1.2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mendapatkan informasi tentang keragaan unit penangkapan pukat udang di
perairan Laut Arafura. 2. Mendeskripsikan tingkat pemanfaatan sumberdaya udang di perairan Laut
Arafura.
1.3 Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi tentang perkembangan terbaru perikanan pukat udang yaitu dimensi alat tangkap pukat udang dan tingkat
pemanfaatan sumberdaya udang di perairan Laut Arafura. Sehingga penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan untuk melakukan strategi perencanaan dan
pengelolaan sumberdaya perikanan pukat udang di perairan Laut Arafura yang baik dan tepat.
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sumberdaya Udang
Udang merupakan komoditas unggulan hasil perikanan untuk ekspor di Indonesia. Menurut Naamin 1984 jenis udang yang termasuk dalam genera Penaeus dan
Metapenaeus merupakan jenis-jenis yang menunjang perikanan udang di Indonesia.
Di perairan Indonesia terdapat lebih dari 83 jenis udang penaeid yang diusahakan dalam perikanan laut Naamin et al, 1992. Jenis udang penaeid yang termasuk tujuan
utama penangkapan : 1. Kelompok udang jerbung atau udang putih atau banana shrimp, meliputi Penaeus
merguensis , Penaeus indicus dan Penaeus orientalis.
2. Kelompok udang windu atau tiger prawn, meliputi Penaeus monodon, Penaeus semiculatus
dan Penaeus esculentus. 3. Kelompok udang dogol atau endeavour shrimp, meliputi Metapenaeus ensis,
Metapenaeus semiculatus dan Metapenaeus elegans.
4. Kelompok udang lainnya: Penaeus latisulcatus king prawn, Penaeus japonicus kuruma prawn, udang krosok yaitu Parapenaeopsis sculptilis rainbow shrimp,
shima, Parapenaeopsis cornuta coral shrimp.
Gambar 1 Udang jerbung atau udang putih atau banana prawn Penaeus merguiensis
Gambar 2 Udang dogol atau endeavour shrimp Metapenaeus endeavouri
Gambar 3 Udang windu atau tiger prawn Penaeus monodon
Gambar 4 Kuruma prawn Penaeus japonicus
2.1.1 Klasifikasi, Morfologi dan Biologi
Klasifikasi udang penaeid menurut Dall 1975 and Hall 1962, sebagai berikut Phylum : Arthropoda
Class : Crustacea Sub class : Malacostraca
Series : Eumalacostraca Super ordo : Eucarida
Ordo : Decapoda Sub ordo : Natantia
Section : Penaeidea Family : Penaeidae
Sub family : Penaeinae Genus : 1. Penaeus
2. Metapenaeus
Gambar 5 Anatomi udang penaeid Nelly, 2005
Bentuk dan ciri udang yang mudah dikenali adalah melalui warna dan bentuk serta jumlah gerigi pada rostrumnya. Ciri dan bentuk tersebut secara umum dikenal di
Indonesia dan dikelompokkan sebagai berikut Naamin et al, 1992 :
1. Kelompok udang jerbung Penaeus sp berwarna putih kekuningan, rostrum lurus dan pendek, bagian pangkal agak besar berbentuk segitiga dengan rumus 7-84-6
dan permukaan tubuh halus. 2. Kelompok udang windu Penaeus monodon loreng hitam dan kuning secara
vertikal, rostrum bergerigi tipis dengan rumus 7-82-3 serta berkulit halus. 3. Kelompok udang dogol Metapenaeus sp berkulit kasar dengan warna kecoklatan
serta hijau kemerahan, rostrum berbentuk gerigi tipis dengan rumus 6-90.
2.1.2 Daur Hidup, Reproduksi dan Habitat
Udang penaeid umumnya hidup di dasar perairan dengan substrat lumpur, berpasir dan lumpur berpasir. Hal ini erat hubungannya dengan makanan dan cara makan udang.
Makanan udang terdiri dari detritus dan binatang-binatang yang terdapat di dasar perairan.
