57.9 Analisis Pemborosan Pangan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit PMI Bogor dan Pengaruhnya terhadap Tingkat Kecukupan Gizi

Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan status gizi jenis Diet Jenis Kasus JK UW N OW OB 1 OB 2 Total n n n n n n Diet Lambung Lunak Dyspepsia P - - - - 2 10.5 1 6.7 - - 3 15.8 L - - 3 20.0 6 31.6 - - - - 9 47.4 Febris P 1 5.3 1 5.3 - - - - - - 2 10.5 L 1 5.3 1 5.3 1 5.3 - - - - 3 13.3 Thypoid P - - - - 1 5.3 - - - - 1 5.3 L - - 1 5.3 - - - - 1 5.3 2 10.5 Jumlah Diet Lunak 2

10.5 6

35.8 10

52.6 1

6.7 1.0

5.3 20

100 Diet Biasa Dsypnoe P 1 5.6 1 5.6 - - - - - - 2 11.1 L 1 5.6 1 5.6 - - 1 5.6 - - 3 16.7 Anemia P 1 5.6 6 33.3 1 5.6 - - - - 8 44.4 L - - - - - - - - - - - - Ca Mammae P 1 5.6 3 16.7 - - 1 5.6 - - 5 27.8 L - - - - - - - - - - - Jumlah Diet Biasa 4

22.4 11

61.2 1

5.6 2

11.2 -

- 18 100 Ketersediaan Makanan di Instalasi Gizi Salah satu faktor yang mempengaruhi konsumsi pangan seseorang adalah ketersediaan makanan, selain tingkat pendapatan dan pendidikan Suhardjo 1989 Rata-rata ketersediaan zat gizi dari makanan perhari yang disediakan oleh instalasi gizi selama tujuh hari disajikan pada Tabel 10. Tabel 10 Ketersediaan zat gizi dari makanan yang disediakan di instalasi gizi sehari selama tujuh hari pengamatan Hari Jumlah pasien Ketersediaan Sehari E Kal P g L g KH g Hari 1 214 436,286 13,861.2 20,880.1 49,277.3 Hari 2 224 315,620 11,377.2 13,733.7 37,166.1 Hari 3 226 353,550 12,640.4 10,713.2 44,559.1 Hari 4 218 341,749 15,237.5 13,232.2 36,599.1 Hari 5 177 301,814 21,919.1 9,311.4 41,563.9 Hari 6 208 278,548 11,376.5 8,099.3 42,843.4 Hari 7 189 281,887 20,225.3 7,324.0 46,580.8 Rata-rata 208 329,922 15,233.9 11,899.1 42,655.7 Tabel 10 menunjukkan bahwa ketersediaan zat gizi antara hari 1 sampai hari 7 memiliki nilai yang bervariasi. Pada hari 1 ketersediaan energi lebih tinggi dibandingkan pada hari lain, hal ini dikarenakan pada hari 1 pada saat penelitian menu yang disajikan oleh instalasi gizi pengolahannya dengan digoreng dan bersantan. Rata-rata ketersediaan zat gizi dari makanan yang disediakan oleh instalasi gizi yang diterima oleh contoh disajikan pada Tabel 11. Tabel 11 Rata-rata ketersediaan zat gizi contoh rawat inap RS PMI Bogor Ketersediaan E Kal P g L g KH g Hari ke-1 2492 49.4 21.2 227.4 Hari ke-2 2399 93.5 76.1 337.0 Hari ke-3 2909 90.1 76.5 458.4 Rata-ratahariorang 2600

