Analisis Kadar Timbal (Pb) Pada Urine dan Keluhan Kesehatan Pada Sopir Angkot Rahayu Medan Ceria 103 di Kota Medan Tahun 2016

(1)

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Lembar Kuesioner

Lampiran 2. Kepmenkes RI No. 1406 tahun 2002 Lampiran 3. Dokumentasi Hasil Penelitian

Lampiran 4. Hasil Pemeriksaan Kadar Timbal (Pb) dalam Urin 4. Lampiran 4. Hasil Pemeriksaan Kadar Timbal Pad


(2)

Angkot Rahayu Medan Ceria 103 Kota Medan Tahun 2016

Tanggal survei :

Nomor responden :

I. Karakteristik Responden

1. Nama :

2. Umur :

3. Lama Kerja : (tahun)

4. Jumlah Jam Kerja/Hari : II. Informasi Tentang Pekerjaan

1. Sebelum menjadi sopir angkutan kota, apakah Bapak/Saudara pernah bekerja sebelumnya?

a. Pernah b. Tidak pernah

2. Apakah menjadi sopir angkutan kota adalah pekerjaan tetap Bapak/Saudara saat ini?

a. Ya b. Tidak

3. Jam berapa Bapak/Saudara mulai berangkat bekerja? a. Pagi (04.00-10.00) b. Siang (10.00-14.00) b. Sore (14.00-18.00) d. Malam (18.00-24.00)

4. Apakah Bapak/Saudara pernah berhenti dalam menjalani profesi ini?

a. Pernah b. Tidak pernah

5. Apakah Bapak/Saudara pernah menjadi sopir selain angkutan kota?

a. Pernah b. Tidak pernah

6. Berapa hari dalam seminggu Bapak/Saudara bekerja sebagai sopir angkot? a. Setiap hari c. 4 hari

b. 5 hari d. 3 hari


(3)

a. Rumah b. kedai kopi

c. Lainnya _____________________________________________ 8. Apakah Bapak/Saudara merokok?

a. Ya b. Tidak

9. Berapa batang rokok rata-rata sehari Bapak/Saudara merokok? a. <5 batang rokok c. 10-20 batang rokok

b. 5-10 batang rokok d. >20 batang rokok

10. Berapa lama tempuh perjalanan dari pangkalan ke tempat tujuan (P.Batu-UNIMED)?

a. 1 jam c. 1,5 jam

b. 2 jam, lainnya ___________________ III. Keluhan Kesehatan

1. Apakah selama bekerja, Bapak/Saudara memiliki keluhan kesehatan?

a. Ya b. Tidak

Ya Tidak Apakah saudara pernah menderita gejala berikut ini?

1.Kelelahan 2. Lesu

3.Tangan/kaki terkulai/ lemas 4.Sakit kepala

5.Penglihatan kabur 6.Mual

7.Gangguan tidur terus-menerus 8.Sakit pada tulang

9.Lemah pada otot 10. Kurang konsentrasi 11.Sesak napas

Lainnya jika ada, ________________________________

2. Sudah berapa lama Bapak/Saudara merasakan keluhan tersebut?


(4)

3. Jika Bapak/Saudara pernah merasakan keluhan tersebut apakah Anda pernah berobat?

a. Ya b. Tidak

4. Jika “Ya”, kemana Bapak/Saudara pergi berobat?

a. Puskesmas c. Klinik/praktik dokter/bidan b. Rumah sakit d. Apotek

5. Apakah saudara pernah/ sedang mengkonsumsi obat tertentu?

a. Ya b. Tidak

Jika “Ya”, jenis obat apa yang dikonsumsi ____________________________ 6. Kapan gejala tersebut terjadi? (boleh lebih dari 1 jawaban)

a. Pagi c. Sore

b. Siang d. Malam

7. Dimana keluhan kesehatan tersebut paling sering dirasakan?

a. Di jalan c. Di rumah

b. kedai kopi d. Lainnya, __________________ 8. Berapa lama keluhan tersebut biasanya terjadi?

a. < 30 menit b. > 30 menit

9. Apakah Bapak/Saudara pernah di rawat di rumah sakit karena keluhan kesehatan tersebut?

a. Ya b. Tidak

10. Apakah gejala-gejala tersebut terus berulang?


(5)

Lampiran 3. Dokementasi Penelitian

Gambar Lampiran 1. Pangkalan Angkot Rahayu Medan Ceria 103

Gambar Lampiran 2. Peneliti Memberi Kuesioner Kepada Sopir Angkot Rahayu Medan Ceria 103


(6)

Gambar Lampiran 3. Sampel Cup Ukuran 100 ml


(7)

Gambar Lampiran 5. Wadah Penyimpanan Urin


(8)

(9)

(10)

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, U.F., 2013. Dasar-Dasar Penyakit Berbasis Lingkungan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Adnan, S., 2001. Pengaruh Pajanan Timbal Tergadap Kesehatan dan Kualitas Semen Pekerja Laki-laki. Majalah Kedokteran Indonesia.

Almatsier, S., 2003. PrinsipDasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Anies, 2005. Penyakit Akibat Kerja. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Azhari, Fitriani, 2014. Hubungan Kadar Timbal Pada Urin Dan Karakteristik Individu Dengan Kejadian Anemia Pada Pedagang Wanita Di Terminal Bus Kampung Rambutan Jakarta Timur. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah. Bassett, Jhon, 2009. Lingkungan Kita. Bandung: Pakar Raya.

Darmono, 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran: Hubungannya Dengan Toksikologi Senyawa Logam. Jakarta: UI-Press.

Esimai, O.A. 2009. Estimation of Lead in Urine of School Children in South Western Nigeria and Effect of Ascorbic Intervention. http://www.ajol.info/index.php/ajest/article/viewFile/56265/44710

[diakses tanggal 1 september 2016]

Fardiaz, Srikandi, 1992. Polusi Air dan Udara. Yogyakarta: Penerbit Kansius. Girsang, Ermi, 2008. Hubungan Kdar Timbal Di Udara Ambien Dengan Timbal

Dalam Darah Pada Pegawai Dinas Perhubungan Terminal Antar Kota Medan. Medan: USU.

Hernberg, Sven. 2000. Lead Poisoning in a Historical Prespective. American Journal of Industrial Medicine 38:244-254. http://rachel.org/files/document/Lead_Poisoning_in_Historical_Perspectiv e.pdf [diakses tanggal 30 Agustus 2016]

Kuntjojo, 2009. Metodologi Penelitian. Surabaya: Usaha Nasional.

Kurniawan, Wahyu. 2008. Hubungan Kadar Pb Dalam Darah Dengan Profil Darah Pada Mekanik Kendaraan Bermotor di Kota Pontianak. Semarang: Universitas Dipenogoro.

Kusnoputranto, H., 2000. Kesehatan Lingkungan. Jakarta: FKM-Universitas Indonesia.


(11)

Laila, Nur Najmi, 2013. Kadar Timbal Darah Dan Keluhan Kesehatan Pada Operator Wanita SPBU. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah.

Mochtar, Yusrizal. 2005. Kadar Timbal (Pb) Dalam Darah, Kelelahan Kerja dan Gangguan Tidur Di Malam Hari Polisi Lalu Lintas Di Kabupaten Magelang. Yogyakarta: UGM.

Mukhtasar, 2007. Pencemaran Lingkungan dan Alam. Jakarta: Pradnya Paramita. Mulyadi, 2015. Jurnal Kesehatan Masyarakat: Paparan Timbal Udara Terhadap

Timbal Darah, Hemoglobin, Cystatin C Serum Pekerja Pengecatan Mobil. Surabaya: Universitas Airlangga.

Naria, E. 2005. Mewaspadai Bahan Pencemar Timbal (Pb) di Lingkungan Terhadap Kesehatan. USU.

Notoadmodjo, S., 2000. Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi Revisi. Jakarta: Rieneka Cipta Grafindo.

Palar, Heryando, 2008. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta: Rieneka Cipta Grafindo.

Papuling, Andreas, 2011. Studi Deskriptif Kandungan Timbal (Pb) Dalam Urine Pada Pedagang Asongan Di Sekitar Jumbo Pasar Swalayan Kota Manado. Manado: Poltekkes Kemenkes Manado.

Patrick, Lyn. 2006. Lead Toxicity, A Review of the Literature. Part I:

Exposure,Evaluation, and Treatment. http://www.altmedrev.com/publications/11/1/2.pdf [diakses tanggal 30

Agustus 2016]

Putri, Minartika, 2010. Pengaruh Timbal (Pb)Pada Udara Jalan Tol Terhadap Gambaran Mikroskopis Paru Dan Kadar Timbal (Pb)Dalam Darah Mencit Balb/c Jantan. Semarang: Universitas Dipenogoro.

Rizkiawati, Aulia. 2012. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kadar Hb dalam Darah pada Tukang Becak di Pasar Mranggen Demak [online]. Volume 1 Nomor 2, Halaman 663-669. http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm [diakses tanggal 20 Juli 2016]. Sari, Astini Dewi, 2013. Uji Kandungan Plumbum (Pb) Dalam Urine Karyawan

SPBU Bayaoge Kota Palu. Palu: Univeristas Tadulako. Sartono, 2001. Racun dan Keracunan. Jakarta: Widya Medika.


(12)

Siswanto, A. 1999. Toksikologi Industri. Surabaya: Balai Hiperkes dan Keselamatan Depnaker Jawa Timur.

Soemirat, Juli, 2009. Toksikolgi Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Suciani, Sri, 2007. Kadar Timbal Dalam Darah Poisi Lalu Lintas Dan Hubungannya Dengan Kadar Hemoglobin, Studi Pada Polisi Lalu Lintas Yang Bertugas di Jalan Raya Kota Semarang. Semarang: Universitas Dipenogoro.

Sumantri, Arif, 2010. Kesehatan Lingkungan dan Presfektif Islam. Jakarta: Kencana.

Tarigan, Abner, 2009. Estimasi Emisi Kendaraan Bermotor Di Beberapa Ruas Jalan Kota Medan. Medan: USU.

Wardhana, Arya Wisnu, 2001. Dampak Pencemaran Lingkungan, Edisi Revisi. Yogyakarta: Penerbit Ardi.

Winardi. 2014. Pengaruh Suhu dan Kelembapan Terhadap Konsentrasi Pb di Udara Kota Pontianak. Pontianak: Universitas Tanjungpura.

Suryana, 2010. Metodologi Penelitian: Model Praktis Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif. Bandung: UPI.


(13)

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif dengan pendekatan metode deskriptif untuk mengetahui kadar timbal pada urin dan keluhan kesehatan sopir angkot Rahayu Medan Ceria 103 kota Medan.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di pangkalan angkutan kota Rahayu Medan Ceria 103 di Kecamatan Pancur Batu.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2015 sampai Agustus 2016. 3.3 Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah urin sopir angkot Rahayu Medan Ceria 103 Kota Medan. Objek penelitian yang diambil sebanyak 30 jenis sampel urin dengan pengambilan sampel berdasarkan atas metode purposive sampling.

3.4 Populasi dan Sampel 3.4.1 Populasi

Yang menjadi populasi pada penelitian ini adalah semua sopir angkot Rahayu Medan Ceria 103 kota Medan yang berjumlah ± 150 orang.

3.4.2 Sampel

Sampel diambil dengan menggunakan purposive sampling. Menurut Kuntjojo (2009) purposive sampling adalah cara penarikan sampel yang dilakukan


(14)

dengan memilih subjek berdasarkan kriteria spesifik yang ditetapkan peneliti. Sampel yang akan diteliti oleh peneliti adalah sopir angkot yang diambil urinnya dan memenuhi kriteria. Kriteria yang digunakan dalam memilih sampel adalah sebagai berikut:

Kriteria inklusi:

1. Pekerjaan sebagai sopir angkot 2. Bersedia menjadi objek penelitian 3. Bersedia untuk di wawancarai Kriteria eksklusi:

1. Menolak menjadi objek penelitian 2. Menolak untuk diwawancarai

Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan rumus Lemeshow (Notoatmojo, 2005) jika populasi <10.000 maka besar sampel dalam penelitian ini diperoleh dari rumus:

=

Zα2 P(1−P) �

=

Zα2 S � Keterangan:

n = jumlah sampel

Zα2 = derajat kepercayaan

S = simpangan baku kadar timbal dalam urin d = tingkat kepercayaan yang diinginkan (0,1)

Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan rumus diatas, maka:

=

1,962 0,7405


(15)

Hasil perhitungan diperoleh sampel sebanyak 29 orang dengan pengambilan sampel sebanyak 30 orang.

3.5 Metode Pengumpulan Data 3.5.1 Data Primer

1. Data primer yaitu tentang kadar kandungan timbal pada urin sopir angkot Rahayu Medan Ceria 103 kota Medan melalui pemeriksaan kadar timbal di Unit Pelaksana Teknis Laboratorium Kesehatan Daerah.