Menurut Naamin et al 1992 daur hidup udang penaeid umumnya terbagi menjadi 2 fase, yaitu fase laut dan fase muara sungai atau air payau. Setelah 24 jam memijah,
telur berubah dan hidup sebagai larva sekitar 1 bulan. Laju kematian larva sangat tinggi, yaitu 70 per minggu. Umumnya larva bergerak secara planktonik ke arah pantai,
muara sungai dan teluk terutama di perairan yang ditumbuhi mangrove sebagai daerah asuhan dan tempat mencari makan. Larva udang berkembang di daerah ini dan hidup
sebagai juwana 10-20 per minggu. Pada saat post larva, anakan udang hidup secara merayap atau melekat pada benda-benda di dasar perairan. Udang muda kemudian
beruaya kembali ke laut untuk tumbuh menjadi dewasa dan kembali ke daerah payau untuk memijah.
Menurut Naamin 1984 selain keadaan dasar laut dan aliran sungai, beberapa parameter lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan udang penaeid adalah suhu,
salinitas, oksigen, sedimentasi, curah hujan, arus, pasang surut air, fase bulan, keadaan siang hari dan malam, unsur hara dan keadaan hutan mangrove. Menurut Gunarso 1985
keadaan perairan mempengaruhi penyebaran udang menurut daur hidupnya. Makin dewasa, udang makin menyukai perairan yang lebih dalam. Post larva dan yuwana
banyak tertangkap di perairan dangkal pada kedalaman antara 2-5 meter. Udang muda hidup pada kedalaman 5-10 meter, sedangkan udang dewasa dan induk pada kedalaman
10-40 meter Naamin et al, 1992. Dasar perairan yang disukai udang adalah dasar perairan yang bersubstrat lumpur atau lumpur berpasir. Suhu perairan yang sesuai
dengan kehidupan udang berkisar antara 21,5-31
o
C. Pada udang muda, penyesuaian salinitas antara 0-3 ppt, sedangkan udang dewasa pada salinitas 7-10 ppt. Namun secara
umum udang dewasa hidup pada salinitas 27,5-35 ppt Gracia and La Reste and Motoh, 1981 diacu dalam Naamin et al, 1992.
Ga mbar 6 Daur hidup udang penaeid
Naamin, 1984 2.2
Alat Tangkap Pukat Udang
Alat penangkap udang dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu alat tangkap aktif dan alat tangkap pasif. Alat tangkap udang yang bersifat aktif adalah alat tangkap yang
dioperasikan dengan cara ditarik oleh kapal atau dilingkarkan di perairan yang berstruktur dasar relatif datar. Jenis alat tangkap yang termasuk alat tangkap aktif adalah
trawl dasar, pukat udang, trammel net, dogol dan lampara dasar. Jenis alat tangkap pasif
antara lain bubu dan jermal Saleh, 1998. Pukat udang merupakan alat tangkap yang terbuat dari jaring, berbentuk kerucut
dengan salah satu ujung terbuka seperti sayap membentuk mulut dan ujung satunya mengecil membentuk kantong. Jaring ini ditarik disepanjang dasar perairan dengan
kecepatan dan jangka waktu tertentu von Brandt, 1984. Mulut jaring dapat terbuka lebar karena adanya otterboard yang diikatkan di kedua sisi mulut dan terbuka tegak oleh
pelampung pada tali pelampung di sisi atas mulut dan pemberat di sisi bawah mulut. Mulut yang terbuka lebar selama ditarik membuat jaring akan menyaring semua biota
yang dilewati sehingga alat tangkap ini termasuk alat tangkap yang tidak selektif, khususnya terhadap ikan kecil, larva dan juvenil ikan Sparre and Venema, 1992.
Efektivitas pukat udang tercapai bila ditarik pada kecepatan tertentu sehingga mulut jaring dapat terbuka secara optimum. Kecepatan tarik pukat udangtowing speed berkisar
antara 3-5 knot Anonim, 1989. Kecepatan penarikan sangat berpengaruh terhadap bukaan mulut pukat udang. Jika kecepatan tinggi, maka area antar otterboard akan
menyempit dan mengakibatkan mengecilnya luasan area dasar perairan yang tersapu Friedman, 1986.
