Hasil Tahap Penentuan Dosis .1 Kelangsungan Hidup Hasil Tahap Pengujian Dosis .1 Kelangsungan Hidup Pembahasan

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil Tahap Penentuan Dosis 3.1.1 Kelangsungan Hidup Kelangsungan hidup ikan diamati sampai 7 hari setelah uji tantang. Perhitungan dilakukan dengan mencatat kematian per hari dari setiap perlakuan. Nilai kelangsungan hidup perlakuan A bawang putih 20 ppt dan meniran 5 ppt sebesar 24,24±6,94 dan perlakuan B bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt sebesar 56,82±24,58 memiliki hasil yang tidak berbeda nyata p0.05. Perlakuan B bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt memiliki nilai kelangsungan hidup tidak berbeda nyata terhadap kelangsungan hidup perlakuan K- kontrol negatif sebesar 89,39±9,19 dan perlakuan A bawang putih 20 ppt dan meniran 5 ppt dengan perlakuan K- kontrol negatif memiliki hasil kelangsungan hidup yang berbeda nyata. Sehingga hasil dari tahap penentuan dosis yang digunakan pada tahap pengujian dosis adalah perlakuan B bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt. Kelangsungan hidup benih lele setelah uji tantang pada tahap penentuan dosis dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2 Kelangsungan hidup benih lele setelah uji tantang pada tahap penentuan dosis. K- Kontrol negatif, A Dosis bawang putih 20 ppt dan meniran 5 ppt, B Dosis bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt. 3.2 Hasil Tahap Pengujian Dosis 3.2.1 Kelangsungan Hidup Nilai kelangsungan hidup perlakuan B bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt yang digunakan pada tahap pengujian dosis ini merupakan dosis terbaik dengan nilai yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan K- kontrol negatif pada tahap penentuan dosis. Kelangsungan hidup benih lele setelah uji tantang pada 89.39

24.24 56.82

20 40 60 80 100 K- A B k ela ng sun g a n hid up a b ab 11 tahap pengujian dosis dapat dilihat pada Gambar 3. Nilai kelangsungan hidup pada perlakuan B bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt sebesar 81,11±3,85 memiliki hasil yang berbeda nyata dengan perlakuan K- kontrol negatif sebesar 100±0,00 dan K+ kontrol positif sebesar 23,00±5,77. Gambar 3 Kelangsungan hidup benih lele setelah uji tantang pada tahap pengujian dosis. K- Kontrol negatif, K+ Kontrol positif, B Dosis bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt.

3.2.2 Jumlah Konsumsi Pakan

Jumlah konsumsi pakan ini menunjukkan adanya respons makan pada ikan yang diberi pakan perlakuan fitofarmaka dan pakan tanpa fitofarmaka. Jumlah konsumsi pakan pada perlakuan B bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt sebesar 6,42±0,01 g memiliki hasil yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan K- kontrol negatif sebesar 6,58±0,00 g dan K+ kontrol positif sebesar 6,566±0,02 g. Jumlah konsumsi pakan benih lele sebelum uji tantang pada tahap pengujian dosis dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4 Jumlah konsumsi pakan benih lele sebelum uji tantang pada tahap pengujian dosis. K- Kontrol negatif, K+ Kontrol positif, B Dosis bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt. 100 23 81.11 20 40 60 80 100 K- K+ B k ela ng sun g a n hid up

6.59 6.57

6.42 1 2 3 4 5 6 7 K- K+ B J u m la h K o n su m si P a k a n g a c b a a a 12

3.2.3 Pertumbuhan Relatif

Pertumbuhan relatif pada benih diukur sebelum perlakuan bobot awal dan setelah uji tantang bobot akhir. Pertumbuhan relatif benih pada perlakuan B bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt sebesar 7,22±2,22 memiliki hasil yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan K- kontrol negatif sebesar 7,54±0,07 dan K+ kontrol positif sebesar 6,39±0,96 . Pertumbuhan relatif benih lele selama perlakuan pada tahap pengujian dosis dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5 Pertumbuhan relatif benih lele selama perlakuan pada tahap pengujian dosis. K- Kontrol negatif, K+ Kontrol positif, B Dosis bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt.

