IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Sel Darah Merah
Hasil penghitungan jumlah sel darah merah setiap bulan selama lima bulan dari setiap kelompok perlakuan memberikan gambaran nilai yang berbeda seperti
terlihat pada Tabel 2. Pada bulan pertama kebuntingan, didapatkan jumlah sel darah merah yang beragam antarkelompok perlakuan meskipun dengan nilai yang
tidak berbeda nyata secara statistik. Jumlah sel darah merah dari kelompok domba yang disuperovulasi sekaligus diberi ekstrak temulawak plus TM SO
menunjukkan nilai jumlah sel darah merah yang paling tinggi dengan jumlah 14,83±0,87 x
10
6
mm
3
. Jumlah sel darah merah terendah ada pada kelompok domba yang tidak disuperovulasi dan tidak diberi ekstrak temulawak plus
kontrol dengan jumlah sel darah merah 11,50±1,50 x 10
6
mm
3
. Satu-satunya faktor yang secara signifikan mempengaruhi jumlah sel darah merah tersebut ialah
faktor superovulasi SO, sedangkan faktor pemberian ekstrak temulawak plus dan kombinasi pemberian ekstrak temulawak plus sekaligus superovulasi tidak
mempengaruhi perbedaan jumlah sel darah merah dari setiap kelompok perlakuan. Tabel 2 Jumlah sel darah merah 10
6
mm
3
induk domba bunting yang disuperovulasi sebelum kawin dan diberi ekstrak temulawak plus
selama kebuntingan
Bulan Kontrol
TM SO TM SOTM
Kontrol SO
Kontrol SO
1 11,50±1,50
a
13,73±0,85
a
11,71±3,20
a
14,83±0,87
a
- -
2 11,73±1,73
a
14,85±0,72
ab
12,38±2,17
a
15,68±0,96
b
- -
3 11,55±1,90
a
15,03±0,48
ab
13,05±1,58
ab
16,08±0,51
b
- -
4 11,40±1,60
a
15,13±0,55
b
13,33±0,94
ab
15,43±0,52
b
- 5
10,95±0,91
a
14,88±0,46
c
13,40±0,77
b
14,88±0,96
c
Ket: SO: Superovulasi; TM: Ekstrak temulawak plus; SOTM: Superovulasi sekaligus ekstrak temulawak plus; Tanda : Signifikan P0,05; Tanda -: Tidak signifikan p0,05; Huruf superscript berbeda
pada baris yang sama menunjukkan nilai berbeda nyata p0,05.
Pada kelompok domba yang disuperovulasi, domba induk memiliki jumlah fetus lebih banyak daripada kelompok perlakuan lainnya sehingga sangat
mempengaruhi metabolisme induk domba tersebut. Perubahan metabolisme
tersebut disebabkan oleh lebih banyaknya sekresi hormon kebuntingan Andriyanto dan Manalu 2011. Selain sekresi hormon kebuntingan yang
meningkat, kondisi kebuntingan juga mempengaruhi sekresi hormon lain yang juga mempengaruhi proses metabolisme seperti hormon tiroid Guyton dan Hall
1997. Salah satu perubahan metabolisme yang terjadi ialah adanya peningkatan jumlah sel darah merah. Walaupun kelompok domba yang disuperovulasi
sekaligus diberi ekstrak temulawak plus TM SO mendapatkan pencekokan ekstrak temulawak plus, akan tetapi hal tersebut tidak mempengaruhi peningkatan
jumlah sel darah merah. Berdasarkan penghitungan statistik, faktor pemberian ekstrak temulawak plus TM dan faktor superovulasi sekaligus pemberian
ekstrak temulawak plus SOTM tidak mempengaruhi jumlah sel darah merah setiap kelompok perlakuan.
Pada bulan kedua, didapatkan jumlah sel darah merah tertinggi, yaitu pada kelompok domba yang disuperovulasi sekaligus diberi ekstrak temulawak plus
TM SO dengan jumlah 15,68±0,96 x 10
6
mm
3
dan terendah pada kelompok kontrol dengan jumlah sel darah merah 11,73±1,73 x 10
6
mm
3
. Jumlah sel darah merah dari setiap kelompok perlakuan memiliki nilai yang lebih tinggi
dibandingkan pada bulan pertama. Peningkatan jumlah sel darah merah dari bulan pertama ke bulan kedua dari kelompok domba kontrol adalah sebesar 2.