Berdasarkan posisi jaring di dalam air selama operasi penangkapan, trawl dibedakan menjadi trawl permukaan surface trawl, trawl pertengahan mid water
trawl , dan trawl dasar bottom trawl. Berdasarkan posisi penarikan oleh kapal, trawl
dibedakan menjadi side trawl, stern trawl, dan double rig trawl Ayodhyoa, 1981. Berdasarkan banyaknya dinding jaring yang digunakan dalam konstruksinya, dibedakan
menjadi two seam trawl net, four seam trawl net, dan six seam trawl net Nomura, 1981. Pukat udang termasuk jenis trawl dasar perairanbottom trawl yang dimodifikasi
khusus untuk menangkap udang sebagai hasil tangkapan utamatarget catch. Bentuknya yang lebih kecil dan penggunaan tenaga mesin kapal yang lebih rendah merupakan salah
satu perbedaan pukat udang dengan trawl udang lainnya. Selain itu pada bagian antara kantong dan badan jaring pada pukat udang diberi alat
tambahan berupa saringan yang disebut By-catch Excluder Device BED. BED berfungsi untuk menyaring dan memisahkan udang dengan biota lain yang tidak termasuk hasil
tangkapan utamatarget catch.
Pukat udang industri adalah pukat udang yang menggunakan kapal-kapal pukat udang yang besar, dilengkapi dengan ruang pembekuan dan ruang penyimpanan hasil
tangkapan. Proses penyortiran, pengepakan, pembekuan dan penyimpanan berlangsung di atas kapal. Kapal pukat udang industri beroperasi di perairan timur Indonesia, seperti di
perairan Laut Arafura, perairan Dolak dan perairan Kaimana. Menurut Sainsbury 1996 secara umum alat tangkap pukat udang terdiri dari
jaring, ris atas head rope, ris bawah ground rope, pelampung, pemberat, otter board, BED, rantai pengejut tickler chain dan warp.
1 Jaring pukat udang terbagi menjadi badan jaring, sayap, kantong. Ukuran mata jaring dari masing-masing bagian tersebut tidak sama.
a Badan jaring, adalah bagian tengah daripada jaring, terdiri atas square, baiting dan jelly. Square adalah bagian depan dari sisi atas badan pukat udang yang
membuat mulut di sebelah atas lebih menjorok ke depan. Belly dan baiting adalah bagian tengah badan jaring dimana belly terletak di bawah sedangkan baiting di
atas. b Sayap wing, terdiri dari dua bagian yaitu kanan dan kiri, masing-masing bagian
sayap tersebut terdiri dari dua bagian yaitu bagian atas dan bawah. c Kantong codend, adalah bagian paling belakang jaring. Kantong merupakan
tempat terkumpulnya hasil tangkapan. Kantong memiliki ukuran mata jaring yang paling kecil dimaksudkan agar hasil tangkapan tidak terlepas kembali dan
juga agar lebih kuat menahan tekanan yang besar. 2 Tali ris atas head rope dan tali ris bawah ground rope. Tali ris atas adalah tali yang
dipasang dari ujung sayap kiri atas sampai ujung sayap kanan atas, dan ditempatkan pelampung float. Tali ris bawah adalah tali yang dipasang dari ujung sayap kiri
bawah hingga sayap kanan bawah, dan ditempatkan pemberat sinker. Tali ris bawah lebih panjang dari tali ris atas.
3 Pelampung dan pemberat, fungsinya adalah membantu terbukanya mulut jaring secara vertikal. Pelampung menarik atau mengangkat tali ris atas sedangkan pemberat
menarik jaring agar turun ke dasar perairan sesuai yang diinginkan. Pelampung terbuat dari plastik keras berbentuk bola atau silinder, sedangkan pemberat dibuat dari
rantai besi.
