Analisis Pemborosan Pangan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit PMI Bogor dan Pengaruhnya terhadap Tingkat Kecukupan Gizi

(1)

ANALISIS PEMBOROSAN PANGAN PADA PASIEN RAWAT

INAP DI RUMAH SAKIT PMI BOGOR DAN PENGARUHNYA

TERHADAP TINGKAT KECUKUPAN GIZI

DWIYANI FITRI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Pemborosan Pangan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit PMI Bogor dan Pengaruhnya terhadap Tingkat Kecukupan Gizi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2013

Dwiyani Fitri


(3)

ABSTRAK

DWIYANI FITRI. Analisis Pemborosan Pangan pada Pasien Rawat Inap di

Rumah Sakit PMI Bogor dan Pengaruhnya terhadap Tingkat Kecukupan Gizi.

Dibimbing oleh AHMAD SULAEMAN dan LEILY AMALIA

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pemborosan pangan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit PMI Bogor dan pengaruhnya terhadap tingkat kecukupan gizi. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional. Jumlah contoh yang digunakan adalah 38 orang terdiri dari 20 contoh yang menjalani diet lambung lunak dan 18 contoh yang tidak menjalani diet (diet biasa). Pengumpulan data konsumsi dilakukan dengan metode food recall dan wawancara melalui kuesioner. Dari semua contoh rata-rata tingkat kecukupan energi dan lemak melebihi dari 100% sedangkan tingkat kecukupan protein dan karbohidrat rata-rata lebih dari 50%, sehingga dapat disimpulkan bahwa makanan yang disediakan oleh instalasi gizi telah mencapai tingkat kecukupan energi, protein, lemak dan karbohidrat sesuai dengan kebutuhan energi, protein, lemak dan karbohidrat contoh. Pada pasien rawat inap RS PMI Bogor tidak terjadi pemborosan pangan yang terlalu banyak meliputi semua jenis makanan. Hasil penelitian di RS PMI Bogor menunjukkan rendahnya sisa makanan di instalasi gizi RS PMI Bogor dengan persentase untuk makanan pokok 12.4%, lauk hewani 4.8%, lauk nabati 6.1%, dan sayur 7.9%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pemborosan makanan di instalasi gizi RS PMI Bogor masih tergolong rendah.

Kata kunci: Pemborosan Pangan, Pasien Rawat Inap, Tingkat Kecukupan.

ABSTRACT

DWIYANI FITRI. Analysis of Food Waste on Patients at PMI Bogor Hospital and It Relation with their Nutrition and Adequency Level. Supervised by

AHMAD SULAEMAN and LEILY AMALIA

This study was aimed to analize food waste on patients at pmi bogor hospital and it relation with their nutrition and adequency level. A cross sectional study was used in this study. The amount of sample was 38 patients. Data were collected through food recall and interview using a questions. The use 20 patients receiving gastric diet and 18 patients receiving normal diet. Energy and fat adequency level of all respond was above 100%, while for protein and carbohydrate level was abive 50%, while meant that for food provided by the nutrition unit has met for requirement. There was no many food wasted by the patients in PMI hospital. The percentage of left for stapple food 12.4%, animal food 4.8%, vegetable side dish 6.1% and vegetable 7.9%. The food waste in patients of PMI hospital and it relation with their nutrition and adequency level was low.


(4)

ANALISIS PEMBOROSAN PANGAN PADA PASIEN RAWAT

INAP DI RUMAH SAKIT PMI BOGOR DAN PENGARUHNYA

TERHADAP TINGKAT KECUKUPAN GIZI

DWIYANI FITRI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi

di Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(5)

Judul Skripsi : Analisis Pemborosan Pangan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit PMI Bogor dan Pengaruhnya terhadap Tingkat Kecukupan Gizi

Nama : Dwiyani Fitri

NIM : I14104044

Disetujui oleh

Prof.Dr. Ahmad Sulaeman, MS Leily Amalia , S.TP, M.Si Pembimbing I Pembimbing II

.

Diketahui oleh

Dr. Ir. Budi Setiawan, MS Ketua Departemen


(6)

PRAKATA

Alhamdulillah,puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan

judul “Analisis Pemborosan Pangan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit PMI Bogor dan Pengaruhnya terhadap Tingkat Kecukupan Gizi”. Banyak pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ketua Departemen Gizi Masyarakat IPB yang telah memberikan kesempatan bagi penulis menuntut ilmu di GM IPB (kampus biru tercinta).

2. Prof.Dr.Ahmad Sulaeman, MS dan Leily Amalia Furkon, S.TP, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan penuh kesabaran telah meluangkan waktu dan pikirannya, memberikan arahan, saran, kritikan, semangat, dan dorongan untuk menyelesaikan skripsi ini.

3. Ibu dr. Mira Dewi selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing, memberikan banyak masukan yang sangat bermanfaat bagi penulis selama menempuh kuliah serta penyelesaian penulisan skripsi ini. 4. Direktur RS PMI Bogor, Ibu Sr. Nunung Nurul Choeriah, AMK selaku

Kepala Instalasi Gizi beserta staf, Kepala ruangan dan para perawat.

5. Dr. Tiurma Sinaga, MFSA selaku pemandu seminar dan saudari Sofiatul, Dwi, firda dan Ikha selaku pembahas.

6. Orangtua tercinta, Mama dan Papa atas limpahan kasih sayang serta pengertian untuk mendukung dan membimbing langkah kecil ini selama 24 tahun serta Kakak dan Adik tersayang, Yanita Nanda dan Jaya Kesuma. 7. Sahabat-sahabat tercinta yang telah memberikan saran dan semangat dalam

penulisan skripsi ini Putih, Alm. Dewi, Sartika FT Panggabean, Dwi Nuraini, Ratna, Vilia, dan Wilda serta yang tersayang Reza Tri Kurniawan.

8. Teman-teman kosan TM 11 (Putri, Ririn, Wiwi, Mas izal, Mas Hydro, Rio, Robson dan Wiliam), terima kasih untuk doa dan semangat kalian semua. 9. Teman-teman alih jenis Gizi 04, terima kasih atas doa dan semangatnya 10. Semua pihak yang belum saya sebutkan di atas, terimakasih atas semangat dan

doanya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2013


(7)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI iii

DAFTAR GAMBAR iv

DAFTAR GRAFIK v

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Kegunaan Penelitian 2

KERANGKA PEMIKIRAN 3

METODE PENELITIAN 5

Desain, Lokasi dan Waktu Penelitian 5

Contoh dan Cara Pengambilan Contoh 5

Jenis dan Cara Pengumpulan Data 5

Pengolahan dan Analisis Data 6

Status Gizi 7

Kebutuhan Energi dan Zat Gizi 8

Ketersediaan Energi dan Zat Gizi 9

Asupan Energi dan Zat Gizi 9

Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi 9

Sisa Makanan Contoh 9

Tingkat Pemborosan Pangan Contoh 9

Zat Gizi yang Terbuang pada Contoh 9

Definisi Operasional 9

HASIL DAN PEMBAHASAN 11

Gambaran Umum RS PMI Bogor 11

Sarana dan Prasarana 11

Jumlah Pasien Rawat Inap RS PMI Bogor 12

Sumber Daya Manusia RS PMI Bogor 12

Gambaran Umum Instalasi Gizi RS PMI Bogor 13

Sumber Daya Manusia di Instalasi Gizi 13

Struktur Organisasi Instalasi Gizi RS PMI Bogor 14

Karakteristik Contoh 15

Jenis Penyakit, Jenis Diet dan Jumlah Kasus 15

Status Gizi Contoh 15

Ketersediaan Makanan di Instalasi Gizi 16

Karakteristik Makanan di Instalasi Gizi 17

Kebutuhan Energi dan Zat Gizi Contoh 18

Konsumsi Makanan dari Luar Rumah Sakit Contoh 19


(8)

Konsumsi Makanan dari Luar Rumah Sakit 19

Rata-rata Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi Contoh 20

Tingkat Pemborosan Pangan pada Contoh 21

Persentase Terjadinya Sisa Makanan Contoh 21

Sisa Makanan berdasarkan Waktu Makan 22

Sisa Makanan berdasarkan Jenis Diet 24

Tingkat Pemborosan Pangan pada Instalasi Gizi 25

Zat Gizi yang Terbuang pada Contoh dan Instalasi Gizi 26

Biaya yang Hilang dari Sisa Makanan Instalasi Gizi dan

Contoh Rawat Inap 27

SIMPULAN DAN SARAN 28

DAFTAR PUSTAKA 30

LAMPIRAN 31

RIWAYAT HIDUP

DAFTAR TABEL

1 Variabel dan cara pengkategorian data 6

2 Kategori Indeks Massa Tubuh (IMT) 7

3 Faktor konversi Injury Factor dan Activity Factor 7

4 Kapasitas tempat tidur (TT) per ruangan di RS PMI Bogor 10

5 Jumlah pasien rawat inap setiap bulan tahun 2012 11

6 Kelompok dan jumlah sumber daya manusia RS PMI Bogor 11

7 Jumlah tenaga kerja menurut jabatan, jenis kelamin, dan pendidikan

di Instalasi gizi RS PMI Bogor 12

8 Jenis dan jumlah kasus serta jenis diet yang diberikan 14

9 Sebaran contoh berdasarkan status gizi 14

10 Ketersediaan zat gizi dari makanan yang disediakan di instalasi gizi

sehari selama tujuh hari pengamatan 15

11 Rata-rata ketersediaan zat gizi contoh rawat inap RS PMI Bogor 16

12 Distribusi contoh berdasarkan penilaian terhadap karakteristik makanan 15

13 Kebutuhan energi dan zat gizi sehari contoh 16

14 Distribusi contoh berdasarkan frekuensi kebiasaan makan 16

15 Distribusi contoh berdasarkan kebiasaan mengkonsumsi makanan

dari luar rumah sakit 17

16 Tingkat kecukupan energi dan protein terhadap kebutuhan sehari 17

17 Tingkat kecukupan lemak dan karbohidrat terhadap kebutuhan sehari 18

18 Distribusi contoh berdasarkan keberadaan sisa makanan (%) 19

19 Distribusi contoh berdasarkan kategori sisa makanan dan waktu makan19

20 Distribusi contoh sisa makanan berdasarkan jenis diet 20

21 Tingkat pemborosan pangan (%) pada contoh rawat inap RS PMI bogor 20 22 Sisa makanan sehari (g) di instalasi gizi selama tujuh hari pengamatan 21 23 Tingkat pemborosan pangan (%) selama tujuh hari pengamatan di instalasi

gizi RS PMI Bogor 22

24 Jumlah rata-rata zat gizi yang terbuang per hari dari makanan contoh 23 25 Rata-rata jumlah zat gizi yang terbuang per hari di instalasi gizi


(9)

selama tujuh hari pengamatan 23

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran analisis pemborosan pangan pada pasien rawat inap di rumah sakit PMI Bogor dan pengaruhnya terhadap

kecukupan gizi 4

2 Struktur organisasi RS PMI Bogor 13

DAFTAR GRAFIK

1Tingkat pemborosan pangan (%) pada contoh rawat inap RS PMI Bogor23 2Sisa makanan sayur berdasarkan jenis menu23

3Tingkat pemborosan pangan (%) di instalasi Gizi RS PMI Bogor25

DAFTAR LAMPIRAN

1 Denah RS PMI Bogor 34

2 Denah instalasi Gizi RS PMI Bogor 35

3 Keadaan umum pasien 37

4 Tingkat kecukupan energi dan protein terhadap kebutuhan sehari 38

5 Tingkat kecukupan lemak dan karbohidrat terhadap kebutuhan sehari 39 6 Jumlah rata-rata zat gizi yang terbuang perhari dari makanan contoh 40

7 Kuesioner contoh rawat inap 43

8 Formulir metode recall 24 jam 47

9 Formulir metode food weighing (Instalasi Gizi) 48

10 Formulir metode food weighing (Pasien Rawat Inap) 49


(10)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Rumah sakit adalah sarana kesehatan yang menyelenggarakan kegiatan upaya kesehatan perorangan yang dilaksanakan selama 24 jam melalui pelayanan rawat inap, rawat jalan, gawat darurat/pelayanan darurat dan pelayanan tindakan medik serta sebagai tempat pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian. Salah satu dari kegiatan pelayanan kesehatan rumah sakit adalah pelayanan gizi, oleh pihak rumah sakit bagi pasien rawat inap maupun rawat jalan. Pelayanan gizi rumah sakit merupakan salah satu bagian dari sistem pelayanan kesehatan yang dilaksanakan rumah sakit dan bertujuan untuk membantu proses penyembuhan penyakit. Pelayanan gizi di rumah sakit menuntut pengetahuan dan keterampilan dari pengelolanya dan dalam pelaksanaannya harus diintegrasikan dengan kegiatan pelayanan kesehatan lain yang ada di rumah sakit tersebut (Uripi 2007).

