Pengalaman Pasca Operasi Sectio Caesarea Komplikasi a. Pada Ibu

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengalaman

Pengalaman kita dasarnya alami yang berarti mengalami, melakoni, menempuh, menemui, mengarungi, menghadapi, menyeberangi, menyelami, menanggung, mendapat, menikmati, dan merasakan Endarmoko, 2006. Pengalaman merupakan sumber pengetahuan. Akan tetapi pengalaman pribadi seseorang wanita dapat berdampak bagi wanita lain. Dengan membagi pengalaman mereka saat-saat awal menjadi ibu dengan wanita lain, pemahaman mereka tentang pengalaman tersebut semakin mendalam Kirkham, 1997. Pengalaman tidak lepas dari keadaan lingkungan sekitar, pengalaman dipengaruhi oleh pendidikan dan lingkungan sosial secara umum. Juga sering kali dipandang bersifat subjektif karena terjadi perbedaan paham antara subjek dan objek yang dipandang Sarwono, 1998. 2.2. Konsep Nyeri 2.2.1. Pengertian Nyeri Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual dan yang potensial. Nyeri adalah alasan utama seseorang untuk mencari bantuan perawatan kesehatan. Nyeri terjadi bersamaan dengan beberapa pemeriksaan diagnostik atau pengobatan. Nyeri sangat mengganggu dan menyulitkan lebih banyak orang dibandingkan suatu penyakit manapun. Pokok penting yang harus selalu diingat 4 Universitas Sumatera Utara adalah apa yang dikatakan seseorang yang sedang mengalami nyeri adalah tidak ada pernyataan verbal. Beberapa pasien tidak dapat atau tidak melaporkan secara verbal bahwa mereka mengalami nyeri. Karenanya perawat juga bertanggung jawab terhadap pengamatan perilaku non verbal yang terjadi bersama nyeri Suddarth, 2002. Nyeri adalah merupakan mekanisme pertahanan tubuh, rasa nyeri timbul bila ada jaringan rusak dan hal ini akan menyebabkan individu bereaksi dengan cara memindahkan Stimulus nyeri Guytun, 1997. Seorang bidan yang menduga nyeri pada pasien yang menyangkal nyeri harus menggali bersama pasien penalaran terhadap dugaan nyeri. Seperti kenyataan bahwa gangguan atau prosedur biasanya menimbulkan nyeri, pasien meringis saat bergerak atau menghindari gerakan. Banyak orang menyangkal nyeri yang dialami karena mereka takut dengan pengobatan atau tindakan yang mungkin terjadi, jika mereka mengeluh nyeri atau takut menjadi ketergantungan terhadap opoid Narkotika.

2.2.2. Sifat Nyeri

Nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih sekedar sensasi tunggal yang disebabkan oleh stimulus tertentu. Nyeri bersifat subjektif dan bersifat individual. Stimulus nyeri dapat berupa stimulus yang bersifat fisik dan mental, sedangkan kerusakan dapat terjadi pada jaringan aktual pada fungsi-fungsi ego seseorang individu. Nyeri merupakan mekanisme fisiologis yang bertujuan untuk melindungi diri Suddarth, 2002 Universitas Sumatera Utara Apabila seseorang yang mengalami nyeri maka perilakunya akan berubah. Misalnya seseorang yang kakinya terkilir menghindari aktivitas mengangkat barang yang memberi beban penuh pada kakinya untuk mencegah cidera lebih lanjut. Nyeri merupakan tanda peringatan bahwa terjadi kerusakan jaringa, yang harus pertimbangan pertama keperawatan saat mengkaji nyeri. Nyeri mengarah ketidakmampuan seiring dengan peningkatan usia harapan hidup, lebih banyak orang mengalami penyakit kronik, dengan nyeri merupakan suatu gejala yang umum. Berdasarkan letak atau penyebarannya nyeri dapat bersifat nyeri alih, nyeri radiasi, dan nyeri yang diproyeksikan Suddarth, 2002.