3.2.4 Pengamatan Organ Hati

Pengamatan organ hati perlakuan B bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt dilakukan sebelum uji tantang. Sedangkan pada perlakuan K- kontrol negatif dan K+ kontrol positif dilakukan setelah uji tantang. Pada perlakuan K- kontrol negatif yang tidak dilakukan uji tantang memiliki warna hati merah kecoklatan dan terlihat segar. Perlakuan K+ kontrol positif memiliki warna hati merah pucat dan pada perlakuan B bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt memiliki warna hati merah Gambar 6.

7.54 6.39

7.22 2 4 6 8 K- K+ B Per tu m b u h a n Re la tif a a a 13 Gambar 6 Organ hati benih lele

3.2.5 Kualitas Air

Parameter kualitas air ini diukur pada awal perlakuan, sebelum uji tantang, dan setelah uji tantang. Parameter kualitas air yang dilakukan pengukuran adalah DO dissolved oxygen, pH, dan TAN total amoniak nitrogen. Selain itu dilakukan pengukuran suhu yang dilakukan setiap pagi, siang, dan sore selama perlakuan 21 hari. Kandungan oksigen pada awal perlakuan masih menunjukkan rentang yang sama yaitu sebesar 7,3 mgL. Kemudian pada pengukuran sebelum uji tantang terjadi penurunan mencapai 5,3 mgL pada perlakuan K+ kontrol positif, 5,7 mgL pada perlakuan K- kontrol negatif, dan 5,9 mgL pada perlakuan B bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt. Saat setelah uji tantang terjadi peningkatan DO kembali mencapai 7,0 mgL pada perlakuan K- kontrol negatif, sedangkan perlakuan K+ kontrol positif dan B bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt hanya mencapai 6,5 mgL. Kandungan DO masih berada pada kisaran optimal yaitu 4 mgL Tucker 1991. Kandungan DO Dissolved Oxygen media pemeliharaan benih lele selama perlakuan pada tahap pengujian dosis dapat dilihat pada Gambar 7. B dosis bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt K- kontrol negatif K+ kontrol positif 0,5 cm 0,5 cm 0,5 cm 14 Gambar 7 Kandungan DO Dissolved Oxygen media pemeliharaan benih lele selama perlakuan pada tahap pengujian dosis. K- Kontrol negatif, K+ Kontrol positif, B Dosis bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt. Pengukuran pH pada awal perlakuan sekitar 8,05 dan termasuk pH basa. Sedangkan pengukuran pH pada saat sebelum uji tantang dan setelah uji tantang didapatkan hasil yang sama pada perlakuan K- kontrol negatif sebesar 7,67, K+ kontrol positif sebesar 7,72, dan B bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt sebesar 7,45. Kandungan pH masih berada pada kisaran normal untuk budidaya yaitu antara 7 sampai 8,5 Tucker 1991. Kandungan pH media pemeliharaan benih lele selama perlakuan pada tahap pengujian dosis dapat dilihat pada Gambar 8. Gambar 8 Kandungan pH media pemeliharaan benih lele selama perlakuan pada tahap pengujian dosis. K- Kontrol negatif, K+ Kontrol positif, B Dosis bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt. Pengukuran TAN total amoniak nitrogen yang terukur pada awal perlakuan sebesar 0,02 ppm. Pada pengukuran sebelum uji tantang terjadi peningkatan kandungan TAN menjadi 0,19 ppm pada K- kontrol negatif, K+ kontrol positif sebesar 0,77 ppm, dan B bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt sebesar 0,10 ppm. Kandungan TAN semakin meningkat pada pengukuran akhir 1 2 3 4 5 6 7 8 awal tengah akhir DO m g L masa pemeliharaan K- K+ B 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 awal tengah akhir pH un it masa pemeliharaan K- K+ B 15 setelah uji tantang menjadi sebesar 0,43 ppm pada K- kontrol negatif, K+ kontrol positif sebesar 0,21 ppm, dan B bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt sebesar 0,84 ppm. Kandungan TAN selama penelitian masih berada dalam kisaran normal yaitu 1,00 ppm Tucker 1991. Kandungan TAN Total Amoniak Nitrogen media pemeliharaan benih lele selama perlakuan pada tahap pengujian dosis dapat dilihat pada Gambar 9. Gambar 9 Kandungan TAN Total Amoniak Nitrogen media pemeliharaan benih lele selama perlakuan pada tahap pengujian dosis. K- Kontrol negatif, K+ Kontrol positif, B Dosis bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt. Pengukuran suhu dilakukan setiap hari saat sebelum pemberian makan pada pukul 09.00, 13.00, dan 17.00 WIB. Suhu media pemeliharaan masih berada dalam kisaran optimal pemeliharaan benih ikan lele yaitu 26-28 °C Tucker 1991. Tetapi terdapat beberapa pengukuran yang tidak masuk ke dalam kisaran optimal karena fluktuasi suhu pada perairan yang dipengaruhi cuaca harian. Kisaran suhu selama perlakuan, pada pagi hari berkisar antara 23-25 °C, pada siang hari berkisar antara 24-28 °C, dan pada sore hari berkisar antara 26-30 °C Gambar 10. 0.2 0.4 0.6 0.8 1 awal tengah akhir T AN pp m masa pemeliharaan K- K+ B 20 22 24 26 28 30 32 awal tengah akhir suh u °C masa pemeliharaan pagi siang sore Gambar 10 Kandungan suhu media pemeliharaan benih lele selama perlakuan pada tahap pengujian dosis. 16

