III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil Tahap Penentuan Dosis 3.1.1 Kelangsungan Hidup
Kelangsungan hidup ikan diamati sampai 7 hari setelah uji tantang. Perhitungan dilakukan dengan mencatat kematian per hari dari setiap perlakuan.
Nilai kelangsungan hidup perlakuan A bawang putih 20 ppt dan meniran 5 ppt sebesar 24,24±6,94 dan perlakuan B bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt
sebesar 56,82±24,58 memiliki hasil yang tidak berbeda nyata p0.05. Perlakuan B bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt memiliki nilai
kelangsungan hidup tidak berbeda nyata terhadap kelangsungan hidup perlakuan K- kontrol negatif sebesar 89,39±9,19 dan perlakuan A bawang putih 20 ppt
dan meniran 5 ppt dengan perlakuan K- kontrol negatif memiliki hasil kelangsungan hidup yang berbeda nyata. Sehingga hasil dari tahap penentuan
dosis yang digunakan pada tahap pengujian dosis adalah perlakuan B bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt. Kelangsungan hidup benih lele setelah uji
tantang pada tahap penentuan dosis dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Kelangsungan hidup benih lele setelah uji tantang pada tahap penentuan dosis. K- Kontrol negatif, A Dosis bawang putih 20 ppt dan meniran
5 ppt, B Dosis bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt.
3.2 Hasil Tahap Pengujian Dosis 3.2.1 Kelangsungan Hidup
Nilai kelangsungan hidup perlakuan B bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt yang digunakan pada tahap pengujian dosis ini merupakan dosis terbaik
dengan nilai yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan K- kontrol negatif pada tahap penentuan dosis. Kelangsungan hidup benih lele setelah uji tantang pada
89.39
24.24 56.82
20 40
60 80
100
K- A
B k
ela ng
sun g
a n
hid up
a b
ab
11 tahap pengujian dosis dapat dilihat pada Gambar 3. Nilai kelangsungan hidup
pada perlakuan B bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt sebesar 81,11±3,85 memiliki hasil yang berbeda nyata dengan perlakuan K- kontrol negatif sebesar
100±0,00 dan K+ kontrol positif sebesar 23,00±5,77.
Gambar 3 Kelangsungan hidup benih lele setelah uji tantang pada tahap pengujian dosis. K- Kontrol negatif, K+ Kontrol positif, B Dosis bawang
putih 25 ppt dan meniran 5 ppt.
3.2.2 Jumlah Konsumsi Pakan
Jumlah konsumsi pakan ini menunjukkan adanya respons makan pada ikan yang diberi pakan perlakuan fitofarmaka dan pakan tanpa fitofarmaka. Jumlah
konsumsi pakan pada perlakuan B bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt sebesar 6,42±0,01 g memiliki hasil yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan K-
kontrol negatif sebesar 6,58±0,00 g dan K+ kontrol positif sebesar 6,566±0,02 g. Jumlah konsumsi pakan benih lele sebelum uji tantang pada tahap pengujian
dosis dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4 Jumlah konsumsi pakan benih lele sebelum uji tantang pada tahap pengujian dosis. K- Kontrol negatif, K+ Kontrol positif, B Dosis
bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt.
100
23 81.11
20 40
60 80
100
K- K+
B k
ela ng
sun g
a n
hid up
6.59 6.57
6.42
1 2
3 4
5 6
7
K- K+
B J
u m
la h
K o
n su
m si
P a
k a
n g
a c
b
a a
a
12
3.2.3 Pertumbuhan Relatif
Pertumbuhan relatif pada benih diukur sebelum perlakuan bobot awal dan setelah uji tantang bobot akhir. Pertumbuhan relatif benih pada perlakuan B
bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt sebesar 7,22±2,22 memiliki hasil yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan K- kontrol negatif sebesar 7,54±0,07
dan K+ kontrol positif sebesar 6,39±0,96 . Pertumbuhan relatif benih lele selama perlakuan pada tahap pengujian dosis dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Pertumbuhan relatif benih lele selama perlakuan pada tahap pengujian dosis. K- Kontrol negatif, K+ Kontrol positif, B Dosis bawang
putih 25 ppt dan meniran 5 ppt.