2.2.3. Fisiologi Nyeri

Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung saraf bebas dalam kulit yang berespons hanya terhadap stimulus kuat yang secara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut juga nosiseptor. Secara anatomic, reseptor nyeri nosiseptor ada yang bermielin dan ada juga yang tidak bermielin dari saraf aferen Tamsuri, 2006. Berdasarkan letaknya, nosiseptor dapat dikelompokkan dalam beberapa bagian tubuh yaitu pada kulit iktaneus, somatik dalam deep somatic, dan pada daerah viseral. Karena letaknya yang berbeda-beda inilah, nyeri yang timbul juga memiliki sensasi yang berbeda Tamsuri, 2006. Nosiseptor kutaneus berasal dari kulit dan subkutan. Nyeri yang berasal dari daerah ini biasanya mudah untuk dilokalisasi dan didefenisikan. Reseptor jaringan kulit iktaneus terbagi dalam dua komponan, yaitu : Universitas Sumatera Utara Serabut A delta Merupakan serabut komponen cepat kecepatan transmisi 6 – 30 mdet yang memungkinkan timbulnya nyeri tajam, yang akan dapat cepat hilang apabila penyebab nyeri dihilangkan Barger,1996. Serabut C Merupakan serabut komponen lambat kecepatan transmisi 0,5 – 2 mdet yang terdapat pada daerah yang lebih dalam, nyeri biasanya bersifat tumpul dan sulit dilokalisasi Tamsuri, 2006. Struktur reseptor nyeri somatik dalam meliputi reseptor nyeri yang terdapat pada tulang, pembuluh darah, saraf, otot, dan jaringan penyangga lainnya. Karena struktur reseptornya kompleks, nyeri yang timbul merupakan nyeri yang tumpul dan sulit dilokalisasi Suddarth, 2002. Reseptor nyeri jenis ketiga adalah reseptor viseral. Reseptor ini meliputi organ-organ viseral seperti jantung, hati, usus, ginjal, dan sebagainya. Nyeri yang timbul pada reseptor ini biasanya difus terus-menerus. Nyeri yang timbul dari reseptor ini biasanya tidak sensitif terhadap pemotongan organ, tetapi sangat sensitif terhadap penekanan, iskemia, dan inflamasi Barbara,1996. Nyeri viseral dapat menyebabkan nyeri alih Reffered Pain, yaitu nyeri yang dapat timbul pada daerah yang berbedajauh dari organ asal stimulus nyeri tersebut. Nyeri pindah ini dapat terjadi karena adanya sinaps jaringan viseral pada medula spinalis dengan serabut yang berasal dari jaringan subkutan tubuh Tamsuri, 2006. Berdasarkan jenis rangsang yang dapat diterima oleh nosiseptor, di dalam tubuh manusia terdapat beberapa jenis nosiseptor yaitu : nosiseptor termal, Universitas Sumatera Utara nosiseptor mekanik, nosiseptor elektrik dan nosiseptor kimia. Adanya berbagai macam nosiseptor ini memungkinkan terjadinya nyeri karena pengaruh mekanis, kimia, listrik, atau karena perubahan suhu Nancy, 2006. Serabut nyeri jenis A delta merupakan serabut nyeri yang lebih banyak dipengaruhi oleh rangsang mekanik daripada rangsang panas dan kimia, sedangkan serabut nyeri jenis C lebih dipengaruhi oleh rangsangan suhu, kimia, dan mekanik kuat Tamsuri, 2006. 2.2.4. Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri Nyeri yang dialami oleh pasien dipengaruhi oleh sejumlah faktor, termasuk pengalaman masa lalu dengan nyeri, usia dan pengharapan tentang penghilang nyeri. Faktor-faktor ini dapat meningkatkan atau menurunkan persepsi nyeri pasien, meningkatkan dan menurunkan toleransi terhadap nyeri dan pengaruh sikap responden terhadap nyeri. Karena nyeri merupakan sesuatu yang komplek, banyak faktor yang mempengaruhi pengalaman nyeri diantaranya.