Salah satu kegiatan pelayanan gizi di rumah sakit adalah penyelenggaraan makanan untuk pasien. Pemberian makanan yang memenuhi gizi, sesuai dengan kondisi pasien serta habis dikonsumsi, merupakan salah satu cara mempercepat penyembuhan dan memperpendek hari rawat inap. Pelayanan gizi di rumah sakit merupakan salah satu bagian yang menunjang sistem manajeman pelayanan kesehatan di rumah sakit dalam melayani pasien (Depkes 2003). Salah satu indikator keberhasilan pelayanan gizi di ruang rawat inap adalah jumlah makanan yang tersisa (Depkes 1991). Almatsier (1992) mengatakan bahwa dari 10 rumah sakit di Jakarta, sejumlah 43% pasien mempunyai persepsi yang kurang baik terhadap mutu makanan yang disajikan. Hasil penelitian di rumah sakit Dr. Kariadi Semarang (1996) menunjukan bahwa sisa makanan di ruang rawat inap rata-rata 33.5%. Hal tersebut menunjukkan bahwa pelayanan gizi di beberapa rumah sakit kurang optimal.

Sisa makanan yang terjadi pada pasien terdapat zat gizi yang terbuang yang seharusnya dikonsumsi oleh pasien. Menurut Moehyi (1992), hal-hal yang berhubungan dengan terjadinya sisa makanan pasien adalah nafsu makan pasien yang rendah, keberadaan makanan dari luar rumah sakit, serta mutu makanan yang disajikan rumah sakit yang kurang baik. Berdasarkan hasil penelitian Sumiyati (2008), diketahui bahwa masih terjadi sisa makanan pada pasien di Ruang Anggrek RSU RA. Kartini dalam jumlah banyak (25%) meliputi semua jenis makanan kecuali untuk jenis sayur termasuk dalam kategori sedikit.

Pemborosan pangan didefinisikan sebagai hilangnya pangan yang terjadi selama tahap konsumsi dan terakhir karena perilaku pengecer dan konsumen, yaitu, "yang membuang makanan". Menurut Lacey J (1989), pemborosan pangan juga terkait dengan sikap dan perilaku. Dengan adanya pemborosan pangan akan menyebabkan kerugian pada rumah sakit dan pada pasien. pada rumah sakit akan menyebabkan pemborosan biaya untuk pembelian persediaan pangan, sedangkan pada pasien dapat menyebabkan sisa makanan yang akan berpengaruh terhadap asupan gizi.

Rumah Sakit PMI Bogor merupakan salah satu rumah sakit swasta di Bogor yang dapat menampung 290 pasien rawat inap, dengan demikian perlu disediakan banyak makanan bagi pasien tersebut. Hingga saat ini, belum ada penelitian yang menganalisis sisa makanan pada pasien rawat inap dan di instalasi gizi RS PMI.


(11)

Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai besarnya sisa makanan pada pasien rawat inap dan di instalasi gizi dan pengaruhnya terhadap tingkat kecukupan gizi pasien sebagai bahan evaluasi penyelenggaraan makanan di rumah sakit tersebut.

Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pemborosan pangan dan pengaruhnya terhadap tingkat kecukupan gizi pasien pada pasien rawat inap kelas I di Rumah Sakit PMI Bogor. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui keadaan umum instalasi gizi Rumah Sakit PMI Bogor

2. Mengidentifikasi karakteristik contoh (status gizi, jenis penyakit, jenis diet) rawat inap kelas I di Rumah Sakit PMI Bogor

3. Menghitung ketersediaan makanan di instalasi gizi

4. Menganalisis karakteristik makanan yang disajikan di instalasi gizi Rumah Sakit PMI Bogor

5. Menganalisis kebutuhan, asupan, dan tingkat kecukupan energi dan zat gizi contoh

6. Menganalisis tingkat pemborosan pangan pada contoh rawat inap dan di instalasi gizi

7. Menghitung jumlah zat gizi yang terbuang dari makanan contoh dan makanan yang disajikan di instalasi gizi Rumah Sakit PMI Bogor

8. Menghitung biaya yang hilang dari sisa makanan contoh dan instalasi gizi RS PMI Bogor

Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi pengelola rumah sakit sebagai upaya meningkatkan pelayanan kesehatan pada umumnya dan pelayanan gizi pada khususnya bagi pasien rawat inap. Selain itu, untuk mengukur keberhasilan ahli gizi dalam penyelenggaraan makanan di rumah sakit PMI, sebagai masukan untuk perencanaan peningkatan kepuasan pasien rawat inap terhadap makanan yang disajikan oleh rumah sakit dan dapat menjadi evaluasi bagi pihak rumah sakit guna mengurangi makanan yang terbuang, serta memberi wawasan tambahan ilmu pengetahuan bagi masyarakat pada umumnya.


(12)

KERANGKA PEMIKIRAN

Penyelenggaraan rumah sakit terdiri dari serangkaian kegiatan mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan, yang terdiri atas pembelian bahan makanan, penerimaan dan penyimpanan, persiapan dan pengolahan bahan makanan, serta pendistribusian makanan (Depkes 2006). Cara penyajian makanan rumah sakit berbeda antar kelas perawatan. Urutan kelas perawatan dengan mutu makanan yang disajikan mulai dari tertinggi hingga terendah adalah kelas VVIP, VIP, kelas I, kelas II, dan kelas III. Mutu makanan ditentukan oleh jumlah dan jenis, termasuk harga, dari makanan yang disajikan.

Gizi memiliki peranan penting dalam proses penyembuhan penyakit. Untuk mencapai serta memelihara kesehatan dan status gizi optimal, tubuh perlu mengkonsumsi makanan sehari-hari yang mengandung gizi seimbang dan sesuai kebutuhan tubuh. Dalam kondisi sehat, tubuh dapat mencerna, mengabsorbsi, dan memetabolisme zat-zat gizi tersebut secara baik, sehingga akan tercapai keadaan gizi seimbang. Namun demikian, dalam keadaan sakit, perlu dilakukan upaya modifikasi diet agar gizi seimbang tetap bisa dicapai (Almatsier 2006).

Ketersediaan energi dan zat gizi makanan sehari untuk pasien sangat berpengaruh terhadap konsumsi dan tingkat kecukupan gizi pasien. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi konsumsi contoh terhadap menu yang disajikan oleh instalasi gizi rumah sakit. Cara penyajian makanan yang kurang menarik dapat menjadikan makanan kurang diminati oleh pasien sehingga nafsu makan pasien menurun. Hal ini menyebabkan makanan menjadi bersisa dan terjadi pemborosan pangan. Pemborosan pangan merupakan pembuangan zat-zat gizi yang seharusnya masuk ke dalam tubuh. Dengan adanya pemborosan pangan berarti kebutuhan gizi pasien akan berkurang dan tidak terpenuhi dengan baik (Djamaluddin 2005), sehingga berpengaruh terhadap penurunan tingkat kecukupan gizi pasien. Selain itu, terdapat biaya yang dikeluarkan rumah sakit, yang ikut terbuang dari makanan yang tidak dihabiskan oleh pasien. Jika sisa makanan masih dibiarkan, maka dalam jangka waktu yang lama akan mempengaruhi status gizi pasien yang kemudian menimbulkan terjadinya kurangnya asupan gizi. Salah satu cara untuk menilai asupan makan pasien dapat dilakukan dengan penilaian sisa makanan.


(13)

Keterangan :

: Variabel yang tidak diteliti : Variabel yang diteliti

Gambar 1 Kerangka Pemikiran Analisis Pemborosan Pangan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit PMI Bogor dan Pengaruhnya terhadap Tingkat Kecukupan Gizi

Jumlah gizi yang terbuang Penyelenggaran Makanan Rumah Sakit:

Perencanaan

Pembelian bahan makanan penerimaan dan penyimpanan persiapan dan pengolahan penyajian dan pendistribusian

Diet pasien Status Gizi

Sisa Makanan = Pangan terbuang Kebutuhan Energi dan

Zat Gizi

dimakan Tidak dimakan

Tingkat Kecukupan Gizi

Jumlah dan jenis makanan yang disajikan oleh instalasi gizi Kelas perawatan I

Pemborosan pangan AKG

pasien


(14)

METODE PENELITIAN

Desain, Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study karena pengambilan data variabel independen dan variabel dependen dilakukan pada saat yang bersamaan dan dilakukan selama satu bulan, tidak ada periode follow up. Desain ini digunakan karena mudah dilaksanakan, sederhana, murah, ekonomis dalam hal waktu, dan hasilnya dapat diperoleh dengan cepat (Notoatmodjo 2005). Penelitian dilakukan di Rumah Sakit PMI Bogor pada tanggal 01 Maret – 01 April 2013.

Contoh dan Cara Pengambilan Contoh

Contoh dalam penelitian ini adalah contoh rawat inap di Rumah Sakit PMI Bogor kelas perawatan I. Metode pengambilan contoh yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling dengan jumlah sampel 38 orang. Contoh diperoleh dengan memperhatikan kriteria inklusi, yaitu:

1. Pasien dewasa yang berumur sekitar 18- 60 tahun

Pengambilan contoh dewasa dilakukan dengan alasan karena diharapkan pasien dewasa dapat memberikan pendapatnya secara langsung.

2. Pasien Baru

Pengambilan contoh yang telah mendapatkan minimal satu kali makan dari Rumah Sakit PMI Bogor

3. Contoh diberikan makanan biasa atau makanan lunak, bukan makanan cair ataupun makanan saring.

4. Pasien bersedia menjadi responden

Cara pengambilan contoh dalam penelitian ini selama satu bulan yaitu dengan cara setiap pasien baru masuk diambil untuk menjadi contoh dengan memperhatikan kriteria inklusi sehingga jumlah sampel yang diperoleh sebanyak 38 orang.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner dan lembar observasi. Data primer yang dikumpulkan dalam penelitian ini, antara lain: 1) sisa makanan yang diperoleh berdasarkan hasil penimbangan terhadap sisa makanan contoh dengan menggunakan metode food weighing, 2) kebiasaan makan yang meliputi susunan makanan, jumlah makanan, dan frekuensi makan, 3) kondisi gangguan pencernaan, 4) karakteristik makanan yang meliputi aroma, bumbu, konsistensi, rasa makanan, warna, bentuk, porsi, dan penyajian, 5) jenis dan jumlah makanan dari luar rumah sakit diperoleh recall 24 jam dengan tiga kali wawancara.

Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah data mengenai instalasi gizi rumah sakit PMI Bogor dan data-data yang berkaitan dengan pelayanan gizi untuk contoh. Selain itu, dalam penelitian ini juga membutuhkan data hasil rekam medis (medical record) untuk mendapatkan data tentang


(15)

penyakit contoh. Data mengenai instalasi gizi dan rumah sakit PMI Bogor diperoleh dari data rumah sakit PMI Bogor.

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh kemudian dientri, ditabulasi dan diolah secara deskriptif. Data tersebut meliputi status gizi, kebutuhan energi dan zat gizi dan tingkat kecukupan energi dan zat gizi. Data yang diperoleh dianalisis baik secara manual atau dengan menggunakan Microsoft Excel 2007 dan menghitung kandungan gizi menggunakan nutrisurvey. Setelah dientry dilakukan tahap pengecekan ulang (cleaning) untuk memastikan tidak terjadi kesalahan dalam memasukkan dan memproses data. Analisis yang digunakan adalah Analisis Deskriptif.

Tabel 1. Variabel dan Cara Pengolahan Data

Variabel Pengkategorian Data

Status gizi

IMT (WHO 2003) jika <18.5 underweight, 18.5 – 22.9

normal, 23 – 24.9 overweight, 25 – 27 obese I dan >30 obese

II

Sisa makanan Banyak, jika sisa makanan >25%

Sedikit, jika sisa makanan <25%

Kebiasaan Makan Skor 0 = tidak sesuai (jika skor total < 3)

Skor 1 = sesuai (jika skor total =3)

a. Susunan makanan Skor 0 = tidak sesuai (jika susunan makanan tidak sesuai

dengan gizi seimbang)

Skor 1 = sesuai (jika susunan makanan sesuai dengan gizi seimbang)

b. Jumlah makanan Skor 0= tidak sesuai (jika total skor < 5)

Skor 1= sesuai, (jika skor = 5)

c. Frekuensi Makan Skor 0= tidak sesuai (jika frekuensi makan < 3x atau lebih

dari 3x sehari

Skor 1 = sesuai (jika frekuensi makan = 3x sehari)

Gangguan Pencernaan Skor 0= ada, jika pasien mengalami salah satu bentuk

gangguan pencernaan

Skor 1= tidak ada, jika pasien tidak mengalami gangguan

pencernaan Warna Makanan, Bentuk

Makanan, Penyajian Makanan

Skor 0= tidak menarik Skor 1= menarik

Porsi Makanan Skor 0= makin kecil

Skor 1= makin besar

Aroma Makanan Skor 0,= tidak enak

Skor 1= enak

Bumbu makanan Skor 0= tidak terasa/ terlalu tajam

Skor 1= terasa

Konsistensi Makanan Skor 0= tidak sesuai

Skor 1= sesuai

Rasa Makanan Skor 0= tidak enak

Skor 1= enak

Makanan dari luar rumah sakit Skor 0= selalu atau kadang-kadang


(16)

Bahan makanan dalam konsep gizi seimbang terbagi atas tiga kelompok, yaitu :

1. Sumber energi/tenaga : Padi-padian, umbi-umbian, tepung-tepungan, sagu, jagung, dan lain-lain (3-5 piring nasi)

2. Sumber zat pengatur : Sayur dan buah-buahan (1 ½ - 2 mangkok sayur, 2-3 potong buah)

3. Sumber zat pembangun : Ikan, ayam, telur, daging, susu, kacang-kacangan dan hasil olahannya seperti tempe, tahu, oncom, susu kedelai (2-3 potong lauk hewani, 3 potong lauk nabati).

Data ketersediaan makanan di instalasi gizi cara pengambilannya dengan menghitung kandungan energi dan zat gizi dengan nutrisurvey berdasarkan porsi baku RS PMI Bogor yang meliputi kelas I, II dan III. Data karakteristik makanan yang disajikan di rumah sakit PMI Bogor diperoleh berdasarkan kuesioner contoh. Data kebutuhan energi dan zat gizi contoh dihitung dengan mengalikan Angka Metabolisme Basal (AMB) dengan injury faktor dan faktor aktivitas (faktor activity). AMB dihitung dengan rumus Harris Benedict. Data mengenai asupan energi dan zat gizi contoh dihitung dengan cara mengurangkan data ketersediaan dengan makanan yang tersisa. Makanan yang diamati dikelompokkan menurut makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayur, buah dan dua kali makanan selingan.

Data tingkat kecukupan contoh dihitung dengan membandingkan asupan energi dan zat gizi dari rumah sakit dan makanan dari luar rumah sakit dengan kebutuhan energi contoh. Sisa makanan contoh dikategorikan menjadi dua yaitu sisa makanan <25% dikatakan baik dan >25% dikatakan tidak baik. Frekuensi makan contoh lima kali yaitu makan pagi 20%, selingan pagi 10%, makan siang 30%, selingan siang 10% dan makan malam 30%. Biaya dari sisa makanan contoh dihitung dari konversi sisa makanan pasien ke rupiah dengan menggunakan harga per menu yang diberlakukan oleh rumah sakit.

Status Gizi

Untuk menghitung status gizi menggunakan rumus IMT (Indeks Massa Tubuh):

Tabel 2 Kategori Indeks Massa Tubuh (IMT)

Nilai IMT Status Gizi

<18.5 Underweight

18.5 – 22.9 Normal

23 – 24.9 Overweight

25 – 27 Obese 1

>30 Obese 2

Sumber : WHO 2003

IMT = Berat badan (kg) Tinggi badan (m)2


(17)

Kebutuhan Energi dan zat gizi

Kebutuhan energi dihitung dengan dengan mengalikan Angka Metabolisme Basal (AMB) dengan injury faktor dan faktor aktivitas (faktor activity). AMB dihitung dengan rumus Harris Benedict.

Ket :

TDE (Total Dialy Energi) : Kebutuhan Energi Sehari (Kal)

BB : Berat Badan (Kg)

TB : Tinggi Badan (cm)

U : Umur (Tahun)

Tabel 3. Faktor konversi Injury Faktor (IF) dan Activity Faktor (AF) Injury Faktor (IF)

1.0 – 1.2 Non- Stres ventilator Dependen 1.1 – 1.2 Gagal jantung kongestif

1.1 – 1.2 Pembedahan Ringan

1.13 Demam 1°C

1.15 – 1.35 Trauma skeletal

1.2 – 1.4 Infeksi ringan – sedang 1.3 – 1.5 Pembedahan abdomen/ torak

1.35 -1.55 Trauma multiple

1.4 Cedera kepala tertutup

1.4 – 1.6 Stres ventilator dependen

1.5 Gagal hati, penyakit kanker

1.5 – 1.8 Sepsis

Activity Faktor (AF)

1.2 Tirah baring

1.3 Ambulasi

Sumber : Hartono 2000

Kebutuhan protein sehari menggunakan rumus Kebutuhan lemak sehari menggunakan rumus Kebutuhan karbohidrat sehari menggunakan rumus

AMB Pria = 66 + (13.7 x BB) + (5 x TB) – (6.8 x U) AMB wanita = 655 + (9.6 x BB) + (1.7 x TB) – (4.7 x U)

TDE = AMB x FA x IF

20% x TDE : 4 10% x TDE : 9 65% x TDE : 4


(18)

Ketersediaan Energi dan Zat Gizi

Ketersediaan energi dan zat gizi dihitung berdasarkan nutrisurvey mulai dari makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayur, buah dan dua kali makanan selingan yang disesuaikan dengan standar porsi yang ada.

Asupan Energi dan Zat Gizi

Konsumsi energi dan zat gizi dapat dihitung dengan menggunakan cara mengurangi ketersediaan energi dan zat gizi dengan sisa konsumsi yang diamati secara langsung.

Tingkat Kecukupan Energi dan Zat gizi

Tingkat kecukupan energi dan zat gizi dihitung dengan membandingkan asupan energi dan zat gizi dari rumah sakit, gizi parental maupun makanan dari luar rumah sakit dengan kebutuhan energi contoh dengan rumus berikut.

Sisa Makanan Contoh

Pengukuran sisa makanan pada contoh menggunakan metode food weighing

(penimbangan) dari makanan yang disajikan oleh instalasi gizi kemudian ditimbang sisa makanan yang tidak dikonsumsi oleh contoh.

Tingkat Pemborosan Pangan Contoh

Tingkat pemborosan pangan contoh dihitung dengan sisa makanan contoh dibandingkan dengan makanan yang disajikan dikali 100%.

Zat Gizi yang Terbuang pada Contoh

Data mengenai zat gizi yang terbuang dihitung dengan mengkonversikan berat matang ke berat mentah kemudian dihitung kandungan gizinya menggunakan nutrisurvey.

Definisi Operasional

AF (Activity Faktor) adalah faktor aktivitas yang digunakan untuk menghitung kebutuhan energi total seseorang, tergantung pada keadaan contoh.

Asupan energi dan zat gizi adalah sejumlah energi dan zat gizi yang diasup oleh contoh dari makanan yang telah disediakan.

AMB (Angka Metabolisme Basal) adalah pengeluaran kalori secara teoritis

dalam keadaan puasa dan istirahat tanpa stress dengan satuan Kal. Tingkat kecukupan Zat Gizi = Asupan Zat Gizi Contoh x 100%


(19)

Biaya yang hilang adalah biaya dari sisa makanan pasien, dihitung dari konversi sisa makanan pasien ke rupiah dengan menggunakan harga per menu yang diberlakukan oleh rumah sakit.

Energi adalah daya atau upaya untuk bekerja. Energi diperlukan agar sel atau jaringan tetap hidup.

Faktor Mentah Masak adalah perbandingan berat bahan dalam bentuk sudah

diolah atau dimasak, apabila bahan makanan yang akan dihitung zat gizinya dalam bentuk masak, dan didalam daftar kandungan zat gizi bahan makanan (DKBM) hanya tersedia bentuk mentah atau sebaliknya.

Food Recall adalah mencatat semua jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi selama periode waktu 24 jam terakhir.

Food weighing adalah salah satu metode penimbangan makanan. Pada metode penimbangan makanan petugas menimbang dan mencatat seluruh makanan yang dikonsumsi contoh selama satu hari.

IF (Injury Faktor) adalah faktor penyakit yang digunakan untuk menghitung kebutuhan energi total seseorang, tergantung berat ringannya penyakit yang dideritanya.

Kebiasaan makan adalah Kesesuaian kebiasaan contoh dalam memilih makanan

dan mengkonsumsi makanan dilihat dari susunan makanan, jumlah makanan, dan frekuensi makan yang dikonsumsi contoh disehari-hari jika dibandingkan dengan di rumah sakit. Dikatakan sesuai jika skor total 3; tidak sesuai jika skor total <3.

Ketersediaan energi dan zat gizi adalah banyaknya energi dan zat gizi dari makanan yang disediakan oleh rumah sakit untuk contoh.

Konsumsi pangan adalah suatu informasi mengenai jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang pada waktu tertentu, sehingga penilaian konsumsi pangan dapat berdasarkan jumlah maupun jenis makanan yang dikonsumsi.

Makanan dari luar rumah sakit adalah Makanan yang dikonsumsi contoh,

bukan makanan yang disajikan oleh rumah sakit.

Sisa makanan adalah Jumlah makanan yang tidak dimakan contoh dari sejumlah

makanan yang disajikan oleh rumah sakit.

