III. METODE
3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan selama delapan bulan yang dimulai pada bulan Mei sampai dengan bulan Desember 2010. Penelitian dilakukan di kandang Mitra
Maju yang beralamat di Jalan Manunggal Baru No. 1, Desa Tegalwaru, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Analisis sampel darah dilakukan di
Laboratorium Fisiologi, Departemen Anatomi, Fisiologi, dan Farmakologi AFF, Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
3.2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain spuid, seperangkat alat ultrasonography USG, tabung reaksi, gelas objek, hemositometer, selotip,
marker, kertas label, tabung kapiler, alat penghitung, adam mikrohematokrit reader, penyumbat tabung kapiler, alat sentrifugasi, tambang, dan mikroskop
cahaya. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini di antaranya 16 domba betina,
hormon Prostaglandin PGF2α, hormon Pregnant Mare Serum Gonadotropin
PMSG dan human Chorionic Gondadotropin hCG, pengencer Hayem, alkohol 70, antikoagulan Ethilen Diamine Tetraasetate EDTA, kertas saring, sediaan
ekstrak temulawak plus ekstrak temulawak, vitamin A, vitamin B kompleks, dan vitamin D, dan selang penanda.
3.3. Tahap Persiapan
3.3.1. Hewan Percobaan
Hewan coba yang digunakan dalam penelitian ini ialah 16 domba betina lokal yang telah dewasa kelamin. Domba-domba tersebut berasal dari Priangan
Timur dan memiliki kisaran bobot badan antara 20-25 kg.
3.3.2. Aklimatisasi Domba
Sebelum mendapat perlakuan, domba penelitian dipelihara selama dua minggu untuk diaklimatisasikan. Tujuan aklimatisasi ialah untuk memberikan
kesempatan agar domba-domba tersebut menyesuaikan diri terhadap lingkungan.
Selama aklimatisasi, domba diberikan antibiotik, antelmintik, dan vitamin B kompleks. Pemberian antibiotik, antelmintik, dan vitamin bertujuan untuk
mendapatkan kondisi domba yang sehat dan bebas dari penyakit.
3.3.3. Kandang, Pakan, dan Minum
Kandang yang digunakan dalam penelitian ini ialah kandang kelompok dengan konstruksi kandang panggung dengan ketinggian 50 cm dari permukaan
tanah. Pakan domba perlakuan yang diberikan terdiri atas hijauan dan singkong. Hijauan diberikan pada pagi dan sore hari, sedangkan pada siang hari diberikan
singkong. Pemberian air minum dilakukan secara tidak terbatas atau ad libitum.
3.4. Tahap Pelaksanaan
3.4.1. Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini ialah rancangan acak lengkap RAL pola faktorial 2 x 2. Faktor pertama ialah
superovulasi sedangkan faktor kedua ialah pemberian ekstrak temulawak plus. Selanjutnya, domba penelitian dibagi ke dalam empat kelompok perlakuan yang
masing-masing kelompok terdiri atas empat ekor domba. Rancangan percobaan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Pembagian kelompok domba perlakuan Perlakuan
Tidak disuperovulasi Disuperovulasi
Tidak diberi ekstrak Kontrol 4 ulangan
SO 4 ulangan Diberi ekstrak
TM 4 ulangan SO dan TM 4 ulangan
3.4.2. Superovulasi
Perlakuan superovulasi diawali dengan sinkronisasi estrus terlebih dahulu terhadap semua domba pada setiap kelompok perlakuan. Sinkronisasi estrus
dilakukan dengan menyuntikkan hormon PGF2α Lutalyse
TM
secara intramuskular
sebanyak dua kali. Dosis PGF2α yang diberikan berkisar 5-15
mgkg bobot . Penyuntikan PGF2α kedua dilakukan dengan selang waktu 11 hari
dari penyuntikan pertama. Kelompok domba superovulasi SO dan kelompok domba yang dicekok ekstrak temulawak plus sekaligus disuperovulasi TM SO
mendapat perlakuan superovulasi dengan penyuntikan secara intramuskular menggunakan hormon PMSG dan hCG yang disuntikkan sesaat setelah
penyuntikan PGF2α yang kedua.