3.2.4 Pengamatan Organ Hati
Pengamatan organ hati perlakuan B bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt dilakukan sebelum uji tantang. Sedangkan pada perlakuan K- kontrol
negatif dan K+ kontrol positif dilakukan setelah uji tantang. Pada perlakuan K- kontrol negatif yang tidak dilakukan uji tantang memiliki warna hati merah
kecoklatan dan terlihat segar. Perlakuan K+ kontrol positif memiliki warna hati merah pucat dan pada perlakuan B bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt
memiliki warna hati merah Gambar 6.
7.54 6.39
7.22
2 4
6 8
K- K+
B
Per tu
m b
u h
a n
Re la
tif
a a
a
13 Gambar 6 Organ hati benih lele
3.2.5 Kualitas Air
Parameter kualitas air ini diukur pada awal perlakuan, sebelum uji tantang, dan setelah uji tantang. Parameter kualitas air yang dilakukan pengukuran adalah
DO dissolved oxygen, pH, dan TAN total amoniak nitrogen. Selain itu dilakukan pengukuran suhu yang dilakukan setiap pagi, siang, dan sore selama
perlakuan 21 hari. Kandungan oksigen pada awal perlakuan masih menunjukkan rentang
yang sama yaitu sebesar 7,3 mgL. Kemudian pada pengukuran sebelum uji tantang terjadi penurunan mencapai 5,3 mgL pada perlakuan K+ kontrol positif,
5,7 mgL pada perlakuan K- kontrol negatif, dan 5,9 mgL pada perlakuan B bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt. Saat setelah uji tantang terjadi
peningkatan DO kembali mencapai 7,0 mgL pada perlakuan K- kontrol negatif, sedangkan perlakuan K+ kontrol positif dan B bawang putih 25 ppt dan
meniran 5 ppt hanya mencapai 6,5 mgL. Kandungan DO masih berada pada kisaran optimal yaitu 4 mgL Tucker 1991. Kandungan DO Dissolved
Oxygen media pemeliharaan benih lele selama perlakuan pada tahap pengujian dosis dapat dilihat pada Gambar 7.
B dosis bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt K- kontrol negatif
K+ kontrol positif
0,5 cm 0,5 cm
0,5 cm
14 Gambar 7 Kandungan DO Dissolved Oxygen media pemeliharaan benih lele
selama perlakuan pada tahap pengujian dosis. K- Kontrol negatif, K+ Kontrol positif, B Dosis bawang putih 25 ppt dan meniran 5
ppt.
Pengukuran pH pada awal perlakuan sekitar 8,05 dan termasuk pH basa. Sedangkan pengukuran pH pada saat sebelum uji tantang dan setelah uji tantang
didapatkan hasil yang sama pada perlakuan K- kontrol negatif sebesar 7,67, K+ kontrol positif sebesar 7,72, dan B bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt
sebesar 7,45. Kandungan pH masih berada pada kisaran normal untuk budidaya yaitu antara 7 sampai 8,5 Tucker 1991. Kandungan pH media pemeliharaan
benih lele selama perlakuan pada tahap pengujian dosis dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8 Kandungan pH media pemeliharaan benih lele selama perlakuan pada tahap pengujian dosis. K- Kontrol negatif, K+ Kontrol positif, B
Dosis bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt. Pengukuran TAN total amoniak nitrogen yang terukur pada awal
perlakuan sebesar 0,02 ppm. Pada pengukuran sebelum uji tantang terjadi peningkatan kandungan TAN menjadi 0,19 ppm pada K- kontrol negatif, K+
kontrol positif sebesar 0,77 ppm, dan B bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt sebesar 0,10 ppm. Kandungan TAN semakin meningkat pada pengukuran akhir
1 2
3 4
5 6
7 8
awal tengah
akhir
DO m
g L
masa pemeliharaan
K- K+
B
4 5
6 7
8 9
10 11
12 13
14
awal tengah
akhir
pH un
it
masa pemeliharaan
K- K+
B
15 setelah uji tantang menjadi sebesar 0,43 ppm pada K- kontrol negatif, K+
kontrol positif sebesar 0,21 ppm, dan B bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt sebesar 0,84 ppm. Kandungan TAN selama penelitian masih berada dalam kisaran
normal yaitu 1,00 ppm Tucker 1991. Kandungan TAN Total Amoniak Nitrogen media pemeliharaan benih lele selama perlakuan pada tahap pengujian
dosis dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9 Kandungan TAN Total Amoniak Nitrogen media pemeliharaan benih lele selama perlakuan pada tahap pengujian dosis. K- Kontrol
negatif, K+ Kontrol positif, B Dosis bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt.