3.3 Pembahasan

Bakteri uji yang digunakan pada penelitian ini adalah bakteri Aeromonas hydrophila. Bakteri tersebut telah dilakukan uji identifikasi untuk memastikan bahwa bakteri yang digunakan merupakan kultur murni. Uji in vivo tidak dilakukan dengan cara injeksi ke tubuh ikan satu per satu seperti yang dilakukan oleh Ayuningtyas 2008 tetapi dilakukan secara perendaman. Karena tubuh benih ikan lele yang masih kecil dengan bobot rata-rata 40 mg, sehingga pemberian uji tantang ini diberikan melalui lingkungan budidaya benih perendaman. Karena air dapat menjadi perantara bagi penularan penyakit White 1989. Waktu lama perendaman untuk uji in vivo mengacu pada Muttaqin 2012 yang dilakukan selama 60 menit pada ikan patin dengan hormon tiroksin. Uji tantang dengan teknik perendaman diharapkan bakteri A.hydrophila akan masuk ke dalam tubuh benih ikan melalui insang dan kulit Mangunwardoyo 2010. Hasil LC 50 memperlihatkan bahwa infeksi bakteri A. hydrophila yang dapat mematikan sekitar 50 populasi benih ikan lele adalah pada kepadatan 10 4 cfumL selama 7 hari. Uji LC 50 ini menunjukkan bahwa bakteri A. hydrophila yang digunakan masih bersifat virulen. Bakteri A. hydrophila dapat ditingkatkan virulensinya dengan cara isolasi ulang bakteri dari ikan yang telah diinfeksi oleh bakteri tersebut. Pada tahap penentuan dosis, perlakuan B bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt memberikan tingkat kelangsungan hidup terbaik sebesar 56,82±24,583 dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan K- kontrol negatif setelah benih diinfeksi bakteri A. hydrophila. Sehingga perlakuan B bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt inilah yang digunakan kembali dalam penelitian tahap pengujian dosis dan dibandingkan kembali dengan perlakuan K- kontrol negatif dan K+ kontrol positif. Tahap pengujian dosis menghasilkan nilai kelangsungan hidup paling baik sebesar 100±0,00 pada K- kontrol negatif. Karena pada K- kontrol negatif tidak diberikan infeksi bakteri A. hydrophila sehingga ikan tetap sehat sampai akhir penelitian. Sedangkan pada K+ kontrol positif tanpa perlakuan fitofarmaka yang diberikan infeksi bakteri A. hydrophila memiliki nilai kelangsungan hidup sebesar 23,33±5,77. Nilai kelangsungan hidup ini berbeda nyata dengan 17 perlakuan B bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt sebesar 81,11±3,85. Perlakuan B bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt memiliki nilai kelangsungan hidup yang berbeda nyata dengan perlakuan K- kontrol negatif dan K+ kontrol positif. Artinya, pakan dengan fitofarmaka bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt memberikan tingkat kesehatan benih yang lebih baik dan berbeda secara nyata bila dibandingkan dengan benih yang tidak diberikan pakan fitofarmaka. Bawang putih dapat berperan sebagai perangsang aktivitas sel sehingga meremajakan semua fungsi tubuh dan sistem imun dengan cara merangsang makrofag dalam pembentukan sel darah putih yang mampu menghancurkan material asing Derrida 2003 dalam Matthew 2009. Kandungan senyawa flavonoid dalam meniran akan menempel ke sel imun dan memberikan rangsangan untuk mengaktifkan kerja sel imun lebih baik Junieva 2006, bekerja secara sinergis dengan allicin yang terdapat pada bawang putih yang berperan dalam aktivitas anti-bakteri Derrida 2003 dalam Matthew 2009. Hal ini dapat dilihat dari tingkat kelangsungan hidup benih pada perlakuan B bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt yang berbeda nyata dibandingkan