2. Pengambilan data keluhan kesehatan sopir angkot Rahayu Medan Ceria 103 dengan menggunakan kuesioner.

3.5.2 Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari penelitian-penelitian yang berhubungan serta refrensi atau literatur-literatur yang relevan dengan penelitian yang dilakukan. 3.6 Defenisi Operasional

1. Timbal adalah bahan kimia logam berat berwarna kelabu kebiruan dan lunak

2. Timbal pada urin adalah hasil pengukuran kadar timbal dalam urin sopir angkot yang diperiksa.

3. Sopir angkot adalah adalah individu yang mengangkut penumpang dengan menggunakan salah satu kendaraan umum yang dipergunakan oleh umum dengan dipungut bayaran.

4. Jarak tempuh adalah panjang trayek Rahayu Medan Ceria 103 yaitu ± 25km


(16)

5. Lama tempuh adalah waktu yang diperlukan sopir angkot Rahayu Medan Ceria 103 dalam mencapai trayek yaitu 1 - 2 jam.

6. Lama bekerja adalah waktu yang digunakan sopir angkot Rahayu Medan Ceria 103 dalam sehari.

7. Pekerja tetap adalah jenis pekerjaan sopir angkot RMC Rahayu Medan Ceria yang menjadi pekerjaan utama. Sopir tempel adalah orang yang menjadikan sopir bukan sebagai pekerjaan utama melainkan pekerjaan sampingan dan biasanya bekerja jika ada waktu luang.

8. Keluhan kesehatan adalah gangguan kesehatan yang ada pada sopir angkot antara lain lelah, lesu, tangan dan kaki terkulai lemas, sakit kepala, penglihatan kabur, mual, gangguan tidur terus-menerus, sakit pada tulang, lemah pada otot, kurang konsentrasi, sesak napas.

9. Kepmenkes RI No. 1406/Menkes/SK/XI/2002 tentang Standar Pemeriksaan Kadar Timah Hitam Pada Spesimen Biomarker Manusia. 10.Memenuhi syarat adalah kadar timbal berada pada urin seseorang yang

diperbolehkan menurut Kepmenkes yaitu ≤ 0,15 mg/L.

11.Tidak memenuhi syarat adalah kadar timbal yang berada pada urin seseorang yang diperbolehkan menurut Kepmenkes yaitu ≥ 0,15 mg/L. 3.7 Aspek Pengukuran

3.7.1 Kadar Timbal Pada Urine

Aspek pengukuran kadar timbal pada urine dalam penelitian ini didasarkan pada Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1406/Menkes/SK/XI/2002 tentang


(17)

Standar Pemeriksaan Kadar Timah Hitam Pada Spesimen Biomarker Manusia. Hasil yang akan diperoleh yaitu:

1. Kadar timbal dalam urine ≤ 0,15 mg/L. 2. Kadar timbal Dalam urine ≥ 0,15 mg/L. 3.7.2 Keluhan Kesehatan

Keluhan kesehatan yang dialami oleh responden rasakan yaitu dikategorikan sebagai berikut:

a. Ada dan frekuensi berulang, apabila pada responden ditemukan salah satu atau lebih indikasi keluhan kesehatan antara lain: lelah, lesu, tangan dan kaki terkulai lemas, sakit kepala, penglihatan kabur, mual, gangguan tidur terus-menerus, sakit pada tulang, lemah pada otot, kurang konsentrasi, sesak napas. b. Tidak ada, apabila pada responden tidak ditemukan salah satu atau lebih

indikasi keluhan kesehatan antara lain: lelah, lesu, tangan dan kaki terkulai lemas, sakit kepala, penglihatan kabur, mual, gangguan tidur terus-menerus, sakit pada tulang, lemah pada otot, kurang konsentrasi, sesak napas.

3.8 Teknik Pengambilan Sampel

1. Mempersiapkan alat-alat yang dibutuhkan untuk pengambilan sampel urin, misalnya wadah bertutup, kertas dan alat tulis.

2. Sampel diambil lalu dimasukkan ke dalam wadah yang tertutup untuk menghindari kemungkinan terjadinya pencemaran kemudian dicatat nama dan kode dari sampel.

3. Mengumpulkan sampel dan dibawa ke Unit Pelaksana Teknis Laboratorium Kesehatan Daerah untuk diteliti.


(18)

3.9 Teknik Analisa Data 3.9.1 Alat dan Bahan 3.7.1.1Alat

1. Gelas ukur 2. Gelas beker 3. Labu ukur 4. Corong 5. Kertas saring

6. SSA (Spektrofotometer Serapan Atom) 7. Statif dan klem

8. Pipet tetes

9. Lampu hollow katoda Pb 10.Pemanas listrik

11.Labu semprot 3.7.1.2Bahan

1. HNO3 2. HCLO4 3. Aquades 4. Urin

3.9.2 Prosedur Pemeriksaan Sampel 3.9.2.1 Destruksi

Proses destruksi urin melalui prosedur berupa:


(19)

2. Destruksi sampel urin dengan cara sampel ditambah dengan dan HNO3 sebesar 0,6 ml dan HCLO4 sebesar 0,3 ml

3. Destruksi sampel tersebut dalam lemari asam dengan suhu dibawah 100oC. Setelah larutan mengering ± 5 ml bilas dengan aquades dalam labu ukur 25oml sampai tanda batas.

2.9.2.2 Pengukuran

Sebelum melakukan pengukuran, terlebih dahulu dilakukan pembuatan larutan baku logam timbal sebagai berikut:

1. Pipet 10 mL larutan induk logam timbal, Pb 1000 mg/L ke dalam labu ukur 100 mL.

2. Tepatkan dengan larutan pengencer sampai tanda tera.

Adapun prosedur pengukuran timbal pada urin adalah sebagai berikut: 1. Optimalkan alat SSA dengan kondisional yang telah ditentukan sesuai dengan

petunjuk penggunaan alat

2. Ukur masing-masing larutan kerja yang telah dibuat pada panjang gelombang 283,3 nm.

3. Buat kurva kalibrasi untuk mendapatkan persamaan garis regresi 4. Lanjutkan dengan pengukuran contoh uji yang sudah dipersiapkan. 5. Kemudian dilakukan penghitungan konsentrasi logam timbal

Pb (mg/L) = C x fp Keterangan:

C : konsentrasi yang didapat hasil pengukuran (mg/L) fp : faktor pengenceran


(20)

3.10 Pengolahan dan Analisa Data

Data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan di Laboratorium, diolah secara manual dan penyajian data dalam bentuk tabel distribusi frekuensi berdasarkan kandungan timbal pada urin dengan mengacu pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1406/Menkes/SK/XI/2002 tentang Standar Pemeriksaan Kadar Timah Hitam Pada Spesimen Biomarker Manusia.


(21)

Rahayu Medan Ceria 103 yang dimulai dengan pemberian penjelasan pengisian kuesioner penelitian kepada setiap sopir angkutan kota di pangkalan Pancur Batu. Selanjutnya dilakukan seleksi berdasarkan kriteria inklusi dengan bersedia menjadi objek penelitian dengan jumlah sampel mencapai 30 orang. Responden diarahkan dalam mengisi kuesioner. Selanjutnya, responden diberikan sample cup urin 100 mL yang telah diberi kode sesuai dengan nomor kuesioner dan kemudian urin diisi oleh responden tersebut. Sampel disimpan didalam wadah untuk menghindari reaksi karena cahaya dan pencemaran dari zat lain.

4. 1 Karakteristik Responden

Karakteristik responden yang diamati meliputi umur, lama kerja dan jumlah jam kerja/hari. Hasil disajikan dalam tabel berikut ini.

Tabel 4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur, Lama Kerja dan Jumlah Jam Kerja per Hari Sopir Angkutan Kota Rahayu Medan Ceria 103 Kota Medan Tahun 2016

No. Karakteristik Responden n=30 orang Presentase (%) 1.

2. 3.

Umur (tahun) < 30 tahun 0 30-50 tahun > 50 tahun

18 11 01 60,0 36,7 03,3 1. 2. 3.

Lama kerja (tahun) < 5 tahun

0 5-10 tahun >10 tahun 17 09 04 56,7 30,0 13,3 1. 2. 3.

Jumlah jam kerja/hari < 5 jam

0 5-10 jam > 10 jam

05 21 04 16,7 70,0 13,3


(22)

Berdasarkan tabel 4.1 di atas dapat dilihat bahwa responden sopir angkot lebih banyak berumur 30-50 tahun yaitu sebanyak 18 orang (60%), responden yang berumur < 30 tahun sebanyak 11 orang (36,7%), dan responden yang paling sedikit berumur > 50 tahun yaitu hanya 1 orang (3,3%). Responden sopir angkot lebih banyak bekerja > 5 tahun yaitu sebanyak 17 orang (56,7%), responden yang bekerja 5-10 tahun sebanyak 9 orang (30,0%), dan responden paling lama bekerja > 10 tahun hanya 4 orang (13,3%). Jumlah jam kerja per hari responden sopir angkot paling banyak bekerja selama 5-10 jam sebanyak 21 orang (70,0%), responden yang bekerja selama > 10 jam sebanyak 5 orang (16,7%), dan responden yang paling sedikit bekerja < 5 jam hanya sebanyak 4 orang (13,3%). 4. 2Hasil Survei Sopir Angkot Rahayu Medan Ceria 103

4.2.1 Distribusi Responden Berdasarkan Informasi Pekerjaan

Gambaran mengenai karakteristik responden berdasarkan informasi pekerjaan sopir angkot dapat dilihat secara rinci pada tabel 4.2.


(23)

Tabel 4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Informasi Tentang Pekerjaan Sopir Angkutan Kota Rahayu Medan Ceria 103 Kota Medan Tahun 2016

No. Karakteristik Responden n Presentase (%) 1.

2.

Pekerjaan sebelum sopir Pernah Tidak pernah 23 07 76,7 23,3 1. 2.

Sopir angkutan kota Tetap Tidak tetap 27 03 90,0 10,0 1. 2. 3. 4.

Waktu mulai bekerja Pagi (04.00-10.00) Siang(10.00-14.00) Sore(14.00-18.00) Malam(18.00-24.00) 16 12 01 01 53,2 40,0 03,4 03,4 1. 2.

Berhenti sebagai sopir Ya Tidak 16 14 53,2 47,8 1. 2.

Sopir selain angkutan kota Ya Tidak 12 18 40,0 60,0 1. 2. 3. 4. Frekuensi kerja/minggu Setiap hari 5 hari 4 hari 3 hari 20 09 01 00 66,7 30,0 03,3 0 1. 2. 3.

Tempat yang dituju selesai bekerja Rumah Kedai kopi Lainnya 20 09 01 66,7 30,0 03,7

Tabel 4.2 di atas menunjukkan bahwa secara umum karakteristik responden tentang informasi pekerjaan. Responden menyatakan pernah bekerja sebelum menjadi sopir angkot sebanyak 23 orang (76,7%) dan tidak pernah bekerja sebelum menjadi sopir sebanyak 7 orang (23,3%). Responden yang menyatakan pekerjaan tetap sebagai sopir angkot sebanyak 27 orang (90,0%) dan tidak tetap hanya 3 orang (30,0%). Responden yang menyatakan waktu mulai berangkat bekerja pada pagi hari sebanyak 16 orang (53,4%), responden


(24)

berangkat kerja siang hari sebanyak 12 orang (40,0%), responden berangkat kerja sore hari sebanyak 1 orang (3,3%) dan responden berangkat malam hari sebanyak 1 orang (3,3%). Responden yang menyatakan pernah berhenti bekerja sebagai sopir angkot sebanyak 16 orang (53,3%) dan tidak pernah berhenti sebanyak 14 orang (46,7%). Responden yang menyatakan pernah menjadi sopir selain angkot sebanyak 12 orang (40%) dan tidak pernah sebanyak 18 orang (60%). Responden yang menyatakan frekuensi bekerja setiap hari dalam seminggu sebanyak 20 orang (66,7%), 5 hari dalam seminggu sebanyak 9 orang (30,0%), 4 hari dalam seminggu sebanyak 1 orang (3,3%) dan tidak ada yang bekerja 3 hari dalam seminggu. Responden menyatakan tempat yang dituju selesai bekerja paling banyak adalah rumah sebanyak 20 orang (66,7%), ke kedai kopi sebanyak 9 orang (30,0%) dan responden lainnya sebanyak 1 orang (3,3%).

4.2.2 Distribusi Responden Berdasarkan Kebiasaan Merokok

Distribusi responden berdasarkan kebiasaan merokok sopir angkot Rahayu Medan Ceria 103 tahun 2016 dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut.