Pengukuran suhu dilakukan setiap hari saat sebelum pemberian makan pada pukul 09.00, 13.00, dan 17.00 WIB. Suhu media pemeliharaan masih berada
dalam kisaran optimal pemeliharaan benih ikan lele yaitu 26-28 °C Tucker 1991. Tetapi terdapat beberapa pengukuran yang tidak masuk ke dalam kisaran optimal
karena fluktuasi suhu pada perairan yang dipengaruhi cuaca harian. Kisaran suhu selama perlakuan, pada pagi hari berkisar antara 23-25 °C, pada siang hari
berkisar antara 24-28 °C, dan pada sore hari berkisar antara 26-30 °C Gambar 10.
0.2 0.4
0.6 0.8
1
awal tengah
akhir
T AN
pp m
masa pemeliharaan
K- K+
B
20 22
24 26
28 30
32
awal tengah
akhir
suh u
°C
masa pemeliharaan
pagi siang
sore
Gambar 10 Kandungan suhu media pemeliharaan benih lele selama perlakuan pada tahap pengujian dosis.
16
3.3 Pembahasan
Bakteri uji yang digunakan pada penelitian ini adalah bakteri Aeromonas hydrophila. Bakteri tersebut telah dilakukan uji identifikasi untuk memastikan
bahwa bakteri yang digunakan merupakan kultur murni. Uji in vivo tidak dilakukan dengan cara injeksi ke tubuh ikan satu per satu seperti yang dilakukan
oleh Ayuningtyas 2008 tetapi dilakukan secara perendaman. Karena tubuh benih ikan lele yang masih kecil dengan bobot rata-rata 40 mg, sehingga pemberian uji
tantang ini diberikan melalui lingkungan budidaya benih perendaman. Karena air dapat menjadi perantara bagi penularan penyakit White 1989.
Waktu lama perendaman untuk uji in vivo mengacu pada Muttaqin 2012 yang dilakukan selama 60 menit pada ikan patin dengan hormon tiroksin. Uji
tantang dengan teknik perendaman diharapkan bakteri A.hydrophila akan masuk ke dalam tubuh benih ikan melalui insang dan kulit Mangunwardoyo 2010.
Hasil LC
50
memperlihatkan bahwa infeksi bakteri A. hydrophila yang dapat mematikan sekitar 50 populasi benih ikan lele adalah pada kepadatan 10
4
cfumL selama 7 hari. Uji LC
50
ini menunjukkan bahwa bakteri A. hydrophila yang digunakan masih bersifat virulen. Bakteri A. hydrophila dapat ditingkatkan
virulensinya dengan cara isolasi ulang bakteri dari ikan yang telah diinfeksi oleh bakteri tersebut.
Pada tahap penentuan dosis, perlakuan B bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt memberikan tingkat kelangsungan hidup terbaik sebesar
56,82±24,583 dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan K- kontrol negatif setelah benih diinfeksi bakteri A. hydrophila. Sehingga perlakuan B bawang
putih 25 ppt dan meniran 5 ppt inilah yang digunakan kembali dalam penelitian tahap pengujian dosis dan dibandingkan kembali dengan perlakuan K- kontrol
negatif dan K+ kontrol positif. Tahap pengujian dosis menghasilkan nilai kelangsungan hidup paling baik
sebesar 100±0,00 pada K- kontrol negatif. Karena pada K- kontrol negatif tidak diberikan infeksi bakteri A. hydrophila sehingga ikan tetap sehat sampai
akhir penelitian. Sedangkan pada K+ kontrol positif tanpa perlakuan fitofarmaka yang diberikan infeksi bakteri A. hydrophila memiliki nilai kelangsungan hidup
sebesar 23,33±5,77. Nilai kelangsungan hidup ini berbeda nyata dengan
17 perlakuan B bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt sebesar 81,11±3,85.
Perlakuan B bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt memiliki nilai kelangsungan hidup yang berbeda nyata dengan perlakuan K- kontrol negatif
dan K+ kontrol positif. Artinya, pakan dengan fitofarmaka bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt memberikan tingkat kesehatan benih yang lebih baik dan
berbeda secara nyata bila dibandingkan dengan benih yang tidak diberikan pakan fitofarmaka.
Bawang putih dapat berperan sebagai perangsang aktivitas sel sehingga meremajakan semua fungsi tubuh dan sistem imun dengan cara merangsang
makrofag dalam pembentukan sel darah putih yang mampu menghancurkan material asing Derrida 2003 dalam Matthew 2009.