dengan K+ kontrol positif atau benih yang tidak diberikan pakan fitofarmaka. Meniran memacu sistem imun melalui aktivasi limfosit sel T dan sel B yang membuat sistem tubuh lebih aktif menjalankan tugasnya, Jika sistem imun meningkat, maka daya tahan tubuh terhadap serangan berbagai bakteri juga meningkat BBPBAT 2010. Setelah uji tantang dengan bakteri A. hydrophila, benih mengalami gejala klinis seperti kulit yang kemerahan, berenang tidak beraturan White 1989, dan adanya kerusakan pada sirip Yuasa et al 2003 dalam Mangunwardoyo 2010. Tetapi tidak semua benih mengalami sakit maupun gejala klinis saat terjadi serangan patogen. Beragam faktor mempengaruhi masing-masing individu dalam menanggapi suatu patogen. Patogen harus dapat menembus sistem imun benih untuk dapat menimbulkan penyakit. Daya tahan alami benih memungkinkan setiap individu menjadi terbebas dari serangan patogen. Masing-masing individu memiliki daya tahan yang berbeda, hal ini ditentukan dari umur, jenis kelamin, status nutrisi, dan stres Irianto 2005. 18 Pada hari pertama setelah uji tantang telah terjadi kematian terhadap benih ikan. Hal ini diduga karena bakteri A. hydrophila yang telah berkembang dengan baik telah menginfeksi benih. Karena pertumbuhan bakteri A. hydrophila optimal terjadi pada fase eksponensial yaitu pada jam ke-4 sampai ke-12 Moat et al. 2002 dalam Mangunwardoyo 2010. Sedangkan pada hari ke-2 dan ke-3 merupakan tingkat kematian benih yang paling banyak. Karena ikan lele merupakan salah satu inang A. hydrophila sehingga bakteri yang ada di dalam tubuh benih mendapatkan lingkungan dengan suhu, pH, dan nutrisi yang cukup untuk hidup dan memperbanyak diri Robert 1993 dalam Mangunwardoyo 2010. Setelah itu terjadi penurunan kematian pada hari ke-3 sampai hari ke-7 setelah uji tantang. Hal ini diduga karena bakteri A. hydrophila telah mengalami fase kematian atau fase declining setelah melewati fase stationary sampai 48 jam Moat et al. 2002 dalam Mangunwardoyo 2010. Benih diberi pakan perlakuan pada umur 11 hari setelah sebelumnya diberi makan berupa cacing sutra. Jumlah konsumsi pakan yang terukur menunjukkan tingkat respons benih terhadap pakan. Respons benih terhadap pakan setiap harinya mengalami peningkatan di semua perlakuan. Tetapi pada saat-saat tertentu, nafsu makan ikan menurun. Hal ini diduga terjadi karena adanya fluktuasi suhu harian yang menyebabkan ikan stress sehingga menurunkan nafsu makan Irianto 2005. Konsumsi pakan benih pada hari pertama perlakuan memiliki jumlah yang rendah. Hal ini diakibatkan benih masih dalam kondisi adaptasi. Menurut Winarlin 1984, ikan lele dapat dilatih memakan pakan buatan berbentuk tepung karena ikan lele selalu menyambar makanan yang berada dibawah permukaan air. Pada hari selanjutnya, jumlah konsumsi pakan mengalami peningkatan di semua perlakuan. Hal ini didasari bahwa benih telah mampu mengonsumsi pakan buatan dengan baik. Jumlah konsumsi pakan ini memiliki nilai yang tidak berbeda nyata pada setiap perlakuan. Walaupun terdapat bau yang menyengat pada pakan perlakuan yang telah dicampur dengan bawang putih dan meniran. Bau menyengat ini berasal dari allicin yang memiliki bau bawang putih yang khas saat struktur bawang putih rusak Jabar 2007 tetapi benih tetap mengonsumsi pakan perlakuan yang diberikan. 