ENERGI UNTUK MEMPRODUKSI TEH HITAM

14

D. ENERGI UNTUK MEMPRODUKSI TEH HITAM

Bidang pertanian maupun industri pengolahan selalu membutuhkan input energi untuk menjalankan proses yang ada di dalam sistemnya. Pertanian modern merupakan suatu proyek padat energi dikarenakan penggunaan mesin- mesin, peralatan mekanik, pupuk dan senyawa kimia sintetik yang semakin instensif. Menurut dampak yang diberikan terhadap sistem, input energi dapat dikelompokkan menjadi input energi langsung dan input energi tidak langsung. Masukan energi pada tiap tahapan produksi teh hitam di sajikan pada Gambar 7 berikut. Alat atau Mesin Tahapan Input Energi Gambar 7. Bagan alir proses dan aliran energi pada tahapan produksi teh hitam di PTPN VIII, parakan salak Pemeliharaan TM Pemetikan Pengangkutan Penggilingan CTC dan Fermentasi Pelayuan Pengeringan Sortasi Cangkul, pisau, sprayer, kored, mesin pangkas Mesin petik, Wearing plastik Truk Withering trough , monorel, bangku pengangkut GLS, BLC, CTC triplex, CFU, conveyor VFBD, FBD, conveyor, heat exchanger Pengemasan Middleton, vibroblank, vibromesh, conveyor, winnower, chrusher, chouta shifter Tea bin, tea bulker, conveyor , tea packer, tea sack packer, bag shaper Pupuk, pestisida, BBM, manusia BBM, manusia BBM BBM, manusia, listrik Listrik, manusia Listrik, manusia, BBM Listrik, manusia Listrik, manusia 15 D.1 Energi Langsung Energi langsung, menurut Abdullah et al. 1998 adalah energi yang digunakan secara langsung pada produksi suatu produk. Sumber energi langsung yang diberikan pada industri teh adalah bahan bakar, listrik dan tenaga manusia. Di banyak wilayah pertanian, terutama di negara berkembang, produksi bahan pertanian masih bergantung pada tenaga manusia. Kebutuhan energi manusia dalam melakukan beberapa aktivitas fisik ditunjukkan pada Tabel 2 dan nilai kalor beberapa bahan bakar yang biasa digunakan sebagai sumber panas diberikan pada Tabel 3. Tabel 2. Kebutuhan energi manusia pada beberapa kegiatan pertanian Kegiatan Kkalmnt MJjam Membersihkan semak 6.1 1.532 Menanam 3.2 0.803 Menyiangi rumput 6.1 1.532 Pemanenan 4.9 1.230 Aplikasi pestisida 6.9 1.733 Pengolahan tanah mekanis 4.2 1.055 Pengolahan tanah manual 6.9 1.733 Memupuk 6.9 0.502 Mengukurmengukur 2.0 1.532 Membuat drainase dan jalan 6.1 1.532 Sumber: Stout 1990 dalam Sholahudin 1999 Tabel 3. Nilai kalor beberapa jenis bahan bakar MJunit Sumber Unit Energi Energi produksi Nilai kalor Bensin liter 32.24 8.08 40.32 Solar liter 38.66 90.12 47.78 Minyak bakar liter 26.10 6.16 32.26 Gas alam m 3 41.38 8.07 49.45 Batu bara keras Kg 30.23 2.36 32.59 Kayu keras Kg 19.26 1.44 20.70 Kayu lunak Kg 17.58 1.32 18.90 Listrik KWh 3.60 8.39 11.99 Sumber: Cervinca 1980 dalam Pimentel 1991 16 D.2 Energi Tidak Langsung Energi tidak langsung adalah energi yang tidak secara langsung dipergunakan untuk menghasilkan produk atau materi. Bowers 1991 menyatakan bahwa istilah energi tidak langsung bila dikaitkan dengan mesin pertanian dan implemennya maka istilah tersebut mencakup energi untuk manufaktur, transportasi dan perbaikan alat. Menurut Fluck 1991, embodied energy sequestered energy menyatakan jumlah keseluruhan energi baik langsung ataupun tidak langsung yang diperlukan untuk menghasilkan barang atau jasa. Pada beberapa penelitian, energi yang digunakan untuk transportasi dan distribusi terkadang diperhitungkan. Besarnya kebutuhan energi untuk menghasilkan tiap unit pupuk sintesis agak sulit ditentukan dikarenakan prosesnya yang rumit. Tabel 4. menyajikan jumlah energi yang diperlukan untuk menghasilkan beberapa macam pupuk. Tabel 4. Input energi untuk menghasilkan beberapa macam pupuk MJKg Jenis pupuk Energi untuk Produksi Energi untuk Transportasi Energi untuk Distribusi Total Fosfat batuan 1.67 - 3.77 5.44 Super fosfat 2.51 0.84 6.28 9.63 TSP 9.21 0.84 2.51 12.56 Amonium nitrat 58.18 2.09 1.26 61.53 Urea 56.93 1.67 1.26 59.86 Sumber: Davis 1977 dalam Pimentel 1980 dalam Somantri 2002 Proses produksi pestisida bersifat energi-intensif karena menggunakan banyak input energi fosil pada area produksi maupun distribusinya. Sumber- sumber energi yang dilibatkan dalam produksi pestisida dapat dikelompokkan menjadi sumber energi langsung dan sumber energi tidak langsung. Sumber energi tidak langsung mencakup listrik, gas, uap dan petroleum yang digunakan langsung untuk proses pemanasan, pengadukan, destilasi, filtrasi, dan proses lainnya. Green 1987 dalam Helsel 1991 memberikan perkiraan jumlah energi yang dibutuhkan untuk menghasilkan sejumlah pestisida, dengan tingkat keakurasian 10 disajikan pada Tabel 5 berikut. 