77.7 57.9

340.9 Berdasarkan standar kecukupan gizi rumah sakit untuk diet lambung lunak memerlukan energi 1990 kal sedangkan menurut WNPG 2004 memerlukan energi 2200 – 1750 Kal wanita 18-60 tahun, energi 2600-2250 Kal pria 18-60 tahun. Pada Tabel 11 dapat disimpulkan bahwa ketersediaan makanan dari rumah sakit PMI Bogor telah memenuhi standar kecukupan energi menurut standar kecukupan rumah sakit maupun WNPG. Karakteristik Makanan di Instalasi Gizi Karakteristik makanan instalasi gizi meliputi warna, bentuk, porsi, dan penyajian makanan, aroma makanan, bumbu makanan, konsistensi makanan dan rasa makanan. Data warna, bentuk, porsi, penyajian makanan, aroma makanan, bumbu makanan, konsistensi makanan dan rasa makanan yang diperoleh dari jawaban contoh pada instrumen kuesioner. Berdasarkan hasil yang diperoleh dari jawaban pada instrumen kuesioner didapatkan bahwa karakteristik makanan contoh rawat inap di Rumah Sakit PMI Bogor dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 Distribusi contoh berdasarkan penilaian terhadap karakteristik makanan Karakteristik Makanan Keterangan Jumlah N Warna Makanan Menarik 31 81.6 Tidak menarik 7 18.4 Bentuk Makanan Menarik 27 71.1 Tidak menarik 11 28.9 Porsi Makanan Kecil 16 42.1 Besar 22 57.9 Penyajian Makanan Menarik 6 15.8 Tidak menarik 32 84.2 Aroma makanan Enak 25 65.8 Tidak Enak 13 34.2 Bumbu makanan Terasa 21 55.3 Tidak Terasa 17 44.7 Konsistensi makanan Sesuai 22 57.9 Tidak Sesuai 16 42.1 Rasa makanan Enak 22 60.5 Tidak Enak 16 39.5 Warna makanan merupakan rangsangan pertama pada indera penglihatan. Dalam suatu menu yang baik harus terdapat kombinasi warna lebih dari dua macam untuk membuat penampilan makanan menjadi lebih menarik Moehyi 1992. Makanan yang diberikan kepada contoh sudah diperhatikan bagaimana cara mengolah bahan dan teknik memasak makanan. Hal ini juga terlihat dari persentase contoh yang menyatakan warna makanan menarik 81.6 Bentuk makanan merupakan bagian terpenting dalam penampilan makanan. Bentuk makanan yang menarik akan menimbulkan ketertarikan bagi seseorang untuk mengkonsumsi makanan. Di rumah sakit PMI Bogor, jumlah contoh yang menyatakan bentuk makanan yang disajikan oleh instalasi gizi menarik sebanyak 71.1, Hal ini dikarenakan instalasi gizi telah membuat makanan lebih menarik dengan cara memotong bahan makanan atau membentuk makanan yang sudah jadi, misalnya nasi menggunakan cetakan agar tampak lebih menarik, lauk nabati dan lauk hewani dipotong dengan lebih menarik seperti bentuk oval. Porsi makanan adalah banyaknya makanan yang disajikan dan kebutuhan setiap individu berbeda sesuai dengan kebiasaan makannya. Besar porsi makanan bukan hanya berkaitan dengan perencanaan dan perhitungan pemakaian bahan makanan, tetapi juga berkaitan dengan penampilan makanan. Pemorsian yang dilakukan oleh RS PMI Bogor sudah direncanakan dan diperhitungkan kebutuhan bahan makanan dan disesuaikan dengan kebutuhan zat gizi. Hasilnya kemudian dimasukkan ke dalam standar porsi. Selanjutnya standar porsi ini kemudian dijadikan sebagai acuan untuk mengolah bahan makanan. Hal inilah yang membuat 50 dari total responden mengganggap bahwa porsi makanan yang disajikan oleh rumah sakit sudah sesuai besar. Penyajian makanan merupakan faktor terakhir dari proses penyelenggaraan menu makanan. Meskipun makanan diolah dengan cita rasa yang tinggi tetapi bila dalam penyajiaannya tidak dilakukan dengan baik, maka nilai makanan tersebut tidak akan berarti, karena makanan yang ditampilkan waktu disajikan akan