Kasus Elsis Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes

tahun 2010 baik kedatangan maupun keberangkatan mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Kota Gunungsitoli terdapat 1 unit Kantor Pos Cabang yang berada di Gunungsitoli untuk melayani masyarakat dalam hal jasa pos. Untuk jasa telekomunikasi telepon, jumlah sambungan telepon yang ada di Kota Gunungsitoli pada tahun 2010 adalah sebanyak 2.553 sambungan yang terdiri dari sambungan induk sebanyak 2.257 sambungan dan sambungan cabang sebanyak 296 sambungan. Jumlah sambungan ini mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan jumlah sambungan pada 2 tahun sebelumnya. Kota Gunungsitoli juga memiliki beraneka ragam suku yaitu suku Nias, Batak, Padang, Cina Tionghoa, Aceh, Jawa, NTT Sumber : Gunungsitoli dalam Angka 2011.

4.2 Kasus Elsis

Informan penelitian bernama samaran Elsis Nazara, berusia 17 tahun dengan tinggi badan kurang lebih 150 cm dan berat badan 48 kilogram. Elsis adalah anak tunggal dan sekarang berstatus sebagai Mahasiswi Akademi Kebidanan tingkat I sekarang semester II. Asal dari Desa Pugaliya. Orang tuanya Elsis memanggilnya Bapak dan Mama berdomisili di Desa Pugaliya yang berjarak 80 km dari Kota Gunungsitoli. Bapaknya bekerja sebagai wiraswasta. Usahanya sebagai pengumpul hasil bumi seperti kopra, coklat, getah karet, juga memiliki usaha kelontong di rumah. Mamanya berperan sebagai ibu rumah tangga, namun sudah 3 tahun terakhir ini mamanya terserang tekanan darah tinggi yang menyebabkan stroke. Mamanya tidak bisa secara maksimal dalam melakukan pekerjaan rumah tangga, bahkan mamanya juga tidak pemah mengunjungi Elsis ke asrama tempatnya kuliah. Demikian juga, mamanya kurang berperan dalam komunikasi karena keadaan kesehatannya bicara sudah cadel. Mamanya tiap hari duduk di kursi roda. Bapaknya juga sibuk dalam mengurusi segala usahanya. Sehingga menurut Elsis, sejak dia mengenal pacar yang sekarang, maka bapak memberi kuasa pada pacarnya untuk mengurusi segala kebutuhannya. Elsis adalah remaja putri yang memiliki wajah yang manis, badannya yang tinggi semampai, mata yang sipit dan kulit yang putih, untuk kalangan remaja Elsis termasuk jadi idola teman-temannya. Elsis mempunyai pribadi yang agak tertutup, hanya kepada orang-orang tertentu saja dia mau bercerita. Menurut pengakuannya, Elsis juga sering dijadikan tempat curhat oleh temannya tentang apa saja. Masa SMA dilalui dari tahun 2009-2012. Dan pada September 2012 memulai perkuliahan di Akademi Kebidanan Akar Bangsa Nias. Masa SMA ini dijalani di SMA Insert Nias. Namun masa studi di Insert hanya dilalui sampai 6 bulan 1 semester. Semester berikutnya dan sampai tamat dilanjutkan di SMA Swasta Xambila Gunungsitoli. Kepindahan dari SMA Insert Nias dikarenakan dia merasa tidak nyaman dengan teman barunya dan teman akrabnya selama ini sekolah di Xambila. Masa 6 bulan 1 pertama di SMA Insert, Elsis tinggal di kost-kostan di Jalan Humaila di Aqila. Kost tersebut berbentuk ruko di bawah ada toko sembako UD Nuri di atas tempat kost-kostan. Karena pindah sekolah ke Xambila, maka Elsis pindah dari kost ke asrama St.Philip milik Yayasan Katolik. Kepindahan