada suhu 40 o C dan kemudian pHnya dibuat menjadi sembilan dengan menggunakan NaOH 50 untuk mengekstraksi protein. Protein kemudian dipresipitasikan dengan menggunakan HCl 6 M sampai dengan pH 4,5 yang merupakan titik isoelektrik protein. Protein yang didapatkan di sini adalah protein konsentrat yaitu protein yang masih mengandung senyawa-senyawa lain yang tidak diinginkan, misalnya NaCl yang terbentuk pada pengendapan protein. Yonatan 1984, melakukan penelitian isolasi potein dari dedak padi. Dari penelitian ini ditemukan bahwa persentase hasil dan kandungan protein dipengaruhi oleh ukuran kehalusan dedak dalam satuan mesh, metode pengeringan protein yang diperoleh dan stabilitas dari bahan mentahnya. Makin halus ukuran partikel makin tinggi persentase hasil dan kandungan protein yang diperoleh. Metode pengeringan yang digunakan untuk menghasilkan protein yang tinggi adalah pengeringan beku. Kemampuan ekstraksi protein dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain ukuran partikel tepung, umur tepung, perlakuan panas sebelumnya, rasio pelarutan, serta suhu, pH, dan kekuatan ion medium pengekstrak Kinsella, 1979. 26

D. SIFAT FUNGSIONAL PROTEIN