IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL AUDIT DAN PERBANDINGANNYA
Proses produksi teh hitam di PTPN VIII Parakan Salak meliputi kegiatan pemeliharaan TM hingga proses pengemasan di pabrik. Kegiatan
pemeliharaan tanaman antara lain berupa pemeliharaan jalan truk, saluran air, pemangkasan, penyulaman dan pemupukan. Melalui kegiatan-kegiatan
tersebut dimasukkan energi langsung dalam bentuk energi manusia, BBM dan listrik. Jenis BBM yang digunakan adalah bensin 2 tak sebagai bahan bakar
motor sprayer, mist blower, mesin pangkas dan mesin pemetik pucuk serta solar sebagai bahan bakar truk, generator pembangkit listrik, heat exchanger
palung pelayuan dan burner mesin pengering Energi tidak langsung dimasukkan ke dalam sistem kebun dalam bentuk pupuk, pestisida, herbisida,
akarsida dan fungisida. Penelitian konsumsi energi ini dilakukan dengan mengambil data kebun
untuk kegiatan pemeliharaan TM dan data pabrik untuk kegiatan produksi teh dari tahun 2003 sampai 2005. Ringkasan data kebun tahun 2003-2005 dapat
dilihat pada Lampiran 1. Kegiatan-kegiatan budidaya seperti pembibitan, pengolahan lahan dan penanaman tidak diikutkan dalam perhitungan karena
pada periode 2003-2005, kegiatan tersebut tidak dilakukan. Perkebunan hanya melakukan kegiatan pemeliharaan TM sejak tahun 1991.
Konsumsi energi spesifik untuk memproduksi satu unit produk perkebunan Parakan Salak, berdasarkan periode produksi 2003-2005, adalah
42.02 MJKg teh. Nilai energi BBM yang digunakan generator untuk
menghasilkan listrik tidak dimasukkan dalam perhitungan untuk mencegah double counting konsumsi energi. Input energi terbesar pada proses produksi
teh hitam pada penelitian ini diberikan dalam wujud pupuk yakni sebesar 19.04 MJKg atau 45.31 dari seluruh konsumsi energi. Persentase energi
terbesar kedua 41.66 disumbangkan oleh BBM yakni sebesar 19.04 MJKg teh. Aplikasi pestisida merupakan kegiatan yang menyumbangkan nilai energi
paling kecil yakni sebesar 1.05 MJKg teh atau 2.50 dari konsumsi energi
33 total. Nilai-nilai input energi dari berbagai sumber pada tiap tahapan proses
produksi teh hitam di Parakan Salak dapat dilihat pada Gambar 9.
\.,\.l
Keterangan: Bi = energi BBM
Pi = energi yang disumbangkan pestisida
Li = energi listrik Mo
= energi yang disumbangkan pupuk Ma = energi manusia
Input energi dalam satuan MJKg teh
Gambar 9. Nilai input energi pada produksi teh hitam di Perkebunan, Parakan Salak.