1. Usia

Usia merupakan variabel penting untuk mempengaruhi nyeri khususnya pada anak-anak dan lansia. Perbedaan perkembangan yang ditemukan diantaranya kelompok usia ini dapat mempengaruhi bagaimana anak-anak dan lansia bereaksi terhadap nyeri. Anak yang masih kecil kesulitan memahami nyeri dan prosedur yang dilakukan perawat yang menyebabkan nyeri. Anak-anak kecil yang belum mampu mengucapkan kata-kata juga mengalami kesulitan untuk mengungkapkan secara verbal dan mengekspresikan kepada orang tua atau petugas kesehatan. Sedangkan pada lansia untuk menginterprestasikan nyeri dapat mengalami Universitas Sumatera Utara komplikasi dengan keberadaan sebagai penyakit disertai gejala samar-samar yang mungkin mengenai bagian tubuh yang sama. Barbara,1996

2. Jenis Kelamin

Secara umum pria dan wanita tidak berbeda cara makna dalam respon terhadap nyeri. Beberapa kebudayaan yang mempengaruhi jenis kelamin misalnya menganggap bahwa seorang laki-laki harus berani tidak boleh menangis, sedangkan anak perempuan dalam situasi yang sama. Toleransi sejak lama sudah menjadi subjek penelitian yang melibatkan laki-laki dan wanita Barbara,1996

3. Kebudayaan

Petugas kesehatan sering kali berasumsi bahwa cara yang melakukan dan apa yang mereka yakini adalah sama dengan cara dan keyakinan orang lain dengan demikian mereka mencoba mengira bagaimana klien terhadap nyeri. Misalnya apabila seseorang perawat yakin bahwa menangis dan merintih mengedikasikan suatu ketidakmampuan untuk mentoleransi nyeri, akibat pemberian terapi mungkin tidak cocok untuk kebangsaan Meksiko, Amerika. Ada perbedaan makna dan sikap yang dikaitkan dengan nyeri diberbagai kelompok budaya Nancy, 2006.

4. Pengalaman Sebelumnya

Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri. Pengalaman nyeri sebelumnya tidak selalu berakhir bahwa individu tersebut akan menerima nyeri dengan mudah pada masa yang akan datang. Apabila seorang klien tidak pernah merasakn nyeri maka persepsi pertama nyeri dapat mengganggu terhadap nyeri Universitas Sumatera Utara misalnya setelah bedah abdomen hal yang umum bagi klien untuk mengalami nyeri insisi yang berat selama beberapa hari Nancy, 2006.

5. Perhatian

Tingkat seseorang yang memfokuskan perhatian pada nyeri dapat mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat Suddarth, 2002.

6. Keletihan

Keletihan merupakan persepsi nyeri. Rasa keletihan yang menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan kemampuan koping nyeri. Hal ini dapat menjadi masalah umum pada setiap individu yang menderita penyakit dalam jangka panjang Barbara,1996.

7. Dukungan Keluarga dan Sosial

Faktor lain yang bermakna mempengaruhi respon nyeri ialah kehadiran orang-orang klien dan bagaimana sikap mereka terhadap klien. Individu dari kelompok sosial budaya yang berbeda memiliki harapan tentang orang tempat mereka menumpahkan keluhan mereka tentang nyeri. Individu yang mengalami nyeri sering kali bergantung pada anggota keluarga atau teman dekat. Untuk memperoleh dukungan bantuan atau perlindungan walaupun nyeri tetap klien rasakan, kehadiran orang yang dicintai klien akan meminimalkan kesepian dan ketakutan. Apabila tidak ada keluarga atau teman sering kali pengalaman nyeri membuat klien semakin tertekan Barbara,1996. Universitas Sumatera Utara

2.2.5. Jenis Nyeri Ada dua jenis nyeri yaitu :

1. Nyeri Akut

Nyeri akut ini biasanya terjadi tiba-tiba dan umumnya berkaitan dengan cedera spesifik. Kerusakan yang disebabkan oleh nyeri akut tidak lama terjadi dan tidak ada penyakit sistemik. Nyeri akut ini bisa terjadi kurang dari enam bulan dan biasanya kurang dari satu bulan terjadi penyembuhan Suddarth, 2002. Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi dalam waktu durasi dari 1 detik sampai dengan kurang dari enam bulan. Nyeri akut umumnya terjadi pada cedera, penyakit akut, atau pada pembedahan dengan awitan yang cepat dan tingkat keparahan yang bervariasi sedang sampai berat. Nyeri akut dapat dipandang sebagai nyeri yang terbatas dan bermanfaat untuk mengindikasikan adanya cedera atau penyakit pada tubuh. Nyeri jenis ini biasanya hilang dengan sendirinya dengan atau tanpa tindakan setelah kerusakan jaringan menyembuh Suddarth, 2002.