merangsang indera penglihatan sehingga menimbulkan selera yang berkaitan dengan cita rasa Moehyi 1992. Berdasarkan hasil penelitian di rumah sakit PMI Bogor, lebih dari 80 contoh menyatakan penyajian makanan tidak menarik. Hal ini dikarenakan makanan yang disediakan oleh instalasi gizi tidak diberikan garnish hiasan. Aroma yang disebarkan oleh makanan merupakan daya tarik yang sangat kuat dan mampu merangsang indera penciuman sehingga membangkitkan selera Moehyi 1992. Makanan yang disajikan oleh Rumah Sakit Haji Jakarta memiliki aroma yang berbeda-beda tergantung dengan jenis makanan dan cara memasaknya. Berdasarkan hasil dari Tabel 12, lebih dari 60 contoh menyatakan aroma makanan yang disediakan instalasi gizi enak. Hal ini dikarenakan pada saat pengamatan menu makanan yang disajikan sedikit yang mendapatkan makanan yang diolah dengan cara direbus atau digoreng saja melainkan bervariasi. Bumbu adalah bahan yang ditambahkan pada makanan yang enak dan rasa yang tepat setiap kali pemasakan. berbagai bumbu yang digunakan dapat pula membangkitkan selera karena memberikan rasa makanan yang khas Moehyi 1992. Berdasarkan hasil dari Tabel 12, contoh yang menyatakan bumbu terasa lebih dari 50. Hal ini tergantung dari menu yang diolah pada saat pengamatan. Konsistensi makanan merupakan komponen yang turut menentukan citarasa makanan karena sensitivitas indera rasa dipengaruhi oleh konsistensi makanan. Berdasarkan hasil dari Tabel 12, contoh yang menyatakan konsistensi makanan sesuai lebih dari 50. Hal ini dikarenakan tekstur makanan yang disajikan tidak terlalu lunak dan tidak terlalu keras. Kebutuhan Energi dan Zat Gizi Contoh Berdasarkan Tabel 13 dapat diketahui bahwa kebutuhan energi contoh diet lambung lunak berkisar antara 1663 Kal – 2017 Kal, kebutuhan protein berkisar antara 90.1 g – 121.4 g, kebutuhan lemak berkisar antara 19.3 g – 25.5 g dan kebutuhan karbohidrat berkisar antara 270.2 g – 327.7 g. Kebutuhan energi contoh diet biasa berkisar antara 1721 Kal – 2235 Kal, kebutuhan protein berkisar antara 98.5 g – 130.6 g, kebutuhan lemak berkisar antara 19.1 g – 34.4 g dan kebutuhan karbohidrat berkisar antara 280.0 g – 350.7 g. Tabel 13 Kebutuhan energi dan zat gizi sehari contoh Diet dan Jenis Penyakit JK N Kebutuhan E Kal P g L g KH g Diet lambung lunak Dyspepsia L 9 1978 118.6 24.2 321.4 P 3 1663 90.1 19.3 270.2 Febris L 3 2017 119.1 25.5 327.7 P 2 1804 90.2 20.1 293.1 Thypoid L 2 1741 98.8 23.8 282.9 P 1 1943 121.4 21.6 315.7 Jumlah 20 Diet Biasa Dyspnoe L 3 2032 127.0 22.6 330.3 P 2 1721 98.5 19.1 280.0 Anemia L - - - - - P 8 2021 126.8 26.1 319.7 Ca Mammae L - - - - P 5 2235 130.6 34.4 350.7 Jumlah 18 Konsumsi Makanan dari Luar Rumah Sakit Contoh Gambaran Kebiasaan Makan Contoh Berdasarkan hasil yang diperoleh dari jawaban pada instrumen kuesioner didapatkan bahwa gambaran kebiasaan makan pasien rawat inap di rumah sakit PMI Bogor dapat dilihat pada Tabel 14.Tabel 14 Distribusi contoh berdasarkan kebiasaan makan Kebiasaan Makan Jumlah n Tidak Sesuai 9 23.7 Sesuai 29 76.3 TOTAL 38 100 Kebiasaan makan adalah ekspresi setiap individu dalam memilih makanan yang akan membentuk pola perilaku makan. Pola makan sehari-hari merupakan pola makan seseorang yang berhubungan dengan kebiasaan makan setiap harinya. Suatu kebiasaan di suatu wilayah dapat mempengaruhi tingkat konsumsi seseorang. Perbedaan pola makan di rumah dan pada saat di RS akan mempengaruhi daya terima pasien terhadap makanan. Berdasarkan tabel 14, didapatkan dari 38bahwa contoh yang memiliki