Pemeliharaan TM Ma = 0.20
Mo = 19.04
Pi = 1.05
Pemetikan Ma = 0.96
Bi = 2.09
Pelayuan
Penggilingan CTC +
Fermentasi Ma = 0.03
Ma = 0.01 Bi =
0.19 Li
= 1.03 Li =
1.12
Sortasi Ma = 0.01
Li = 0.28
Pengeringan Ma = 0.01
Bi = 14.94
Li = 0.72
Pengepakan Ma = 0.01
Li = 0.03
Bi = 0.29
Transportasi Pucuk Ma = 0.02
34 Perbandingan nilai konsumsi energi perkebunan Parakan Salak dengan
perkebunan-perkebunan lain disajikan pada Tabel 9 sedangkan jumlah input energi pada tiap-tiap tahapan di Parakan Salak disajikan pada Tabel 10. Nilai
tengah data dari keenam perkebunan dalam penelitian adalah 51.60 MJKg teh
dengan simpangan baku 2.84. Kedua nilai ini mengindikasikan bahwa konsumsi total energi langsung dan tidak langsung perkebunan-perkebunan
tersebut rendah variasinya atau nilai-nilainya relatif seragam dan terpusat. Tabel 9. Perbandingan konsumsi energi antar perkebunan MJKg teh
Input energi
Tehnusamba
1
kapasitas 4950 kg tehhari
Goalpara
1
kapasitas 7920 kg
tehhari
Jayanegara
1
kapasitas 2310 kg tehhari
Ciater
1
kapasitas 11550 kg
tehhari
Gedeh
2
kapasitas 8910 kg
tehhari
Parakan Salak
kapasitas 10890 kg tehhari
Pupuk 16,66 27,12 11,58 26,73
24,41 19,04 Pestisida
0.13 0.91 1,55 0.46
1,63 1,05 Manusia
0.34 0.06 0.33 0.01
2,52 1,25 BBM 21,41 21,86 28,43
22,83 14,43 17,50
Listrik 11,28 5,23 5,59 4,45 10,31 3,18
Total 49,35 54.20 47,15 54,01
53,29 42,02
Sumber:
1
Kartikasari, 2002
2
Somantri, 2002
Tabel 10. Input energi pada tiap tahapan produksi teh hitam di Parakan Salak MJKg teh
Kegiatan Nilai
Pemeliharaan TM 20.58
Pemetikan 0.96 Tansportasi 2.11
Pelayuan 1.24 Penggilingan 1.13
Pengeringan 15.67 Sortasi 0.29
Pengemasan 0.04
Jumlah 42.02 Konsumsi energi pada proses produksi teh hitam, perbandingannya
dengan lima perkebunan lain dan analisa tahapan produksi di lokasi penelitian secara rinci adalah sebagai berikut:
35
1. Konsumsi Energi Manusia
Tenaga kerja memberi kontribusi energi sebesar 1.25 MJKg teh atau 2.97 dari seluruh input energi. Nilai tengah konsumsi energi manusia dari
enam kebun yang diperbandingkan adalah 0.75 MJKg teh dengan simpangan baku 0.89. Ini berarti bahwa terdapat variasi yang besar pada
penggunaan tenaga manusia antar perkebunan serta perbedaan bentuk-
bentuk kegiatan, pola dan jumlah pekerja yang dipakai antar kebun. 1.a Kegiatan Produksi Pucuk Teh
Nilai kebutuhan energi manusia di kebun adalah 1.16 MJKg teh atau 93.4 dari kebutuhan total energi manusia Tabel 11. Angka ini jauh
lebih besar jika dibandingkan dengan perkebunan lainnya namun masih lebih kecil dibanding dengan konsumsi energi manusia di perkebunan
Gedeh. Faktor pembeda yang sangat menentukan adalah lebih banyaknya jumlah tenaga kerja di kebun. Hal ini terlihat dari nilai rata-rata HK
pemetik per tahun yang sebesar 538359 HK Lampiran 5 dengan produktifitas petik 19-22 KgHK. Pada perkebunan Ciater, HK pemetik
rata-rata tahunan hanya 15950 HK. Jumlah tenaga kerja per hari akan menjadi lebih besar jika ditambah dengan pekerja borongan yang
mengerjakan pekerjaan seperti merorak, memangkas, menyiangi dan memupuk. Kerugian dari sistem kontrak ini adalah para pekerja tidak
terasa terikat dengan perusahaan sehingga presensi tidak terjamin dan biasanya mutu yang dihasilkan tidak atau kurang baik sedangkan
keuntungannya adalah perusahaan tidak perlu menyediakan fasilitas dan tunjangan untuk pekerja. Cakupan area para pekerja borongan yang
berstatus pekerja lepas ini tidak begitu luas dan produktifitas kerjanya tidak konsisten. Hal ini berhubungan dengan etos kerja dan kontrak kerja
yang tidak menyebutkan batasan waktu serta usia sebagian besar pekerja yang tidak lagi dalam rentang usia produktif.