Kandungan senyawa flavonoid dalam meniran akan menempel ke sel imun dan memberikan
rangsangan untuk mengaktifkan kerja sel imun lebih baik Junieva 2006, bekerja secara sinergis dengan allicin yang terdapat pada bawang putih yang berperan
dalam aktivitas anti-bakteri Derrida 2003 dalam Matthew 2009. Hal ini dapat
dilihat dari tingkat kelangsungan hidup benih pada perlakuan B bawang putih 25
ppt dan meniran 5 ppt yang berbeda nyata dibandingkan dengan K+ kontrol positif atau benih yang tidak diberikan pakan fitofarmaka. Meniran memacu
sistem imun melalui aktivasi limfosit sel T dan sel B yang membuat sistem tubuh lebih aktif menjalankan tugasnya, Jika sistem imun meningkat, maka daya tahan
tubuh terhadap serangan berbagai bakteri juga meningkat BBPBAT 2010. Setelah uji tantang dengan bakteri A. hydrophila, benih mengalami gejala
klinis seperti kulit yang kemerahan, berenang tidak beraturan White 1989, dan adanya kerusakan pada sirip Yuasa et al 2003 dalam Mangunwardoyo 2010.
Tetapi tidak semua benih mengalami sakit maupun gejala klinis saat terjadi serangan patogen. Beragam faktor mempengaruhi masing-masing individu dalam
menanggapi suatu patogen. Patogen harus dapat menembus sistem imun benih untuk dapat menimbulkan penyakit. Daya tahan alami benih memungkinkan
setiap individu menjadi terbebas dari serangan patogen. Masing-masing individu memiliki daya tahan yang berbeda, hal ini ditentukan dari umur, jenis kelamin,
status nutrisi, dan stres Irianto 2005.
18 Pada hari pertama setelah uji tantang telah terjadi kematian terhadap benih
ikan. Hal ini diduga karena bakteri A. hydrophila yang telah berkembang dengan baik telah menginfeksi benih. Karena pertumbuhan bakteri A. hydrophila optimal
terjadi pada fase eksponensial yaitu pada jam ke-4 sampai ke-12 Moat et al. 2002 dalam Mangunwardoyo 2010. Sedangkan pada hari ke-2 dan ke-3 merupakan
tingkat kematian benih yang paling banyak. Karena ikan lele merupakan salah satu inang A. hydrophila sehingga bakteri yang ada di dalam tubuh benih
mendapatkan lingkungan dengan suhu, pH, dan nutrisi yang cukup untuk hidup dan memperbanyak diri Robert 1993 dalam Mangunwardoyo 2010. Setelah itu
terjadi penurunan kematian pada hari ke-3 sampai hari ke-7 setelah uji tantang. Hal ini diduga karena bakteri A. hydrophila telah mengalami fase kematian atau
fase declining setelah melewati fase stationary sampai 48 jam Moat et al. 2002 dalam Mangunwardoyo 2010.
Benih diberi pakan perlakuan pada umur 11 hari setelah sebelumnya diberi makan berupa cacing sutra. Jumlah konsumsi pakan yang terukur menunjukkan
tingkat respons benih terhadap pakan. Respons benih terhadap pakan setiap harinya mengalami peningkatan di semua perlakuan. Tetapi pada saat-saat
tertentu, nafsu makan ikan menurun. Hal ini diduga terjadi karena adanya fluktuasi suhu harian yang menyebabkan ikan stress sehingga menurunkan nafsu
makan Irianto 2005. Konsumsi pakan benih pada hari pertama perlakuan memiliki jumlah yang
rendah. Hal ini diakibatkan benih masih dalam kondisi adaptasi. Menurut Winarlin 1984, ikan lele dapat dilatih memakan pakan buatan berbentuk tepung
karena ikan lele selalu menyambar makanan yang berada dibawah permukaan air. Pada hari selanjutnya, jumlah konsumsi pakan mengalami peningkatan di semua
perlakuan. Hal ini didasari bahwa benih telah mampu mengonsumsi pakan buatan dengan baik. Jumlah konsumsi pakan ini memiliki nilai yang tidak berbeda nyata
pada setiap perlakuan. Walaupun terdapat bau yang menyengat pada pakan perlakuan yang telah dicampur dengan bawang putih dan meniran. Bau
menyengat ini berasal dari allicin yang memiliki bau bawang putih yang khas saat struktur bawang putih rusak Jabar 2007 tetapi benih tetap mengonsumsi pakan
perlakuan yang diberikan.