kebiasaan makan tidak sesuai dengan rumah sakit lebih sedikit dibandingkan dengan contoh yang memiliki kebiasaan makan sesuai. Kebiasaan makan dikategorikan menjadi tiga yaitu susunan makanan berdasarkan konsep gizi seimbang, jumlah makanan dan frekuensi makan dari hasil tersebut dijumlahkan untuk mengetahui nilai dari kebiasaan makan contoh. Kebiasaan contoh yang sesuai dengan konsep gizi seimbang sebesar 76.3 Konsumsi Makanan dari Luar Rumah Sakit Makanan dari luar rumah sakit merupakan salah satu indikator terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap. Pada Tabel 14 diketahui bahwa 38 contoh tidak mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit. Semua contoh tidak pernah mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit dengan alasan takut jika makanan yang dibeli dari luar rumah sakit tidak diperbolehkan untuk dikonsumsi oleh dokter. Persentase makanan dari luar rumah sakit dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15 Distribusi contoh berdasarkan kebiasaan mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit Makanan dari Luar Rumah Sakit Jumlah n Selalu Kadang-kadang Tidak Pernah 38 100 TOTAL 38 100 Rata-rata Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi Berdasarkan pada Tabel 16 rata-rata tingkat kecukupan energi dan protein untuk contoh Dyspepsia sebesar 84 dan 69, rata-rata tingkat kecukupan energi dan protein untuk contoh Febris sebesar 68 dan 56, rata-rata tingkat kecukupan energi dan protein untuk contoh Thypoid sebesar 78 dan 73, rata- rata tingkat kecukupan energi dan protein untuk contoh Dyspnoe sebesar 110 dan 67, rata-rata tingkat kecukupan energi dan protein untuk contoh Anemia sebesar 92 dan 63, serta rata-rata tingkat kecukupan energi dan protein untuk contoh Ca Mammae sebesar 90 dan 69. Rata-rata tingkat kecukupan energi tertinggi adalah pada contoh Dyspnoe sebesar 110, sedangkan tingkat kecukupan protein tertinggi pada contoh Thypoid sebesar 73. Dari semua contoh rata-rata tingkat kecukupan energi dan protein lebih dari 50, sehingga dapat di simpulkan bahwa makanan yang disediakan oleh instalasi gizi telah mencapai tingkat kecukupan energi dan protein sesuai dengan kebutuhan energi dan protein contoh. Tingkat Kecukupan Energi dan Protein terhadap Kebutuhan Sehari dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16 Tingkat kecukupan energi dan protein terhadap kebutuhan sehari Jenis Diet dan Penyakit Energi Protein Konsumsi kal Kebutuhan Kal Tk. Kecukupan Konsumsi g Kebutuhan g Tk. Kecukup an Diet lambung lunak, Dyspepsia Rata-rata 1629 1899 84 74 111 69 Diet lambung lunak, Febris Rata-rata 1330 1931 68 50 136 56 Diet lambung lunak, Thypoid Rata-rata 1384 1808 78 59 106 73 Diet Biasa, Dyspnoe Rata-rata 2024 1908 110 75 116 67 Diet Biasa, Anemia Rata-rata 1818 2021 90 71 127 62 Diet Biasa, Ca Mammae Rata-rata 2146 2235 91 80 131 69 Tingkat kecukupan terhadap kebutuhan lemak dan karbohidrat dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17 Tingkat kecukupan lemak dan karbohidrat terhadap kebutuhan sehari Jenis Diet dan jenis penyakit Lemak Karbohidrat Konsumsi kal Kebutuhan Kal Tk. Kecukupan Konsumsi g Kebutuhan g Tk. Kecukup an Diet lambung lunak, Dyspepsia Rata-rata 35 23 163 236 309 78 Diet lambung lunak, Febris Rata-rata 41 23 182 227 314 74 Diet lambung lunak, Thypoid Rata-rata 43 23 141 229 294 82 Diet Biasa, Dyspnoe Rata-rata 54 21 254 338 310 111 Diet Biasa, Anemia Rata-rata 58 26 212 255 320 77 Diet Biasa, Ca Mammae Rata-rata 52 34 149 361 351 96 Berdasarkan pada