36 Tabel 11. Kebutuhan energi manusia di Parakan Salak MJKg teh
Kegiatan Input energi
Persentase
Pemeliharaan TM 0.20
16.2 Pemetikan pucuk
0.96 77.2
Pengangkutan 0.02 1.5 Pelayuan 0.03
2.3 Penggilingan 0.01 0.8
Pengeringan 0.01 0.5
Sortasi 0.01 1.1
Pengemasan 0.01 0.5
Jumlah 1.25 100.0
Unit kegiatan yang paling besar membutuhkan energi manusia per
tahun adalah pemetikan, penyiangan, pemberantasan hama-penyakit, pemangkasan dan pemupukan Lampiran 13. Berdasar Tabel 11, urutan
kegiatan terbesar adalah pemetikan, pemeliharaan jalan, penyulaman, pemangkasan, perorakan dan pemberantasan hama-penyakit. Selama tiga
tahun terakhir terjadi peningkatan input energi manusia pada kegiatan pemberantasan hama dan penyakit dari 0.02 MJKg teh pada tahun 2003
menjadi 0.03 MJKg teh pada tahun 2005 yang diakibatkan oleh makin intensifnya serangan hama Helopeltis antonii dan penyakit blister blight.
Kerentanan TM itu adalah sifat bawaan klonal teh yang ditanam disamping akibat pencegahan dan pemberantasan yang kurang sistematis.
Nilai rata-rata kebutuhan energi manusia per hektar per tahun untuk pemetikan, pemeliharaan jalan dan penyulaman adalah 2036.39, 409.37
dan 166.82 MJ. Pada penganalisaan input energi per hektar area tanam per tahun ada dua kegiatan yang tidak diikutkan yaitu pengerasan jalan dan
pemeliharaan drainase yang sangat rendah produktifitasnya. Dengan produktifitas yang rendah ini, nilai perhitungan input energi per hektarnya
menjadi sangat besar 59182.84 MJHa untuk pengerasan jalan dan 161348.70 MJHa untuk pemeliharaan drainase. Tabel 12 memberikan
nilai-nilai input energi manusia per hektar area tanam dari tahun 2003- 2004. Total konsumsi energi manusia tiga tahun terakhir adalah 2789.46,
2940.10 dan 3177.50 MJHa. Nilai-nilai konsumsi ini lebih rendah
dibandingkan dengan penelitian Baruah dan Bhattacharyya 1996 tentang
37 15 perkebunan dan pabrik teh di dataran tinggi Assam-India. Mereka
menyatakan bahwa dibutuhkan energi manusia sekitar 3653 MJHa per tahun untuk melakukan kegiatan-kegiatan kebun.
Tabel 12. Input energi manusia tahunan untuk berbagai unit kegiatan kebun MJHa
Tahun Kegiatan kebun
2003 2004 2005 Rataan
1. Pemeliharaan jalan 369.13
435.17 423.81
409.37 13.79 2. Penyiangan
32.42 28.35
41.45 34.07
1.15 3.Pemupukan
4.63 4.35
5.99 4.99
0.17 4. Pemangkasan
75.83 77.69
77.72 77.08
2.60 5. Penggarpuan
32.37 32.66
29.83 31.62
1.06 6. Penggosokan lumut
22.63 19.86
20.38 20.96
0.71 7. Perorakan
68.21 81.46
75.55 75.07
2.53 8. Pemupukan organik
12.05 4.02
0.14 9. Pembenaman serasah
28.20 97.34
41.85 1.41
10. Penanaman pohon pelindung 6.14
21.73 14.24
14.04 0.47
11. Penyulaman teh 207.68
145.56 147.22
166.82 5.62
12. Pemberantasan hama-penyakit 49.15
54.02 55.08
52.75 1.78
13. Pemetikan 1893.07
2027.21 2188.89 2036.39 68.59
Total 2789.46
2940.10 3177.50 2969.02 100
1.b Transportasi dan Pengolahan Pucuk
Input energi manusia di tahap transportasi pucuk adalah 0.02 MJKg teh yang berasal dari tenaga supir dan penimbang pucuk. Biasanya satu
truk ditangani oleh 2-3 orang. Input energi manusia di pabrik hanya menyumbangkan 0.06 MJKg teh. Pekerja tetap di pabrik berjumlah 37
orang sedangkan pekerja lepas berjumlah maksimal 53 orang. Bagian pelayuan dan sortasi membutuhkan tenaga kerja yang lebih besar
dibandingkan yang kegiatan pabrik lain yakni sebanyak 18 pekerja. Kegiatan di bagian pelayuan dibagi menjadi pembeberan, pelayuan dan
pembalikan pucuk sedangkan sortasi memerlukan pengulangan berkali- kali sebelum didapat hasil yang bersih dan seragam.