Tabel 4. 3 Karakteristik Responden Berdasarkan Kebiasaan Merokok Sopir Angkutan Kota Rahayu Medan Ceria 103 Kota Medan Tahun 2016

No. Karakteristik Responden n Persentase (%)

1. 2. Merokok Ya Tidak 27 03 90 10 1. 2. 3. 4. Jumlah rokok < 5 batang 0 5-10 batang 0 10-20 batang > 20 batang

o3 02 13 09 11,1 07,4 48,2 33,3


(25)

Berdasarkan tabel 4.3 di atas dapat dilihat bahwa responden yang menyatakan memiliki perilaku merokok sebanyak 27 orang (90,0%) dan tidak merokok sebanyak 3 orang (10,0%). Responden yang menyatakan jumlah rokok yang dihisap< 5 batang sebanyak 3 orang (11,1%), 5-10 batang sebanyak 2 orang (7,4%), 10-20 batang sebanyak 13 orang (48,2%) dan > 20 batang sebanyak 9 orang (33,3%).

4.2.3 Distribusi Responden Berdasarkan Lama Tempuh

Distribusi responden berdasarkan lama tempuh sopir angkot Rahayu Medan Ceria 103 dari Pancur Batu ke UNIMED dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut.

Tabel 4. 4 Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Tempuh Pancur Batu - UNIMED Angkutan Kota Rahayu Medan Ceria 103 Kota Medan Tahun 2016

No. Lama tempuh n Persentase (%)

1. 2. 3.

01 jam 01,5 jam >2 jam

05 08 17

16,7 26,7 56,6

Berdasarkan tabel 4.5 dapat diketahui bahwa responden yang menyatakan lama tempuh perjalanan dari Pancur Batu menuju UMIMED selama 1 jam sebanyak 5 orang (16,7%), selama 1,5 jam sebanyak 8 orang (26,7%) dan selama > 2 jam sebanyak 17 orang (56,6%).

4. 3Hasil Pengukuran Keluhan Kesehatan Sopir Angkot

Gambaran mengenai keluhan kesehatan responden dapat dilihat pada tabel berikut ini.


(26)

Tabel 4.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Keluhan Kesehatan Sopir Angkutan Kota Rahayu Medan Ceria 103 Kota Medan Tahun 2016

No. Keluhan Kesehatan n Persentase

(%)

1. Ya 23 0076,7

2. Tidak 7 0023,3

Jumlah 30 100

Tabel 4.5 menunjukkan bahwa dari 30 sopir angkot 23 orang (76,7%) diantaranya menyatakan memiliki keluhan kesehatan sedangkan 7 orang (23,3%) menyatakan tidak mengalami keluhan kesehatan.

Gambaran mengenai gejala keluhan kesehatan sopir angkot dapat dilihat secara rinci pada tabel 4.6.

Tabel 4.6 Karakteristik Responden Berdasarkan Gejala Keluhan Kesehatan Sopir Angkutan Kota Rahayu Medan Ceria 103 Kota Medan Tahun 2016

No. Gejala Keluhan Kesehatan Ya Tidak

n % n %

1. Kelelahan 15 65,3 8 34,7

2. Lesu 12 52,2 11 47,8

3. Tangan/kaki terkulai (lemas) 12 52,2 11 47,8

4. Sakit kepala 11 47,8 12 52,2

5. Penglihatan kabur 4 17,4 19 82,6

6. Mual 4 17,4 19 82,6

7. Gangguan tidur 9 39,1 14 60,9

8. Sakit pada tulang 5 21,7 18 78,3

9. Lemah pada otot 5 21,7 18 78,3

10. Kurang konsentrasi 6 26,0 17 74,0

11. Sesak napas 4 17,4 19 82,6

Berdasarkan tabel 4.6 menunjukkan bahwa responden menyatakan mengalami keluhan kesehatan sebanyak 23 orang (76,7%) dengan rincian responden yang menyatakan mengalami keluhan kelelahan sebanyak 15 orang (65,3%) dan tidak mengalami sebanyak 8 orang (34,7%). Responden yang


(27)

menyatakan mengalami gejala lesu sebanyak 12 orang (52,2%) dan tidak mengalami sebanyak 11 orang (47,8%). Dari 23 responden yang mengalami kelukan kesehatan terdapat 12 orang (52,2%) responden yang menyatakan mengalami keluhan tangan/kaki terkulai (lemas) dan tidak mengalami sebanyak 11 orang (47,8%). Responden yang menyatakan mengalami keluhan sakit kepala sebanyak 11 orang (47,8%) dan tidak mengalami sebanyak 12 orang (52,2%). Responden yang menyatakan mengalami keluhan penglihatan kabur sebanyak 4 orang (17,4%) dan tidak mengalami sebanyak 19 orang (82,6%). Responden yang menyatakan mengalami keluhan mual sebanyak 4 orang (17,4%) dan tidak mengalami sebanyak 19 orang (82,6%). Responden yang menyatakan mengalami keluhan gangguan tidur sebanyak 9 orang (39,1%) dan tidak mengalami sebanyak 14 orang (60,9%). Responden yang menyatakan mengalami keluhan sakit pada tulang sebanyak 5 orang (21,7%) dan tidak mengalami sebanyak 18 orang (78,3%). Responden yang menyatakan mengalami keluhan lemah ada otot sebanyak 5 orang (21,7%) dan tidak mengalami sebanyak 18 orang (78,3%). Responden yang menyatakan mengalami keluhan kurang konsentrasi sebanyak 6 orang (26,0%) dan tidak mengalami sebanyak 17 orang (74,0%). Responden yang menyatakan mengalami keluhan sesak napas sebanyak 4 orang (17,4%) dan tidak mengalami sebanyak 19 orang (82,6%).

Gambaran mengenai informasi gejala keluhan kesehatan sopir angkot Rahayu Medan Ceria 103 secara rinci dapat dilihat dalam tabel berikut.


(28)

Tabel 4.7 Karakteristik Responden Berdasarkan Informasi Gejala Keluhan Kesehatan Sopir Angkutan Kota Rahayu Medan Ceria 103 Kota Medan Tahun 2016

No. Keluhan Kesehatan Ya Tidak

n % n %

1. 2.

Lama keluhan ≤ 1 tahun

≥ 1 tahun 12 11

52,2 47,8 11 12 47,8 52,2

Pengobatan 19 82,6 04 17,4

1. 2. 3. 4. Tempat berobat Puskesmas Rumah sakit Klinik/praktik bidan/dokter Apotek 10 01 08 04 43,5 04,3 34,8 17,4 13 22 15 19 56,5 95,7 65,2 82,6

Konsumsi obat 08 34,8 15 65,2

1. 2. 3. 4. Waktu gejala Pagi Siang Sore Malam 02 02 00 19 08,7 08,7 0 82,6 21 21 23 04 091,3 091,3 100,0 017,4 1. 2. 3.

Lokasi tempat keluhan terjadi Dijalan Kedai kopi Rumah 2 0 21 08,7 0 91,3 21 23 02 091,3 100,0 8,7 1. 2. Lama keluhan < 30 menit > 30 menit

15 08 65,2 34,8 08 15 34,8 65,2

Gejala berulang 12 52,2 11 47,8

Perawat Kesehatan 02 08,7 21 91,3

Tabel 4.7 menunjukkan bahwa responden mengalami lama keluhan ≤ 1 tahun sebanyak 12 orang (52,2%) dan tidak mengalami sebanyak 11 orang (47,8%). Responden mengalami lama keluhan ≥1 tahun sebanyak 11 orang (47,8%) dan tidak mengalami sebanyak 12 orang (52,2%). Responden menyatakan yang melakukan pengobatan terhadap keluhan kesehatan sebanyak 19 orang (82,6%) dan tidak melakukan pengobatan sebanyak 4 orang (17,4%). Dari hasil diketahui bahwa responden mengunjungi puskesmas sebanyak 10 orang (43,5%) dan tidak ke puskesmas sebanyak 13 orang (56,5%). Responden


(29)

menyatakan tempat berobat yang dikunjungi rumah sakit sebanyak 1 orang (4,3%) dan tidak ke rumah sakit sebanyak 22 orang (95,7%). Responden menyatakan tempat berobat yang dikunjungi klinik/praktik bidan/dokter sebanyak 8 orang (34,8%) dan tidak ke klinik/praktik bidan/dokter sebanyak 15 orang (65,2%). Responden menyatakan mengunjungi apotek sebanyak 4 orang (17,4%) dan tidak ke apotek sebanyak 19 orang (82,6%). Diketahui bahwa dari 23 responden diketahui mengkonsumsi obat sebanyak 8 orang (34,8%) dan tidak mengkonsumsi obat sebanyak 15 orang (65,2%). Dari 23 orang responden mengalami gejala pada pagi hari sebanyak 2 orang (8,7%) dan tidak mengalami sebanyak 21 orang (91,3%). Responden yang mengalami gejala pada siang hari sebanyak 2 orang (8,7%) dan tidak mengalami sebanyak 21 orang (91,3%). Tidak ada responden yang mengalami gejala pada sore hari. Responden mengalami gejala pada malam hari sebanyak 19 orang (82,6%) dan tidak mengalami sebanyak 4 orang (17,4%). Diketahui responden mengalami keluhan selama di jalan sebanyak 2 orang (8,7%) dan tidak mengalami keluhan di jalan sebanyak 21 orang (91,3%). Tidak ada responden yang mengalami keluhan saat di kedai kopi. Paling banyak keluhan dialami responden selama dirumah sebanyak 20 orang (91,3%) dan tidak mengalami selama dirumah sebanyak 3 orang (8,7%). Dari 23 responden diketahui 15 orang diantaranya mengalami keluhan selama < 30 menit sebanyak 15 orang (65,2%) dan tidak mengalami keluhan < 30 menit sebanak 8 orang (34,8%). Responden yang mengalami keluhan > 30 menit sebanyak 8 orang (34,8%) dan tidak mengalami > 30 menit sebanyak (65,2%). Responden menyatakan mengalami gejala berulang sebanyak 12 orang (52,2%) dan tidak


(30)

berulang sebanyak 11 orang (47,8%). Dari 23 responden yang mengalami keluhan kesehatan terdapat hanya 2 orang (8,7%) yang pernah dirawat dirumah sakit dan 21 orang (91,3%) tidak pernah dirawat dirumah sakit.

Karakteristik responden dan keluhan kesehatan sopir angkutan kota Rahayu Medan Ceria 103 dapat dilihat seperti tabel 4.8.

Tabel 4.8 Karakteristik Responden dan Keluhan Kesehatan Sopir Angkutan Kota Rahayu Medan Ceria 103 Kota Medan Tahun 2016

Variabel Hasil Ukur

Keluhan Kesehatan

n Total

Ya Tidak

n % n % n %

Umur <30 tahun 12 066,7 6 33,3 18 100

30 030-50 tahun 10 090,9 1 09,1 11 100

>50 tahun 01 100 0 0 01 100

Lama Kerja

<5 tahun 12 070,6 5 029,4 17 100

30 05-10 tahun 08 088,9 1 011,1 09 100

>10 tahun 3 75 1 25 04 100

Jumlah kerja/hari

<5 jam 05 100 0 0 05 100

30 05-10 jam 16 076,2 5 023,8 21 100

>10 jam 02 50 2 50 04 100

Rokok Ya 21 77,8 6 22,2 27 100 30

Tidak 02 66,7 1 33,3 03 100

Berdasarkan tabel 4.8 dapat diketahui bahwa responden yang berumur <030 tahun dan mengalami keluhan kesehatan terdapat 12 orang (66,7%), responden dengan umur 30-50 tahun dan mengalami keluhan kesehatan sebanyak 10 orang (90,9%) dan responden berumur > 50 tahun dan mengalami keluhan kesehatan adalah sebanyak 1 orang. Diketahui responden yang bekerja < 5 tahun dan mengalami keluhan kesehatan ada 12 dari 17 orang (70,6%), responden yang bekerja 5-10 tahun dan mengalami keluhan kesehatan ada 8 orang (88,9%), dan


(31)

responden yang bekerja > 10 tahun dan mengalami keluhan kesehatan terdapat 3 orang (75%). Responden yang bekerja selama < 5 jam per hari dan mengalami keluhan kesehatan sebanyak 5 orang (100%), responden yang bekerja selama 5-10 jam per hari sebanyak 16 orang (76,2%), sedangkan responden yang bekerja selama > 10 jam per hari dan mengalami keluhan kesehatan sebanyak 2 orang (50%). Diketahui responden yang merokok dan mengalami keluhan kesehatan ada 21 dari 27 orang (77,8%) sedangkan responden yang tidak merokok dengan keluhan kesehatan terdapat 2 orang (66,7%).

4. 4Hasil Pemeriksaan Kadar Timbal Pada Urin

Hasil pengukuran kadar timbal pada urin sopir angkot Rahayu Medan Ceria 103 dapat dilihat secara rinci pada tabel berikut ini.