ke asrama Philip supaya lebih dekat ke sekolah Xambila. Hanya sekitar 3 bulan di asrama St.Philip, maka Elsis pindah ke kost di luar asrama, yaitu di Yundai. Kost-kost an ini merupakan kost anak sekolah, tanpa ada induk semang. Tiap bulan si induk semang akan datang mengambil uang kost. Kepindahan Elsis dari asrama ke kost Yundai dengan alasan kalau asrama sangat sulit jumpa dengan pacar, karena di asrama St. Philip semua penghuni sudah harus masuk asrama paling lama jam 6 sore. Demikian juga kepindahan dari kost yang di daerah Aqila disebabkan pacar tidak leluasa untuk jumpa. Karena ada induk semangnya, lagi pula Elsis punya teman sekamar yaitu sepupunya. Elsis kenalan dengan Fahza 26 tahun melalui temannya di SMA Xambila yang bernama Thalia. Elsis memiliki teman 1 kelompok katanya genk yang berjumlah 6 orang. Diantara 6 orang ini, Thalia Lia yang paling dekat. Karena Lia mau mendengarkan setiap keluhannya. Lia berasal dari Tukan, Kabupaten Nias Utara. Fahza dan Elsis pacaran sejak Elsis kelas 1 SMA yaitu bulan Agustus 2009. Fahza berperawakan agak lebih pendek dibanding Elsis yang tinggi badan lebih kurang 140 cm. Fahza bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil PNS di kantor Badan Pemberdayaan Manusia BPM di Mubarak Kabupaten Nias. Daerah asal kecamatan Pasifik Kabupaten Nias Utara. Kedua orang tua Elsis sudah mengetahui hubungan antara Elsis dengan Fahza. Bahkan orang tua Elsis sangat merestui hubungan mereka apalagi Fahza sudah memiliki pekerjaan yaitu Pegawai Negeri Sipil sehingga dianggap dan diharapkan bisa melindungi Elsis. Sejak Elsis berkenalan dengan Fahza Elsis masih di bangku SMA dan tinggal di kost-kostan sampai dengan Elsis sudah berstatus mahasiswi di Akademi Kebidanan Akar Bangsa dan tinggal di asrama, Fahza yang selalu memenuhi kebutuhannya. Mulai dari materi sampai kebutuhan yang sekecil-kecilnya. Walaupun di asrama Akbid ada peraturan : Bahwa yang mengantar keperluan mahasiswa hanya diperbolehkan orang tua atau saudarasaudara kandung saja. Tapi Elsis menipu security asrama dengan mengatakan Fahza adalah saudara sepupu Gasiwa dari pihak ibunya. Setelah bertemu dengan Fahza, Elsis mencoba menjalani hubungan dengan serius. Bagi Elsis, Fahza adalah sosok laki-laki yang mapan, penuh perhatian dan bertanggung jawab. Setiap ada masalah atau apa pun itu, Elsis hanya akan bercerita kepada Fahza, dia tidak pernah berusaha menyelesaikan masalahnya sendiri, dia hanya akan bercerita kepada Fahza yang diyakininya bisa menyelesaikan masalahnya. Hal itu bisa terjadi karena menurut pengakuan Elsis, orang tuanya sangat sulit untuk dihubungi lewat HP. Ini disebabkan karena di desa orang tuanya Desa Pugaliya sangat susah mendapat sinyal dan jaringan. Maklumlah, desa orang tuanya termasuk daerah yang sangat terpencil, bapaknya mesti keluar dari desa menuju Kota Gunungsitoli supaya bisa dihubungi dan menghubungi lewat ponsel seluler. Elsis sangat bergantung kepada Fahza. Bahkan kedua orang tua Elsis sudah memberikan Fahza keleluasaan untuk mengantar jemput Elsis jika pulang ke Pugaliya. Menurut pengakuan Elsis, kedua orang tuanya juga sudah sangat yakin dengan perasaan Fahza terhadap