2. Konsumsi Energi Pupuk
Berbeda dengan perkebunan Jayanegara yang telah menggunakan pupuk kandang sejak 1997 Kartikasari, 2002, Parakan Salak hanya
menggunakan pupuk kimia. Embodied energy yang diberikan oleh pupuk
38 per kilogram teh hitam adalah 19.04 MJ. Nilai tengah dari embodied energy
yang disumbangkan pupuk dari keenam perkebunan adalah 20.92 MJKg teh dengan simpangan baku 5.68. Nilai ini mengindikasikan bahwa perkebunan
Parakan Salak menggunakan lebih sedikit pupuk dibandingkan dengan rata- rata perkebunan. Konsumsi pupuk Parakan Salak lebih besar jika
dibandingkan dengan Tehnusamba dan Assam-Jayanegara. Berdasarkan tren produktifitas lahan, Parakan Salak mengalami penurunan jumlah produksi
pucuk oleh karena itu pihak kebun perlu meninjau ulang ulang dosis yang diberikan. Penurunan produktifitas, salah satunya, dapat disebabkan oleh
kekurang zat hara.
3. Konsumsi Energi Pestisida
Embodied energy yang diberikan oleh pestisida per kilogram teh hitam adalah 1.05
MJ atau 2.97 dari konsumsi energi total. Nilai ini lebih besar dari konsumsi pestisida perkebunan Goalpara, Ciater dan Tehnusamba
namun lebih rendah dari perkebunan Jayanegara dan Gedeh. Dari nilai-nilai input pestisida tersebut dapat dikatakan bahwa mungkin serangan hama-
penyakit yang menyerang perkebunan Gedeh lebih masif dibandingkan Jayanegara dan intensitas serangan di Jayanegara lebih besar daripada di
Parakan Salak. Serangan hama yang cukup massif terjadi pada perkebunan Jayanegara pada tahun 1998 dan untuk menanggulanginya diaplikasikan
berbagai jenis dan dosis pestisida. Aplikasi pestisida di Parakan Salak ditujukan untuk mengatasi blister blight, orange mite, ulat daun, hama
Helopeltis antonii dan Empoascha sp. Dari pengamatan lapang diketahui bahwa terkadang para pekerja chemical weeding mangambil inisiatif untuk
menyemprot blok lain walaupun tugas penyemprotan di blok yang sedang ditugaskan belum tuntas. Hal ini menyebabkan hama dapat leluasa
berpindah ke blok lain sehingga efektifitas penyiangan kimiawi kurang baik. Nilai tengah konsumsi energi tidak langsung perkebunan-perkebunan di atas
adalah 0.92 MJKg teh dengan simpangan baku 0.56. Nilai simpangan yang besar menunjukkan bervariasinya pola dan jumlah konsumsi pestisida.
39
4. Konsumsi Energi BBM
BBM yang digunakan di perkebunan Parakan Salak terdiri atas solar dan bensin. BBM di Parakan Salak diperlukan pada tiga tahap yaitu
transportasi pucuk, pelayuan dan pengeringan dan untuk membangkitkan listrik. Pada tahun 2003 dan 2004, konsumsi total BBM perkebunan adalah
sebanyak 940370.5 dan 934315 liter. Kebutuhan energi dari kedua jenis BBM adalah 17.50 MJKg yang setara dengan 41.66 dari seluruh
konsumsi energi. Rincian kebutuhan energi BBM untuk memproduksi tiap kilogram teh diberikan pada Tabel 13.