4 Otter board, fungsinya membuka mulut jaring secara horizontal. 5 Alat Pemisah Ikan API atau By-catch Excluder Device BED, BED diletakkan di
antara badan jaring dan kantong, berfungsi sebagai penyaring ikan-ikan yang sudah masuk didalam badan jaring agar tidak masuk ke dalam kantong. Saat ini BED yang
direkomendasikan adalah tipe super shooter yang mempunyai konstruksi lebih sederhana dan mempunyai performansi yang lebih baik untuk mengurangi hasil
tangkapan sampingan. 6 Rantai pengejut tickler chain, dipasang pada ujung bagian belakang masing-masing
otter board, berfungsi untuk mengejutkan udang yang terbenam di dasar perairan
yang berlumpur sehingga berloncatan dan masuk ke dalam pukat udang. 7 Warp tali penarik, tali yang digunakan menarik jaring, tali menghubungkan otter
board bagian depan dengan winch di kapal, terbuat dari baja.
Gambar 7 Bagian-bagian jaring pukat udang Nelly, 2005
2.2.1 Metode Pengoperasian Pukat Udang
Metode pengoperasian alat tangkap pukat udang Sjahrir, 2001 :
1. Setting penurunan jaring Sebelum setting dimulai, faktor utama yang harus diperhatikan adalah keadaan
cuaca terutama arah dan kekuatan arus, gelombang serta kedalaman perairan. Jika arus terlalu kuat maka setting sebaiknya dilakukan mengikuti arus, hal ini
dimaksudkan jika melawan arus maka kapal akan susah bergerak maju sehingga pada saat otter board diturunkan, otter board tersebut tidak akan terbuka secara
optimal karena kecepatan yang diperlukan pada saat setting berkisar antara 4-7 knot. Setelah itu jaring dirunkan secara perlahan-lahan. Panjang warp yang
diturunkan umumnya 4-5 kali kedalaman perairan tergantung tipe dasar perairan.
2. Towing penarikan jaring Pada saat towing, hal yang harus selalu diamati adalah fish finder jenis
echosounder dan GPS. Melalui echosounder dapat diamati kedalaman perairan,
bentuk dasar perairan dan pendugaan udang yang berada di dasar perairan. Jika perairan tidak rata maka alat tangkap harus segera diangkat untuk menghindari
terjadinya kerusakan pada alat tangkap begitu juga jika pada layar echosounder menunjukkan pendugaan gerombolan udang terlalu banyak maka alat tangkap
harus segera ditangkap untuk menghindari yang terlalu berat dapat merusak alat tangkap dan winch. Kecepatan kapal pada saat penarikan jaring berkisar antara
2,5-3,5 knot yang dapat diketahui melalui GPS. Lamanya waktu penarikan jaring berkisar antara 2-2,5 jam tergantung hasil pemantauan dari gambar echosounder
dan banyak tidaknya hasil tangkapan udang dari try net. 3. Hauling pengangkatan jaring
Setelah hasil tangkapan diperkirakan cukup banyak maka jaring diangkat sampai otter board
berada di ujung rigger. Kemudian ditarik sampai posisi menggantung diatas dek untuk menurunkan hasil tangkapan diatas dek. Setelah itu kantong
diikat kembali lalu dapat diturunkan untuk memulai setting berikutnya.
2.3 Kapal Pukat Udang
Armada pukat udang yang melakukan penangkapan udang di perairan Laut Arafura mempunyai ukuran 20-303 GT di antaranya 90 mempunyai ukuran GT di atas 50 ton.
Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, 2000. Pada umumnya pukat udang yang beroperasi di laut Arafura, ada dua jenis yaitu:
1 Double rig shrimp trawl yang disebut sebagai pukat udang ganda, ukuran kapal berkisar 60-303 GT. Kapal pukat udang berukuran 100 GT ke atas umumnya terbuat
dari bahan besi, sedangkan kapal berukuran di bawah 100 GT didominasi kapal kayu. 2 Single trawl dengan jaring tunggal yang ditarik pada buritan, ukuran kapal berkisar
20-30 GT. Kapal pukat udang berukuran 30 GT ke bawah terbuat dari kayu.