(32)

Tabel 4.9 Hasil Pemeriksaan Kadar Timbal Pada Urin Sopir Angkutan Kota Rahayu Medan Ceria 103 Kota Medan Tahun 2016

No Parameter Satuan Hasil MS/TMS

1 Timbal (Pb) mg/L 0,029 MS

2 Timbal (Pb) mg/L 0,129 MS

3 Timbal (Pb) mg/L 0,141 MS

4 Timbal (Pb) mg/L 0,147 MS

5 Timbal (Pb) mg/L 0,134 MS

6 Timbal (Pb) mg/L 0,140 MS

7 Timbal (Pb) mg/L 0,143 MS

8 Timbal (Pb) mg/L 0,106 MS

9 Timbal (Pb) mg/L 0,133 MS

10 Timbal (Pb) mg/L 0,121 MS

11 Timbal (Pb) mg/L 0,147 MS

12 Timbal (Pb) mg/L 0,117 MS

13 Timbal (Pb) mg/L 0,097 MS

14 Timbal (Pb) mg/L 0,085 MS

15 Timbal (Pb) mg/L 0,145 MS

16 Timbal (Pb) mg/L 0,129 MS

17 Timbal (Pb) mg/L 0,136 MS

18 Timbal (Pb) mg/L 0,127 MS

19 Timbal (Pb) mg/L 0,142 MS

20 Timbal (Pb) mg/L 0,085 MS

21 Timbal (Pb) mg/L 0,048 MS

22 Timbal (Pb) mg/L 0,133 MS

23 Timbal (Pb) mg/L 0,110 MS

24 Timbal (Pb) mg/L 0,107 MS

25 Timbal (Pb) mg/L 0,115 MS

26 Timbal (Pb) mg/L 0,131 MS

27 Timbal (Pb) mg/L 0,142 MS

28 Timbal (Pb) mg/L 0,078 MS

29 Timbal (Pb) mg/L 0,106 MS

30 Timbal (Pb) mg/L 0,138 MS

Keterangan: MS0 = Memenuhi Syarat TMS = Tidak Memenuhi Syarat

Berdasarkan tabel 4.9 dapat diketahui bahwa hasil pemeriksaan timbal pada urin responden sebanyak 30 orang tidak melebihi ambang batas yang ditentukan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1406/Menkes/SK/XI/2002 tentang Standar Pemeriksaan Kadar Timah Hitam Pada Spesimen Biomarker Manusia adalah 0,150 mg/L.


(33)

Gambaran kandungan timbal pada urin sopir angkot dapat dilihat pada tabel 4.10 berikut ini.

Tabel 4.10 Gambaran Kandungan Timbal Pada Urin Sopir Angkot Rahayu Medan Ceria 103 Tahun 2016

Pb Mean Median SD Nilai

Min

Nilai Max Kandungan Pb

dalam urin

0,118 0,129 0,029157 0,029 0,147

Berdasarkan hasil analisis didapatkan rata-rata kandungan timbal pada urin sopir angkot adalah 0,118, median 0,129, standar deviasi 0,029157. Kandungan timbal pada urin terendah 0,029 mg/L dan tertinggi 0,147 mg/L.


(34)

Berdasarkan hasil pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner dan dianalisa secara kuantitatif yang bersifat deskriptif dapat dilihat bahwa umur responden bervariasi. Jumlah responden yang paling banyak berada pada umur kurang dari 30 tahun yaitu sebesar 60 %. Hal ini menunjukkan bahwa sopir angkot masih dalam usia produktif. Umur dan jenis kelamin mempengaruhi kandungan timbal dalam jaringan tubuh. Efek toksik pada laki-laki dan perempuan mempunyai pengaruh yang berbeda. Perempuan lebih rentan daripada laki-laki. Hal ini disebabkan oleh perbedaan faktor ukuran tubuh, keseimbangan hormonal dan perbedaan metabolisme.

Usia muda pada umumnya lebih peka terhadap aktivitas timbal, hal ini berhubungan dengan perkembangan organ dan fungsinya belum sempurna. Semakin tua umur seseorang, akan semakin tinggi pula konsentrasi timbal yang terakumulasi pada jaringan tubuh. Jenis jaringan juga mempengaruhi kadar timbal yang dikandung tubuh. Hal ini juga berhubungan dengan sistem reproduksi yang dipengaruhi oleh timbal karena tidak sempurnanya sperma (Palar, 2008).

Lama bekerja sebagai sopir angkot sebagian besar responden yang bekerja kurang dari 5 tahun yaitu sebesar 56,7 %. Berdasarkan pengakuan sopir angkot tersebut mereka menikmati pekerjaannya sebagai sopir karena tidak berada dibawah tekanan dan dapat mengerjakannya tanpa ada batas waktu tertentu.


(35)

Sopir angkot Rahayu Medan Ceria 103 mempunyai jam kerja yang lama. Angkot Rahayu Medan Ceria memiliki trayek yang panjang ±25 km melewati Pasar Induk kota Medan. Hal ini yang menyebabkan lamanya kerja sopir angkot per hari. Menurut penelitian Ismail (2003) faktor yang berpengaruh dalam kadar timbal dalam urin dapat disebabkan oleh lama kerja yang identik dengan lama pemajanan timbal. Selain lama pemajanan, besarnya kandungan timbal di dalam tubuh dipengaruhi oleh beberapa hal seperti absorbsi timbal lebih besar pada usia dewasa, jenis kelamin wanita lebih rentan dibandingkan pria, musim panas akan meningkatkan besarnya akumulasi timbal, peningkatan asam lambung dapat meningkatkan absorbsi timbal, peminum alkohol akan lebih rentan terhadap akumulasi timbal.

5. 2Survei Informasi Pekerjaan Sopir Angkot

Berdasarkan hasil data yang didapatkan dapat diketahui bahwa diantara 30 responden diketahui 90% responden menjadikan sopir angkot menjadi pekerjaan tetap mereka. Hal ini menunjukkan banyak supir yang akan terpajan oleh timbal. Upaya khusus sangat diperlukan untuk mengurangi paparan polusi timbal yang terhirup ke saluran pernafasan seperti penggunaan alat pelindung diri berupa masker, mengurangi perilaku merokok, selain itu juga diperlukan upaya penghijauan dengan menanam tanaman penyerap polusi khususnya tanaman penyerap timbal.

Tinggi rendahnya aktivitas kendaraan bermotor merupakan kontributor utama timbal di udara merupakan salah satu faktor yang sangat bepengaruh. Namun sering kali kepadatan lalu lintas tidak selalu memberikan hasil yang


(36)

berhubungan terhadap besar konsentrasi timbal pada udara. Dengan kata lain terdapat faktor lain yang mempengaruhi tinggi rendahnya konsentrasi timbal di udara. Suhu dan kelembapan udara menjadi faktor yang berpengaruh tersebut. Suhu di permukaan bumi berubah dari jam ke jam, akibatnya pengaruh radiasi sinar matahari.

Naiknya temperatur akan menyebabkan konsentrasi timbal di udara menjadi turun karena pada suhu yang lebih tinggi udara akan lebih mudah memuai yang menyebabkan konsentrasi polutan menjadi lebih encer. Pada waktu pagi suhu dipermukaan bumi lebih rendah dibandingkan pada siang dan sore hari, sehingga menyebabkan konsentrai timbal di permukaan bumi pada pagi hari lebih tinggi dibandingkan siang hari dan sore hari. Selain itu, di pagi hari kondisi atmosfir yang tidak stabil akan menyebabkan konsentrasi polutan cenderung tertahan di permukaan bumi dan tidak terdispersi secara vertikal ke atmosfir. Naiknya angka kelembapan menyebabkan naiknya konsentrai polutan. Pada udara yang lebih lembab polutan tidak gampang untuk berpindah secara vertikal ke atas, dan lebih sulit terencerkan. Konsentrasi polutan timbal di udara juga ditentukan oleh kepadatan lalu lintas kendaraan bermotor yang merupakan kontributor utama konsentrasi polutan timbal di udara (Winardi, 2014). Sebesar 53,4% responden menyatakan bahwa waktu mulai bekerja terbaik adalah pada pagi hari yaitu sekitar pukul 04.00 – 10.00 WIB. Hal ini disebabkan banyaknya penumpang memulai aktivitas di pagi hari dengan tujuan pasar induk dan penumpang yang menuju sekolah dan tempat kerja.


(37)

Sopir angkot Rahayu Medan Ceria 103 mayoritas bekerja setiap hari. Sebagian besar sopir angkot pulang ke rumah sebagai tempat yang dituju setelah selesai bekerja sebanyak 20 orang (66,7%) karena menurut mereka mengemudi angkot selama lebih dari 10 jam per hari dapat membuat mereka kelelahan.

Dari tabel 4.3 dapat diketahui bahwa sebanyak 27 orang sopir angkot memliki kebiasaan merokok. Hal ini diakui mereka sebagai upaya agar tidak mengantuk dan tetap dapat konsentrasi dalam berkendara. Diketahui bahwa rokok mengandung lebih dari 4000 jenis zat berbahya yaitu salah satunya timbal dengan kandungan timbal pada rokok sebanyak 2,4 µg timbal per batang dan 5%nya terdapat pada asap rokok. Keadaan ini memperparah jumlah kosentrasi timbal dalam tubuh sopir angkot (Suciani, 2007).

Asap rokok bersifat iritan dan bisa menyebabkan kakunya cilia/rambut getar pada saluran pernapasan sehingga tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Selain itu udara kotor yang telah terkontaminasi timbal hasil buangan gas kendaraan yang dihisap bersamaan dengan asap rokok dapat menjadi pemicu tingginya kadar timbal dalam tubuh. Mayoritas sopir angkot yang merokok dapat menghisap rokok lebih dari 10 batang setiap harinya. Dengan kata lain lebih dari 24 µg timbal pada rokok terpapar langsung dengan sopir angkot (Rizkiawati,02012).

Pada keadaan puasa absorbsi akan meningkat. Demikian pula pada diet yang rendah kalsium, Fe dan protein meningkatkan absorbsi timbal. Menurut Efendi dalam Suciani (2007) menjelaskan bahwa kebiasaan merokok juga membantu absorbsi timbal melalui saluran pernapasan. Timbal yang diabsorbsi


(38)

dari saluran pernapasan, pencernaan atau kulit akan diangkut oleh darah ke organ-organ lain. Sekitar 90% timbal dalam darah diikat oleh sel darah merah, 5% dalam plasma darah. Sebagian timbal plasma darah dalam bentuk yang dapat berdifusi. Absorbsi timbal dalam tubuh sangat lambat sehingga terjadi akumulasi dan menjadi dasar keracunan yang progresif. Keracunan timbal ini dapat menyebabkan kadar timbal yang tinggi. Pada jaringan keras timbal dapat ditemukan pada tulang, rambut, kuku dan gigi. Sedangkan pada jaringan lunak timbal ditemukan pada aorta, hati, sumsum tulang, ginjal, pankreas, paru-paru, otak, otot, limpa, testis dan jantung.

Jalur trayek angkutan kota Rahayu Medan Ceria 103 yang melewati Pancur Batu–Padang Bulan–Iskandar Muda–Gajah Mada–S.Parman–Maulana Lubis–Perintis Kemerdekaan–M. Yamin–Wiliem Iskandar–UNIMED sepanjang ±25 km paling banyak ditempuh sopir angkot selama lebih dari 2 jam. Panjang trayek angkot Rahayu Medan Ceria 103 dan melewati jalan protokol ibu kota yang memiliki banyak lampu lalu lintas menyebabkan paparan timbal terhadap sopir angkot sangat lama. Hal ini dapat meningkatkan kadar timbal dalam tubuh sopir angkot.

5. 3Keluhan Kesehatan Sopir Angkot

Berdasarkan hasil penelitian pada sopir angkot diperoleh bahwa dari 30 responden terdapat 23 orang (76,7%) yang mengalami keluhan kesehatan. Keluhan kesehatan yang dirasakan oleh responden yaitu berupa gejala kelelahan, lesu, tangan/kaki terkulai (lemas), sakit kepala, penglihatan kabur, mual, gangguan tidur, sakit pada tulang, lemah pada otot, kurang konsentrasi dan sesak


(39)

napas. Gejala tersebut bisa diakibatkan oleh karena sopir angkot telah mengalami anemia. Untuk memastikan suatu gejala yang lebih serius diperlukan pemeriksaan oleh dokter. Keluhan kesehatan bisa juga disebabkan oleh banyak hal diantaranya asupan gizi yang tidak memadai, kebiasaan merokok dan kurang istrahat. Penelitian yang dilakukan oleh Mochtar (2005) terhadap polisis lalu lintas di kabupaten Magelang menunjukan adanya kadar timbal yang tinggi pada darah serta kelelahan kerja dan keluhan gangguan tidur.

Diantara 23 responden yang mengalami keluhan kesehatan paling banyak mengalami gejala kelelahan sebesar 65,3%, diikuti dengan gejala lesu dan tangan/kaki terkulai lemas (wrist drop and foot drop). Hal ini bisa disebabkan oleh gangguan akibat timbal yang menyerang sistem saraf tepi, kelainan ini terutama bersifat motorik dan meliputi otot-otot yang masih aktif.