Status gizi adalah status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan asupan gizi, bisa diukur dengan IMT 18.5 – 22.9 normal, <18.5 Underweight, 23 – 24.9 Overweight, 25 – 27 Obese 1, >30 Obese 2.

TDE (Total Dialy Energi) adalah kebutuhan energi total dalam sehari yang dihitung berdasarkan AMB, injury faktor (IF) dan faktor activity (AF).

Tingkat kecukupan zat gizi adalah perbandingan antara energi dan zat gizi yang


(20)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Rumah Sakit PMI Bogor

Rumah sakit PMI Bogor berada di Jalan Pajajaran nomor 80 Bogor. Statusnya sebagai rumah sakit swasta Tipe B, berdiri diatas tanah seluas 36.450 m2 dan luas gedung 13.026 m2, merupakan rumah sakit tertua di Kota Bogor. Denah Rumah Sakit PMI Bogor dapat dilihat pada Lampiran 1.

Sarana dan Prasarana RS PMI Bogor

Semenjak pertama kali dibangun, RS PMI Bogor sudah beberapa kali direnovasi dan ditambah dengan bangunan yang baru. Bangunan lama terdiri dari gedung sekretariat, poliklinik dan ruang rawat inap. Namun sekarang, dengan bertambahnya ruangan dan instalasi yang diadakan semakin banyak pula daya tampungnya. Kapasitas ini dapat lihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Kapasitas tempat tidur (TT) per ruangan di RS PMI Bogor No. Jenis/Kelas Perawatan Jumlah (TT) Presentase (%) Keterangan

1 Kelas VVIP 17 5,8 1TT/kamar

2 Kelas VIP 17 5,8 1TT/kamar

3 Kelas 1 Plus dan Kelas 1:

10,3

- Pav. Anggrek 8 1TT/kamar

- Pav. Mawar 22 2TT/kamar

4 Kelas 2 :

22,4

- Pav. Anggrek 12 2TT/kamar

- Aster 14 2TT/kamar

- Cempaka 8 2TT/kamar

- Dahlia 6 2TT/kamar

- Kenanga 7 2TT/kamar

- Soka 12 2TT/kamar

- Seruni 6 2TT/kamar

5 Kelas 3 :

44,5

-Aster 16 6TT/kamar

-Cempaka 21 6TT/kamar

- Dahlia 22 6TT/kamar

- Kenanga 31 6TT/kamar

- Soka 16 6TT/kamar

- Seruni 26 6TT/kamar

6 Gardena (ICU) 9 3,1 3-6TT/ kamar

7 Ruang Bayi (Alamanda) 20 6,9 5TT/kamar

Jumlah Total 290 100

Sumber : RS PMI Bogor, 2012

Dari data tabel 4 dapat diketahui RS PMI Bogor memiliki 290 unit tempat tidur dari berbagai kelas perawatan termasuk ruang anak dan bayi. Kelas tiga merupakan kelas perawatan dengan jumlah tempat tidur terbanyak yaitu 129 dari 290 total tempat tidur yang disediakan, atau sebesar 44.5%.

Bangunan baru di RS PMI Bogor terdiri atas ruang rawat inap (ruang rawat inap kelas VIP, kelas 1 plus dan kelas 1), poliklinik afiat, poliklinik regular, instalasi gizi, masjid, garasi dan forensik dan yang terbaru adalah ruang VVIP.


(21)

Sarana penunjang medis yang ada di RS PMI adalah ambulance sebanyak 7 unit, Laboratorium Klinik 24 jam, Radologi & CT-scan, Farmasi, Bank Darah, Patalogi Anatomi, Ekokardiografi, Myelografi, Endoskopi dan sarana ruang khusus rawat intensif. Sumber air bersih berasal dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dan sumur.

Jumlah Pasien Rawat Inap RS PMI Bogor

Ruang rawat inap di RS PMI Bogor terbagi menjadi beberapa kelas yaitu: VVIP, VIP, Kelas I plus, Kelas I, Kelas II dan Kelas III, dengan kapasitas total tempat tidur 290 unit. Data yang diambil per Januari 2012 sampai Desember 2012 menunjukkan rata-rata pasien yang dirawat dalam satu bulan yaitu 1307 pasien. Jumlah pasien rawat inap selama satu tahun dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Jumlah Pasien Rawat Inap setiap Bulan pada Tahun 2012

Bulan Jumlah (orang)

Januari 1461

Februari 1289

Maret 1330

April 1307

Mei 1309

Juni 1245

Juli 1345

Agustus 1196

September 1279

Oktober 1272

November 1259

Desember 1396

Rata-rata 1307

Sumber: RS PMI Bogor, 2012

Sumber Daya Manusia RS PMI Bogor

Kebutuhan tenaga kerja di RS PMI sangat diperlukan dalam pelayanan kesehatan. Jumlah sumber daya manusia di RS PMI Bogor adalah 1765 orang, untuk spesifikasi jumlah tenaga kerja di RS PMI Bogor dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Kelompok dan jumlah sumber daya manusia RS PMI Bogor

Sumber Daya Manusia Jumlah (orang)

Tenaga Medis

Dokter Umum 22

Dokter Spesialis 60

Dokter Gigi 9

Dokter Konsulen Gizi 1

Tenaga Paramedik Keperawatan

Perawat (S1) 6

Perawat (D3) 277

Bidan (D3) 16

Bidan (D1) 3

Perawat Gigi (D3) 4

Anesthesi (D3) 1

Perawat (SPK) 94

SPR-G 2


(22)

Sumber Daya Manusia Jumlah (orang)

D I ATD 1

TPP 1

Tenaga Paramedik Non Keperawatan

Tenaga Gizi (D3) 7

Tenaga Keterapian Fisik 8

Tenaga Kefarmasian 23

Tenaga Kesehatan Masyarakat 5

Tenaga Keteknisan Medis 29

Tenaga Non Medik

Tenaga Non Kesehatan (S1) 8

Tenaga Non Kesehatan (D3/D2) 27

SLTA 91

SLTP 91

SD 70

Jumlah Karyawan 881

TOTAL SDM 1762

Sumber : RS PMI Bogor, 2012

Gambaran Umum Instalasi Gizi RS PMI Bogor

Instalasi gizi bertugas untuk memberikan makanan dengan diet yang sesuai dengan jenis penyakit pasien. Selain itu tugas instalasi gizi juga melayani konsultasi gizi baik rawat inap maupun rawat jalan. Instalasi gizi RS PMI memiliki luas 448 m2. Visi dari Instalasi gizi adalah memberikan pelayanan gizi yang terbaik dengan berorientasi pada kepuasan pelanggan. Misi dari Instalasi gizi adalah menyelenggarakan pelayanan gizi sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, mengembangkan kemampuan pegawai instalasi gizi untuk

meningkatkan pengetahuan dan keterampilan di bidang gizi serta

mengembangkan resep-resep baru. Instalasi Gizi RS PMI Bogor mempunyai sarana dan prasarana yang cukup memadai, seperti bangunan yang sudah permanen yang terdiri dari ruang pengolahan, ruang administrasi dan gudang penyimpanan bahan makanan. Instalasi gizi RS PMI Bogor memiliki sumber air bersih dari PDAM dan sumur, listrik dari Perusahaan Listrik Negara (PLN). Rumah Sakit ini juga memiliki genset yang dipergunakan jika terjadi pemadaman listrik. Denah lengkap Instalasi Gizi bisa dilihat di Lampiran 2.

Sumberdaya Manusia di Instalasi Gizi RS PMI Bogor

Kebutuhan tenaga di instalasi gizi merupakan modifikasi dari Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit yang disesuaikan dengan jumlah ruangan dan jumlah pasien yang dilayani. Jumlah sumber daya manusia instalasi gizi adalah 59 orang, untuk spesifikasi jumlah tenaga kerja di instalasi gizi RS PMI Bogor dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Jumlah tenaga kerja menurut jabatan, jenis kelamin, dan pendidikan di instalasi gizi RS PMI Bogor

No Jabatan

Jenis

Kelamin Pendidikan Jumlah

(orang)

L P SD SMP SMU SMK D3


(23)

No Jabatan

Jenis

Kelamin Pendidikan Jumlah

(orang)

L P SD SMP SMU SMK D3

2. Kasub Administrasi dan Gudang

Gizi - 1 - - - - 1 1

3. Kasub Pengolahan Makanan - 1 - 1 - - - 1

4. Kasub Pelayanan Gizi Ruang

Rawat Inap, Konsultasi Gizi & Penyalur Makanan

- 3 - - - - 3 3

5. Pel. Administrasi - 2 - - - 1 1 2

6. Pel. Gudang Gizi 1 2 - - - 2 1 3

7. Pel. Pengolahan 12 11 6 2 2 13 - 23

8. Pel. Penyalur Makanan 3 20 8 7 1 7 - 23

9. Pel. Pelayanan ruang Dokter - 1 1 - - - - 1

TOTAL 15 9 5 23 7 59

Sumber : RS PMI Bogor, 2012

Struktur Organisasi Instalasi Gizi RS PMI Bogor

Fungsi dari stuktur organisasi adalah membantu melancarkan kegiatan organisasi atau perusahaan, mengetahui posisi seseorang dalam suatu organisasi, memberi keterangan kerja kepada pegawai seperti kepada siapa dia harus bertanggung jawab dan bagaimana hubungan dengan orang lain dalam kerangka organisasi secara keseluruhan.

Pada struktur organisasi instalasi gizi, kepala instalasi gizi bertanggung jawab langsung kepada Wakil Direktur Pelayanan Medik, dan membawahi tiga kasub bagian yaitu kasub administrasi dan gudang gizi, kasub pengolahan makanan, serta kasub pelayanan gizi ruang rawat inap, konsultasi gizi dan penyalur makanan. Struktur organisasi Instalasi gizi dapat dilihat pada Gambar 2.

DIREKTUR

WADIR PELAYANAN MEDIK


(24)

Karakteristik Contoh

Karakteristik contoh pengamatan adalah contoh yang menjalani diet lambung lunak dan tanpa diet (Diet Biasa). Berdasarkan pengamatan terdapat 20 contoh yang menjalani diet lambung lunak dan 18 contoh yang tidak menjalani diet (Diet Biasa). Contoh Diet lambung lunak terdiri dari enam orang perempuan dan 14 orang contoh laki-laki, sedangkan contoh tanpa diet (Diet Biasa) terdiri dari 15 orang perempuan dan tiga orang laki-laki. Contoh Diet lambung lunak yang diamati yaitu dengan jenis penyakit dyspepsia, febris dan thypoid, sedangkan contoh tanpa diet (Diet Biasa) yang diamati dengan jenis penyakit ca mammae, dyspnoe dan anemia.

Jenis Penyakit, Jenis Diet dan Jumlah Kasus

Kasus yang diamati sebanyak sebelas kasus penderita Dyspepsia, lima kasus penderita febris, tiga kasus penderita thypoid, enam kasus penderita dyspnoe dan lima kasus penderita anemia serta delapan kasus penderita ca mammae. Jenis kasus serta diet yang diberikan terdapat pada Tabel 8.

Tabel 8Jenis dan jumlah kasus, serta jenis diet yang diberikan

No Jenis kasus

Gangguan Pencernaan

Jumlah Kasus Jenis Diet

Ada Tidak

Ada

1 Dyspepsia 12 12 Diet lambung lunak

2 Febris 5 5 Diet lambung lunak

3 Thypoid 3 3 Diet lambung lunak

4 Dsypnoe 5 5 Tanpa Diet (Diet Biasa)

5 Anemia 8 8 Tanpa Diet(Diet Biasa)

6 Ca Mammae 5 5 Tanpa Diet (Diet Biasa)

Jumlah 20 18 38

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari data rekam medis didapatkan bahwa contoh yang mengalami gangguan pencernaan lebih banyak dibandingkan dengan contoh yang tidak mengalami gangguan pencernaan. Hal ini dikarenakan pada saat penelitian dilakukan pasien baru yang masuk lebih banyak mengalami gangguan pencernaan.