anaknya, karena Fahza sudah memberikan cincin kepada Elsis walaupun bukan dalam konteks bertunangan Famatua, hanya orang tua Elsis dan orang tua Fahza saja yang mengetahui acara pemberian cincin tersebut. Keluarga besar kedua belah pihak tidak ada yang mengetahui pemberian cincin tersebut. Ketika ditanyakan mengapa tidak dilakukan pertunangan besar-besaran apalagi diketahui bahwa Elsis adalah anak tunggal dan apakah Elsis tidak takut ditinggalkan oleh Fahza, Elsis mengatakan bahwa keluarga Fahza yang tidak setuju atas usul tersebut, dengan alasan bahwa Fahza anak kedua dari 8 bersaudara. Banyak adik-adiknya yang harus dibantu. Sementara Elsis sudah sangat ingin menikah, bahkan dia mau mengambil cuti dari kuliahnya asal kedua orang tua Fahza setuju untuk pernikahan mereka. Selama menjalin hubungan, mereka sudah beberapa kali melakukan senggama, awalnya adalah permintaan Fahza dengan alasan bukti bahwa Elsis mencintainya atau tidak, selebihnya mereka tidak tahu siapa yang memulai. Aktivitas seksual yang mereka lakukan berkisar seperti kissing, necking, touching, oral seks dan intercouse. Mereka pertama kali kissing sewaktu Fahza mengajak Elsis jalan- jalan ke sebuah pantai yang diberi nama Pantai Cinta. Elsis tidak menolak pada saat itu, karena jika dia menolak, itu berarti Elsis tidak cinta pada Fahza. Ketika peneliti mencoba menggali bagaimana perasaan Elsis setelah dicium dan dipeluk oleh Fahza, Elsis mengungkapkan bahwa dirinya merasa tubuhnya sangat dingin dan merasa takut, dingin bukan karena udara pantai, tetapi karena ciuman. Inilah kali pertama, Elsis dicium laki-laki. Rasa takut yang tidak bisa dia jelaskan. Sampai-sampai rasa takut itu tetap terasa sampai dia pulang ke kostnya. Selanjutnya ketika Fahza mengajak Elsis jalan-jalan ke Pantai Ahaana, Pantai yang sangat romantis dan tidak ada orang yang usil disana. Disana juga awalnya ketika Fahza menyentuh alat kelamin Elsis. Rasa takut Elsis bukan hanya sampai disitu, bukan masalah ciuman dan pelukan Fahza beberapa waktu yang lalu, tetapi yang ditakutkan oleh Elsis adalah nilai ujian semester ganjil yang baru berakhir beberapa bulan yang lalu. Peneliti mengajukan pertanyaan, apa yang menyebabkan Elsis khawatir dengan nilai semesternya, karena menurut pandangan peneliti sebagai dosennya, Elsis adalah anak yang pintar. Elsis mengatakan bahwa dia sudah 2 kali sakit perut yang tidak biasa dan sempat 9 hari tidak kuliah. Peneliti sangat tahu kebiasaan anak asrama yaitu kebiasaan mengkonsumsi Indomie, dan hal tersebut tidak disetujui oleh Elsis. Sakit perut yang tidak biasa itu ternyata berhubungan dengan Fahza bukan dengan mengkonsumsi Indomie. Peneliti dengan sikap tenang dan lembut layaknya seorang ibu terhadap anak perempuannya bertanya dengan hati-hati, menanyakan apa sebenamya yang sudah terjadi. Elsis tampak sedikit panik, malu dan tidak tahu haras memulai dari mana. Melihat raut wajah Elsis yang agak sedih, peneliti tidak memaksanya, tetapi Elsis yang sudah sangat senang dengan peneliti akhirnya mengatakan bahwa dia sudah pernah melakukan aborsi. Itu terjadi pada tanggal 30-8-2012 sebelum masuk ke Akademi Kebidanan Akar Bangsa. Pada saat itu