Dua hari setelah peny untikan PGF2α yang kedua, domba berada dalam
kondisi estrus, semua kelompok perlakuan domba dicampur dengan domba pejantan yang telah dipilih. Pencampuran domba jantan dengan domba betina
dilakukan selama dua hari. Pencampuran dengan pejantan dilakukan dengan membagi 16 domba menjadi dua kelompok dengan masing-masing kelompok
terdiri atas 8 betina dan 1 jantan. Tiga puluh hari setelah pencampuran dengan pejantan, dilakukan pemeriksaan kebuntingan menggunakan USG.
3.4.3. Pemberian Ekstrak Temulawak Plus
Kelompok yang mendapat perlakuan pencekokan ekstrak temulawak plus ialah kelompok domba yang hanya diberi ekstrak temulawak plus TM dan
domba yang dicekok ekstrak temulawak plus dan disuperovulasi TM SO. Kelompok tersebut mulai mendapatkan perlakuan pencekokan setelah
kebuntingan berumur satu bulan. Pencekokan dilakukan sekali seminggu dengan dosis 1 mg per kg bobot badan.
3.4.4. Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel darah pertama dilakukan sebelum domba diberikan perlakuan. Setelah itu, sampel darah diambil kembali setiap bulan selama lima
bulan. Pengambilan darah dilakukan melalui vena jugularis menggunakan spuid sebanyak kurang lebih 5 ml kemudian langsung dimasukkan ke dalam tabung
reaksi yang telah dilapis antikoagulan EDTA. Tabung tersebut kemudian langsung ditutup menggunakan sumbat dan diberi label sesuai kode perlakuan. Sampel
darah tersebut kemudian dimasukkan ke dalam kotak pendingin dan dibawa ke laboratorium fisiologi untuk dilakukan pemeriksaan darah.
3.4.5. Penghitungan Eritrosit, Hematokrit, dan Hemoglobin
Penghitungan eritrosit dilakukan secara manual dengan metode hemositometer. Metode ini diawali dengan menghisap darah menggunakan pipet
eritrosit sampai skala 0,5. Kemudian, pipet dibersihkan dari noda darah yang menempel menggunakan tisu. Setelah itu, ujung pipet dimasukkan ke dalam
cairan pengencer hayem dan menghisap larutan tersebut sampai batas tera 101. Aspirator dilepas, pipet diangkat, ujungnya ditutup dengan jempol, dan
pangkalnya ditutup dengan jari tengah. Pipet diposisikan mendatar dan dihomogenkan dengan membuat gerakan memutar angka 8. Setelah homogen,
cairan tetesan pertama dan kedua dibuang. Selanjutnya, hasil pengenceran dituangkan ke dalam kamar hitung dengan menyentuhkan ujung pipet eritrosit
pada tepi kaca penutup. Kemudian, kamar hitung didiamkan beberapa menit agar sel-sel darah merah mengendap pada dasar kamar hitung. Langkah berikutnya,
melihat kamar hitung di bawah mikroskop dengan pembesaran objektif 40 kali. Jumlah sel yang dihitung adalah di lima kotak, yaitu pada pojok kanan atas dan
bawah, pokok kiri atas dan bawah, serta satu kotak yang tepat berada di tengah. Jumlah sel darah merah ialah jumlah dari penghitungan lima kotak tadi dikalikan
dengan 10.000 per mm
3
. Penghitungan nilai hematokrit atau Pack Cell Volume PCV dilakukan
menggunakan Adam Mikrohematocrit Reader. Tabung mikro yang digunakan adalah tabung mikro dengan panjang 7 cm dan diameter 0,1 mm. Sampel darah
diambil dengan menempelkan bagian ujung dari tabung mikro tersebut ke dalam darah. Posisi ujung tabung mikro hampir mendatar dan bagian ujung tabung yang
lain dikosongkan kira-kira 1 cm. Bagian ujung tabung disumbat. Setelah itu, tabung mikro yang berisi sampel darah tersebut disentrifuse selama 4-5 menit
dengan kecepatan 10.000 rpm. Hasil sentrifugasi dibaca menggunakan Adam Mikrohematocrit Reader
. Pengukuran nilai hemoglobin dilakukan dengan menggunakan metode
Sahli. Metode ini dilakukan dengan menambahkan HCl ke dalam tabung kemudian ditambahkan dengan sampel darah dan ditambahkan secara perlahan
sejumlah aquades hingga warna yang terbentuk sama dengan kontrol. Kadar hemoglobin diperoleh dengan membaca skala yang tertera pada tabung Sahli.