Status Gizi Contoh

Status gizi contoh diukur dengan antropometri berdasarkan rasio berat badan dan tinggi badan contoh. Contoh yang diamati memiliki status gizi yang diklasifikasikan menjadi underweight (UW), normal (N), overweight (OW), obese

1 dan obese 2. Berdasarkan Tabel 9 dapat diketahui bahwa rata-rata contoh dengan diet lambung lunak memiliki status gizi dengan persentase tertinggi yaitu status gizi overweight sebanyak 10 orang, sedangkan rata-rata contoh diet biasa yang memiliki status gizi dengan persentase tertinggi yaitu status gizi normal yaitu 11 orang. Sebaran contoh yang dibedakan berdasarkan status gizi dapat dilihat pada Tabel 9.


(25)

Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan status gizi

jenis Diet

Jenis

Kasus JK

UW N OW OB 1 OB 2 Total

n % n % n % n % n % n %

Diet Lambung

Lunak

Dyspepsia P - - - - 2 10.5 1 6.7 - - 3 15.8

L - - 3 20.0 6 31.6 - - - - 9 47.4

Febris P 1 5.3 1 5.3 - - - 2 10.5

L 1 5.3 1 5.3 1 5.3 - - - - 3 13.3

Thypoid P - - - - 1 5.3 - - - - 1 5.3

L - - 1 5.3 - - - - 1 5.3 2 10.5

Jumlah Diet Lunak 2 10.5 6 35.8 10 52.6 1 6.7 1.0 5.3 20 100

Diet Biasa

Dsypnoe P 1 5.6 1 5.6 - - - 2 11.1

L 1 5.6 1 5.6 - - 1 5.6 - - 3 16.7

Anemia P 1 5.6 6 33.3 1 5.6 - - - - 8 44.4

L - - - -

Ca Mammae

P 1 5.6 3 16.7 - - 1 5.6 - - 5 27.8

L - - - - -

Jumlah Diet Biasa 4 22.4 11 61.2 1 5.6 2 11.2 - - 18 100

Ketersediaan Makanan di Instalasi Gizi

Salah satu faktor yang mempengaruhi konsumsi pangan seseorang adalah ketersediaan makanan, selain tingkat pendapatan dan pendidikan (Suhardjo 1989) Rata-rata ketersediaan zat gizi dari makanan perhari yang disediakan oleh instalasi gizi selama tujuh hari disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10 Ketersediaan zat gizi dari makanan yang disediakan di instalasi gizi sehari selama tujuh hari pengamatan

Hari Jumlah

pasien

Ketersediaan Sehari

E (Kal) P (g) L (g) KH (g)

Hari 1 214 436,286 13,861.2 20,880.1 49,277.3

Hari 2 224 315,620 11,377.2 13,733.7 37,166.1

Hari 3 226 353,550 12,640.4 10,713.2 44,559.1

Hari 4 218 341,749 15,237.5 13,232.2 36,599.1

Hari 5 177 301,814 21,919.1 9,311.4 41,563.9

Hari 6 208 278,548 11,376.5 8,099.3 42,843.4

Hari 7 189 281,887 20,225.3 7,324.0 46,580.8

Rata-rata 208 329,922 15,233.9 11,899.1 42,655.7

Tabel 10 menunjukkan bahwa ketersediaan zat gizi antara hari 1 sampai hari 7 memiliki nilai yang bervariasi. Pada hari 1 ketersediaan energi lebih tinggi dibandingkan pada hari lain, hal ini dikarenakan pada hari 1 pada saat penelitian menu yang disajikan oleh instalasi gizi pengolahannya dengan digoreng dan bersantan. Rata-rata ketersediaan zat gizi dari makanan yang disediakan oleh instalasi gizi yang diterima oleh contoh disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11 Rata-rata ketersediaan zat gizi contoh rawat inap RS PMI Bogor

Ketersediaan E (Kal) P (g) L (g) KH (g)

Hari ke-1 2492 49.4 21.2 227.4

Hari ke-2 2399 93.5 76.1 337.0

Hari ke-3 2909 90.1 76.5 458.4

Rata-rata/hari/orang 2600 77.7 57.9 340.9

Berdasarkan standar kecukupan gizi rumah sakit untuk diet lambung lunak memerlukan energi 1990 kal sedangkan menurut WNPG (2004) memerlukan


(26)

energi 2200 – 1750 Kal (wanita 18-60 tahun), energi 2600-2250 Kal (pria 18-60 tahun). Pada Tabel 11 dapat disimpulkan bahwa ketersediaan makanan dari rumah sakit PMI Bogor telah memenuhi standar kecukupan energi menurut standar kecukupan rumah sakit maupun WNPG.

Karakteristik Makanan di Instalasi Gizi

Karakteristik makanan instalasi gizi meliputi warna, bentuk, porsi, dan penyajian makanan, aroma makanan, bumbu makanan, konsistensi makanan dan rasa makanan. Data warna, bentuk, porsi, penyajian makanan, aroma makanan, bumbu makanan, konsistensi makanan dan rasa makanan yang diperoleh dari jawaban contoh pada instrumen kuesioner.

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari jawaban pada instrumen kuesioner didapatkan bahwa karakteristik makanan contoh rawat inap di Rumah Sakit PMI Bogor dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12 Distribusi contoh berdasarkan penilaian terhadap karakteristik makanan Karakteristik Makanan

Keterangan

Jumlah

N %

Warna Makanan Menarik 31 81.6

Tidak menarik 7 18.4

Bentuk Makanan Menarik 27 71.1

Tidak menarik 11 28.9

Porsi Makanan Kecil 16 42.1

Besar 22 57.9

Penyajian Makanan Menarik 6 15.8

Tidak menarik 32 84.2

Aroma makanan Enak 25 65.8

Tidak Enak 13 34.2

Bumbu makanan Terasa 21 55.3

Tidak Terasa 17 44.7

Konsistensi makanan Sesuai 22 57.9

Tidak Sesuai 16 42.1

Rasa makanan Enak 22 60.5

Tidak Enak 16 39.5

Warna makanan merupakan rangsangan pertama pada indera penglihatan. Dalam suatu menu yang baik harus terdapat kombinasi warna lebih dari dua macam untuk membuat penampilan makanan menjadi lebih menarik (Moehyi 1992). Makanan yang diberikan kepada contoh sudah diperhatikan bagaimana cara mengolah bahan dan teknik memasak makanan. Hal ini juga terlihat dari persentase contoh yang menyatakan warna makanan menarik 81.6%

Bentuk makanan merupakan bagian terpenting dalam penampilan makanan. Bentuk makanan yang menarik akan menimbulkan ketertarikan bagi seseorang untuk mengkonsumsi makanan. Di rumah sakit PMI Bogor, jumlah contoh yang menyatakan bentuk makanan yang disajikan oleh instalasi gizi menarik sebanyak 71.1%, Hal ini dikarenakan instalasi gizi telah membuat makanan lebih menarik dengan cara memotong bahan makanan atau membentuk makanan yang sudah jadi, misalnya nasi menggunakan cetakan agar tampak lebih menarik, lauk nabati dan lauk hewani dipotong dengan lebih menarik seperti bentuk oval.


(27)

Porsi makanan adalah banyaknya makanan yang disajikan dan kebutuhan setiap individu berbeda sesuai dengan kebiasaan makannya. Besar porsi makanan bukan hanya berkaitan dengan perencanaan dan perhitungan pemakaian bahan makanan, tetapi juga berkaitan dengan penampilan makanan. Pemorsian yang dilakukan oleh RS PMI Bogor sudah direncanakan dan diperhitungkan kebutuhan bahan makanan dan disesuaikan dengan kebutuhan zat gizi. Hasilnya kemudian dimasukkan ke dalam standar porsi. Selanjutnya standar porsi ini kemudian dijadikan sebagai acuan untuk mengolah bahan makanan. Hal inilah yang membuat 50% dari total responden mengganggap bahwa porsi makanan yang disajikan oleh rumah sakit sudah sesuai (besar).

Penyajian makanan merupakan faktor terakhir dari proses penyelenggaraan menu makanan. Meskipun makanan diolah dengan cita rasa yang tinggi tetapi bila dalam penyajiaannya tidak dilakukan dengan baik, maka nilai makanan tersebut tidak akan berarti, karena makanan yang ditampilkan waktu disajikan akan merangsang indera penglihatan sehingga menimbulkan selera yang berkaitan dengan cita rasa (Moehyi 1992). Berdasarkan hasil penelitian di rumah sakit PMI Bogor, lebih dari 80% contoh menyatakan penyajian makanan tidak menarik. Hal ini dikarenakan makanan yang disediakan oleh instalasi gizi tidak diberikan

garnish (hiasan).

Aroma yang disebarkan oleh makanan merupakan daya tarik yang sangat kuat dan mampu merangsang indera penciuman sehingga membangkitkan selera (Moehyi 1992). Makanan yang disajikan oleh Rumah Sakit Haji Jakarta memiliki aroma yang berbeda-beda tergantung dengan jenis makanan dan cara memasaknya. Berdasarkan hasil dari Tabel 12, lebih dari 60% contoh menyatakan aroma makanan yang disediakan instalasi gizi enak. Hal ini dikarenakan pada saat pengamatan menu makanan yang disajikan sedikit yang mendapatkan makanan yang diolah dengan cara direbus atau digoreng saja melainkan bervariasi.

Bumbu adalah bahan yang ditambahkan pada makanan yang enak dan rasa yang tepat setiap kali pemasakan. berbagai bumbu yang digunakan dapat pula membangkitkan selera karena memberikan rasa makanan yang khas (Moehyi 1992). Berdasarkan hasil dari Tabel 12, contoh yang menyatakan bumbu terasa lebih dari 50%. Hal ini tergantung dari menu yang diolah pada saat pengamatan.

Konsistensi makanan merupakan komponen yang turut menentukan citarasa makanan karena sensitivitas indera rasa dipengaruhi oleh konsistensi makanan. Berdasarkan hasil dari Tabel 12, contoh yang menyatakan konsistensi makanan sesuai lebih dari 50%. Hal ini dikarenakan tekstur makanan yang disajikan tidak terlalu lunak dan tidak terlalu keras.

Kebutuhan Energi dan Zat Gizi Contoh

Berdasarkan Tabel 13 dapat diketahui bahwa kebutuhan energi contoh diet lambung lunak berkisar antara 1663 Kal – 2017 Kal, kebutuhan protein berkisar antara 90.1 g – 121.4 g, kebutuhan lemak berkisar antara 19.3 g – 25.5 g dan kebutuhan karbohidrat berkisar antara 270.2 g – 327.7 g. Kebutuhan energi contoh diet biasa berkisar antara 1721 Kal – 2235 Kal, kebutuhan protein berkisar antara 98.5 g – 130.6 g, kebutuhan lemak berkisar antara 19.1 g – 34.4 g dan kebutuhan karbohidrat berkisar antara 280.0 g – 350.7 g.