Tabel 13. Kebutuhan energi BBM di Parakan Salak MJKg teh
Kegiatan Input energi
Persentase
Pemeliharaan TM Pemetikan pucuk
0.29 1.37 Transportasi 2.09
9.95 Pelayuan 0.19
0.89 Pengeringan 14.94
71.13 Generator
3.50 16.67
Jumlah 21.00 100
Nilai tengah konsumsi energi BBM keenam perkebunan yang diperbandingkan adalah 21.08 MJKg teh dengan simpangan baku 4.37.
Variasi konsumsi energi BBM antar perkebunan relatif yang lebih kecil dibanding konsumsi sumber energi lainnya termasuk dibandingkan dengan
input listrik yang akan dibahas kemudian. Kebutuhan rata-rata energi bahan bakar berupa gas, minyak dan batu bara dari 15 pabrik di Assam-India
yang diteliti Baruah dan Bhattacharyya 1996 adalah 35.78 MJKg teh dengan simpangan baku sebesar 13.26. Angka-angka di atas menunjukkan
bahwa keenam pabrik tersebut memiliki nilai konsumsi yang lebih rendah dan lebih seragam dibandingkan konsumsi bahan bakar 15 perkebunan di
India pada tahun 1996.
4.a Transportasi Pucuk
Parakan Salak memiliki kebutuhan energi BBM yang lebih besar dari perkebunan Gedeh namun lebih kecil bila dibanding yang lainnya.
40 Perkebunan Jayanegara memiliki kebutuhan energi BBM yang terbesar
yakni sebesar 28.43 MJKg teh walaupun begitu kebutuhan energi BBM untuk transportasi pucuknya adalah yang terkecil. Urutan perkebunan
berdasarkan nilai kebutuhan energi BBM untuk transportasi pucuk adalah Tehnusamba, Parakan Salak, Goalpara, Ciater dan Jayanegara.
Kebutuhan energi untuk memindahkan pucuk yang besar terjadi paling tidak karena jarak kebun yang jauh dari pabrik atau jalan menuju ke
kebun belum diaspal ataupun rusak berat. Untuk Parakan Salak, kedua hal ini terjadi. Selain lima afdelling memiliki jarak lebih dari 10 kilometer,
jalan menuju afdelling dan jalan produksi di dalam kebun pun dalam keadaan yang rusak bahkan jalan kebun sebagian besar berupa jalan
Makadam. Rasio jarak dengan volume BBM perkebunan ini selama tiga tahun terakhir adalah 4.24, 3.6 dan 3.79 Kml Lampiran 15 dan rasio
BBM terhadap pucuknya adalah 0.022 lKg pucuk. Rasio jarak-BBM ini jauh dari optimal.
Bila dibandingkan dengan nilai konsumsi energi BBM dari Baruah dan Bhattacharyya 1996 yang sebesar 0.043 MJKg teh maka nilai
konsumsi untuk transportasi perkebunan Parakan Salak lebih besar 48.6 kali. Hal ini wajar karena mereka mengasumsikan bahwa jarak tempuh
rata-rata hanya 1 kilometer dengan alat angkut traktor 26 KW dengan daya angkut 2400 per trip dan produksi teh hitam tahunan adalah 2000 KgHa.