Peningkatan jumlah sel darah merah dari kelompok domba yang diberi ekstrak temulawak plus dan domba yang diberi ekstrak temulawak plus sekaligus
disuperovulasi memiliki nilai peningkatan yang sama, yaitu sebesar 5,7. Peningkatan jumlah sel darah merah terbesar ada pada kelompok domba yang
disuperovulasi, yaitu sebesar 8,2. Berdasarkan perhitungan statistik, pada bulan kedua mulai terlihat adanya nilai yang berbeda nyata pada kelompok perlakuan.
Faktor yang mempengaruhi perbedaan jumlah sel darah merah pada bulan kedua ialah faktor superovulasi.
Pada bulan ketiga kebuntingan, kondisinya tidak berbeda jauh dengan bulan kedua maupun bulan pertama, yaitu kelompok domba yang disuperovulasi
dan diberi ekstrak temulawak memiliki jumlah sel darah merah tertinggi, sedangkan pada kelompok domba yang tidak disuperovulasi dan tidak diberi
ekstrak temulawak memiliki jumlah sel darah merah terendah. Perbedaan yang
muncul pada bulan ketiga dan bulan pertama hanya terdapat pada peningkatan jumlah sel darah merah dari setiap kelompok perlakuan. Namun, jika
dibandingkan pada bulan kedua, hanya kelompok kontrol yang mengalami penurunan jumlah sel darah merah, yaitu sebesar 1,53. Peningkatan jumlah sel
darah merah dari kelompok perlakuan terjadi seiring dengan peningkatan umur kebuntingan.
Faktor pemberian ekstrak temulawak plus mulai memberikan pengaruh pada jumlah sel darah merah pada bulan keempat. Pada bulan keempat, selain
faktor pemberian ekstrak temulawak plus, faktor superovulasi juga memberikan pengaruh pada perbedaan jumlah sel darah merah pada kelompok domba
perlakuan. Akan tetapi, faktor kombinasi antara superovulasi dengan pemberian ekstrak temulawak plus SOTM belum memberikan pengaruh pada perbedaan
jumlah sel darah merah kelompok domba perlakuan. Kelompok domba yang diberi ekstrak temulawak dan disuperovulasi memberikan jumlah tertinggi
dibanding kelompok lainnya. Meskipun mempunyai nilai tertinggi dibandingkan dengan kelompok lain, kelompok domba yang diberi ekstrak temulawak plus dan
disuperovulasi sekaligus mengalami penurunan jumlah sel darah merah sebesar 4 dibandingkan pada bulan ketiga.
Pada bulan kelima kebuntingan, faktor superovulasi, faktor pemberian ekstrak temulawak plus, dan faktor superovulasi sekaligus pemberian ekstrak
temulawak plus secara signifikan telah memberikan pengaruh pada perbedaan jumlah sel darah merah dari setiap kelompok domba perlakuan. Jika dibandingkan
dengan bulan keempat, jumlah sel darah merah dari setiap kelompok pada bulan kelima mengalami penurunan kecuali pada kelompok domba yang diberi ekstrak
temulawak plus. Kelompok domba yang diberi ekstrak temulawak plus mengalami peningkatan jumlah sel darah merah yang tidak signifikan, yaitu
sebesar 0,52. Selama lima bulan pengamatan jumlah sel darah merah, didapatkan jumlah sel darah merah pada kelompok domba yang diberi ekstrak
temulawak plus sekaligus disuperovulasi TM SO selalu memberikan jumlah sel darah merah tertinggi, sedangkan kelompok domba yang tidak diberi ekstrak
temulawak plus dan tidak disuperovulasi kontrol selalu memberikan jumlah sel darah merah yang terendah. Selain itu, selama lima bulan pengamatan terhadap
jumlah sel darah merah didapatkan jumlah sel darah merah dari kelompok domba yang disuperovulasi SO selalu memiliki nilai yang lebih tinggi dari kelompok
kontrol maupun kelompok domba yang diberi ekstrak temulawak plus TM. Kelompok domba yang diberi ekstrak temulawak plus TM selalu
memiliki nilai yang lebih rendah dibanding kelompok SO maupun kelompok TM dan SO, namun selalu lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol selama lima
bulan pengamatan jumlah sel darah merah. Pada bulan kelima kebuntingan, jumlah sel darah merah dari setiap kelompok perlakuan mengalami penurunan
kecuali pada kelompok domba yang diberi ekstrak temulawak plus TM yang justru mengalami sedikit peningkatan.