(28)

Tabel 13 Kebutuhan energi dan zat gizi sehari contoh

Diet dan Jenis

Penyakit JK N

Kebutuhan

E (Kal) P (g) L (g) KH (g)

Diet lambung lunak

Dyspepsia L 9 1978 118.6 24.2 321.4

P 3 1663 90.1 19.3 270.2

Febris L 3 2017 119.1 25.5 327.7

P 2 1804 90.2 20.1 293.1

Thypoid L 2 1741 98.8 23.8 282.9

P 1 1943 121.4 21.6 315.7

Jumlah 20

Diet Biasa

Dyspnoe L 3 2032 127.0 22.6 330.3

P 2 1721 98.5 19.1 280.0

Anemia L - - - - -

P 8 2021 126.8 26.1 319.7

Ca Mammae L - - - -

P 5 2235 130.6 34.4 350.7

Jumlah 18

Konsumsi Makanan dari Luar Rumah Sakit Contoh Gambaran Kebiasaan Makan Contoh

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari jawaban pada instrumen kuesioner didapatkan bahwa gambaran kebiasaan makan pasien rawat inap di rumah sakit PMI Bogor dapat dilihat pada Tabel 14.Tabel 14 Distribusi contoh berdasarkan

kebiasaan makan

Kebiasaan Makan Jumlah (n) %

Tidak Sesuai 9 23.7

Sesuai 29 76.3

TOTAL 38 100

Kebiasaan makan adalah ekspresi setiap individu dalam memilih makanan yang akan membentuk pola perilaku makan. Pola makan sehari-hari merupakan pola makan seseorang yang berhubungan dengan kebiasaan makan setiap harinya. Suatu kebiasaan di suatu wilayah dapat mempengaruhi tingkat konsumsi seseorang. Perbedaan pola makan di rumah dan pada saat di RS akan mempengaruhi daya terima pasien terhadap makanan. Berdasarkan tabel 14, didapatkan dari 38bahwa contoh yang memiliki kebiasaan makan tidak sesuai dengan rumah sakit lebih sedikit dibandingkan dengan contoh yang memiliki kebiasaan makan sesuai. Kebiasaan makan dikategorikan menjadi tiga yaitu susunan makanan berdasarkan konsep gizi seimbang, jumlah makanan dan frekuensi makan dari hasil tersebut dijumlahkan untuk mengetahui nilai dari kebiasaan makan contoh. Kebiasaan contoh yang sesuai dengan konsep gizi seimbang sebesar 76.3

Konsumsi Makanan dari Luar Rumah Sakit

Makanan dari luar rumah sakit merupakan salah satu indikator terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap. Pada Tabel 14 diketahui bahwa 38 contoh


(29)

tidak mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit. Semua contoh tidak pernah mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit dengan alasan takut jika makanan yang dibeli dari luar rumah sakit tidak diperbolehkan untuk dikonsumsi oleh dokter.Persentase makanan dari luar rumah sakit dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15 Distribusi contoh berdasarkan kebiasaan mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit

Makanan dari Luar Rumah Sakit Jumlah (n) %

Selalu 0 0

Kadang-kadang 0 0

Tidak Pernah 38 100

TOTAL 38 100

Rata-rata Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi

Berdasarkan pada Tabel 16 rata-rata tingkat kecukupan energi dan protein untuk contoh Dyspepsia sebesar 84% dan 69%, rata-rata tingkat kecukupan energi dan protein untuk contoh Febris sebesar 68% dan 56%, rata-rata tingkat kecukupan energi dan protein untuk contoh Thypoid sebesar 78% dan 73%, rata-rata tingkat kecukupan energi dan protein untuk contoh Dyspnoe sebesar 110% dan 67%, rata-rata tingkat kecukupan energi dan protein untuk contoh Anemia sebesar 92% dan 63%, serta rata-rata tingkat kecukupan energi dan protein untuk contoh Ca Mammae sebesar 90% dan 69%. Rata-rata tingkat kecukupan energi tertinggi adalah pada contoh Dyspnoe sebesar 110%, sedangkan tingkat kecukupan protein tertinggi pada contoh Thypoid sebesar 73%. Dari semua contoh rata-rata tingkat kecukupan energi dan protein lebih dari 50%, sehingga dapat di simpulkan bahwa makanan yang disediakan oleh instalasi gizi telah mencapai tingkat kecukupan energi dan protein sesuai dengan kebutuhan energi dan protein contoh. Tingkat Kecukupan Energi dan Protein terhadap Kebutuhan Sehari dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16 Tingkat kecukupan energi dan protein terhadap kebutuhan sehari Jenis Diet

dan Penyakit

Energi Protein

Konsumsi (kal) Kebutuhan (Kal) Tk. Kecukupan (%) Konsumsi (g) Kebutuhan (g) Tk. Kecukup an (%) Diet lambung lunak, Dyspepsia

Rata-rata 1629 1899 84 74 111 69

Diet lambung lunak, Febris

Rata-rata 1330 1931 68 50 136 56

Diet lambung lunak, Thypoid

Rata-rata 1384 1808 78 59 106 73

Diet Biasa, Dyspnoe

Rata-rata 2024 1908 110 75 116 67

Diet Biasa, Anemia

Rata-rata 1818 2021 90 71 127 62

Diet Biasa, Ca Mammae


(30)

Tingkat kecukupan terhadap kebutuhan lemak dan karbohidrat dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17 Tingkat kecukupan lemak dan karbohidrat terhadap kebutuhan sehari Jenis Diet

dan jenis penyakit

Lemak Karbohidrat

Konsumsi (kal) Kebutuhan (Kal) Tk. Kecukupan (%) Konsumsi (g) Kebutuhan (g) Tk. Kecukup an (%) Diet lambung lunak, Dyspepsia

Rata-rata 35 23 163 236 309 78

Diet lambung lunak, Febris

Rata-rata 41 23 182 227 314 74

Diet lambung lunak, Thypoid

Rata-rata 43 23 141 229 294 82

Diet Biasa, Dyspnoe

Rata-rata 54 21 254 338 310 111

Diet Biasa, Anemia

Rata-rata 58 26 212 255 320 77

Diet Biasa, Ca Mammae

Rata-rata 52 34 149 361 351 96

Berdasarkan pada Tabel 17 rata-rata tingkat kecukupan lemak dan karbohidrat untuk contoh Dyspepsia sebesar 163% dan 78%, rata-rata tingkat kecukupan lemak dan karbohidrat untuk contoh Febris sebesar 182% dan 74%, rata-rata tingkat kecukupan lemak dan karbohidrat untuk contoh Thypoid sebesar 141% dan 82%, rata-rata tingkat kecukupan lemak dan karbohidrat untuk contoh

Dyspnoe sebesar 254% dan 111%, rata-rata tingkat kecukupan lemak dan karbohidrat untuk contoh Anemia sebesar 212% dan 77%, serta rata-rata tingkat kecukupan lemak dan karbohidrat untuk contoh Ca Mammae sebesar 165% dan 86%. Rata-rata tingkat kecukupan lemak dan karbohidrat tertinggi adalah pada contoh Dyspnoe sebesar 254% dan 111%. Dari semua contoh rata-rata tingkat kecukupan lemak dan karbohidrat lebih dari 50%, sehingga dapat disimpulkan bahwa makanan yang disediakan oleh instalasi gizi telah mencapai tingkat kecukupan lemak dan karbohidrat sesuai dengan kebutuhan lemak dan karbohidrat contoh.

Tingkat Pemborosan Pangan Pada Contoh

Sisa makanan adalah jumlah makanan yang tidak habis dikonsumsi setelah makanan disajikan (Carr 2001). Penentuan banyaknya sisa makanan pada contoh dapat dilihat berdasarkan kategori. Sisa makanan dikategorikan atas sisa makanan sedikit bila <25% dan banyak >25% dari total makanan yang disajikan oleh rumah sakit (instalasi gizi).

Persentase Frekuensi Terjadinya Sisa Makanan Contoh

Dari Tabel 18 dapat disimpulkan bahwa 38 contoh menyatakan kadang-kadang menyisakan makanan dengan persentase tertinggi sebesar 79%, dan delapan orang contoh menyatakan selalu menyisakan makanan dengan persentase 21%. Sebagian besar contoh hanya sedikit yang meninggalkan sisa makanan, hal


(31)

ini dikarenakan semua contoh tidak mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit sehingga sebagian besar contoh lebih banyak menghabiskan makanan yang telah disediakan oleh rumah sakit.

Tabel 18 Distribusi contoh berdasarkan keberadaan sisa makanan (%)

Sisa Makanan Jumlah (n) %

Selalu 8 21

Kadang-kadang 30 79

Tidak Pernah - -

TOTAL 38 100

Sisa Makanan Berdasarkan Waktu Makan

Waktu makan dibagi menjadi makan pagi (sarapan), makan siang dan makan sore. Berdasarkan hasil pengamatan sisa makanan contoh selama tiga hari yang meliputi makan pagi, makan siang, makan sore serta dua kali snack pagi dan snack siang. Dari hasil pada tabel 19 dapat disimpulkan bahwa sisa makanan yang sering terjadi pada contoh terdapat pada waktu makan sore untuk makanan pokok, hal ini dikarenakan sebagian besar contoh masih kenyang karena waktu dari makan siang ke makan sore berdekatan dan juga terdapat selingan sebelum waktu makan sore. Besarnya sisa makanan contoh menurut waktu makan dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19 Distribusi contoh berdasarkan kategori sisa makanan dan waktu makan Jenis Makanan

Waktu Makan Pagi Waktu Makan Siang Waktu Makan Sore

Banyak (%) Sedikit (%) Banyak (%) Sedikit (%) Banyak (%) Sedikit (%)

Makanan Pokok 16.7 83.3 56.7 43.3 93.3 6.7

Lauk Hewani 0 0 33.3 66.7 50 50

Lauk Nabati 0 0 56.7 43.3 76.7 23.3

Sayur 0 0 73.3 26.7 66.7 33.3

Buah 0 0 6.7 93.3 6.7 93.3

Snack 0 0 6.7 93.3 0 0

Berdasarkan hasil penelitian Sumiyati (2008), diketahui bahwa masih terjadi sisa makanan pada pasien di kelas I RSU RA. Kartini dalam jumlah banyak (25%) meliputi semua jenis makanan. Sedangkan pada waktu makan siang dan sore terdapat sisa makanan dalam jumlah banyak (25%) kecuali untuk buah. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang didapat. Persentase sisa makananan waktu makan siang dan sore memiliki sisa makanan banyak kecuali untuk buah dan snack. Hal ini dikarenakan contoh menyukai mengkonsumsi buah dan snack yang disajikan instalasi gizi serta contoh masih merasa mual ataupun karena adanya gangguan pencernaan sehingga contoh lebih sering menyisakan makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati dan sayur.

Sisa Makanan Berdasarkan Jenis Diet

Jenis diet contoh dibagi menjadi diet lambung lunak dan diet biasa. Contoh dengan Diet lambung lunak dan Diet Biasa (Tanpa Diet) jumlah contoh masing-masing 15 orang. Kategori sisa makanan berdasarkan jenis diet per waktu makan pada makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayur, buah dan snack dapat dilihat dari Tabel 20.