Sebagian responden yang menyatakan mengalami keluhan lemah pada otot. Gejala lemah pada otot tanpa nyeri bisa disebabkan kemungkinan adanya keracunan timbal. Pada anak yang keracunan timbal dapat mengganggu otot jantung sehingga dapat menyebabkan kelainan jantung hingga meninggal. Pada pekerja dengan pemajanan timbal yang tinggi dan mengonsumsi alkohol dapat menyebabkan kelumpuhan saraf atau polineuropati. Polineuropati adalah kelainan saraf tepi di seluruh tubuh yang terjadi secara bersamaan. Kelumpuhan ini bisa terjadi tiba-tiba (akut) dan terjadi secara bertahap, biasanya dalam waktu beberapa bulan atau tahun. Untuk mengatasi keluhan yang dialami beberapa responden menyatakan bahwa mengkonsumsi obat-obat herbal ramuan karo sejenis jamu-jamuan dan responden lain menyatakan bahwa mengkonsumsi obat dari rumah


(40)

sakit, apotek dan obat-obat yang mudah ditemukan di warung terdekat. Menurut Girsang (2008) pemberian zinc dan vitamin C secara terus menerus akan menurunkan kadar timbal dalam darah, walaupun pajanan timbal terus berlangsung.

5. 4Kadar Timbal Pada Urin

Berdasarkan tabel 4.9 dapat diketahui bahwa bahwa hasil pemeriksaan timbal pada urin responden sebanyak 30 orang tidak melebihi ambang batas yang ditentukan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1406/Menkes/SK/XI/2002 tentang Standar Pemeriksaan Kadar Timah Hitam Pada Spesimen Biomarker Manusia adalah 0,15 mg/L. Kadar tersebut masih mampu ditolerir oleh tubuh. Apabila pemajanan yang lama oleh karena timbal dalam udara dapat terjadi penumpukan timbal pada organ tubuh yang bersirkulasi dalam darah akan didistribusikan ke dalam jaringan lunak seperti tubulus ginjal dan sel hati, tetapi berinkoporasi dalam tulang, rambut, dan gigi untuk disimpan. 90% timbal akan disimpan dalam tulang dan hanya sebagian kecil tersimpan dalam otak. Rata-rata 10-30% timbal yang terinhalasi diabsorbsi melalui paru-paru, dan sekitar 5-10% dari yang tertelan diabsorbsi melalui saluran cerna (Palar, 2008).

Menrut WHO dalam Papuling (2011) besarnya kandungan timbal dalam tubuh dipengaruhi oleh beberapa hal seperti absorbsi timbal lebih besar pada usia dewasa, jenis kelamin wanita lebih rentan dibandingkan pria, musim panas akan meningkatkan besarnya akumulasi timbal, peningkatan asam lambung dapat meningkatkan absorbsi timbal serta peminum alkohol akan lebih rentan terhadap akumulasi timbal yang menyebabkan gangguan saraf. Faktor resiko terhadap


(41)

pekerja malnutrisi memiliki kerentanan yang lebih tinggi serta orang dengan sunbatan hidung berisiko lebih tinggi menyerap timbal dalam bentuk partikel karena bernapas dengan mulut.

Pada tabel 4.10 didapatkan hasil rata-rata kandungan timbal pada urin sopir angkot adalah 0,118 mg/L. Kandungan timbal pada urin tertinggi adalah 0,147 mg/L. Kadar timbal pada urin sopir angkot ini masih tidak melebihi ambang batas sedangkan untuk penelitian yang dilakukan oleh Azhari (2014) kadar timbal dalam urin pedagang wanita di Terminal Kampung Rambutan sudah melewati ambang batas dengan rata-rata timbal pada urin 0,27550 mg/L. Besarnya kandungan timbal dalam urin dapat menggambarkan akumulasi timbal dalam tubuh seseorang, hal ini disebabkan karena ekskresi timbal melalui urin lebih besar dibandingkan dengan ekskresi rambut dan keringat. Ekskresi timbal melalui urin sebanyak 75-80%, melalui feces 15% dan lainnya melalui empedu, keringat, rambut dan kuku.

Pada umumnya ekskresi timbal berjalan sangat lambat. Timbal butuh waktu paruh didalam darah kurang lebih 25 hari, pada jaringan lunak 40 hari sedangkan pada tulang 25 tahun. Ekskresi yang lambat ini menyebabkan timbal mudah terakumulasi dalam tubuh, baik pada pajanan okupasinal maupun non okupasional. Adanya kandungan timbal dalam tubuh khusus pada urin seseorang disebabkan oleh pemajanan yang lama, maka kadar timbal yang terakumulasi di dalam tubuh juga ada peningkatan. Hal ini juga disebabkan lingkungan yang berpolusi, serta diiringi dengan mengkonsumsi vitamin D (misalnya ikan, susu dan hati) yang berlebihan disertai fosfar (P) yang cukup dapat mempermudah


(42)

terjadinya penimbunan timbal melalui saluran cerna (Papuling, 2011). Pada perempuan efek lain dari paparan timbal terhadap sistem reproduksi adalah timbal dapat masuk ke jaringan plasenta sehingga menyebabkan kelainan pada janin. Peningkatan kasus infertile, abortus spontan, gangguan haid dan bayi lahir mati pada pekerja perempuan yang terpajan timbal telah banyak ditemukan (Laila,02013).


(43)

1. Sebagian besar sopir angkutan kota adalah mereka yang memiliki umur produktif kurang dari 50 tahun sebesar 96,7%.

2. Keluhan kesehatan dialami oleh 23 orang (76,7%) sopir angkot dengan gejala kelelahan, lesu, tangan/kaki terkulai (lemas), sakit kepala, penglihatan kabur, mual, gangguan tidur, sakit pada tulang, lemah pada otot, kurang konsentrasi dan sesak napas.

3. Semua sampel urin yang diperiksa tidak melebihi ambang batas yang ditentukan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1406/Menkes/SK/XI/2002 tentang Standar Pemeriksaan Kadar Timah Hitam Pada Spesimen Biomarker Manusia adalah 0,15 mg/L.

6. 2Saran

1. Perlu dilakukan pemantauan terhadap kadar timbal (Pb) di udara, lingkungan maupun kawasan yang padat arus lalu lintas jalan raya kota Medan serta penanaman tumbuhan penyerap timbal pada tempat yang padat lalu lintas.

2. Mengurangi pencemaran dari sumbernya yaitu dengan cara menggunakan bensin tanpa timbal dan menggantinya dengan bahan bakar alternatif seperti bio gas dan bio diesel.


(44)

3. Bagi sopir angkot agar lebih memperhatikan kesehatannya dan mulai menggunakan alat pelindung diri yang bisa mengurangi dari pajanan timbal di udara dan tidak menimbulkan gangguan kesehatan.

4. Bagi peneliti selanjutnya agar dapat memeriksa kadar timbal pada tubuh sopir angkutan kota melalui pemeriksaan spesimen lain.


(45)

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 41 Tahun 1999 menyebutkan bahwa pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukannya zat, energi, dan/atau komponen lain kedalam udara oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara turun sampai tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya. Kehadiran bahan atau zat asing di dalam udara dalam jumlah tertentu serta berada di udara dalam waktu yang cukup lama akan mengganggu kehidupan manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan. Bila keadaan tersebut terjadi maka udara dikatakan tercemar (Mukhtasar, 2007).

Dengan adanya Peraturan Pemerintah tersebut maka dalam pelaksanaan sudah dibuat ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan hal tersebut. Ketentuan yang dimaksud adalah ketentuan umum baku mutu ambien adalah batas kadar yang diperbolehkan bagi zat atau bahan pencemar yang ada di udara, namun tidak boleh menimbulkan gangguan terhadap mahluk hidup, tumbuhan dan atau benda, sedangkan baku mutu udara emisi adalah batas kadar yang diperoleh bagi zat atau bahan pencemar untuk dikeluarkan dari sumber pencemaran ke udara sehingga tidak mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien. Selain itu, pemerintah mengeluarkan ketentuan parameter apa saja yang harus di uji dalam beberapa nilai untuk menentukan kedua baku mutu tersebut (Achmadi, 2013).

Secara umum penyebab pencemaran udara ada dua, yaitu: (Kusnoputranto, 2000).


(46)

1. Alamiah (Faktor Internal)

a. Debu yang bertebangan akibat tiupan angin

b. Abu (debu yang dikeluarkan dari letusan gunung berapi berikut gas-gas vulkanik)

c. Pembusukan sampah organik

d. Zat pencemar yang terbentuk secara alamiah, dapat berasal dari tanah, hutan/pegunungan (radon, metana, uap air/kelembapan)

2. Aktivitas Manusia

a. Pencemaran akibat lalu lintas: CO, debu, karbon, Nitrogen Oksida b. Pencemaran industri: NOx, SO2, Ozone, Pb.

c. Rumah tangga: pembakaran

Menurut tempatnya pencemaran udara dapat dikategorikan ke dalam: 1. Indoor air pollution, yakni pencemaran udara yang terjadi di dalam rumah

yang berkaitan dengan kegiatan memasak, merokok, kejadian di tempat kerja (perkantoran), serta tempat-tempat umum seperti kendaraan umum, hotel, super market, dan lain-lain.

2. Outdoor air pollution, yakni pencemaran udara yang terjadi di luar,

sebagaimana lazimnya di kawasan perkotaan yang disebabkan karena kendaraan bermotor dan industri (Achmadi, 2013).

Kelembapan udara bergantung pada konsentrasi uap air, dan H2O yang berbeda-beda konsentrasinya di setiap daerah. Kondisi udara di dalam atmosfer tidak pernah ditemukan dalam keadaan bersih, melainkan sudah tercampur dengan gas-gas lain dan partikulat-partikulat yang tidak diperlukan. Gas-gas dan


(47)

partikulat-partikulat yang berasal dari aktifitas manusia terus-menerus masuk kedalam udara dan mencemari udara dilapisan atmosfer khususnya lapisan troposfer. Apabila bahan pencemar tersebut dari hasil pengukuran dengan parameter yang telah ditentukan oleh WHO konsentrasi bahan pencemarnnya melewati ambang batas (konsentrasi yang bisa diatasi), maka udara dinyatakan dalam keadaan tercemar.

Pencemaran udara terjadi apabila mengandung satu macam atau lebih bahan pencemar diperoleh dari hasil proses kimiawi seperti gas-gas CO, CO2, SO2,SO3, Pb, gas dengan konsentrasi tinggi atau kondisi fisik seperti suhu yang sangat tinggi bagi ukuran manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan. Adanya gas-gas dan partikulat-partikulat tersebut, baik yang diperoleh secara alami dari gunung berapi, pelapukan tumbuh-tumbuhan, ledakan gunung berapi dan kebakaran hutan, maupun yang diperoleh dari kegiatan manusia ini akan mengganggu siklus yang ada di udara dan dengan sendirinya akan mengganggu sistem keseimbangan dinamik di udara, sehingga dapat menyebabkan pencemaran udara (Soemirat, 2009).

2.1.1 Sumber Pencemaran

Pencemaran udara dapat ditimbulkan oleh sumber-sumber alami maupun kegiatan manusia. Beberapa defenisi gangguan fisik seperti polusi suara, panas, radiasi, ataupun polusi cahaya dianggap sebagai polusi udara. Sifat alami udara mengakibatkan dampak pencemaran udara dapat bersifat langsung dan lokal, regional maupun global. Pencemar udara dibedakan menjadi dua, yaitu:


(48)

1. Pencemaran primer adalah substansi pencemar yang ditimbulkan langsung dari pencemaran udara. Karbon monoksida adalah sebuah contoh dari pencemar udara primer karena merupakan hasil dari pembakaran.

2. Pencemaran sekunder adalah substansi pencemar yang terbentuk dari reaksi pencemar-pencemar primer di atmosfer. Pembentukan ozon dan smog fotokimia adalah sebuah contoh dari pencemaran udara sekunder.

Sumber pencemaran timbal dapat digolongkan ke dalam beberapa bagian, antara lain:

1. Sumber Alami

Di alam, kadar timbal dapat ditemukan pada bebatuan sekitar 13 mg/kg, terkhusus timbal yang terkandung pada batu fosfat dan dalam batu pasir kadarnya sebesar 100 mg/kg. Pada tanah timbal ditemukan sekitar 5-25 mg/kg, serta pada air bawah tanah dengan kadar 1-60µg/l dan air permukaan dengan kadar 1-10µ g/l.

2. Sumber dari Industri

Berbagai kegiatan industri yang menggunakan timbal adalah industri pengecoran dan pemurnian, industri baterai, industri bahan bakar, industri kabel dan industri bahan kimia.

2.1.2 Pencemaran Udara Akibat Kendaraan Bermotor

Kesadaran masyarakat dalam menggunakan kendaraan umum masih sangat rendah. Banyaknya masyarakat yang menggunakan kendaraan pribadi dalam melaksanakan aktivitas dan pergerakannya membuat peningkatan kendaraan bermotor di jalan raya.