4.b Pelayuan Pucuk
Energi yang disumbangkan solar pada tahap pelayuan adalah 0.18659
MJKg teh. Ini adalah nilai terkecil diantara keenam perkebunan. Hal ini disebabkan Parakan Salak tidak lagi menggunakan heat exchanger
untuk memanaskan udara pelayuan sejak Maret 2005 dan konsumsi totalnya selama tiga tahun terakhir hanya 27390 liter. Penyebab dari tidak
dioperasikannya heat exchanger adalah biaya bahan bakar yang semakin tinggi. Masalah ini diatasi dengan menambah pekerja di bagian pelayuan
dan menambah frekuensi pengirabanpembalikan pucuk. Menurut data pabrik Parakan Salak, besarnya konsumsi solar per unit teh hitam pada
41 bagian pelayuan dari tahun 2003-2005 adalah 0.008, 0.003 dan 0.0025
literKg teh atau setara dengan 0.38, 0.14 dan 0.12 MJKg teh. Selama pengukuran didapati bahwa perbedaan higrometrik udara
pelayuan adalah 2.5, 3.2 dan 3.4 dalam skala Celcius. Perbedaan higrometrik ini cukup baik berdasarkan rekomendasi PPTK Gambung
yakni sebesar 2.22-5.55 dalam skala Celcius. Dengan perbedaan suhu itu, pelayuan di pabrik Parakan Salak terjadi dengan laju masing-masing
sebesar 374.01, 487.33 dan 457.16 Kg airjam Lampiran 20. Berdasarkan pengamatan, bagian ujung terjauh arah timur dari kipas penghembus
lebih cepat mengalami pelayuan dibnding bagian yang lain. Hal ini disebabkan suhu ruang di bagian ini lebih tinggi karena mendapat radiasi
matahari lebih banyak. Ujung lainnya yang berada dekat ruang udara panas terasa lebih dingin karena sedikit terpapar sinar matahari serta
karena diluar bangunan terdapat saluran air terbuka yang mungkin sekali menyebabkan evaporative cooling terhadap lingkungan sekitarnya.
4.c Pengeringan Bubuk Basah
Pengeringan merupakan proses yang membutuhkan banyak asupan energi panas. Laju konsumsi solar per jam perkebunan Parakan Salak
selama bulan Januari untuk FBD berkisar antara 71.15-96.25 liter dengan rata-rata konsumsi 83.85 literjam dan laju untuk VFBD adalah 66.36-
84.44 literjam dengan laju konsumsi rata-rata 71.72 literjam. Konsumsi solar pabrik Parakan Salak di bagian pengeringan selama 3 kali
pengukuran adalah 0.32, 0.34 dan 0.33 literKg teh. Dengan konsumsi BBM per jam sebesar 59.083 literjam, perkebunan Ciater memiliki
konsumsi BBM per kilogram teh hitam yang lebih baik dari Parakan Salak yaitu sebesar 0.22, 0.19, 0.19 dan 0.21 literKg teh hitam dari hasil 4 kali
pengukuran. Sebaliknya walaupun konsumsi BBM per jamnya lebih rendah dari pada Parakan Salak, perkebunan Assam-Jayanegara memiliki
konsumsi BBM per Kg teh yang lebih relatif tinggi yaitu sebesar 0.37, 0.32, 0.40, 0.39 dan 0.39 literKg teh dari hasil 5 kali pengukuran.
Menurut jenis mesin pengering yang digunakan maka Parakan Salak dapat diperbandingkan hanya dengan perkebunan Ciater. Kedua pabrik
42 sama-sama memliki 4 jalur produksi namun yang dioperasikan hanya 2.
Kapasitas produksi pabrik teh Parakan Salak dan Ciater berturut-turut adalah sekitar 10900 Kg teh hitamhari dan 11550 Kg teh hitamhari
Tabel 6. Perbedaan antar keduanya antara lain terdapat pada selisih jumlah withering trough Parakan Salak memiliki 33 buah sedangkan
Ciater memiliki 35 buah dan jenis alat pengiling teh Parakan Salak menggunakan CTC triplex sedangkan Ciater menggunakan open top
roller, press cup roller, rotorvane 16” dan DIBN. Tabel 14 memperlihatkan perbandingan konsumsi energi BBM antar perkebunan.