(32)

Tabel 20 Distribusi contoh sisa makanan berdasarkan jenis diet Jenis Makanan

Waktu Makan Pagi Waktu Makan Siang Waktu Makan Sore

Banyak (%)

Sedikit (%)

Banyak (%)

Sedikit (%)

Banyak (%)

Sedikit (%)

Diet lambung lunak

Makanan Pokok 33.3 66.7 60 40 100 0

Lauk Hewani 0 0 33.3 66.7 46.7 53.3

Lauk Nabati 0 0 66.7 33.3 86.7 13.3

Sayur 0 0 80 20 66.7 33.3

Buah 0 0 0 100 0 100

Snack 20 80 6.7 93.3 0 0

Diet Biasa

Makanan Pokok 0 100 60 40 86.7 13.3

Lauk Hewani 0 0 33.3 66.7 53.3 46.7

Lauk Nabati 0 0 46.7 53.3 66.7 33.3

Sayur 0 0 66.7 33.3 66.7 33.3

Buah 0 0 13.3 86.7 13.3 86.7

Snack 20 80 6.7 93.3 0 0

Sisa makanan tertinggi waktu makan pagi pada makanan pokok terdapat pada contoh diet lambung lunak dengan persentase 33.3%. Hal ini disebabkan karena rendahnya nafsu makan contoh diet lambung lunak karena adanya gangguan pencernaan. Sisa makanan tertinggi pada snack baik pada contoh diet lambung lunak dan contoh diet biasa masing-masing memiliki persentase yang sama yaitu sebesar 20%.

Sisa makanan tertinggi waktu makan siang pada contoh diet lambung lunak dan diet biasa terdapat pada sayur masing-masing dengan persentase 80% dan 66.7%. Hal ini disebabkan karena contoh diet lambung lunak memiliki gangguan pencernaan sehingga berkurangnya nafsu makan contoh.

Sisa makanan tertinggi waktu makan sore pada contoh diet lambung lunak dan diet biasa terdapat pada makanan pokok dengan persentase 100% dan 86.7%. Sisa makanan tertinggi pada lauk hewani terdapat pada contoh diet biasa dengan persentase 53.3%. Sisa makanan tertinggi pada lauk nabati terdapat pada contoh diet lambung lunak dengan persentase 86.7%. Hal ini disebabkan karena contoh kurang menyukai rasa dari makanan yang disajikan oleh instalasi gizi. Sisa makanan pada sayur untuk contoh diet lambung lunak dan diet biasa memiliki persentase yang sama yaitu 66.7%, sedangkan sisa makanan tertinggi pada buah terdapat pada contoh diet biasa, hal ini dikarenakan sebagian contoh diet biasa kurang menyukai mengkonsumsi buah. Jadi, dapat disimpulkan bahwa contoh diet lambung lunak memiliki sisa makanan tertinggi dari makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati dan sayur. Sisa makanan yang terjadi pada contoh hal ini dikarenakan dari penyajian makanan yang tidak menarik sehingga contoh kurang tertarik untuk mengkonsumsi makanan dari instalasi gizi. Tingkat pemborosan pangan (%) pada contoh rawat inap RS PMI Bogor dapat dilihat pada Grafik 1.


(33)

Grafik 1 Tingkat Pemborosan Pangan (%) pada Contoh Rawat Inap RS PMI Bogor

Hasil penelitian Sumiyati (2008), diketahui bahwa masih terjadi sisa makanan pada pasien di Ruang Anggrek RSU RA. Kartini dalam jumlah banyak (25%) meliputi semua jenis makanan kecuali untuk jenis sayur termasuk dalam kategori sedikit. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian dari (Sumiyati 2008), penelitian di rumah sakit PMI Bogor menunjukkan sisa makanan pasien rawat inap dalam jumlah sedikit (<25%) meliputi semua jenis makanan, sehingga dapat disimpulkan bahwa pada pasien rawat inap RS PMI Bogor tidak terjadi pemborosan pangan yang terlalu banyak.

Sisa Makanan Berdasarkan Menu

Sejumlah 61 jenis menu masakan yang disajikan kepada contoh selama penelitian. Menu tersebut meliputi makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayuran dan snack. Berdasarkan hasil yang diperoleh, diketahui bahwa sayur memiliki persentase sisa makanan yang paling tinggi, dari 12 jenis menu sayur yang disajikan, diketahui bahwa 5 jenis menu masih memiliki rata-rata sisa diatas 20%, antara lain sup sayuran, bening bayam, sup macaroni, sayur lodeh dan sayur kari. Besarnya sisa makanan berdasarkan menu yang disajikan dapat dilihat pada Grafik 2.

Grafik 2 Sisa makanan sayur berdasarkan jenis menu

Sisa makanan yang tinggi terdapat pada menu bening bayam, sup sayuran, sup macaroni sayur lodeh dan sayur kari hal ini dikarenakan rasa dari jenis menu


(34)

tersebut kurang enak dan rendahnya keinginan contoh untuk mengkonsumsi sayuran. Diperlukan menu baru yang lebih menarik untuk sayuran dan dalam mengolah sayuran sebaiknya dicicipi rasanya terlebih dahulu sebelum disajikan kepada pasien.

Tingkat Pemborosan Pangan pada Instalasi Gizi

Sisa makanan yang terjadi sehari selama satu minggu tertinggi di instalasi gizi terdapat pada makanan pokok sebesar 67456 g/minggu, sedangkan sisa makanan yang paling sedikit selama satu minggu yaitu pada snack sebesar 2063 g/minggu. Dengan adanya sisa makanan tersebut, instalasi gizi menyebabkan terjadinya pemborosan pangan. Sisa Makanan Sehari Instalasi Gizi selama Tujuh Hari dapat dilihat pada Tabel 21. Tingkat pemborosan pangan (%) selama tujuh hari di instalasi gizi dapat dilihat pada Grafik 3.

Tabel 21 Sisa makanan sehari (g) di instalasi gizi selama tujuh hari pengamatan

Hari Sisa Makanan (g)

M. Pokok Lauk Hewani Lauk Nabati Sayur Snack

1 7271 703 2461 2437 -

2 5696 970 835 2692 -

3 13146 1503 926 3221 -

4 11682 1570 464 2018 404

5 13372 1311 1009 4462 212

6 12483 2744 3692 460 1012

7 3806 214 1101 598 435

TOTAL 67456 9015 10488 15888 2063

Grafik 3 Tingkat Pemborosan Pangan (%) di Instalasi Gizi RS PMI Bogor Hasil penelitian di RS Haji Jakarta menunjukkan tingginya sisa makanan di instalasi gizi dengan persentase 18,1% lauk hewani, 15,9% lauk nabati, dan 18,8% sayur (Lisa E 2011). Hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian di RS PMI Bogor menunjukkan rendahnya sisa makanan di instalasi gizi RS PMI Bogor dengan persentase untuk makanan pokok 12.4%, lauk hewani 4.8%, lauk nabati 6.1%, dan sayur 7.9%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa rendahnya sisa makanan yang terjadi di instalasi gizi RS PMI Bogor dan tidak terjadinya pemborosan pangan pada RS PMI Bogor.


(35)

Zat Gizi yang Terbuang pada Contoh dan Instalasi Gizi

Tujuan akhir dari konsumsi makanan oleh tubuh adalah tercapainya status gizi yang optimal, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin (Almatsier 2001). Namun demikian keberadaan sisa makanan dapat menyebabkan hilangnya zat gizi yang seharusnya dikonsumsi contoh untuk membantu proses penyembuhan. Keberadaan sisa makanan tersebut membuat tujuan dari konsumsi makanan menjadi tidak optimal. Tabel 22 menunjukkan jumlah energi, protein, lemak dan karbohidrat yang terbuang bersama sisa makanan contoh.

Tabel 22 Rata-rata jumlah zat gizi yang terbuang per hari dari makanan contoh

Jenis Diet Jenis Penyakit Zat Gizi yang terbuang

E (Kal) P (g) L (g) KH (g)

Diet lambung

lunak

rata-rata dyspepsia 1301 54.7 20.8 226.6

rata-rata Febris 1594 48.5 26.9 263.9

rata-rata thypoid 1267 43 18 260

Rata-rata Diet lambung lunak 1387 48.7 21.9 250.2

Diet Biasa

rata-rata dispnoe 1155 32 15.3 233.9

rata-rata anemia 1338 33.7 20.2 231.1

rata-rata Ca mammae 1066 36.1 20.9 148.7

Rata-rata Diet Biasa 1186 33.9 18.8 204.6

Zat gizi yang terbuang contoh diet lambung lunak lebih tinggi dibandingkan dengan contoh diet biasa. Rata-rata zat gizi yang terbuang pada diet lambung lunak yaitu energi sebesar 1387 Kal, protein 48.7 g, lemak 21.9 g dan karbohidrat 250.2 g. Hal ini dikarenakan contoh diet lambung lunak memiliki gangguan pencernaan sehingga nafsu makan menurun, sehingga menyebabkan sisa makanan yang tinggi. Zat gizi yang terbuang pada instalasi gizi selama tujuh hari dapat dilihat pada Tabel 23.

Tabel 23 Rata-rata jumlah zat gizi yang terbuang per hari di instalasi gizi selama tujuh hari pengamatan

Hari Zat Gizi yang terbuang Sehari

E (Kal) P (g) L (g) KH (g)

1 11773 489.6 191.1 2028

2 11272 468.7 219.9 1774.9

3 22512 845 240.8 4104.3

4 19345 820.9 400.8 3021.6

5 27896 1041.3 380.5 4920.6

6 20163 1102.1 613.1 2480.8

7 9499 375.9 92.9 1774.5

Rata-rata 17494 734.8 305.6 2872.1

Zat gizi tertinggi yang terbuang di instalasi gizi pada hari ke lima yaitu energi dan karbohidrat sebesar 27896 Kal dan 4920.6 g, sedangkan pada hari ke enam zat gizi tertinggi yang terbuang adalah protein dan lemak sebesar 1102.1 g dan 613.1 g. Hal ini disebabkan karena pada hari ke lima jumlah pasien lebih


(36)

sedikit dibandingkan pada hari yang lain yaitu 177 pasien, sedangkan ketersediaan energi dan karbohidrat cukup tinggi yaitu masing-masing sebesar 301,814 Kal dan 41,563.9 g. Rata-rata zat gizi yang terbuang selama tujuh hari adalah energi sebesar 17494 Kal, 734.8 g, 305.6 g dan 2872.1 g.

Biaya yang Hilang dari Sisa Makanan Instalasi Gizi dan Contoh Rawat Inap

Selain dari segi gizi, sisa makanan rumah sakit juga mempunyai dampak dari segi ekonomi. Makanan yang bersisa/tidak terkonsumsi menyebabkan adanya biaya yang hilang, yang seharusnya dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan gizi pasien. Hal ini akan merugikan pihak rumah sakit jika diabaikan begitu saja, karena biaya yang dialokasikan untuk makanan pasien menjadi tidak optimal. Rata-rata biaya yang hilang dari sisa makanan per hari per orang dan instalasi gizi RS PMI Bogor dapat dilihat pada Tabel 24 dan Tabel 25.

Tabel 24 Estimasi biaya yang hilang dari sisa makanan selama satu minggu di instalasi gizi

Hari Biaya sisa makanan (Rp)

1 128,756

2 104,926

3 165,952

4 246,799

5 261,008

6 245,758

7 58,774

TOTAL 1,211,972

Tabel 25Estimasi biaya yang hilang dari sisa makanan contoh rawat inap RS PMI Bogor

Sisa makanan Biaya sisa makanan (Rp)

hari ke-1 5.344

hari ke-2 3.223

hari ke-3 2.456

Rata-rata/hari/orang 3.674

Jumlah biaya yang hilang dari sisa makanan pada instalasi gizi selama tujuh hari sebesar Rp 1.211,972, sedangkan rata-rata biaya yang hilang dari sisa makanan yaitu sebesar Rp 3.674 per hari per orang. Berdasarkan standar menu RS PMI Bogor, biaya makan sehari untuk pasien kelas I adalah Rp 35.000 per orang. Hal ini berarti tingkat kehilangan biaya makan sebesar 10.50% dari total biaya makan per orang. Jika dilihat dalam satu bulan, maka kehilangan yang terjadi yaitu sebesar Rp 110.220 per orang dan dalam setahun yaitu sebesar Rp 1.322,640 per orang. Namun demikian, nilai tersebut belum termasuk penambahan biaya tenaga yang ikut dikeluarkan dalam penyelenggaraan makanan. Perhitungan dengan mengikutsertakan biaya tersebut, akan menghasilkan nilai yang lebih besar. Selain itu, dapat diketahui persentase biaya yang hilang dari sisa makanan terhadap anggaran belanja yang tersedia.