19 Ikan memerlukan nutrien dan energi dari luar untuk pertumbuhannya Hastuti 1984. Nutrien dan energi tersebut diperoleh dari makanannya. Sehingga jumlah konsumsi pakan akan mempengaruhi pertumbuhan benih. Pertumbuhan relatif pada perlakuan B bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt tidak berbeda nyata dengan perlakuan K- kontrol negatif maupun K+ kontrol positif. Bawang putih dan meniran yang terkandung dalam pakan perlakuan B bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt dapat dikatakan tidak mempengaruhi pertumbuhan benih. Pakan yang masuk ke dalam tubuh benih tidak semuanya digunakan untuk pertumbuhan. Pertumbuhan benih ditentukan oleh banyaknya makanan yang dikonsumsi serta distribusi penggunaannya Hastuti 1984. Pengamatan organ dalam dilakukan pada hati karena A.hydrophila banyak ditemukan pada luka infeksi, hati, dan ginjal Astuti 2003. Pengamatan organ hati dilakukan untuk melihat adanya perbedaan warna dari hati tersebut. Perbedaan warna hati ini disebabkan oleh adanya enzim dan toksin produk ekstraseluler yang merupakan racun dari bakteri A.hydrophila terhadap ikan Munro 1982 dalam Abdullah 2008. Warna merah segar terdapat pada perlakuan B bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt, pada perlakuan K- kontrol negatif memiliki warna hati merah kecoklatan sesuai dengan Abdullah 2008, dan warna hati coklat pucat pada perlakuan K+ kontrol positif karena meningkatnya kerja hati untuk mengumpulkan, mengubah, menetralkan, dan menghilangkan zat-zat toksin Dharma 1982 dalam Abdullah 2008. Kualitas air pada pemeliharaan benih ikut mendukung adanya patogenisitas bakteri. Kualitas air yang kurang baik akan mempercepat datangnya suatu penyakit karena penyakit tidak hanya disebabkan adanya bakteri patogen saja, tetapi karena adanya hubungan antara lingkungan, inang, dan patogen. Suhu yang fluktuatif dapat menyebabkan ikan stres dan dapat menyebabkan kematian. Setiap spesies mungkin dapat mentoleransi suhu dari 5-36 °C, tapi kisaran yang dapat memberikan pertumbuhan maksimum dari 25-30 °C. Spesies tropis tidak akan tumbuh baik jika suhu air berada di bawah 26 °C dan suhu di bawah 10 °C dapat membunuhnya Boyd 1990. Suhu pada pagi hari sekitar 23-25 °C, kemudian pada siang hari suhu mencapai 24-28 °C, dan suhu pada sore hari sekitar 26-30 °C. Fluktuasi suhu ini terjadi karena cuaca yang kurang mendukung. 20 Kisaran suhu yang optimal untuk pertumbuhan benih sekitar 26-28 °C Tucker 1991. Fitofarmaka yang ditambahkan ke dalam pakan benih terbukti mampu mencegah penyakit infeksi bakteri A. hydrophila. Selain itu, fitofarmaka berupa bawang putih dan meniran ini dapat diaplikasikan pada budidaya ikan lele karena kedua bahan ini ketersediaannya cukup melimpah, tidak menimbulkan resisten terhadap bakteri, dan tidak merusak lingkungan. Bakteri yang telah bersifat resisten ini tidak akan hilang dari tubuh ikan, sehingga penyakit ini akan mengancam kehidupan manusia karena A. hydrophila termasuk penyakit zoonotic atau merupakan penyakit yang dapat menyebar dari hewan ke manusia White 1989. Penerapan pemberian fitofarmaka lebih cocok dengan metode pencampuran ke dalam pakan karena dalam satu kali pembuatan dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama pada dalam wadah kedap udara. Hal ini merupakan nilai tambah metode ini dibandingkan dengan metode perendaman dan penyemprotan ekstrak pada pakan.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Perlakuan pencegahan melalui pakan dengan campuran 25 ppt bawang putih dan 5 ppt meniran efektif terhadap infeksi bakteri Aeromonas hydrophila pada benih ikan lele Clarias sp. yang berumur 11 hari, dengan tingkat kelangsungan hidup 81,11±3,85 dan pertumbuhan relatif 7,22±2,22.