2. Nyeri Kronik

Nyeri Kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang suatu periode waktu. Nyeri ini berlangsung di luar waktu penyembuhan yang diperkirakan dan sering tidak dapat dikaitkan dengan penyebab atau cedera spesifik. Nyeri kronis biasanya menjadi masalah dengan sendirinya dan berlangsung enam bulan atau lebih Suddarth, 2002. Nyeri kronis umumnya timbul tidak teratur, intermiten, atau bahkan persisten. Karakteristik nyeri kronis adalah penyembuhannya tidak dapat Universitas Sumatera Utara diprediksi meskipun penyebabnya mudah ditentukan namun, pada beberapa kasus sulit ditemukan. Nyeri kronis dapat menyebabkan klien merasa putus asa dan frustasi. Klien yang mengalami kronis mungkin menarik diri dan mengisolasi diri. Nyeri ini menimbulkan kelelahan mental dan fisik Suddarth, 2002. 2.2.6. Efek Yang Membahayakan Dari Nyeri Nyeri akut tanpa melihat sifat, pola atau penyebab nyeri, nyeri yang tidak diatasi secara adekuat mempunyai efek yang membahayakan diluar ketidak nyamanan yang disebabkannya. Selain merasakan ketidaknyamanan dan mengganggu nyeri akut yang tidak reda dapat mempengaruhi sistem pulmonal, kardiovaskuler dan gastrointestinal Guytun, 1997. Nyeri kronik, sama halnya dengan nyeri akut yang mempunyai efek negatif, nyeri kronik juga mempunyai nyeri yang merugikan. Nyeri kronik sering menyebabkan depresi dan ketidakmampuan. Nyeri yang terjadi sepanjang waktu yang lama sering mengakibatkan ketidakmampuan. Pasien mungkin tidak mampu untuk melakukan aktivitas dan melakukan interpersonal sebelum nyeri mulai terjadi. Ketidakmampuan ini dapat berkisar dari membatasi keikutsertaan dalam aktivitas fisik sampai tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan pribadi seperti berpakaian atau makan, perawat harus mengerti efek dari nyeri kronik pada pasien dan keluarganya dan harus mempunyai pengetahuan tentang strategi perbedaan nyeri dengan sumber yang sesuai untuk penatalaksanaan nyeri Guytun, 1997. Universitas Sumatera Utara 2.2.8. Tindakan Untuk Mengatasi Nyeri. Berbagai tindakan dapat dilakukan bidan untuk mengatasi nyeri yaitu : 1 Membentuk hubungan saling percaya. 2 Menggunakan berbagai cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi nyeri. 3 Melakukan tindakan untuk mengatasi nyeri sebelum nyeri menjadi lebih parah. 4 Mempertimbangkan kemampuan klien untuk berpartisipasi dalam upaya mengatasi. 5 Menentukan jenis teknik untuk mengatasi nyeri berdasarkan perilaku yang ditunjukkan oleh klien. 6 Melakukan teknik-teknik oleh klien yang dianggap efektif. 7 Mendorong klien untuk mencoba melakukan kembali teknik mengatasi nyeri jika, terapi yang dilakukan sebelumnya tidak efektif. 8 Membuka wawasan dan pengetahuan terhadap cara-cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi nyeri. 9 Melindungi klien. 10 Beri penjelasan kepada klien tentang nyeri yang timbul atau dirasakan klien. Tindakan untuk mengatasi nyeri dapat dibedakan menjadi dua yaitu : Tindakan pengobatan Farmakologi dan tindakan tanpa pengobatan atau Nonfarmakologis. Menurut stimulasi yang diberikan, nyeri dapat dikelompokkan dalam stimulasi tingka tinggi pada otak dan stimulasi tingkat rendah pada spinotalamikus stimulasi pada otak adalah tindakan yang memungkinkan otak bekerja untuk mengurangi nyeri, sedangkan stimulasi tingkat spinotalamikus adalah pemberian jumlah rangsangan pada tubuh untuk mempengaruhi sensasi nyeri sebelum sampai di otak Tamsuri, 2006. 2.3. Sectio Caesarea 2.3.1. Pengertian Operasi Sectio Caesarea Sectio Caesarea adalah persalinan untuk melahirkan janin dengan Universitas Sumatera Utara membuat sayatan pada dinding uterus mlalui pembedahan perut. Tindakan yang dilakukan tersebut bertujuan untuk melahirkan bayi dengan selamat Sulaiman,1998.