Tabel 17 rata-rata tingkat kecukupan lemak dan karbohidrat untuk contoh Dyspepsia sebesar 163 dan 78, rata-rata tingkat kecukupan lemak dan karbohidrat untuk contoh Febris sebesar 182 dan 74, rata-rata tingkat kecukupan lemak dan karbohidrat untuk contoh Thypoid sebesar 141 dan 82, rata-rata tingkat kecukupan lemak dan karbohidrat untuk contoh Dyspnoe sebesar 254 dan 111, rata-rata tingkat kecukupan lemak dan karbohidrat untuk contoh Anemia sebesar 212 dan 77, serta rata-rata tingkat kecukupan lemak dan karbohidrat untuk contoh Ca Mammae sebesar 165 dan 86. Rata-rata tingkat kecukupan lemak dan karbohidrat tertinggi adalah pada contoh Dyspnoe sebesar 254 dan 111. Dari semua contoh rata-rata tingkat kecukupan lemak dan karbohidrat lebih dari 50, sehingga dapat disimpulkan bahwa makanan yang disediakan oleh instalasi gizi telah mencapai tingkat kecukupan lemak dan karbohidrat sesuai dengan kebutuhan lemak dan karbohidrat contoh. Tingkat Pemborosan Pangan Pada Contoh Sisa makanan adalah jumlah makanan yang tidak habis dikonsumsi setelah makanan disajikan Carr 2001. Penentuan banyaknya sisa makanan pada contoh dapat dilihat berdasarkan kategori. Sisa makanan dikategorikan atas sisa makanan sedikit bila 25 dan banyak 25 dari total makanan yang disajikan oleh rumah sakit instalasi gizi. Persentase Frekuensi Terjadinya Sisa Makanan Contoh Dari Tabel 18 dapat disimpulkan bahwa 38 contoh menyatakan kadang- kadang menyisakan makanan dengan persentase tertinggi sebesar 79, dan delapan orang contoh menyatakan selalu menyisakan makanan dengan persentase 21. Sebagian besar contoh hanya sedikit yang meninggalkan sisa makanan, hal ini dikarenakan semua contoh tidak mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit sehingga sebagian besar contoh lebih banyak menghabiskan makanan yang telah disediakan oleh rumah sakit. Tabel 18 Distribusi contoh berdasarkan keberadaan sisa makanan Sisa Makanan Jumlah n Selalu 8 21 Kadang-kadang 30 79 Tidak Pernah - - TOTAL 38 100 Sisa Makanan Berdasarkan Waktu Makan Waktu makan dibagi menjadi makan pagi sarapan, makan siang dan makan sore. Berdasarkan hasil pengamatan sisa makanan contoh selama tiga hari yang meliputi makan pagi, makan siang, makan sore serta dua kali snack pagi dan snack siang. Dari hasil pada tabel 19 dapat disimpulkan bahwa sisa makanan yang sering terjadi pada contoh terdapat pada waktu makan sore untuk makanan pokok, hal ini dikarenakan sebagian besar contoh masih kenyang karena waktu dari makan siang ke makan sore berdekatan dan juga terdapat selingan sebelum waktu makan sore. Besarnya sisa makanan contoh menurut waktu makan dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19 Distribusi contoh berdasarkan kategori sisa makanan dan waktu makan Jenis Makanan Waktu Makan Pagi Waktu Makan Siang Waktu Makan Sore Banyak Sedikit Banyak Sedikit Banyak Sedikit Makanan Pokok 16.7 83.3 56.7 43.3 93.3 6.7 Lauk Hewani 33.3 66.7 50 50 Lauk Nabati 56.7 43.3 76.7 23.3 Sayur 73.3 26.7 66.7 33.3 Buah 6.7 93.3 6.7 93.3 Snack 6.7 93.3 Berdasarkan hasil penelitian Sumiyati 2008, diketahui bahwa masih terjadi sisa makanan pada pasien di kelas I RSU RA. Kartini dalam jumlah banyak 25 meliputi semua jenis makanan. Sedangkan pada waktu makan siang dan sore terdapat sisa makanan dalam jumlah banyak 25 kecuali untuk buah. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang didapat. Persentase sisa makananan waktu makan siang dan sore memiliki sisa makanan banyak kecuali untuk buah dan snack. Hal ini dikarenakan contoh menyukai mengkonsumsi buah dan snack yang disajikan instalasi gizi serta contoh masih merasa mual ataupun karena adanya gangguan pencernaan sehingga contoh lebih sering menyisakan makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati dan sayur. Sisa Makanan Berdasarkan Jenis Diet Jenis diet contoh dibagi menjadi diet lambung lunak dan diet biasa. Contoh dengan Diet lambung lunak dan Diet Biasa Tanpa Diet jumlah contoh masing- masing 15 orang. Kategori sisa makanan berdasarkan jenis diet per waktu makan pada makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayur, buah dan snack dapat dilihat dari Tabel 20. Tabel 20 Distribusi contoh sisa makanan berdasarkan jenis diet Jenis Makanan Waktu Makan Pagi Waktu Makan Siang Waktu Makan Sore Banyak Sedikit Banyak Sedikit Banyak Sedikit Diet lambung lunak Makanan Pokok 33.3 66.7 60 40 100 Lauk Hewani 33.3 66.7 46.7 53.3 Lauk Nabati 66.7 33.3 86.7 13.3 Sayur 80 20 66.7 33.3 Buah 100 100 Snack 20 80 6.7 93.3 Diet Biasa Makanan Pokok 100 60 40 86.7 13.3 Lauk Hewani 33.3 66.7 53.3 46.7 Lauk Nabati 46.7 53.3 66.7 33.3 Sayur 66.7 33.3 66.7 33.3 Buah 13.3 86.7 13.3 86.7 Snack 20 80 6.7 93.3 Sisa makanan tertinggi waktu makan pagi pada makanan pokok terdapat pada contoh diet lambung lunak dengan persentase 33.3. Hal ini disebabkan karena rendahnya nafsu makan contoh diet lambung lunak karena adanya gangguan pencernaan. Sisa makanan tertinggi pada snack baik pada contoh diet lambung lunak dan contoh diet biasa masing-masing memiliki persentase yang sama yaitu sebesar 20. Sisa makanan tertinggi waktu makan siang pada contoh diet lambung lunak dan diet biasa terdapat pada sayur masing-masing dengan persentase 80 dan 66.7. Hal ini disebabkan karena contoh diet lambung lunak memiliki gangguan pencernaan sehingga berkurangnya nafsu makan contoh. Sisa makanan tertinggi waktu makan sore pada contoh diet lambung lunak dan diet biasa terdapat pada makanan pokok dengan persentase 100 dan 86.7. Sisa makanan tertinggi pada lauk hewani terdapat pada contoh diet biasa dengan persentase 53.3. Sisa makanan tertinggi pada lauk nabati terdapat pada contoh diet lambung lunak dengan persentase 86.7. Hal ini disebabkan karena contoh kurang menyukai rasa dari makanan yang disajikan oleh instalasi gizi. Sisa makanan pada sayur untuk contoh diet lambung lunak dan diet biasa memiliki persentase yang sama yaitu 66.7, sedangkan sisa makanan tertinggi pada buah terdapat pada contoh diet biasa, hal ini dikarenakan sebagian contoh diet biasa kurang menyukai mengkonsumsi buah. Jadi, dapat disimpulkan bahwa contoh diet lambung lunak memiliki sisa makanan tertinggi dari makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati dan sayur. Sisa makanan yang terjadi pada contoh hal ini dikarenakan dari penyajian makanan yang tidak menarik sehingga contoh kurang tertarik untuk mengkonsumsi makanan dari instalasi gizi. Tingkat pemborosan pangan pada contoh rawat inap RS PMI Bogor dapat dilihat pada Grafik 1. Grafik 1 Tingkat Pemborosan Pangan pada Contoh Rawat Inap RS PMI Bogor Hasil penelitian Sumiyati 2008, diketahui bahwa masih terjadi sisa makanan pada pasien di Ruang Anggrek RSU RA. Kartini dalam jumlah banyak 25 meliputi semua jenis makanan kecuali untuk jenis sayur termasuk dalam kategori sedikit. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian dari Sumiyati 2008, penelitian di rumah sakit PMI Bogor menunjukkan sisa makanan pasien rawat inap dalam jumlah sedikit 25 meliputi semua jenis makanan, sehingga dapat disimpulkan bahwa pada pasien rawat inap RS PMI Bogor tidak terjadi pemborosan pangan yang terlalu banyak. Sisa Makanan Berdasarkan Menu Sejumlah 61 jenis menu masakan yang disajikan kepada contoh selama penelitian. Menu tersebut meliputi makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayuran dan snack. Berdasarkan hasil yang diperoleh, diketahui bahwa sayur memiliki persentase sisa makanan yang paling tinggi, dari 12 jenis menu sayur yang disajikan, diketahui bahwa 5 jenis menu masih memiliki rata-rata sisa diatas 20, antara lain sup sayuran, bening bayam, sup macaroni, sayur lodeh dan sayur kari. Besarnya sisa makanan berdasarkan menu yang disajikan dapat dilihat pada Grafik 2. Grafik 2 Sisa makanan sayur berdasarkan jenis menu Sisa makanan yang tinggi terdapat pada menu bening bayam, sup sayuran, sup macaroni sayur lodeh dan sayur kari hal ini dikarenakan rasa dari jenis menu tersebut kurang enak dan rendahnya keinginan contoh untuk mengkonsumsi sayuran. Diperlukan menu baru yang lebih menarik untuk sayuran dan dalam mengolah sayuran sebaiknya dicicipi rasanya terlebih dahulu sebelum disajikan kepada pasien. Tingkat Pemborosan Pangan pada Instalasi Gizi Sisa makanan yang terjadi sehari selama satu minggu tertinggi di instalasi gizi terdapat pada makanan pokok sebesar 67456 gminggu, sedangkan sisa makanan yang paling sedikit selama satu minggu yaitu pada snack sebesar 2063 gminggu. Dengan adanya sisa makanan tersebut, instalasi gizi menyebabkan terjadinya pemborosan pangan. Sisa Makanan Sehari Instalasi Gizi selama Tujuh Hari dapat dilihat pada Tabel 21. Tingkat pemborosan pangan selama tujuh hari di instalasi gizi dapat dilihat pada Grafik 3. Tabel 21 Sisa makanan sehari g di instalasi gizi selama tujuh hari pengamatan Hari Sisa Makanan g M. Pokok Lauk Hewani Lauk Nabati Sayur Snack 1 7271 703 2461 2437 - 2 5696 970 835 2692 - 3 13146 1503 926 3221 - 4 11682 1570 464 2018 404 5 13372 1311 1009 4462 212 6 12483 2744 3692 460 1012 7 3806 214 1101 598 435 TOTAL 67456 9015 10488 15888 2063 Grafik 3 Tingkat Pemborosan Pangan di Instalasi Gizi RS PMI Bogor Hasil penelitian di RS Haji Jakarta menunjukkan tingginya sisa makanan di instalasi gizi dengan persentase 18,1 lauk hewani, 15,9 lauk nabati, dan 18,8 sayur Lisa E 2011. Hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian di RS PMI Bogor menunjukkan rendahnya sisa makanan di instalasi gizi RS PMI Bogor dengan persentase untuk makanan pokok 12.4, lauk hewani 4.8, lauk nabati 6.1, dan sayur 7.9. Sehingga dapat disimpulkan bahwa rendahnya sisa makanan yang terjadi di instalasi gizi RS PMI Bogor dan tidak terjadinya pemborosan pangan pada RS PMI Bogor. Zat Gizi yang Terbuang pada Contoh dan Instalasi Gizi Tujuan akhir dari konsumsi makanan oleh tubuh adalah tercapainya status gizi yang optimal, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin Almatsier 2001. Namun demikian keberadaan sisa makanan dapat menyebabkan hilangnya zat gizi yang seharusnya dikonsumsi contoh untuk membantu proses penyembuhan. Keberadaan sisa makanan tersebut membuat tujuan dari konsumsi makanan menjadi tidak optimal. Tabel 22 menunjukkan jumlah energi, protein, lemak dan karbohidrat yang terbuang bersama sisa makanan contoh. Tabel 22 Rata-rata jumlah zat gizi yang terbuang per hari dari makanan contoh Jenis Diet Jenis Penyakit Zat Gizi yang terbuang E Kal P g L g KH g Diet lambung lunak rata-rata dyspepsia 1301

54.7 20.8

226.6 rata-rata Febris 1594 48.5 26.9 263.9 rata-rata thypoid 1267 43 18 260 Rata-rata Diet lambung lunak 1387

48.7 21.9