TANAMAN TEH PENGOLAHAN TEH

3

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. TANAMAN TEH

Secara botani tedapat dua jenis tanaman teh Camelia tea Link. yaitu Thea sinensis dan Thea assamica. Varietas yang banyak ditanam di Indonesia adalah sinensis. Tanaman teh merupakan perdu berkayu. Sistem perakarannya tunggang dengan akar cabang yang jarang. Daunnya adalah daun tunggal yang bergerigi dan bertulang daun menyirip. Bulu-bulu halus terdapat pada daun yang masih muda dan hilang setelah tua Setiawati dan Nasikun., 1991. Pada ketiak daun tanaman teh terdapat sebuah mata tunas yang akan tumbuh membentuk sehelai daun bertepi licin. Helai ini dinamakan kepel ceuli. Seluruh helai daun yang muncul setelahnya disebut kepel licin . Kuncup daun yang masih menggulung dan diliputi bulu dinamakan kuncup peko sedangkan ranting tempat tumbuhnya kuncup disebut ranting peko. Bila pucuk peko tidak dipetik maka ranting akan tumbuh sampai memiliki 4-8 helai daun untuk kemudian memasuki fase dorman. Ranting yang tidak memiliki kuncup peko disebut sebagai ranting burung dan mata tunas yang tidak membentuk kuncup disebut kuncup burung. Bagian tanaman yang dipetik adalah kuncup daun, ranting tua dan daun muda Ghani, 2002. Bunga teh adalah bunga tunggal dengan kelopak bunga 5-6 helai. Warna mahkota bunga putih dan berjumlah 6 helai. Benang sarinya banyak sedang bakal buah hanya satu yang terdiri atas tiga ruang bakal buah. Buah teh adalah buah kotak yang memiliki 12-18 bakal biji namun yang berkembang, maksimal hanya 3 biji Eden, 1958. Menurut Adisewodjo 1982, teh dapat tumbuh dengan baik di daerah beriklim tropis maupun subtropis dengan rentang suhu 15-30 o C. Jenis tanah yang baik ditanami teh adalah tanah andosol, latosol dan beberapa jenis laterit. Teh menyukai tanah dengan derajat keasamaan kurang dari 5.5. Tanaman ini memiliki produktivitas yang baik di daerah dengan curah hujan 2500-3000 milimeter per tahun. 4

B. PENGOLAHAN TEH

Terdapat tiga jenis teh yang dihasilkan di Indonesia yaitu teh hitam, teh hijau dan teh Oolong. Ketiga jenis teh tersebut dibedakan berdasar sistem pengolahannya. Teh hitam merupakan hasil pengolahan melalui proses fermentasi sedangkan teh wangi merupakan hasil dari pengolahan teh hijau lebih lanjut. Teh hijau sendiri diolah tanpa melalui proses fermentasi. Secara umum di pabrik, pucuk teh dikenakan berbagai proses sebelum dapat dikonsumsi. Tahap pertama pada pembuatan teh hitam adalah pelayuan pucuk teh untuk mengurangi kadar air pucuk. Pelayuan dilakukan dengan menghembuskan udara baik udara dengan suhu ruang maupun udara panas ke hamparan daun Baruah dan Bhattacharyya, 1996. Proses pelayuan dilakukan hingga kadar air 66-74. Umumnya, proses pelayuan dilakukan selama 12-16 jam dengan tiga perlakuan yang meliputi penghamparan, pembalikan dan turun layu. Perubahan kimia yang terjadi selama pelayuan diantaranya adalah terjadinya kenaikan aktivitas enzim, terurainya protein menjadi asam amino bebas dan terbentuknya asam organik. Perubahan fisik yang terjadi adalah melemasnya daun Pusat Penelitian Teh dan Kina Gambung, 1994. Pucuk yang telah layu kemudian dikenakan proses penggilingan. Penggilingan bertujuan antara lain untuk menggulung dan mengecilkan ukuran pucuk, mengeluarkan cairan sel dan untuk memperolah bubuk basah sebanyak mungkin. Tahap ini mengakibatkan daun memar dan dinding sel rusak sehingga menciptakan kondisi yang memungkinkan reaksi antara enzim oksidase dengan polifenol terjadi optimal. Lama penggilingan bagi pabrik di dataran rendah berkisar 25-40 menit dan di dataran tinggi berkisar 40-70 menit Pusat Penelitian Teh dan Kina Gambung, 1994. Tahap selanjutnya adalah fermentasi yang bersifat opsional tergantung jenis teh yang diinginkan. Fermentasi teh merupakan proses oksidasi senyawa polifenol dengan bantuan enzim oksidase sehingga menghasilkan senyawa- senyawa yang diantaranya adalah tehaflavin dan 5 teharugbin. Proses biokimia ini bergantung pada kadar air, suhu, kadar enzim dan substrat. Kelembaban ruang fermentasi dijaga agar tetap 90 dengan suhu maksimal sebesar 38 o C. Daun teh terfermentasi selanjutnya dikeringkan hingga kadar airnya 2.5-3.5 agar masa simpan lebih lama dan agar enzim-enzim yang meyebabkan fermentasi polifenol tidak aktif. Selama pengeringan, lapisan gel pektin pada pemukaan daun akan mengering. Mesin pengering yang biasa digunakan adalah Endless Chain Pressure ECP dan Fluidized Bed Dryer FBD Pusat Penelitian Teh dan Kina Gambung, 1994. Akhir proses pengolahan adalah sortasi dan pengepakan dimana teh dipisahkan menurut jenis dan mutu sesuai selera pasar. Penggunaan mesin- mesin pengayak dalam tahap ini dibedakan menurut pola geraknya. Jenis mesin-mesin itu meliputi rotating shifter yang gerakannya berputar horizontal, reciprocating shifter yang gerakannya maju-mundur dan vibrating shifter yang bergerak dan bergetar naik-turun. Untuk memisahkan batang-batang tua dan serat-serat batang biasa digunakan electrostatic stalk separator sedangkan untuk memisahkan partikel menurut berat jenisnya digunakan mesin winnower. Mesin-mesin tersebut akan menghasilkan 3 golongan teh yaitu teh daun, teh remuk dan teh bubuk. Penyimpanan teh yang terlah disortasi ini biasanya menggunakan peti-peti miring stainless steel. Pengepakan teh yang memadai adalah pengepakan yang memperhatikan kadar air agar tidak lebih tinggi dari 5 Setiawati dan Nasikun, 1991.

C. PRODUKSI TEH HITAM DI PTPN VIII PARAKAN SALAK