Elsis sempat menangis. Dan Elsis mengaku bahwa kejadian itu hanya peneliti yang tahu. Kedua orang tuanya tidak mengetahui hal tersebut, karena jika mereka mengetahuinya maka mereka akan dibunuh oleh bapak Elsis. Kronologi aborsi itu berawal dari tamu bulanan Elsis tidak kunjung datang selama 2 bulan. Awalnya Elsis berfikir mungkin ini akibat masuk angin atau stress, tapi lama-lama Elsis takut karena sampai bulan berikutnya, tamu yang ditunggu- tunggunya tidak kunjung datang. Sampai pada akhirnya, masalah itu dia tanyakan pada Fahza, dia katakan bahwa tamunya tidak kunjung datang sudah 2 bulan. Akhirnya Fahza mengambil alternatif dengan membawa Elsis ke tukang pijat. Tukang pijat itu akhirnya memijat seluruh tubuh Elsis termasuk bagian perut. Sewaktu dipijat, Elsis merasa sangat kesakitan di seluruh tubuhnya. Sekitar jam 9 pagi Elsis dipijat oleh nenek itu, sorenya Elsis merasa nyeri hebat di bagian perutnya, sakit sampai Elsis keringat dingin. Sampai pada akhirnya, ada keluar darah dari vagina Elsis. Pada saat itu, Elsis berpikir bahwa memang tamu yang ditunggunya sudah datang, tetapi dengan herannya kembali Elsis berpikir bahwa sakit perutnya tidak berhenti sakitnya dan darah pun terus saja keluar dengan derasnya dari vaginanya. Karena rasa takut yang luar biasa akhirnya Fahza membawa Elsis ke praktek Bidan di Spacy dengan mengendarai sepeda motor milik Fahza. Peneliti mengetahui praktek Bidan yang dimaksud Elsis karena Bidan tersebut adalah mahasiswi Program Khusus di tempat peneliti bekerja. Untuk menghilangkan kecurigaan Bidan atas status mereka, Elsis dan Fahza mengaku bahwa mereka adalah pasangan suami istri. Kedatangan mereka di Klinik Bidan ditemani Zuki teman baik Fahza yang berprofesi sebagai Perawat di salah satu Puskesmas yang juga turut menyatakan bahwa Fahza dan Elsis adalah pasangan suami istri yang baru menikah. Bidan mengenal Zuki karena rumahnya tidak jauh dengan Klinik Bidan. Ternyata Bidan mengatakan bahwa pendarahan yang dialami Elsis adalah pendarahan yang disebabkan oleh keguguran yang baru saja dialami oleh Elsis. Dan Elsis tidak tahu kalau dia hamil, karena dia tidak ada merasakan hal-hal di luar dari normal kecuali sakit perut. Sakit perut yang dianggapnya akibat masuk angin menstruasi bisa tidak kunjung datang akibat dari stress atau beban psikologi lainnya dan kehamilan memang tidak selamanya ditandai dengan ngidam atau hal-hal fisiologis lain. Lalu bidan tersebut pun segera menginfus Elsis sampai menghabiskan 4 botol infus untuk menghentikan perdarahan dan membersihkan rahim Elsis agar tidak infeksi. Dan pada saat itu juga, Elsis segera mendesak Fahza untuk menikah. Tetapi Fahza mengatakan bahwa kesehatan Elsis harus pulih dulu. Sekitar jam 10 pagi Elsis masuk klinik, keesokan harinya jam 4 sore Elsis langsung dibawa pulang karena bidan di klinik tersebut sudah menyatakan bahwa Elsis sudah sembuh. Rasa sakit yang diderita oleh Elsis kembali muncul ketika Elsis tahu dan mendengar dari kakak sayangnya julukan untuk setiap orang yang paling dekat di asrama yang bernama Careen bahwa Fahza sudah memiliki pacar baru. Hal itu diketahui Careen dari abangnya yang bernama Zuki. Mendengar