4.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan terhadap bawang putih dan meniran pada benih lele dengan infeksi patogen yang berbeda.

Dokumen yang terkait

The Use of MHC I Molecular Marker in The Selection of Catfish Resistance to Aeromonas hydrophila Infection

2 12 80

The use of probiotic on aquaculture media as water additive to control the infection of aeromonas hydrophila in cyprinid (Cyprinus carpio)

1 15 131

Efficacy of orally administered kappa-carrageenan to enhance nonspecific immune responses and resistance of african catfish Clarias sp. against Aeromonas hydrophilla

1 5 175

Extraction Optimization and Characterization of Fish Oil from Catfish (Clarias sp.) By-product.

0 4 59

Efikasi Vaksin Sel Utuh Aeromonas Hydrophila Pada Induk Lele Clarias Sp. Dalam Meningkatkan Ketahanan Benih Terhadap Infeksi Bakteri Aeromonas Hydrophila

0 2 32

Kinerja Probiotik Bacillus Sp. Pada Pendederan Benih Ikan Lele (Clarias Sp.) Yang Diinfeksi Aeromonas Hydrophila

0 5 33

Efficacy of orally administered kappa carrageenan to enhance nonspecific immune responses and resistance of african catfish Clarias sp. against Aeromonas hydrophilla

1 10 94

The use of probiotic on aquaculture media as water additive to control the infection of aeromonas hydrophila in cyprinid (Cyprinus carpio)

1 7 72

Pengaruh Meniran Dalam Pakan Untuk Mencegah Infeksi Bakteri Aeromonas Sp.Pada Benih Ikan Mas (C. Carpio)-Effect Of Meniran In Woof In Order To Prevent The Common Carps Seed From The Bacteria Infection Of Aeromonas Sp.

1 2 25

ISOLATION AND IDENTIFICATION OF Aeromonas spp. FROM DISEASED AFRICAN CATFISH (Clarias sp.) IN NGAWI REGENCY | Rejeki | Jurnal Perikanan (Journal of Fisheries Sciences) 26917 67809 1 PB

0 1 6