Jumlah sel darah merah dalam sistem sirkulasi tubuh diatur secara terbatas sehingga memadai untuk selalu menyediakan oksigen bagi jaringan Guyton dan
Hall 1997. Sel darah merah mempunyai tiga fungsi penting yaitu transportasi oksigen ke jaringan, transportasi karbon dioksida ke paru-paru, dan sebagai
penyangga atau buffer ion hidrogen Meyer dan Harvey 2004. Jumlah sel darah merah dari setiap kelompok domba perlakuan secara
keseluruhan memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan Ginting 1987. Pada penelitian Ginting 1987 didapatkan jumlah
sel darah merah domba tidak bunting sebesar 10 x 10
6
mm
3
. Nilai tersebut juga tidak berbeda jauh dari hasil penelitian yang telah dilaporkan oleh Kozat et al.
pada tahun 2003 yang melaporkan bahwa jumlah sel darah merah domba tidak bunting adalah sebesar 11,72±71 x 10
6
mm
3
. Pada tahun 2006, Kozat et al. juga melaporkan bahwa jumlah sel darah merah domba bunting adalah sebesar
12,02±69 x 10
6
mm
3
yang berarti bahwa jumlah sel darah merah pada domba bunting sedikit meningkat dibandingkan pada domba yang tidak bunting.
Selain peningkatan, penurunan jumlah sel darah merah juga terjadi pada setiap kelompok domba perlakuan. Penurunan jumlah sel darah merah terjadi
menjelang kelahiran yang juga sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Maheshwari et al. 2001. Penurunan jumlah sel darah merah pada bulan kelima
terjadi karena peningkatan stres menjelang kelahiran. Pada masa menjelang kelahiran, terjadi peningkatan hormon-hormon stres yang mempengaruhi
metabolisme tubuh Guyton dan Hall 1997. Penurunan jumlah sel darah merah
menjelang kelahiran juga dilaporkan pada penelitian yang dilakukan Iriadam 2007. Pada penelitian tersebut dilaporkan bahwa jumlah sel darah merah domba
pada pertengahan masa kebuntingan adalah 16,94±0,23 x 10
6
mm
3
sedangkan pada akhir kebuntingan ialah 15,40±0,49 x 10
6
mm
3
. Pengamatan jumlah sel darah merah tiap bulan menunjukkan adanya
kenaikan dan penurunan. Jumlah sel darah merah mengalami kenaikan sampai dengan bulan ketiga dan mengalami penurunan pada bulan keempat menuju bulan
kelima. Pada kelompok kambing yang melahirkan anak kembar dan normal akan mengalami peningkatan jumlah sel darah merah sampai dengan usia kebuntingan
4,5 bulan Maheshwari et al. 2001. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian pada kelompok domba yang disuperovulasi SO yang sampai pada bulan
keempat kebuntingan terus mengalami peningkatan jumlah sel darah merah. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah sel darah merah akan mengalami peningkatan
pada bulan-bulan awal kebuntingan. Faktor yang secara berkesinambungan mempengaruhi perbedaan jumlah
sel darah merah selama lima bulan dari setiap kelompok perlakuan ialah faktor superovulasi. Perlakuan pemberian ekstrak temulawak plus dan perlakuan
pemberian ekstrak temulawak plus sekaligus superovulasi tidak memberikan pengaruh sampai bulan ketiga. Pemberian ekstrak temulawak plus baru
mempengaruhi jumlah sel darah merah pada masa menjelang kelahiran, yaitu bulan keempat dan kelima sedangkan interaksi antara faktor superovulasi dan
pemberian ekstrak temulawak plus dalam mempengaruhi jumlah sel darah merah baru terjadi pada bulan kelima. Menjelang kelahiran, terjadi peningkatan stres
pada tubuh induk yang mempengaruhi level antioksidan alami tubuh. Jumlah antioksidan tersebut sangat berpengaruh pada umur sel darah merah Kurata et al.