Dari tabel tersebut terlihat bahwa dengan kapasitas yang tidak berbeda jauh, konsumsi energi Parakan Salak hampir 2 kali lipat dari Ciater. Ini
mengindikasikan bahwa konsumsi solar pada tahapan pengeringan di Parakan Salak lebih boros dari Ciater.
Tabel 14 .
Perbandingan konsumsi energi BBM oleh mesin pengering MJkg
Pengukuran Tehnusamba TSD
1
Jayanegara TSD
2
Goalpara TSD
3
Gedeh TSD
4
Ciater FBD
5
Parakan Salak FBD
1 17.59 17.68
8.71 8.33
8.74 15.08
2 15.18 15.29
8.60 7.55
7.81 14.18
3 18.76 19.11
8.54 7.78
7.68 15.56
4 18.51 18.63
8.73 7.24
8.41 5 19.26
18.63 7.36
6 6.30
7 8.40
Rata-rata 17.86 17.87 8.64 7.57
8.16 14.94
Sumber:
1
Anwar, 1990
3
Mulyawan, 1997
5
Kartikasari, 2002
2
Santoso, 1999
4
Somantri, 2002
5. Konsumsi Energi Listrik
Kebutuhan energi listrik pabrik pengolahan di Parakan Salak dipenuhi dari dua sumber yaitu gardu PLN dan 4 buah generator dengan yang dapat
membangkitkan daya listrik, masing-masing sebesar 265-291, 217-236, 250- 290 dan 500 kVA. Selain dioperasikan saat padam listrik, generator
dioperasikan secara rutin mulai pukul 17.50-22.00. Pola operasi seperti ini dilakukan untuk mengantisipasi penggunaan listrik saat peak hour sehingga
biaya rekening listrik dapat ditekan.
43 Konsumsi energi listrik proses pengolahan di pabrik adalah sebesar
3.18 MJKg teh dengan porsi penyusun terbesar adalah tahap pelayuan dan penggilingan CTC-fermentasi Tabel 15. Perkebunan Parakan Salak
memiliki nilai konsumsi listrik terendah diantara keenam perkebunan. Rendahnya konsumsi listrik disebabkan karena pabrik tidak beroperasi
dengan kapasitas penuh hanya 2 line pada bulan Januari 2006 dan ada beberapa mesin pengolahan yang tidak dioperasikan seperti chouta shifter.
Tabel 15. Kebutuhan energi listrik di Parakan Salak MJKg teh
Tahapan Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3 Rataan Persen
Pelayuan 1.20 1.04
0.84 1.03
32.28 Penggilingan CTC-
Fermentasi 1.12
1.01 1.23
1.12 35.29 Pengeringan 0.75
0.72 0.69
0.72 22.61
Sortasi 0.27 0.28
0.30 0.28
8.82 Pengepakan 0.03
0.03 0.03
0.03 0.99
Total 3.36 3.08
3.10 3.18
100.00 Nilai tengah keenam perkebunan yang telah diteliti adalah 6.67 MJKg
teh dan simpangan baku 3.02. Penelitian Baruah dan Bhattacharyya 1996 menyatakan bahwa kebutuhan energi listrik 15 pabrik di Assam-India adalah
8.57 MJKg teh dan simpangan bakunya adalah 2.27 dengan nilai konsumsi terendah 5.56 MJKg teh dan yang tertinggi 13.48 MJKg teh. Dari
perbandingan hasil penelitian terhadap keenam perkebunan yang berlokasi di wilayah Jawa Barat dengan hasil penelitian dari Baruah dan
Bhattacharyya 1996 dapat dikatakan bahwa perkebunan Indonesia berpotensi untuk menghasilkan produk teh hitam dengan input energi yang
lebih rendah dari perkebunan di Assam pada tahun 1996. Hal ini mungkin juga berlaku pada kondisi sekarang. Konsekuensi dari lebih rendahnya input
energi adalah harga pokok produksi teh Indonesia seharusnya bisa lebih rendah dan produk teh hitam Indonesia dapat lebih bersaing di pasar global.
B. PELUANG DAN USAHA KONSERVASI ENERGI