Mohr dan Van Baren 1954 menyebutkan bahwa hantaran hidrolik meningkat bila: 1 agregasi butir tanah menjadi remah, 2 adanya saluran bekas
lubang akar yang terdekomposisi, 3 adanya bahan organik, dan 4 porositas tanah yang tinggi.
Berdasarkan kecepatannya, hantaran hidrolik jenuh tanah dapat dibagi-bagi menjadi beberapa kelas. Berdasarkan kecepatannya, Uhland dan O’Neal 1959 dalam
Sitorus et al. 1980 mengklasifikasikan hantaran hidrolik seperti yang tertera pada tabel di bawah.
Tabel 1. Klasifikasi Hantaran Hidrolik Jenuh menurut Uhland dan O’Neal 1959 Kelas
Hantaran Hidrolik Jenuh cmjam Sangat Lambat
0.125 Lambat
0.125-0.500 Agak Lambat
0.500-2.000 Sedang
2.000-6.250 Agak Cepat
6.250-12.500 Cepat
12.000-25.000 Sangat Cepat
25.000
2.2.2. Stabilitas Agregat Tanah
Agregat menggambarkan gabungan dari pasir, debu, liat dan bahan pengikat yang tersusun sedemikian rupa., Agregat tanah adalah sekumpulan dari partikel-
partikel tanah yang dipegang bersama-sama oleh semen dalam bentuk granul. Sedangkan menurut Clapp 1984, agregat tanah merupakan kumpulan dari partikel-
partikel tanah yang terbentuk secara alami; dan gaya yang memegang agregat tanah jauh lebih kuat daripada gaya yang memegang antar agregat tanah yang berbatasan.
Agregat tanah memiliki peranan penting dalam menentukan jumlah dan distribusi ruang pori tanah, yang berkaitan dengan kerentanan agregat terhadap erosi
angin dan air Baver et al., 1972. Dalam kaitannya dengan hantaran hidrolik jenuh, stabilitas agregat tanah penting karena agregat yang mantap akan mempertahankan
ruangan-ruangan udara dalam tanah, sehingga mempermudah air merembes ke dalam tanah dan mencegah timbulnya masalah aerasi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi ukuran dan stabilitas agregat adalah tekstur, kandungan liat, bahan organik, dan jenis kation. Liat dan bahan organik
berfungsi sebagai perekat dalam proses agregasi. Oleh karena itu, kandungan liat yang tinggi akan meningkatkan ukuran dan stabilitas agregat. Baver et al. 1972
mengatakan bahwa partikel liat berfungsi sebagai agen pengikat. Gaya elektrostatik dan gaya van der Walls berperan penting dalam interaksi antar partikel liat.
Bahan organik juga bertanggungjawab dalam proses sementasi partikel- partikel utama sampai membentuk agregat stabil Baver et al., 1972. Hal ini juga
dikemukakan Soepardi 1983, bahwa bahan organik merupakan faktor agregasi terpenting. Bahan organik memungkinkan partikel-partikel lepas jadi terikat dan
menjadi agregat yang stabil serta lebih besar sehingga diperoleh kesarangan yang sangat diperlukan tanah. Peranan bahan organik dalam stabilisasi agregat adalah
peningkatan gaya kohesi dan menurunkan daya pembasahan tanah Greenland dan Lal, 1977. Penambahan sejumlah bahan organik ke dalam tanah akan selalu diikuti
oleh penambahan stabilitas agregat, dan selang distribusi ukuran agregat yang lebih sempit Larson dan Clapp, 1984.
Dalam hubungan agregasi dengan tumbuhan, Arsyad 2006 menjelaskan pembentukan agregat tanah dimulai dengan penghancuran bongkah-bongkah tanah
oleh perakaran tumbuhan. Akar tumbuhan masuk ke dalam bongkah tanah dan menimbulkan tempat-tempat lemah yang menyebabkan bongkah-bongkah terpisah
menjadi butir-butir sekunder. Akar-akar tumbuhan juga menyebabkan agregat- agregat menjadi stabil, secara mekanik dan kimia. Akar-akar serabut mengikat butir-
butir primer tanah, sedangkan sekresi dan sisa tumbuhan yang dirombak memberikan senyawa-senyawa kimia yang berfungsi sebagai pemantap agregat.
Menurut Brady 1980 ada tiga faktor yang mempengaruhi kemantapan agregat, yaitu: 1 ikatan mekanik akibat aktivitas mikroorganisme, misalnya filamen
miselia fungi, 2 sementasi oleh produk mikrobia sintetik dengan hasil pembusukan,dan 3 sementasi oleh humus yang dibantu komponen inorganik,
misalnya oksida besi. Sedangkan Herudjito 1983 menyebutkan pembentukan dan stabilitas agregat tanah tergantung pada sifat dan jumlah liat serta bahan organik.
Martin 1975 dalam Islami, 1995 mengemukakan bahwa bahan organik yang membantu agregasi adalah jerami, pupuk kandang dan tanaman legume. Akan tetapi
bahan organik yang mudah terdekomposisi diberikan ke dalam tanah kurang efektif peranannya dalam membantu agregasi.
Penetapan kemantapan agregat dilakukan dengan metode pengayakan kering dan pengayakan basah. Angka yang didapat dari ayakan kering merupakan indeks
yang menggambarkan kepekaan tanah terhadap erosi angin Baver et al., 1972, dan angka yang didapat dari ayakan basah menggambarkan kepekaan tanah terhadap erosi
air Kemper dan Rosenau, 1986. Kemantapan agregat dinyatakan ke dalam indeks stabilitas agregat yang merupakan selisih antara rata-rata bobot diameter agregat
tanah pada pengayakan kering dengan rata-rata bobot diameter pada pengayakan basah Sitorus et al., 1983. Semakin besar indeks stabilitas agregat maka tanah
semakin stabil, demikian sebaiknya. Sitorus et al. 1983 mengklasifikasikan indeks stabilitas agregat seperti yang disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Klasifikasi Indeks Stabilitas Agregat Sitorus et al., 1983 Kelas
Indeks Stabilitas Agregat ISA Sangat Stabil Sekali
200 Sangat Stabil
80-200 Stabil
66-80 Agak Stabil
50-66 Kurang Stabil
40-50 Tidak Stabil
40
2.2.3. Porositas dan Distribusi Ukuran Pori