(49)

Meningkatnya produksi kendaraan bermotor memperburuk keberadaan timbal di udara. Konstribusi asap kendaraan bermotor menyumbang polusi udara sebesar 60%-70%. Di Sumatera Utara, tercatat pada tahun 2014 peningkatan jumlah kendaraan bermotor mencapai 5,46% atau sebesar 290.314 unit, yakni dari 5.315.181 unit pada 2013 menjadi 5.605.495 unit hingga Desember 2014 (BPS, 2015). Dari jumlah itu, penambahan sepeda motor yang paling banyak. Sedangkan hasil pengukuran yang dilakukan oleh Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal) Daerah Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 3 Februari 2003 menunjukkan hasil bahwa kadar timbal di udara ambien Kota Medan adalah sebesar 3,5µg/Nm3. Angka ini telah melebihi baku mutu udara ambien untuk timbal, yaitu sebesar 2,0 µg/Nm3 berdasarkan PP RI No. 41 Tahun 1999.

2.2 Timbal

2.2.1 Sifat Fisik Dan Kimiawi

Timbal atau dalam keseharian dikenal dengan timah hitam, dan dalam bahasa ilmiahnya dinamakan plumbum dengan simbol Pb. Logam ini termasuk kedalam kelompok logam-logam golongan IV-A pada Tabel Periodik unsur kimia. Timbal mempunyai nomor atom (NA) 82 dengan bobot atau berat atom (BA) 207,2 adalah logam berat berwarna kelabu kebiruan dan lunak dengan titik leleh 327oC dan titik didih 1620oC. Pada suhu 550-600oC Pb menguap dan membentuk timbal oksida. Bentuk oksida yang paling umum adalah timbel (II). Walaupun bersifat lunak dan lentur, Pb sangat rapuh dan mengkerut saat pendinginan, sulit larut dalam air, air panas dan air asam, timbal dapat larut dalam asam nitrit, asam asetat dan asam sulfat pekat (Palar, 2008). Timbal mempunyai


(50)

sifat kimia yang aktif sehingga dapat digunakan untuk melapisi logam yang mencegah perkaratan dan bila dicampur dengan logam lain akan membentuk logam campuran yang lebih bagus daripada logam murninya. Timbal mudah larut dalam larutan garam, misalnya larutan amonium asetat dan larut dalam minyak dan lemak (Sartono, 2001).

Timbal secara alamiah terdapat dalam jumlah kecil pada batu-batuan, penguapan lava, tanah dan tumbuhan. Timbal komersial dihasilkan melalui penambangan, peleburan, pengilangan dan pengolahan sekunder. Sumber-sumber lain yang menyebabkan timbal terdapat dalam udara ada bermacam-macam. Diantara sumber alternatif ini yang tergolong besar adalah pembakaran batu bara, asap dari pabrik-pabrik yang mengolah senyawa timbal alkil, timbal oksida, peleburan biji timbal dan transfer bahan bakar kendaraan bermotor, karena senyawa timbal alkil yang terdapat dalam bahan bakar tersebut dengan sangat mudah menguap. Kadar timbal dari sumber alamiah sangat rendah dibanding dengan timbal yang berasal dari pembungan gas kendaraan bermotor.

2.2.2 Fungsi Timbal

Timbal merupakan hasil samping dari pembakaran berasal dari senyawa tetraetil-Pb yang selalu ditambahkan kedalam bahan bakar kendaraan bermotor dan berfungsi meningkatkan daya pelumasan dan sebagai anti ketuk (anti-Knock) pada mesin-mesin kendaraan sehingga dapat menurunkan kebisingan suara ketika terjadi pembakaran pada mesin-mesin kendaraan bermotor. Timbal juga sebagai zat peningkat oktan dalam produksi gasoline dengan pertimbangan bahwa Pb memiliki kepekaan yang tinggi dalam meningkatkan angka oktan, dimana setiap


(51)

tambahan 0,1 gram timbal dalam 1 liter gasoline mampu menaikkan angka oktan sampai dengan 1,5-2 satuan angka oktan.

Bahan aditif yang biasa dimasukan kedalam bahan bakar kendaraan bermotor pada umumnya terdiri dari 62% timbal tetra etil, dan bahan scavenger yaitu 18% etilendikhlorida (C2H4C12), 18 % etilenbromida (C2H4Br2) dan sekitar 2% campuran tambahan dari bahan-bahan yang lain. Senyawa scavenger dapat mengikat residu timbal yang dihasilkan setelah pembakaran, sehinga didalam gas buangan terdapat senyawa timbal dengan halogen. Jumlah senyawa timbal yang jauh lebih besar dibandingkan dengan senyawa-senyawa lain dan tidak terbakar musnahnya timbal dalam peristiwa pembakaran pada mesin menyebabkan jumlah timbal yang dibuang ke udara melalui asap buangan kendaraan menjadi sangat tinggi. Sumber inilah yang saat ini paling banyak memberi konstribusi kadar timbal dalam udara (Darmono, 2001).

2.2.3 Penggunaan Timbal Pada Bahan Bakar

Timbal digunakan dalam berbagai bentuk yaitu bentuk murni maupun bentuk alloy. Penggunaan timbal terbesar yaitu:

1. Industri pengecoran maupun pemurnian, industri ini menghasilkan timbal konsentrat (primary lead maupun secondary lead) yang berasal dari potongan logam

2. Industri baterai yaitu industri yang banyak menggunakan timbal terutama


(52)

3. Industri bahan bakar yaitu timbal yang berupa tetra ethil lead dan methil

lead banyak dipakai anti knock pada bahan bakar, sehingga baik industri

maupun bahan bakar yang dihasilkan merupakan sumber pencemar timbal 4. Industri kabel yaitu kabel yang memerlukan timbal untuk melapisi kabel.

Saat ini pemakai timbal di industri kabel mulai berkurang, walaupun masih digunakan campuran Cd, Fe, Cr, Au dan arsenik yang juga membahayakan untuk mahkluk hidup

5. Industri kimia yang mengandung bahan pewarna bentuk. Bentuk-bentuk dari persenyawaan yang dibentuk oleh timbal dengan unsur kimia lainnya, serta fungsi dari bentuk persenyawaan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.1 Bentuk Persenyawaan Timbal dan Kegunaannya

No Bentuk Persenyawaan Kegunaan

1. Pb + Sb Kabel telepon

2. Pb + As + Sn + Bi Kabel listrik

3. Pb + Ni Senyawa Azida untuk bahan peledak 4. Pb + Cr + Mo + Cl Untuk pewarnaan pada cat

5. Pb – asetat Pengkilap keramik dan bahan anti api 6. Pb + Te Pembangkit listrik tenaga panas 7. Tetrametil-Pb (CH3)4-Pb

tetraetil-Pb (C2H5)4-Pb

Aditif untuk bahan bakar kendaraan bermotor

Sumber: Palar, 2008

Timbal ditambahkan pada bahan bakar kendaraan bermotor dalam bentuk senyawa organik tetraalkyllead, terdiri dari tetramethyllead (TML), tetraethyllead (TEL), dan campuran alkil Triethylmethyllead, diethylmethyllead dan

ethyltrimethillead. Tidak ada timbal yang ditambahkan pada bahan bakar solar


(53)

TEL dan TML secara bersama-sama ditambahkan kedalam bensin sebagai aditif anti ketukan mesin dan menaikkan angka oktan bensin. TEL berbentuk cairan berat dengan kerapatan 1,659 g/ml, titik didih 200oC=390oF dan larut dalam bensin.

Berdasarkan pada analisis yang pernah dilakukan dapat diketahui kandungan bermacam-macam senyawa timbal yang ada dalam asap kendaraan bermotor, seperti pada tabel berikut:

Tabel 2.2 Kandungan Senyawa Timbal (Pb) dalam Gas Buangan Kendaraan Bermotor

Senyawa Pb (%) Persen dari total partikel Pb di asap

0 Jam 18 Jam

PbBrCl 32,0 12,0

PbBrCl2PbO 31,4 1,6

PbCl2 10,7 8,3

Pb(OH)Cl 7,7 7,2

PbBr2 5,5 0,5

PbCL22PbO 5,2 5,6

Pb(OH)Br 2,2 0,1

PbOx 2,2 21,2

PbCO3 1,2 13,8

PbBr22PbO 1,1 0,1

PbCO32PbO 1,0 29,6

Sumber: Palar, 2008

Kandungan PbBrCL dan PbBrCl2PbO merupakan kandungan senyawa timbal yang utama. Kedua senyawa tersebut telah dihasilkan pada saat pembakaran pada mesin kendaraan dimulai, yaitu saat waktu 0 jam. Selanjutnya jumlah dari kedua senyawa tersebut akan berkurang setelah waktu pembakaran berjalan 18 jam dimana jumlah buangan atas kedua senyawa tersebut menjadi


(54)

berkurang jauh (50% untuk PbBrCL) dan menjadi sangat sedikit untuk PbBrCl2PbO. Sedangkan kandungan oksida-oksida timbal (PbOx) dan PbCO32PbO mengalami peningkatan yang sangat tinggi dan menggantikan posisi kandungan pertama setelah masa pembakaran sampai 18 jam.

2.3 Pencemaran Timbal Pada Lingkungan

Konsentrasi dari timbal di udara ambien ditentukan pada daerah dengan populasi yang padat, makin besar suatu kota makin tinggi konsentrasi timbal di udara ambien. Kualitas udara di jalan raya dengan lalu lintas yang sangat padat mengandung timbal yang lebih tinggi dibandingkan dengan udara di jalan raya dengan kepadatan lalu lintas yang rendah. Konsentrasi timbal di udara bervariasi dari 2-4µ g/m3 di kota besar dengan lalu lintas yang padat sampai kurang dari 0,2µg/m3 di daerah pinggiran kota dan lebih rendah lagi di daerah pedesaan. Konsentrasi tertinggi terjadi di sepanjang jalan raya bebas hambatan selama jam-jam sibuk dimana konsentrasinya bisa mencapai 14-25µg/m3.

2.4 Dampak Timbal Terhadap Lingkungan 2.4.1 Udara

Pencemaran timbal di udara dapat disebabkan oleh asap yang berasal dari cerobong pabrik yang mengolah senyawa timbal dan knalpot kendaraan. Senyawa-senyawa timbal dalam keadaan kering dapat terdispersi di dalam udara, sehingga kemudian terhirup pada saat bernapas dan sebagian akan diserap kulit ataupun diserap oleh daun tumbuhan (Palar, 2008). Baku mutu udara ambien untuk timbal berdasarkan PP RI No. 41 Tahun 1999 yaitu sebesar 2,0 µm/Nm3.


(55)

2.4.2 Air

Timbal dapat masuk ke badan perairan melalui pengkristalan timbal di udara dengan bantuan air hujan. Pencemaran timbal di perairan juga dapat disebabkan oleh berbagai aktivitas manusia seperti dari air buangan (limbah) dari industri yang berkaitan dengan timbal. Limbah tersebut akan jatuh pada jalur-jalur perairan dan akan merusak tata lingkungan perairan yang dimasukinya. Badan perairan yang telah kemasukan senyawa atau ion-ion timbal dengan jumlah melebihi konsentrasi semestinya, dapat menyebabkan kematian bagi biota perairan tersebut. Konsentrasi timbal yang mencapai 188 mg/l dapat membunuh ikan-ikan (Palar, 2008). Baku mutu timbal di perairan berdasarkan PP No. 20 tahun 1990 adalah 0,1 mg/l.

2.4.3 Tanah

Pencemaran timbal di tanah dapat disebabkan oleh buangan sampah sisa produk konsumen yang mengandung timbal. Keberadaan timbal di dalam tanah dapat juga berasal dari emisi kendaraan bermotor yang mana partikel timbal yang terlepas ke udara secara alami dengan adanya gaya gravitasi membuat timbal turun ke tanah. Rata-rata timbal yang terdapat di dalam tanah adalah sebesar 5-25 mg/kg. Jika timbal telah mencemari permukaan tanah, maka timbal dapat menguap, tersapu air hujan dan atau masuk ke dalam tanah. Pencemaran yang masuk ke dalam tanah kemudian terendap sebagai zat kimia beracun di tanah. Timbal di tanah tersebut dapat mencemari tanah dan udara diatasnya.


(56)

2.4.2 Tanaman

Organ tanaman dapat mengakumulasi timbal melalui daun, batang, dan akar. Perpindahan timbal dari tanah ke tanaman tergantung komposisi dan pH tanah. Konsentrasi timbal yang tinggi (100-1000 mg/kg) akan mengakibatkan pengaruh toksik pada proses fotosintesis dan pertumbuhan. Timbal hanya mempengaruhi tanaman bila konsentrasinya tinggi. Tanaman dapat menyerap logam timbal pada saat kondisi kesuburan dan bahan organik tanah rendah. Pada keadaan ini logam berat timbal akan terlepas dari ikatan tanah dan berupa ion yang bergerak bebas pada larutan tanah sehingga dapat menyebabkan terjadinya serapan timbal oleh akar tanaman. Bila tanaman seperti sayuran yang mengandung timbal dikonsumsi manusia, maka akan menyebabkan terjadinya penyerapan timbal di dalam tubuh manusia. Kadar timbal secara alamiah pada daun adalah sebesar 2,5 mg/kg berat daun kering. Adapun jenis tumbuhan yang tinggi kandungan timbalnya adalah beras, gandum dan kentang.