1993. Salah satu senyawa bermanfaat yang dimiliki temulawak ialah kurkuminoid. Kurkuminoid mampu memperbaiki level dari malonildialdehida
MDA, superoksida dismutase SOD, dan glutation peroksidase GSH-Px Kalpravidh et al. 2010. Ketiga senyawa tersebut merupakan antioksidan alami
yang ada di dalam tubuh yang dapat mengurangi kerusakan sel karena stress oksidatif.
Jumlah sel darah merah akan mengalami penurunan pada masa akhir kebuntingan atau menjelang kelahiran. Penurunan jumlah sel darah merah tersebut
tidak hanya terjadi pada domba namun juga pada hewan bunting lainnya, seperti pada kuda, babi, dan anjing Jain 1993; Vihan dan Rai 1987. Penurunan jumlah
sel darah merah pada masa akhir kebuntingan menimbulkan efek hemodilusi atau pengenceran darah sebagai akibat dari meningkatkanya plasma darah. Kondisi
tersebut juga telah diteliti pada kambing yang sedang bunting Azab dan Maksoud 1999.
Mekanisme kenaikan dan penurunan jumlah sel darah merah selama kebuntingan sangat terkait dengan proses hormonal. Perlakuan superovulasi
sebelum adanya perkawinan dapat meningkatkan jumlah korpus luteum, konsentrasi rata-rata hormon estrogen induk, konsentrasi hormon progesteron,
jumlah litter size, rata-rata bobot lahir anak, dan produksi susu masing-masing sebesar 112, 67, 42, 27, 32, dan 35 Adriani et al. 2007. Selanjutnya, profil
kenaikan dan penurunan dari jumlah sel darah merah dari setiap kelompok perlakuan disajikan pada Grafik 1.
Grafik 1 Jumlah sel darah merah induk
domba kontrol ♦, disuperovulasi ■, diberi ekstr
ak temulawak plus ▲, dan diberi ekstrak temulawak plus sekaligus disuperovulasi ● selama lima bulan kebuntingan.
Kenaikan kadar hormon estrogen dan progesteron memiliki hubungan yang erat dengan total bobot lahir anak. Semakin tinggi konsentrasi progesteron
dan estrogen selama kebuntingan maka bobot total lahir anak juga semakin tinggi Sumaryadi 2004. Total bobot lahir anak menggambarkan proses pertumbuhan
yang dialami fetus selama kebuntingan. Hal tersebut menunjukkan bahwa peningkatan hormon progesteron selama kebuntingan memberikan pengaruh besar
pada pertumbuhan fetus Manalu dan Sumaryadi 1998 Kelompok perlakuan yang mendapatkan pencekokan ekstrak temulawak
plus TM dan TM SO memiliki jumlah sel darah merah yang lebih tinggi dari kontrol. Kandungan vitamin A, D, dan B kompleks yang terdapat pada ekstrak
temulawak plus diduga memiliki pengaruh pada peningkatan jumlah sel darah merah. Pada manusia, suplementasi vitamin A dilaporkan dapat menurunkan
tingkat kematian pada anak yang baru lahir ketika ibunya menderita defisiensi vitamin A Rotondi dan Khobzi 2010. Pemberian piridoksin B6 mampu
meningkatkan proliferasi sel diferensiasi neuroblast pada saraf Yoo et al. 2011. Vitamin D dan K secara sinergis memberikan manfaat pada tulang dan sistem
kardiovaskular Kidd dan Paris 2010. Pemberian suplementasi vitamin D pada induk babi selama kebuntingan dapat memberikan kecukupan kebutuhan
mineralisasi tulang fetus Witschi et al. 2011.
4.2. Hematokrit