17 Tabel 5. Kebutuhan energi untuk memproduksi beragam pestisida GJ ton Energi tidak langsung Energi langsung Jenis Nafta Gas Soda Minyak bakar Listrik Uap Total Herbisida MCPA 53.5 12.0 - 12.6 27.5 22.3 130 2,4-D 39.0 - - 9.0 23.0 16.0 85 2,4,5-T 43.0 23.0 - 2.0 42.0 25.0 135 Dicamaba 69.0 73.0 - 4.0 96.0 53.0 295 Chloramben 92.0 29.0 - 5.0 44.0 - 170 Insektisida Parathion 35.0 23.1 5.2 1.6 57.1 16.0 138 Malathion 62.0 41.2 - 6.1 92.1 27.4 229 Carbaril 11.0 48.0 26.0 1.0 54.0 13.0 153 Carbofuran 137.0 63.0 1.0 44.0 127.0 82.0 454 Metil Parathion 37.0 24.0 6.0 2.0 73.0 18.0 160 Fungisida Ferbam 42.0 3.0 - 13.0 23.0 61 Maneb 27.0 23.0 8.0 9.0 25.0 7.0 99 Captan 38.0 14.0 - - 52.0 11.0 115 Benomyl 86.7 71.2 - 14.3 121.2 103.6 397 Sumber: Green 1987 dalam Helsel 1991 D.3 Hasil Penelitian tentang Kebutuhan Energi di Beberapa Perkebunan Pada rentang periode 1999 sampai 2003 telah terdapat beberapa penelitian yang berkaitan dengan perhitungan input energi langsung dan tidak langsung pada industri teh di Jawa Barat. Sumber energi langsung yang digunakan pada industri tersebut adalah listrik, bahan bakar minyak BBM dan manusia. Input energi pupuk dan pestisida dihitung berdasarkan nilai embodied energy -nya. Tabel 6 memberi gambaran tentang lima penelitian mengenai pola kebutuhan energi di lima perkebunan teh. Tiga perkebunan PTPN VIII Goalpara, PTPN VIII Ciater dan PTPN VIII Gedeh pada penelitian-penelitian yang telah dilakukan tergabung dalam lingkup PTPN VIII sedangkan dua perkebunan lainnya yaitu perkebunan Tehnusamba dan Jayanegara berstatus perkebunan milik rakyat. 18 Tabel 6. Input energi pada lima perkebunan teh MJKg teh kering Input energi Tehnusamba, Cianjur 1 PTPN VIII, Goalpara 1 Jayanegara Indah 1 PTPN VIII, Ciater 1 PTPN VIII, Gedeh 2 Pupuk 16.66315 27.12300 11.5766 26.72782 24.40571 Pestisida 0.13231 0.91100 1.5500 0.45950 1.62514 Tenaga kerja 0.33584 0.05654 0.3304 0.00536 2.52057 BBM 21.40698 21.85500 28.4339 22.83160 14.42654 Listrik 11.27622 5.22600 5.5882 4.44900 10.31297 Kapasitas Kg tehhari 4950 7920 2310 11550 8910 Sumber: 1 Kartikasari 2002 2 Somantri 2002 Perbedaan konsumsi energi per kilogram teh hitam yang besar antar perkebunan-perkebunan tersebut antara lain disebabkan jenis alat dan mesin yang digunakan, ketersediaan pucuk di perkebunan yang berhubungan erat dengan luas tanamam produktif, perbedaan pola aplikasi pupuk dan pestisida serta perbedaan kebijaksanaan perkebunan. Menurut Somantri 2002, luas areal tanaman teh perkebunan Gedeh adalah 641.8 ha sedangkan luas produktif-efektifnya adalah 590.3 ha. Menurut Kartikasari 2002, luas areal tamanan teh perkebunan Ciater adalah 1275 ha sedangkan luas TM perkebunan Goalpara dan luas TM pada perkebunan Assam-Jayanegara menurut Mulyawan 1997 dan Santoso 1999, berturut-turut, adalah 945.22 ha dan 346.26 ha. Produksi pucuk dan teh hitam rata-rata tahunan di perkebunan Ciater, menurut Kartikasari 2002 adalah 13137665 Kg pucuk tahun dan 2924064.2 Kg tehtahun. Produksi pucuk dan teh rata-rata tahunan di perkebunan Gedeh menurut Somantri adalah 5472957 Kg pucuktahun dan 1232558.3 Kg tehtahun sedangkan nilai keduanya menurut menurut Mulyawan 1997 dan Santoso 1999, berturut-turut, adalah 8641337 Kg pucuktahun dan 1957691.2 Kg tehtahun serta 1514178.8 Kg pucuktahun dan 326605.75 Kg tehtahun. Perbedaan penggunaan mesin dan alat pengolahan antar perkebunan, paling tidak, dapat terlihat dari perbedaan penggunaan mesin pengering. Perkebunan Goalpara, Gedeh dan Assam-Jayanegara menggunakan Two Stage Dryer TSD untuk mengeringkan bubuk teh dengan unit fermentasi yang 19 dikontinu memakai baki fermentasi sedangkan perkebunan Tehnusamba dan Ciater menggunakan FBD untuk pengeringan bubuk teh. Pada penelitian di kebun Goalpara, Jayanegara, Ciater dan Gedeh, tenaga manusia pada pengangkutan tidak dilibatkan dalam perhitungan sedangkan menurut Kartikasari 2002, penelitian di perkebunan Tehnusamba mengikutkan tenaga manusia pada pengangkutan pucuk.

E. METODE AUDIT