2.4.5 Makanan dan Minuman

Semua bahan pangan alami mengandung timbal dalam konsentrasi kecil, dan selama persiapan makanan mungkin kandungan timbal akan bertambah. Timbal dalam makanan dapat berasal dari peralatan masak, alat-alat makanan dan wadah-wadah penyimpanan yang terbuat dari alloy timbal atau keramik yang dilapisi glaze (Fardiaz, 1992). Sedangkan dalam air minum juga dapat ditemukan senyawa timbal bila air tersebut disimpan atau dialirkan melalui pipa yang merupakan alloy dari logam timbal (Palar, 2008).


(57)

2.5 Distribusi Timbal Pada Tubuh

Penyerapan timbal melalui pernapasan tergantung pada tiga proses yaitu deposisi, pembersihan muskosilier, dan pembersihan alveolar. Deposisi (penumpukan) partikal timbal dalam paru-paru maksimal (63%) ukuran sebesar 1 µm dan minimal (39%) pada 0,l µm. Orang sedang istrahat, volume pernapasan sebesar 10 L/menit. untuk pembersihan timbal yang ada pada paru-paru dibutuhkan pembersihan silier yang merupakan kombinasi aliran selaput lendir dan aktivitas silier melalui proses pemindahan partikel-partikel yang ada pada laring dan faring. Pembersihan alveolar memerlukan tiga tahap yaitu:

1. Memindahkan gerakan mukosilier

2. Berjalan melalui membran-membran sampai pada jaringan paru 3. Berjalan melalui jaringan paru sampai ada kelenjar limpa dan darah

Proses fagositosis oleh makrofag alveoli merupakan mekanisme penting bagi memindahan partikel-artikel dengan gerakan mukosilier (Anies, 2005).

Protosentase timbal di udara yang terhirup akan mencapai darah diperkirakan sekitar 30% sampai 40% (rata-rata 37%) tergatung pada:

1. Ukuran partikel 2. Daya larut

3. Volume pernapasan

4. Variasi psikologis individu

5. Kondisi psikologis yang memengaruhi penyerapan paru-paru

Pembersihan mukosilier pada perokok lebih lambat daripada yang bukan perokok. Infeksi paru-paru akut, bronchitis akut dan bronchitis kronis dapat


(58)

menghambat aktivitas silier. Berbagi faktor yang mempengaruhi terhirupnya timbal kemudian masuk ke paru-paru, tidak hanya secara teoritis akan tetapi kenyataan perlu mendapat perhatian terhadap tingkat konsentrasi timbal dalam udara, sehingga dapat merubah atau menekan kandungan timbal dalam darah pada pekerja yang tidak terlindungi (Siswanto, 1999).

Sumber: Palar, 2008

Gambar 1. Distribusi timbal dalam tubuh

2.6 Metabolisme Timbal Pada Tubuh

Timbal masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran pernafasan, melalui saluran pencernaan yang melalui makanan dan minuman serta perembesan pada selaput atau lapisan kulit, terutama pada anak-anak dan orang dewasa dengan kebersihan perorangan yang kurang baik. Absorbsi timbal di lingkungan tidak hanya bergantung pada bentuk fisik dan kimia dari logam tersebut. Selain itu juga dipengaruhi oleh faktor-faktor host seperti umur, kondisi


(59)

fisik, dan faktor genetik. Absorbsi melalui pernafasan merupakan jalur utama pada pemaparan timbal akibat kerja. Timbal yang diabsorbsi tubuh akan mengikat sel darah merah, kemudian didistribusi kedalam darah, cairan ekstraseluler, beberapa tempat deposit yang jaringan lunak (hati, ginjal dan saraf) dan jaringan mineral (tulang dan gigi). Timbal dalam darah diperkirakan 90% dari jumlah keseluruhan timbal dalam tubuh.

Senyawa timbal tertrametil dan timbal tetra-etil diserap oleh kulit. Hal ini disebabkan kedua senyawa tersebut dapat larut dalam minyak dan lemak. Sedangkan dalam lapisan udara tertraetil terurai dengan cepat karena adanya sinar matahari. Timbal tetraetil akan terurai membentuk timbal trietil, timbal dietil dan timbal monoetil. Semua senyawa uraian dari timbal tetraetil tersebut memiliki bau yang spesifik seperti bau bawang putih, sulit larut dalam minyak akan tetapi semua senyawa turunan ini dapat larut dengan baik dalam air.

Sebagian besar dari timbal yang terhirup pada saat bernafas akan masuk ke dalam pembuluh darah paru-paru. Absorbsi timbal melalui saluran napas dipengaruhi oleh tiga proses yaitu deposisi pembersihan mukosiliar dan pembersihan alveolar. Deposisi terjadi di nesofaring, saluran trankeobronkhial dan alveolus. Deposisi sangat dipengaruhi oleh ukuran partikel dari senyawa timbal yang ada, volume udara yang mampu dihirup pada saat peristiwa bernapas berlangsung dan daya larut. Makin kecil ukuran partikel debu, serta makin besar volume udara yang mampu terhirup, maka akan semakin besar pula konsentrasi timbal yang diserap oleh tubuh. Partikel yang lebih kecil 10 µm dapat tertahan di paru-paru, sedangkan partikel yang lebih besar mengendap di saluran napas


(60)

bagian atas. Pembersihan mukosiliar membawa partikel ke faring lalu ditelan. Partikel besar lebih cepat dibersihkan dibanding partikel yang kecil. Fungsi pembersihan alveolar yaitu membawa partikel ke ekskalator mukosiliar, menembus jaringan paru, dan menuju jaringan limfe dan aliran darah. Sebanyak 30-40% timbal yang diabsorbsi melalui saluran napas akan masuk kedalam aliran darah dan berikatan dengan darah paru-paru untuk kemudian diedarkan keseluruh jaringan dan organ tubuh (Palar, 2008).

Absorbsi melalui saluran cerna dipengaruhi oleh daya larut, bentuk dan ukuran partikel, status gizi dan tipe diet. Pada orang dewasa sekitar 10% dari cemaran timbal yang masuk melalui saluran cerna akan diabsorbsi oleh tubuh, pada bayi dan anak absorbsi dapat mencapai 50%. Pada keadaan puasa absorbsi juga akan meningkat. Demikian pula pada diet yang rendah kalsium, Fe dan protein meningkatkan absorbsi timbal.

Timbal yang bersirkulasi dalam darah akan didistribusikan ke dalam jaringan lunak seperti tubulus ginjal dan sel hati, tetapi berinkoporasi dalam tulang, rambut, dan gigi untuk disimpan. 90% timbal akan disimpan dalam tulang dan hanya sebagian kecil tersimpan dalam otak. Rata-rata 10-30% timbal yang terinhalasi diabsorbsi melalui paru-paru, dan sekitar 5-10% dari yang tertelan diabsorbsi melalui saluran cerna. Uap timbal tetra etil diabsorbsi dengan baik melalui paru-paru. Absorbsi timbal yang meningkat menyebabkan:

1. Penurunan kandungan hemoglobin

2. Penurunan jumlah dan pemendekan masa hidup eritrosit 3. Peningkatan jumlah retikulosit (eritrosit muda)


(61)

4. Peningkatan jumlah eritrosit berbintik basofilik.

Jadi, pemeriksaan darah untuk mendeteksi efek-efek ini dapat digunakan sebagai pengukur paparan timbal. Sementara pengukuran timbal dalam urin dan darah memberi petunjuk terhadap paparan timbal dalam tubuh.

Timbal diekskresikan terutama melalui saluran air seni, yang kandungan timbalnya dalam plasma dan di dalam air seni terlihat proporsional. Biasanya ekskresi timbal dari tubuh sangat kecil meskipun intake timbal tiap hari naik, sehingga dapat menaikkan kandungan timbal dalam tubuh. Rata-rata intake timbal perhari sekitar 0,3 mg, apabila intake mencapai 0,6 mg/hari akan menunjukkan,gejala yang positif. Karena timbal lama dideposit dalam tulang, dosis tersebut tidak akan memperlihatkan gejala keracunan pada orang selama hidupnya. Timbal di ekskresi melalui beberapa cara terutama melalui ginjal dan dan saluran cerna.

Jika intake timbal cukup besar sedang deposit timbal terlalu lambat maka akan mengakibatkan kesulitan untuk mencegah terjadinya kerusakan jaringan lunak. Hal tersebut mengakibatkan waktu yang diperlukan untuk mengakumulasi sejumlah timbal yang toksik menjadi lebih pendek dan tidak proporsional dengan kenaikan jumlah timbal yang dimakan. Penyerapan timbal sebesar 2,5 mg/hari akan memerlukan waktu terakumulasi dalam jaringan lunak. Sedangkan penyerapan 3,5 mg/hari akan mengakibatkan kandungan timbal yang toksik dalam beberapa bulan saja.

Ekskresi timbal melalui urin sebanyak 75-80%, melalui feces15% dan lainnya melalui empedu, keringat, rambut dan kuku (Palar, 2008). Ekskresi


(62)

timbal melalui saluran cerna dipengaruhi oleh saluran aktif dan pasif kelenjar saliva, pankreas dan kelenjar lainnya di dinding usus, regenerasi sel epitel, dan ekskresi empedu. Sedangkan ekskresi timbal melalui ginjal adalah melalui filtrasi glomerulus. Kadar timbal dalam urin dipakai untuk pajanan okupasional.

Pada umumnya ekskresi timbal berjalan sangat lambat. Timbal butuh waktu paruh didalam darah kurang lebih 25 hari, pada jaringan lunak 40 hari sedangkan pada tulang 25 tahun. Ekskresi yang lambat ini menyebabkan timbal mudah terakumulasi dalam tubuh, baik pada pajanan okupasinal maupun non okupasional (Sari, 2013).

2.7 Keracunan Timbal

2.7.1 Gejala Klinis Keracunan Timbal

Keracunan timbal yang dapat menimbulkan suatu gejala keracunan pada setiap orang baik anak maupun orang dewasa begitu juga asal dan jenis kontaminasi timbal tersebut. Gejala maupun tanda-tanda klinis akibat terpapar timbal akan timbul berbeda-beda. Gejala yang terjadi pada bayi dan anak usia pra sekolah pada pemaparan timbal yang lama adalah nafsu makan berkurang, sakit perut dan muntah, bergerak terasa kaku, tidak ingin bermain, lemah, sulit berbicara, gangguan pertumbuhan otak dan koma. Sedangkan pada orang dewasa adalah anemia yang menimbulkan lelah, letih, lesu, kurang konsentrasi, gangguan penglihatan, mual, gangguan saraf yang menyebabkan tangan dan kaki terkulai, kebas atau faal dan pada tingkat yang lebih tinggi dapat menimbulkan halusinasi, insomnia, sakit kepala serta iritabilitas (mirip gejala putus alkohol berat).


(63)

Faktor-faktor yang mempengaruhi keracunan oleh timbal adalah faktor lingkungan dan faktor manusia (Kurniawan, 2008). Faktor lingkungan terdiri dari:

1. Dosis dan lama pemaparan. Konsentrasi yang besar dan pemaparan yang lama dapat menimbulkan efek yang berat dan bisa berbahaya.

2. Kelangsungan pemaparan. Berat ringan efek timbal tergantung pada proses pemaparan timbal yaitu pemaparan secara terus menerus atau terputus-putus. Pemaparan terus menerus akan memberikan efek yang lebih berat dan fatal.

3. Jalur pemaparan. Timbal akan memberikan efek yang berbahaya terhadap kesehatan bila masuk melalui jalur yang tepat. Orang-orang dengan sumbatan hidung mungkin juga beresiko lebih tinggi, karena pernapasan lewat mulut mempermudah inhalasi partikel debu yang lebih besar.

Sedangkan untuk faktor manusia terdiri dari: 1. Umur

Usia muda pada umumnya lebih peka terhadap aktivitas timbal, hal ini berhubungan dengan perkembangan organ dan fungsinya belum sempurna. Semakin tua umur seseorang, akan semakin tinggi pula konsentrasi timbal yang terakumulasi pada jaringan tubuh.