19 Ikan memerlukan nutrien dan energi dari luar untuk pertumbuhannya
Hastuti 1984. Nutrien dan energi tersebut diperoleh dari makanannya. Sehingga jumlah konsumsi pakan akan mempengaruhi pertumbuhan benih. Pertumbuhan
relatif pada perlakuan B bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt tidak berbeda nyata dengan perlakuan K- kontrol negatif maupun K+ kontrol positif. Bawang
putih dan meniran yang terkandung dalam pakan perlakuan B bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt dapat dikatakan tidak mempengaruhi pertumbuhan benih.
Pakan yang masuk ke dalam tubuh benih tidak semuanya digunakan untuk pertumbuhan. Pertumbuhan benih ditentukan oleh banyaknya makanan yang
dikonsumsi serta distribusi penggunaannya Hastuti 1984. Pengamatan organ dalam dilakukan pada hati karena A.hydrophila banyak
ditemukan pada luka infeksi, hati, dan ginjal Astuti 2003. Pengamatan organ hati dilakukan untuk melihat adanya perbedaan warna dari hati tersebut. Perbedaan
warna hati ini disebabkan oleh adanya enzim dan toksin produk ekstraseluler yang merupakan racun dari bakteri A.hydrophila terhadap ikan Munro 1982 dalam
Abdullah 2008. Warna merah segar terdapat pada perlakuan B bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt, pada perlakuan K- kontrol negatif memiliki warna hati
merah kecoklatan sesuai dengan Abdullah 2008, dan warna hati coklat pucat pada perlakuan K+ kontrol positif karena meningkatnya kerja hati untuk
mengumpulkan, mengubah, menetralkan, dan menghilangkan zat-zat toksin Dharma 1982 dalam Abdullah 2008.
Kualitas air pada pemeliharaan benih ikut mendukung adanya patogenisitas bakteri. Kualitas air yang kurang baik akan mempercepat datangnya
suatu penyakit karena penyakit tidak hanya disebabkan adanya bakteri patogen saja, tetapi karena adanya hubungan antara lingkungan, inang, dan patogen. Suhu
yang fluktuatif dapat menyebabkan ikan stres dan dapat menyebabkan kematian. Setiap spesies mungkin dapat mentoleransi suhu dari 5-36 °C, tapi kisaran yang
dapat memberikan pertumbuhan maksimum dari 25-30 °C. Spesies tropis tidak akan tumbuh baik jika suhu air berada di bawah 26 °C dan suhu di bawah 10 °C
dapat membunuhnya Boyd 1990. Suhu pada pagi hari sekitar 23-25 °C, kemudian pada siang hari suhu mencapai 24-28 °C, dan suhu pada sore hari
sekitar 26-30 °C. Fluktuasi suhu ini terjadi karena cuaca yang kurang mendukung.
20 Kisaran suhu yang optimal untuk pertumbuhan benih sekitar 26-28 °C Tucker
1991. Fitofarmaka yang ditambahkan ke dalam pakan benih terbukti mampu
mencegah penyakit infeksi bakteri A. hydrophila. Selain itu, fitofarmaka berupa bawang putih dan meniran ini dapat diaplikasikan pada budidaya ikan lele karena
kedua bahan ini ketersediaannya cukup melimpah, tidak menimbulkan resisten terhadap bakteri, dan tidak merusak lingkungan. Bakteri yang telah bersifat
resisten ini tidak akan hilang dari tubuh ikan, sehingga penyakit ini akan mengancam kehidupan manusia karena A. hydrophila termasuk penyakit zoonotic
atau merupakan penyakit yang dapat menyebar dari hewan ke manusia White 1989. Penerapan pemberian fitofarmaka lebih cocok dengan metode
pencampuran ke dalam pakan karena dalam satu kali pembuatan dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama pada dalam wadah kedap udara. Hal ini
merupakan nilai tambah metode ini dibandingkan dengan metode perendaman dan penyemprotan ekstrak pada pakan.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Perlakuan pencegahan melalui pakan dengan campuran 25 ppt bawang putih dan 5 ppt meniran efektif terhadap infeksi bakteri Aeromonas hydrophila
pada benih ikan lele Clarias sp. yang berumur 11 hari, dengan tingkat kelangsungan hidup 81,11±3,85 dan pertumbuhan relatif 7,22±2,22.
4.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan terhadap bawang putih dan meniran pada benih lele dengan infeksi patogen yang berbeda.