2.3.2. Sebab-sebab Operasi Sectio Caesarea Operasi Ceasarea yang berencana dan tidak berencana.

1. Operasi Ceasaria Yang Direncanakan

Operasi yang direncanakan adalah tindakan operasi Caesar yang dilakukan karena adanya alasan medis. Apabila persalinan untuk melakukan secara alami, akan mengancam ibu dan bayi. Hal ini terjadi pada kesulitan kehamilan yang sudah dideteksi sejak dini, misalnya karena keadaan panggul atau ibu yang mengalami plasenta previa. Keadaan ini sudah dideteksi dari pemeriksaan kehamilan akhir semester tiga Oxorn, 2003.

2. Operasi Yang Tidak Direncanakan

Biasanya baru diputuskan pada saat atau ketika persalinan berlangsung. Bedah caesar yang mendadak bisa terjadi jika dokter memperkirakan bayi akan lahir alami, tetapi dalam perkembangan terakhir terjadi sesuatu diluar dugaan. Misalnya setelah sekian lama tidak terjadi kemajuan dalam proses persalinan. Contohnya kepala bayi tidak dapat keluar sehingga menyebabkan ibu kehabisan tenaga, sementara bayi sudah kehabisan oksigen karena terlalu lama berada di jalan lahir. Apabila persalinan alami dipaksakan tetap dilakukan dapat membahayakan nyawa bayi atau bayi mengalami gangguan otak karena oksigen Oxorn, 2003. Universitas Sumatera Utara

2.3.3. Faktor Dari Keadaan Janin 1. Indikasi Bayi

Berat bayi sekitar 4.000 gram atau lebih Gyant Baby, menyebabkan bayi sulit keluar dari jalan lahir. Umumnya, pertumbuhan janin yang berlebihan Makrosomnia. Namun, bisa saja janin dengan berukuran kurang dari 4.000 gram dilahirkan dengan operasi dengan berat janin yang diperkirakan sama, tetapi terjadi pada ibu yang berbeda maka tindakan persalinan yang dilakukan juga berbeda. Misalnya untuk panggul yang sempit, berat badan janin 3 kg sudah dianggap besar karena bayi tidak dapat lewat jalan lahir Manuaba, 1998.

2. Kelainan Letak Bayi

Ada dua kelainan letak janin dalam rahim, yaitu : Letak Sungsang Letak sungsang adalah posisi janin yang sungsang, misalnya bokong dibagian bawah rahim dengan kedua kaki terangkat keatas kaki dan didepan wajahnya atau samping telinga, yaitu posisi bokong dibawah rahim dengan kedua kaki menekuk seperti duduk bersilang, kaki ditekuk kedepan Manuaba,1998. Letak Lintang Letak lintang adalah kelainan yang sering terjadi adalah letak lintang atau miring oblige. Letak yang demikian menyebabkan proses janin tidak sesuai dengan arah jalan lahir. Pada keadaan ini, letak kepala pada posisi yang satu dan bokong pada sisi yang lain. Pada umumnya, bokong akan berada sedikit lebih tinggi dari pada kepala janin, sementara bahu berada pada bagian atas panggul. Letak lintang ini biasanya ditemukan pada perut ibu yang menggantung atau karena adanya kelainan bentuk rahim Manuaba,1998.

2.3.4. Indikasi Ibu

Universitas Sumatera Utara Berikut, faktor ibu yang menyebabkan janin harus dilahirkan dengan operasi adalah sebagai berikut :

1. Usia

Ibu yang melahirkan untuk pertama kali pada usia sekitar 35 tahun, memiliki resiko melahirkan dengan jalan operasi. Apabila wanita dengan usia 40 tahun keatas. Pada usia ini biasanya seseorang memiliki penyakit yang beresiko, misalnya tekanan darah tinggi, penyakit jantung, kencing manis dan preeklamsia. Eklamsia Keracunan Kehamilan dapat menyebabkan ibu kejang sehingga sering kali menyebabkan dokter memutuskan persalinan dengan operasi caesar Sarwono, 1998.