2. Status kesehatan

Status gizi dan tingkat kekebalan (imunologi). Keadaan sakit atau disfungsi dapat mempertinggi penyerapan timbal dan mempermudah terjadinya kerusakan organ. Kurang gizi akan meningkatkan kadar timbal yang bebas dalam darah. Diet rendah kalsium akan menyebabkan peningkatan kadar


(64)

timbal dalam jaringan lunak dan efek racun pada sistem hematopoeitik. Diet rendah kalsium dan fosfor juga akan meningkatkan absorbsi timbal pada usus. Defisiensi besi, diet rendah protein dan diet tinggi lemak akan meningkatkan absorbsi timbal, sedangkan pemberian zinc dan vitamin C secara terus menerus akan menurunkan kadar timbal dalam darah, walaupun pajanan timbal terus berlangsung.

Tabel 2.3 Kadar Timbal dalam Jaringan Tubuh Orang yang Tidak Terpapar Timbal

Nilai Ambang Batas

Jaringan mg Pb/100gr Jaringan Basah

Tulang 0,67 – 3,59

Hati 0,04 – 0,28

Paru-paru 0,03 – 0,09

Ginjal 0,05 -0,16

Limpa 0,01 – 0,07

Jantung 0,04

Otak 0,01 – 0,09

Gigi 0,28 – 3,14

Rambut 0,007 – 1,17

Sumber: Palar, 2008 3. Jenis kelamin.

Efek toksik pada laki-laki dan perempuan mempunyai pengaruh yang berbeda. Perempuan lebih rentan daripada laki-laki. Hal ini disebabkan oleh perbedaan faktor ukuran tubuh, keseimbangan hormonal dan perbedaan metabolisme.

4. Jenis jaringan.

Kadar timbal dalam jaringan otak tidak sama dengan kadar timbal dalam jaringan paru ataupun jaringan lainnya.


(65)

2.7.2 Keracunan Akut

Keracunan akut akibat timbal sangat jarang terjadi. Keracunan akut akibat timbal biasanya disebabkan oleh inhalasi timbal oksida (PbOx) dalam jumlah besar di industri atau pada anak kecil yang disebabkan karena tertelannya cat yang mengandung timbal dalam dosis besar. Bila absorbsi timbal lebih lambat, maka kolik abdomen dan ensefalopati dapat ditemukan dalam beberapa hari. Gangguan yang menyerupai keracunan timbal adalah appenditis dan pankreatitis (Wardhana,02001).

2.7.3 Keracunan Kronis

Manifestasi keracunan timbal yang paling sering adalah kelemahan, anoreksia, keguguran, tremor, turunnya berat badan, sakit kepala dan gejala-gejala saluran pencernaan. Efek pertama pada keracunan timbal kronis sebelum mencapai target organ adalah adanya gangguan pada biosintetis hem, apabila hal ini tidak segera diatasi akan terus berlanjut mengenai target organ lainnya. Hubungan nyeri abdomen yang berulang dan kelemahan otot penggerakan tanpa nyeri menunjukkan kemungkinan adanya keracunan timbal.

Beberapa efek dari keracunan timbal pada berbagai organ-organ tubuh sebagai berikut:

1. Efek timbal pada sistem saraf

Sistem saraf merupakan sistem yang paling sensitif terhadap daya racun yang dibawa oleh logam timbal. Pengaruh dari keracunan timbal dapat menimbulkan kerusakan otak. Penyakit-penyakit yang berhubungan dengan otak sebagai akibat dari keracunan timbal adalah epilepsi,


(66)

halusinasi, kerusakan pada otak besar dan delirium. Kelainan otak jarang sekali terjadi pada orang dewasa tetapi sering terjadi pada anak-anak. Kelainan bervariasi dari penurunan intelektual, gangguan kejiwaan yang ringan sampai pada pembengkakan otak yang berat yang dapat berkembang dengan sangat cepat walaupun akumulasi timbal berlangsung lambat bertahun-tahun. Kejang, koma dan kematian dapat segera terjadi apabila fungsi otak terganggu. Pada penderita yang masih hidup efek neurologia yang menetap sering terjadi (Laila, 2013). Neuropati perifer lebih sering terjadi pada orang dewasa, kelainan ini terutama bersifat motorik dan meliputi otot-otot yang masih aktif, sehingga tanda-tanda yang khas adalah menyebabkan pergelangan tangan terkulai (wrist drop) dan pergelangan kaki terkulai (foot drop).

2. Efek timbal pada sistem urinaria

Efek timbal terhadap sistem urinaria (ginjal) dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan pada saluran ginjal. Kerusakan yang terjadi disebabkan terbentuknya inkranuclear inclution body yang disertai dengan membentuknya aminociduria yaitu terjadinya kelebihan asam amino dalam urin. Pada fase akut keracunan timbal, seringkali ada gangguan ginjal fungsional tetapi tidak dapat dipastikan apakah ada kerusakan ginjal yang permanen (Azhari, 2014).

3. Efek timbal pada sistem reproduksi, sistem endokrin dan jantung

Efek timbal terhadap sistem reproduksi, menyebabkan menurunnya kemampuan sistem reproduksi. Untuk wanita timbal akan disimpan dalam


(67)

tulang. Pada wanita hamil, timbal yang terserap dan ditimbun dalam tulang dan masuk kedalam peredaran darah, melaui plasenta dan kemudian akan ikut masuk dalam sistem peredaran darah janin dan menyebabkan bayi lahir dengan berat badan rendah, menghambat perkembangan otak dan intelegensia janin. Selanjutnya setelah bayi lahir, timbal akan dikeluarkan bersama dengan air susu (ASI). Sedangkan efek timbal terhadap sistem endokrin dapat mempengaruhi fungsi dari tiroid. Fungsi dari tiroid sebagai hormon akan mengalami tekanan bila manusia kekurangan youdium isotop. Untuk pengaruh keracunan timbal pada otot jantung baru ditemukan pada anak.

4. Efek timbal pada sistem saluran cerna

Kolik usus (spasme usus halus) adalah manifestasi klinis tersering dari keracunan timbal lanjut. Nyeri terlokalisir disekitar atau dibawa umbilekus. Tanda paparan timbal (tidak berkaitan) adalah pigmen kelabu pada gusi (garis-garis timbal).

5. Efek timbal pada sistem hematopoeietik

Timbal menghambat aktivitas enzim δ-aminolevulinat dehidaratase (ALAD) dalam eritroblas sumsum tulang dan eritrosit pada kadar 10 µg/dL. Kadar ALAD yang tinggi dapat menimbulkan aksi neurotoksik (Adnan, 2001). Timbal menyebabkan 2 macam anemia. Dalam keracunan timbal akut terjadi anemia hemolitik, sedangkan pada keracunan timbal kronis terjadi anemia makrositik hipokromik, hal ini karena menurunnya masa hidup eritrosit akibat interfensi logam timbal dalam sintesis


(1)

vii

13. Teman-teman terkasih Devy Ariati Damanik, Yuli Dayanti N. Sibuea, Nenti Fitriani Samosir, Rahma Fitri, Ratnasari Hasibuan, Jenny F.A. Tarigan, Serani Simaremare, Dian A. Sembiring, Kristy Ivo Sirait, Denny Sihite yang telah memberikan doa, bantuan, semangat dan dukungan kepada penulis.

14. Keluarga besar Morning Star Indonesia (MSI) yang telah memberikan doa, bantuan, semangat dan dukungan kepada penulis.

15. Teman-teman satu peminatan Kesehatan Lingkungan angkatan 2011. Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat terutama untuk kemajuan ilmu pengetahuan.

Medan, Agustus 2016


(2)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

RIWAYAT HIDUP ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR TABEL ... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.3.1 Tujuan Umum ... 6

1.3.2 Tujuan Khusus ... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Udara ... 8

2.1.1 Sumber Pencemaran ... 10

2.1.2 Pencemaran Udara Akibat Kendaraan Bermotor ... 11

2.2 Timbal ... 12

2.2.1 Sifat Fisik dan Kimiawi ... 12

2.2.2 Fungsi Timbal ... 13

2.2.3 Penggunaan Timbal Pada Bahan Bakar ... 14

2.3 Pencemaran Timbal Pada Lingkungan ... 17

2.4 Dampak Timbal Terhadap Lingkungan ... 17

2.4.1 Udara ... 17

2.4.2 Air ... 18

2.4.3 Tanah ... 18

2.4.4 Tanaman ... 19

2.4.5 Makanan dan Minuman... 19

2.5 Distribusi Timbal Pada Tubuh ... 20

2.6 Metabolisme Timbal Pada Tubuh ... 21

2.7 Keracunan Timbal ... 25

2.5.1 Gejala Klinis Keracunan Timbal ... 25

2.5.2 Keracunan Akut ... 28

2.5.3 Keracunan Kronis ... 28

2.8 Angkutan Umum ... 31

2.9 Angkutan Kota ... 32


(3)

ix

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian ... 34

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 34

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 34

3.2.2 Waktu Penelitian ... 34

3.3 Objek penelitian ... 34

3.4 Populasi dan Sampel ... 34

3.4.1 Populasi ... 34

3.4.2 Sampel ... 34

3.5 Metode Pengumpulan Data ... 36

3.5.1 Data Primer ... 36

3.5.2 Data Sekunder ... 36

3.6 Defenisi Operasional ... 36

3.7 Aspek Pengukuran ... 37

3.7.1 Kadar Timbal Pada Urine ... 37

3.7.2 Keluhan Kesehatan ... 38

3.8 Teknik Pengambilan Sampel... 38

3.9 Teknik Analisa Data ... 39

3.9.1 Alat dan Bahan ... 39

3.8.1.1 Alat ... 39

3.8.1.2 Bahan ... 39

3.9.2 Prosedur Pemeriksaan Sampel ... 39

3.9.2.1 Destruksi ... 39

2.9.2.2 Pengukuran... 40

3.9 Pengolahan dan Analisis Data ... 41

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Karakteristik Responden ... 42

4.2 Hasil Survei Sopir Angkot Rahayu Medan Ceria 103 ... 43

4.2.1 Distribusi Responden Berdasarkan Informasi Pekerjaan .... 43

4.2.2 Distribusi Responden Berdasarkan Kebiasaan Merokok ... 45

4.2.3 Distribusi Responden Berdasarkan Lama Tempuh ... 46

4.3 Hasil Pengukuran Keluhan Kesehatan ... 46

4.4 Hasil Pemeriksaan Kadar Timbal pada Urin ... 52

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden ... 55

5.2 Survei Informasi Pekerjaan Sopir Angkot ... 56

5.3 Keluhan Kesehatan ... 59

5.4 Kadar Timbal dalam Urin ... 61

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 64


(4)

Daftar Pustaka Lampiran


(5)

xi

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1. Gambar.1 Distribusi Timbal dalam Tubuh ... 21 2. Gambar 2. Kerangka Konsep ... 33


(6)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1. Tabel 2.1 Bentuk Persenyawaan Timbal Dan Kegunaannya .... 15 2. Tabel 2.2 Kandungan Senawa Pb Dalam Gas Buangan

Kendaraan Bermotor ... 16 3. Tabel 2.3 Kadar Pb dalam Jaringan Tubuh Orang yang

Tidak Terpapar Pb ... 27 4. Tabel 4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur,

Lama Kerja dan Jumlah Jam Kerja Per Hari Sopir Angkutan Kota Rahayu Medan Ceria 103 Kota Medan Tahun 2016 ... 42 5. Tabel 4.2 Karekteristik Responden Berdasarkan Informasi Tentang Pekerjaan Sopir Angkutan Kota Rahayu Medan Ceria 103 Kota Medan Tahun 2016 ... 44 6. Tabel 4.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Kebiasaan Merokok Sopir Angkutan Kota Rahayu Medan Ceria 103 Kota Medan Tahun 2016 ... 45 7. Tabel 4.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Lama

Tempuh Pancur Batu-UNIMED Angkutan

Kota Rahayu Medan Ceria Kota Medan Tahun

2016 ... 46 8. Tabel 4.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Keluhan

Kesehatan Sopir Angkutan Kota Rahayu Medan Ceria 103 Kota Medan Tahun 2016 ... 47 9. Tabel 4.6 Karakteristik Responden Berdasarkan Gejala

Keluhan Kesehatan Sopir Angkutan Kota Rahayu Medan Ceria 103 Kota Medan Tahun 2016 ... 47 10. Tabel 4.7 Karakteristik Responden Berdasarkan Informasi Gejala Keluhan Kesehatan Sopir Angkutan Kota Rahayu Medan Ceria 103 Kota Medan Tahun

2016 ... 49 11. Tabel 4.8 Karakteristik Responden dan Keluhan Kesehatan Sopir Angkutan Kota Rahayu Medan Ceria 103 Kota Medan Tahun 2016 ... 51 12. Tabel 4.9 Hasil Pemeriksaan Kadar Timbal Pada Urin Sopir Angkutan Kota Rahayu Medan Ceria 103 Kota

Medan Tahun 2016 ... 53 13. Tabel 4.10 Gambaran Kandungan Timbal Pada Urin Sopir Angkutan Kota Rahayu Medan Ceria 103 Kota

Medan Tahun 2016 ... 54