3.5. Variabel yang Diamati
Variabel yang diamati dalam penelitian ini terdiri atas jumlah sel darah merah, nilai hematokrit PCV, dan kadar hemoglobin.
3.6. Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis menggunakan metode analisis General Linear Model
GLM multivariate untuk melihat interaksi dari masing-masing faktor perlakuan yang diberikan.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Sel Darah Merah
Hasil penghitungan jumlah sel darah merah setiap bulan selama lima bulan dari setiap kelompok perlakuan memberikan gambaran nilai yang berbeda seperti
terlihat pada Tabel 2. Pada bulan pertama kebuntingan, didapatkan jumlah sel darah merah yang beragam antarkelompok perlakuan meskipun dengan nilai yang
tidak berbeda nyata secara statistik. Jumlah sel darah merah dari kelompok domba yang disuperovulasi sekaligus diberi ekstrak temulawak plus TM SO
menunjukkan nilai jumlah sel darah merah yang paling tinggi dengan jumlah 14,83±0,87 x
10
6
mm
3
. Jumlah sel darah merah terendah ada pada kelompok domba yang tidak disuperovulasi dan tidak diberi ekstrak temulawak plus
kontrol dengan jumlah sel darah merah 11,50±1,50 x 10
6
mm
3
. Satu-satunya faktor yang secara signifikan mempengaruhi jumlah sel darah merah tersebut ialah
faktor superovulasi SO, sedangkan faktor pemberian ekstrak temulawak plus dan kombinasi pemberian ekstrak temulawak plus sekaligus superovulasi tidak
mempengaruhi perbedaan jumlah sel darah merah dari setiap kelompok perlakuan. Tabel 2 Jumlah sel darah merah 10
6
mm
3
induk domba bunting yang disuperovulasi sebelum kawin dan diberi ekstrak temulawak plus
selama kebuntingan
Bulan Kontrol
TM SO TM SOTM
Kontrol SO
Kontrol SO
1 11,50±1,50
a
13,73±0,85
a
11,71±3,20
a
14,83±0,87
a
- -
2 11,73±1,73
a
14,85±0,72
ab
12,38±2,17
a
15,68±0,96
b
- -
3 11,55±1,90
a
15,03±0,48
ab
13,05±1,58
ab
16,08±0,51
b
- -
4 11,40±1,60
a
15,13±0,55
b
13,33±0,94
ab
15,43±0,52
b
- 5
10,95±0,91
a
14,88±0,46
c
13,40±0,77
b
14,88±0,96
c
Ket: SO: Superovulasi; TM: Ekstrak temulawak plus; SOTM: Superovulasi sekaligus ekstrak temulawak plus; Tanda : Signifikan P0,05; Tanda -: Tidak signifikan p0,05; Huruf superscript berbeda
pada baris yang sama menunjukkan nilai berbeda nyata p0,05.
Pada kelompok domba yang disuperovulasi, domba induk memiliki jumlah fetus lebih banyak daripada kelompok perlakuan lainnya sehingga sangat
mempengaruhi metabolisme induk domba tersebut. Perubahan metabolisme