2. Tulang Panggul

Apabila ukuran tulang panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara alami. Tulang panggul sangat memutuskan mulus tidaknya proses persalinan. Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan alami terjadinya kelainan panggul ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti terjadinya gangguan pertumbuhan dalam rahim sejak dalam kandungan, mengalami penyakit tulang, terutama tulang belakang, polio atau mengalami kecelakaan dan trauma waktu kecil sehingga terjadi kerusakan patah panggul Sarwono, 1998.

3. Faktor Hambatan Jalan Lahir

Adanya gangguan pada jalan lahir yang laku sehingga tidak memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek, dan ibu sulit bernafas Mohtar,2002. Universitas Sumatera Utara

4. Kelainan Kontraksi Rahim

Jika kontraksi rahim lemah tidak terkoordinasi atau tidak elastisnya leher rahim sehingga tidak dapat melebarkan pada proses perslainan, menyebabkan kepala bayi tidak terdorong dan tidak melewati jalan lahir yang lancar Mohtar,2002.

5. Ketuban Pecah Dini

Robeknya kantung ketuban sebelum waktunya sebelum dapat menyebabkan bayi harus segera dilahirkan. Kondisi ini membuat air ketuban merembes keluar sehingga tidak sedikit atau habis. Air ketuban adalah cairan yang mengelilingi janin dalam rahim. Apabila air ketuban banyak keluar, padahal bayi masih belum waktunya lahir, biasanya dokter akan berusaha mengeluarkan bayi dari dalam kandungan, baik melalui kelahiran biasa maupun operasi caesar Manuaba,1998.

2.4. Pasca Operasi Sectio Caesarea

Pada operatif dimulai dengan masuknya pasien ke ruang pemulihan berakhir dengan evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik. Fase ini menstabilkan kembali fisiologi pasien, membantu tanda vital, menghilangkan nyeri dan mencegah komplikasi. Dan secara fisiologisnya akan terjadi nyeri pada luka dan disorientasiHamilton,1995.

2.5. Komplikasi a. Pada Ibu

Telah ditemukan bahwa dengan kemajuan teknik pembedahan, dengan adanya antibiotika, dan dengan persediaan darah yang cukup sectio caesarea sekarang jauh lebih aman dari pada dahulu. Angka kematian di rumah sakit dengan fasilitas yang baik dan tenaga-tenaga yang kompeten kurang. Universitas Sumatera Utara Faktor-faktor yang mempengaruhi morbiditas dan mortilitas pembedahan ialah kelainan atau gangguan yang menjadi indikasi untuk melakukan pembedahan, dan lamanya persalinan berlangsung. Tentang faktor pertama, seseorang wanita dengan plasenta previa dan perdarahan banyak memikul resiko yang lebih besar daripada seorang wanita yang mengalami secsio caesarea. Demikian pula makin lama persalinan berlangsung, makin meningkat bahaya infeksi post operatif, apalagi setelah ketuban pecah. Komplikasi-komplikasi yang biasa timbul ialah sebagai berikut : 1. Infeksi Nosokomial Infeksi Nosokomial, Komplikasi ini biasanya bersifat ringan seperti kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas atau bersifat berat, seperti peritonitis, sepsis dan sebagainya. Infeksi post operatif terjadi apabila sebelum pembedahan sudah ada gejala- gejala infeksi intra partum, atau ada faktor-faktor yang merupakan predisposisi terhadap kelainan itu partus lama khususnya setelah ketuban pecah, tindakan vaginal sebelumnya. Daya infeksi sangat-sangat diperkecil dengan pemberian antibiotika, akan tetapi tidak dapat dihilangkan sama sekali. 2. Perdarahan Perdarahan biasanya banyak timbul pada waktu pembedahan jika cabang- cabang arteria uterine ikut terbuka. 3. Komplikasi-komplikasi lain, seperti luka kandung kemih, embolisme. 4. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak, ialah kurang kuatnya parut dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya biasanya terjadi rupture uteri, kemungkinan peristiwa ini lebih banyak ditemukan sesudah sectio caesarea klasik. Universitas Sumatera Utara

b. Pada Anak