I. PENDAHULUAN
Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan unggulan pada budidaya ikan air tawar disamping ikan mas, patin, serta gurame karena teknologi budidaya ikan
lele sudah banyak dikuasai masyarakat dan memiliki peluang pasar yang cukup tinggi. Kementrian Kelautan Perikanan KKP 2010 menargetkan produksi ikan
lele meningkat dari 495 ribu ton pada tahun 2012 menjadi 900 ribu ton pada tahun 2014 atau kenaikan total sebanyak 450 rata-rata 35 per tahun. Peningkatan
produksi tersebut mencakup semua kegiatan budidaya yaitu kegiatan pembenihan dan kegiatan pembesaran.
Kegiatan pembesaran ikan lele membutuhkan pasokan benih secara kontinu untuk memenuhi target produksi KKP pada tahun berikutnya.
Pemeliharaan dengan menggunakan kepadatan tinggi dilakukan agar mampu memenuhi pasokan benih. Benih yang dihasilkan juga harus dalam keadaan sehat
dan terbebas dari penyakit. Benih merupakan stadia yang sangat penting dan kritis sehingga mudah terinfeksi suatu penyakit Tucker 1991. Pencegahan terhadap
penyakit harus dilakukan mulai dari benih agar dapat dihasilkan ikan lele yang berkualitas.
Penyakit merupakan kendala utama untuk keberhasilan produksi. Timbulnya penyakit dapat terjadi karena kepadatan ikan tinggi saat pemeliharaan,
transportasi benih, penanganan, dan kualitas air yang buruk Thanikachalam 2010. Ikan lele mudah terserang penyakit akibat infeksi bakteri Aeromonas
hydrophila. Bakteri A.hydrophila dapat menyebabkan penyakit MAS Motile Aeromonas Septicaemia, hemorrhagic septicaemia, ulcer disease atau red-sore
disease White 1989. Untuk mencegah terjadinya infeksi tersebut maka dilakukan kegiatan pencegahan terhadap penyakit. Kegiatan pencegahan yang
dapat dilakukan yaitu menggunakan vaksin dan probiotik Thanikachalam et al 2010 serta fitofarmaka Sholikhah 2009, karena fitofarmaka memiliki beberapa
keunggulan dibandingkan kegiatan pencegahan lainnya yaitu dapat dibuat dengan teknik yang sederhana dan tidak menimbulkan kerusakan lingkungan untuk
pemakaian dalam waktu yang lama. Fitofarmaka merupakan sediaan bahan alam dari tanaman yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah
2 dengan uji praklinis dan uji klinis dan bahan baku serta produk jadinya telah
distandarisasi Badan POM.RI. 2005. Aplikasi pencegahan penyakit dengan fitofarmaka pada akuakultur dapat
dilakukan dengan cara injeksi, melalui media budidaya, dan penambahan dalam pakan. Menurut Sholikhah 2009, fitofarmaka yang dicampur dalam pakan dinilai
lebih praktis dalam hal pembuatan dan pemberiannya pada ikan lele dibandingkan pemberian fitofarmaka secara injeksi pada penelitian Ayuningtyas 2008
terutama dalam budidaya skala massal. Fitofarmaka yang digunakan adalah campuran bawang putih dan meniran
yang menghasilkan nilai kelangsungan hidup ikan lele tertinggi yaitu sebesar 66,67 dibandingkan dengan fitofarmaka lainnya seperti lidah buaya, daun
pepaya, dan paci-paci pada penelitian Sartika 2011. Dosis campuran bawang putih dan meniran dalam pakan yang efektif untuk mencegah infeksi bakteri
A.hydrophila adalah bawang putih 20 ppt dan meniran 5 ppt pada ikan lele ukuran ±10 cm Sholikhah 2009. Sedangkan Widiani 2011 menyatakan bahwa
pemberian pakan campuran bawang putih dan meniran yang efektif untuk pencegahan adalah selama 21 hari. Hasil penelitian tersebut dicantumkan pada
Lampiran 1. Penggunaan campuran bawang putih dan meniran yang telah dilakukan
pada Lampiran 1 diberikan pada ikan lele berumur 60 hari sehingga belum ada informasi ilmiah tentang dosis pencegahan infeksi bakteri A.hydrophila untuk
ukuran ikan yang lebih kecil 1,53±0,26 cm. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dosis efektif bawang putih dan
meniran dalam pakan benih ikan lele yang berumur 11 hari sebagai upaya pencegahan infeksi bakteri A.hydrophila sehingga diharapkan dapat diproduksi
pakan benih berkualitas untuk skala massal.
II. BAHAN DAN METODE