berita itu, Elsis merasakan sakit luar biasa di sekujur tubuhnya melebihi sakit sewaktu dipijat tukang pijat. Untuk mengklarifikasi hal itu, Elsis langsung meminjam ponsel Careen untuk menghubungi Fahza, dan Fahza pun mengakui bahwa memang dia sudah memiliki pacar baru yang berprofesi sebagai penjual ponsel. Karena rasa sakit yang tidak tertahankan lagi, akhirnya Elsis dibawa ke Rumah Sakit oleh Careen dan ibu asramanya. Di rumah sakit, Careen menelepon Fahza agar menemani Elsis di rumah sakit karena orang tua Elsis jauh di kampung. Di rumah sakit, untuk mengetahui apa penyebab sakit perut Elsis, perawat mengambil tindakan yaitu mengambil urine Elsis dengan menggunakan kateter, tetapi Fahza tidak menyetujui tindakan tersebut karena takut ketahuan kalau Elsis tidak perawan lagi. Karena tindakan tersebut tidak disetujui oleh pihak Fahza akhirnya pihak rumah sakit mengizinkan Elsis keluar dari rawatan untuk pulang ke rumah atas permintaaan sendiri. Akhirnya Fahza membawa Elsis pulang ke kostnya. Selama 3 hari Elsis berada dan dirawat di kost Fahza. Selama di kost Fahza, Elsis merasa tidak tenang karena Fahza selalu meminta Elsis agar mereka bersenggama sementara Elsis masih sakit. Demi menyenangkan hati Fahza, Elsis melakukan oral seks kepada Fahza dengan harapan Fahza tidak selingkuh dengan perempuan lain. Saat peneliti mengajukan pertanyaan, bagaimana sekarang ? bahwa Fahza sudah punya pacar baru ? Elsis tampak sedikit panik. Elsis mengatakan sering menangis dan takut membayangkan pertanyaan yang peneliti ajukan tersebut, karena selama ini itulah yang selalu menghantuinya, namun untuk menghibur hatinya bahwa semua ini akan berakhir dan pada suatu saat Fahza akan kembali padanya. Hal itu dilakukan Fahza dengan alasan Elsis sudah lama tidak menemui Fahza. Setiap mengingat penolakan Fahza yang terakhir kali, Elsis sangat sedih dan merasa sakit di perutnya. Elsis mengatakan sering menangis dan takut membayangkan pertanyaan yang peneliti ajukan tersebut, karena selama ini itulah yang selalu menghantuinya, namun untuk menghibur hatinya bahwa semua ini akan berakhir dan pada suatu saat Fahza akan kembali padanya. Penulis juga menanyakan apakah Elsis memahami akibat dari aborsi yang ilegal tidak sehat dan kondisi organ reproduksi rahim tidak siap akan mempengaruhi sistem tubuhnya yang lain apabila terjadi kehamilan. Elsis menjawab tidak tahu, namun menurutnya hal itu tidak akan ada masalah karena ada temannya mengalami kasus seperti dirinya dan sampai sekarang kondisi temannya itu baik-baik saja. Elsis juga mengatakan bahwa dari informasi yang dia peroleh dari dosennya di kampus, bahwa organ rahimnya belum siap untuk dibuahi dan akan membawa dampak tidak baik pada tubuhnya maupun proses kelahiran bayinya. Tapi menurut Elsis, dia sekarang sudah berumur 18 tahun dan dalam agama yang dianutnya tidak ada larangan untuk menikah, apalagi orang tuanya sudah setuju jika Elsis mau menikah. Informasi terakhir, Elsis ingin mencari pengganti Fahza yang lebih sempurna dari Fahza. Jika kedua orang tuanya menanyakan soal Fahza, Elsis akan beralasan bahwa diantara mereka sudah timbul ketidakcocokan.

4.3 Kasus Sherly