Sinkronisasi Estrus pada Domba

ekor gemuk merupakan domba yang berasal dari Indonesia bagian timur, seperti Madura, Sulawesi, dan Lombok. Domba ekor tipis banyak ditemukan di Jawa Barat. Domba lokal merupakan domba asli Indonesia. Domba ini kurang produktif bila dibandingkan dengan jenis domba yang lain karena jumlah karkas yang dihasilkan sangat rendah. Domba jenis ini banyak diusahakan oleh masyarakat di pedesaan. Ciri-ciri domba ini di antaranya ialah ukuran badannya kecil, pertumbuhannya lambat, bobot badan domba jantan berkisar 30 sampai dengan 40 kg, sedangkan betina berkisar 15 sampai dengan 20 kg, warna rambut dan polanya sangat beragam, telinganya kecil dan pendek, domba betina tidak bertanduk, sedangkan yang jantan bertanduk, dan ekornya kecil serta pendek Cahyono 1998.

2.2. Sinkronisasi Estrus pada Domba

Sinkronisasi estrus atau penyerentakan berahi dapat dilakukan dengan dua cara. Cara pertama ialah dengan mengeluarkan korpus luteum atau menjadikannya tidak berfungsi sehingga hewan tersebut memasuki fase folikuler dari siklus berahinya. Cara kedua adalah dengan menekan perkembangan folikel ovarium selama fase luteal Hunter 1995. Penghilangan korpus luteum dapat dilakukan dengan memberikan preparat hor mon yang bersifat luteolisis. Hormon tersebut ialah PGF2α atau analognya. Hormon PGF2α akan membuat korpus luteum yang ada di ovarium mengalami regresi setelah dilakukan injeksi. Sementara itu, penekanan perkembangan folikel ovarium dapat diberikan dengan memberikan preparat hormon progesteron atau progestin sintetik. Pemberian preparat progesteron atau progestin sintetik akan menekan aktivitas ovarium dalam waktu yang singkat sehingga tetap dalam fase luteal Donald dan Leslie 1980. Penyerentakan berahi domba dilakukan dengan memberikan injeksi hormon PGF2α. Pemberian injeksi ini harus dilakukan pada fase luteal, yaitu ketika ovarium domba sedang memiliki korpus luteum. Selain itu, injeksi hormon ini dilakukan ketika korpus luteum tersebut telah memasuki masa responsif terhadap PGF2α. Korpus luteum telah menjadi responsif terhadap PGF2α ketika minimal telah berumur tiga hari atau kira-kira hari keempat siklus berahinya. Oleh karena itu, injeksi PGF2α dapat dilakukan pada hari ke 5-16 dari siklus berahinya Donald dan Leslie 1980. Namun, jika penyerentakan berahi dilakukan pada sekelompok hewan maka teknik manajemen yang dilakukan ialah dengan injeksi PGF2α sebanyak dua kali. Injeksi PGF2α yang kedua berjarak 8 atau 9 hari dari injeksi yang pertama Hunter 1995. Menurut Donald dan Leslie 1980, injeksi PGF2α juga dapat dilakukan dengan rentang waktu antara 10-12 hari setelah injeksi yang pertama. Regresi korpus luteum atau luteolisis akan cepat terjadi setelah dilakukan injeksi PGF2α. Hewan akan menjadi berahi maksimal dalam 72 jam setelah injeksi P GF2α dilakukan. Rentang waktu terjadinya berahi biasanya dalam kisaran antara 29-48 jam setelah injeksi PGF2α Hunter 1995. Hormon PGF2α yang mempunyai sifat luteolisis menyebabkan regresi korpus luteum dengan cara mempengaruhi kerja LH terhadap korpus luteum dan meningkatkan jumlah sekresi oksitosin oleh ovarium. Setelah itu, ovarium akan kembali ke siklus berikutnya dengan perkembangan folikelnya yang baru James 2003.

2.3. Superovulasi pada Domba