2.4 Hasil Tangkapan Pukat Udang
Hasil tangkapan pukat udang terdiri dari bermacam-macam spesies sebagai hasil tangkapan sasaran utamatarget catch dan biota laut lain sebagai hasil tangkapan
sampinganby-catch. Spesies hasil tangkapan sampinganby-catch pukat udang umumnya adalah biota laut demersal karena habitattempat hidup yang sama. Hasil tangkapan yang
dibuang ke laut karena pertimbangan ekonomitidak berhargatidak menguntungkan disebut hasil tangkapan buangandiscarded catch Nasution, 1997.
2.4.1 Hasil Tangkapan Sasaran Utama
Pada perikanan pukat udang industri, udang yang mempunyai ukuran standar ekspor dan layak jualkomersil yang dipilih, sedangkan udang yang mempunyai ukuran
dibawah standar akan dibuang ke laut. Hasil tangkapan utama pukat udang meliputi udang dogol atau endeavour shrimp Metapenaeus ensis, udang windu atau tiger prawn
Penaeus monodon, udang jerbung atau udang putih atau banana shrimp Penaeus merguensis
Sjahrir, 2001.
2.4.2 Hasil Tangkapan Sampingan
Hasil tangkapan sampingan HTSby-catch merupakan bagian dari hasil tangkapan total. Hampir semua alat tangkap menghasilkan HTS tetapi jumlah dan jenis biota-nya
berbeda-beda. Jumlah HTS sangat besar, FAO memperkirakan jumlah HTS yang dibuang kembali ke laut oleh kapal pukat udang industri di seluruh dunia sebanyak 27
juta ton per tahun. Hingga saat ini permasalahan tentang HTS banyak tertuju ke perikanan pukat udang. Hal ini disebabkan karena alat tangkap pukat udang yang bersifat tidak
selektif sehingga menghasilkan tangkapan dalam jumlah yang besar dengan spesies yang bermacam-macam. Hasil tangkapan sampingan meliputi kakap merah, kerapu, manyung,
kurisi, bawal putih dan pepetek Eayrs et al, 1997.
Gambar 8 Hasil tangkapan sampingan by-catch pukat udang
FAO Code of Conduct for Responsible Fisheries CCRF merupakan aturan internasional untuk perikanan yang bertanggungjawab menetapkan prinsip-prinsip dan
standar perilaku internasional dengan tujuan untuk konservasi, pengelolaan dan pengembangan sumber daya perairan yang efektif dan efisien selaras dengan ekosistem
dan biodiversitas. Salah satu peraturannya, bahwa alat tangkap dan operasi penangkapan yang selektif dan ramah lingkungan seharusnya dikembangkan dan diterapkan secara
berkelanjutan untuk menjamin keberlangsungan dan melindungi populasi ekosistem perairan. Untuk itu, alat tangkap dan metode penangkapan sebaiknya diuji dan diambil
caralangkah yang konsisten sesuai aturan CCRF supaya sumberdaya laut dapat dipanen dan digunakan oleh generasi yang akan datang FAO, 1995.
2.5 Hasil Tangkapan per Upaya Tangkapan Catch per Unit Effort
Data CPUE digunakan untuk menduga perubahan yang terjadi dalam kelimpahan stok. Beberapa ukuran kelimpahan dan perubahan dan perubahan dalam kelimpahan
cukup penting dalam banyak studi pendugaan stok. Untuk itu, mendapatkan data CPUE yang dapat dipercaya merupakan satu cara dari langkah-langkah dasar yang terpenting
dalam studi pendugaan stok Gulland, 1983. Pengkajian stok berguna untuk memberikan saran tentang pemanfaatan yang optimum dalam sumber daya hayati perairan.
Pemanfaatan sumber daya udang oleh nelayan merupakan salah satu aktifitas yang berpengaruh terhadap jumlah stok udang yang ada pada satu wilayah perairan. Pengaruh
usaha penangkapan dapat terjadi apabila laju penangkapan telah melebihi daya dukung, maka ketersediaan udang pada musim berikutnya akan semakin menurun Sparre and
Venema, 1999.
2.6 Hasil Tangkapan Maksimum Lestari Maximum Sustainable Yield MSY