(37)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Contoh terdiri dari contoh yang menjalani Diet lambung lunak dan Tanpa Diet (Diet Biasa). Berdasarkan pengamatan terdapat 20 contoh yang menjalani Diet lambung lunak dan 18 contoh yang tidak menjalani diet (Diet Biasa). Contoh diet lambung lunak terdiri dari contoh dengan jenis penyakit dyspepsia, febris dan

thypoid, sedangkan contoh tanpa diet (Diet Biasa) menderita penyakit ca mammae, dyspnoe dan anemia. Rata-rata contoh dengan diet lambung lunak memiliki status gizi tertinggi yaitu status gizi overweight sebanyak 10 orang, sedangkan rata-rata contoh Diet Biasa yang memiliki status gizi tertinggi yaitu status gizi normal yaitu 11 orang.

Ketersediaan makanan dari rumah sakit PMI Bogor telah memenuhi standar kecukupan energi menurut standar kecukupan rumah sakit maupun WNPG. Contoh yang menyatakan warna menarik sebesar 81.6%, bentuk makanan tidak menarik sebesar 71.1%, porsi makanan makin besar sebesar 57.9%, penyajian makanan tidak menarik sebesar 84.2%, aroma makanan enak sebesar 65.8%, bumbu makanan terasa sebesar 55.3%, konsistensi makanan sesuai sebesar 57.9% dan rasa makanan enak sebesar 60.5%.

Kebutuhan energi contoh diet lambung lunak berkisar antara 1663 Kal – 2017 Kal, kebutuhan protein berkisar antara 90.1 g – 121.4 g, kebutuhan lemak berkisar antara 19.3 g – 25.5 g dan kebutuhan karbohidrat berkisar antara 270.2 g

– 327.7 g. Kebutuhan energi contoh diet biasa berkisar antara 1721 Kal – 2235 Kal, kebutuhan protein berkisar antara 98.5 g – 130.6 g, kebutuhan lemak berkisar antara 19.1 g – 34.4 g dan kebutuhan karbohidrat berkisar antara 280.0 g – 350.7 g.

Kebiasaan contoh yang sesuai dengan konsep gizi seimbang sebesar 76.3 Semua contoh tidak pernah mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit dengan alasan takut jika makanan yang dibeli dari luar rumah sakit tidak diperbolehkan untuk dikonsumsi oleh dokter. Dari semua contoh rata-rata tingkat kecukupan energi, protein, lemak dan karbohidrat melebihi dari 50% dan 100%, sehingga dapat disimpulkan bahwa makanan yang disediakan oleh instalasi gizi telah mencapai tingkat kecukupan lemak dan karbohidrat sesuai dengan kebutuhan lemak dan karbohidrat contoh.

Sebagian besar contoh hanya sedikit yang meninggalkan sisa makanan, hal ini dikarenakan semua contoh tidak mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit sehingga sebagian besar contoh lebih banyak menghabiskan makanan yang telah disediakan oleh rumah sakit. Sisa makanan yang sering terjadi pada contoh terdapat pada waktu makan sore untuk makanan pokok, Persentase sisa makananan waktu makan siang dan sore memiliki sisa makanan banyak kecuali untuk buah dan snack. Contoh diet lambung lunak memiliki sisa makanan tertinggi dari makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati dan sayur.

Sayur memiliki persentase sisa makanan yang paling tinggi, dari 12 jenis menu sayur yang disajikan, diketahui bahwa 5 jenis menu masih memiliki rata-rata sisa diatas 20%, antara lain sup sayuran, bening bayam, sup macaroni, sayur lodeh dan sayur kari. Tingkat pemborosan pangan pada RS PMI Bogor tidak


(38)

terlalu tinggi dan sisa makanan yang terjadi di instalasi gizi RS PMI Bogor masih rendah.

Zat gizi yang terbuang contoh diet lambung lunak lebih tinggi dibandingkan dengan contoh diet biasa. Hal ini dikarenakan contoh diet lambung lunak memiliki gangguan pencernaan sehingga nafsu makan menurun, sehingga menyebabkan sisa makanan yang tinggi. Zat gizi tertinggi yang terbuang di instalasi gizi pada hari ke lima. Hal ini disebabkan karena pada hari ke lima jumlah pasien lebih sedikit dibandingkan pada hari yang lain yaitu 177 pasien, sedangkan ketersediaan energi dan karbohidrat cukup tinggi.

Jumlah biaya yang hilang dari sisa makanan pada instalasi gizi selama tujuh hari sebesar Rp 1.211,972, sedangkan rata-rata biaya yang hilang dari sisa makanan yaitu sebesar Rp 3.674 per hari per orang. Hal ini berarti tingkat kehilangan biaya makan sebesar 10.50% dari total biaya makan per orang. Hal ini akan merugikan pihak rumah sakit jika diabaikan begitu saja, karena biaya yang dialokasikan untuk makanan pasien menjadi tidak optimal.

Saran

Sebaiknya penyajian makanan pada pasien perlu diberikan garnish agar pasien tertarik untuk mengkonsumsi makanan dari instalasi gizi sehingga persentase sisa makanan menjadi berkurang. Perlu adanya perbaikan menu untuk sayur atau menu sayur yang banyak terjadinya sisa makanan diganti atau dimodifikasi pengolahannya bersama dengan lauk hewani atau nabati dan membuat resep standar untuk bumbu sehinigga setiap tenaga pengolahan berbeda-beda rasa dari masakan tetap sama serta menambah bumbu pada saat pengolahan sayur.


(39)

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier dkk. 1992. Pelayanan Gizi Rumah Sakit dan Perkembangan Ilmu serta Teknologi Gizi Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Almatsier S. 2004. Penuntun Diet. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Anindya. 2009. Mengukur Status Nutrisi Dewasa. www.mengukur-status-nutrisidewasa. html [25 November 2010].

Atmarita, Tatang SF. 2004. Analisis Situasi Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Makalah pada Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII, Jakarta 17-19 Mei 2004.

Azwar. 2004. Kecenderungan Masalah Gizi Dan Tantangan Di Masa Datang ; Makalah pada Pertemuan Advokasi Program Perbaikan Gizi Menuju Keluarga Sadar Gizi, di Hotel Sahid Jaya, Jakarta, 27 September 2004. Barker A Lisa et. all. 2011. Hospital Malnutrition: Prevalence, Identification and

Impact on Patients and the Health care System. (online). www.mdpi.com/journal.ijerph yang diakses pada tanggal 24 januari 2013. Barton A D, Beigg C L, Macdonald I A, Allison S P. 2000. Clinical Nutrition:

High Food Wastage and Low Nutritional Intakes in Hospital Patients

19(6): 445±449. United Kingdom: Harcourt Publishers Ltd.

Berman, A Et. al. 2003. Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis Kozier Erb. Jakarta: EGC.

Carr D et. all. 2001. Plate Waste Studies. National Food Service Management. Djamaluddin, Muhir. Et al. 2005. Analisis Zat Gizi dan Biaya Sisa Makanan Pada

Contoh dengan Makanan Biasa. Jurnal Gizi Klinik Indonesia. Volume 1. Nomor 3. Maret 2005: 108-112.

Depkes. 1991. Buku Pedoman Pengelolaan Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Jakarta: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan Republik Indonesia. [Depkes] Departemen Kesehatan. 2003. Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit.

Jakarta : Dit.Jen BinKesMas, Direktorat Gizi Masyarakat.

Depkes. 2007. Skrining Kurangnya asupan gizi Pada Anak yang Dirawat di Rumah Sakit. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Depkes. 2010. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Tahun 2010. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Depkes RI. Haris A dan Adika, N. 2002. Dinamika Penduduk dan Pembangunan di Indonesia

Peningkatan Angka Harapan Hidup di Indonesia. Populasi. Volume 9 Nomor 1. Yogyakarta: PPK UGM.

Hartono A. 2006. Terapi Gizi dan Diet Rumah Sakit. Jakarta : EGC.

Hidayat S. 2005. Masalah gizi di Indonesia dalam kondisi gizi masyarakat memprihatinkan. http://www.suara pembaruan.online.html [18 November 2011].

Komalawati D, dkk. 2005. Pengaruh Lama Rawat Inap Terhadap Sisa Makanan Contoh Anak di Rumah Sakit Umum Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten, Nutrisia Vol. 6. 2005:1.

Kusharto CM, Sa’diyah NY. 2008. Diktat Penilaian Konsumsi pangan. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat Institut Pertanian Bogor.

Lacey, J. (1989). "Pre- and post-harvest ecology of fungi causing spoilage of foods and other stored products". Journal of Applied Bacteriology Symposium Supplement. Retrieved 2009-08-22.


(1)

: 1. Aroma

makanan

Tidak enak 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 enak

2. Bumbu makanan

Tidak terasa 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 terasa

3. Konsistensi makanan

Tidak sesuai 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 sesuai

4. Rasa makanan


(2)

47

Lampiran 8 Formulir metode recall 24 jam

FORMULIR METODE RECALL 24 JAM No. Contoh Recall Konsumsi Pangan 3x24 jam

Hari I/ II / III

Keterangan :

*) 1. Hasil produk dari RS 2. Makanan dari luar RS

Waktu makan

Nama Masakan

Jenis bahan Pangan


(3)

FORMULIR METODE FOOD WEIGHING (Instalasi Gizi)

Waktu Makan

Nama Masakan

Jenis Bahan Makanan

Berat Mentah (g)

Berat Masak (g)

Sisa yang tidak dimakan


(4)

49

Lampiran 10 Formulir metode food weighing (contoh rawat inap)

FORMULIR METODE FOOD WEIGHING (CONTOH RAWAT INAP)

Nama Contoh : Jenis Diet : Jenis Penyakit : Tanggal :

WAKTU MAKAN

KERANGKA MENU

NAMA MASAKAN STANDAR

PORSI

BERAT SISA MAKANAN (g)

HARI I/II/III

Pagi

Snack

Siang

Snack


(5)

STANDAR PORSI MAKANAN

No. Nama Bahan Makanan Berat Per Porsi (gr)


(6)

51

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Jambi pada tanggal 18 Desember 1988. Penulis adalah putri dari pasangan Yanizar dan Mulna Enita. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Penulis memulai pendidikan pada tahun 1994 di Sekolah Dasar Negeri 87 di Jambi dan lulus pada tahun 2000. Pada tahun 2000 penulis melanjutkan pendidikan di sekolah negeri yaitu SMPN 19 Jambi dan lulus pada tahun 2003. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di SMAN 10 Jambi jurusan IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) dan lulus pada tahun 2006.

Pada tahun 2007 penulis diterima di Program Diploma III Institut Pertanian Bogor, pada Program Keahlian Manajemen Industri Jasa Makanan dan Gizi melalui jalur ujian mandiri (reguler). Penulis menjalankan Praktek Kerja Lapang (PKL) selama empat bulan dimulai dari tanggal 03 Agustus 2009 sampai dengan 21 November 2009 di Rumah Sakit PMI Bogor. Penulis juga menjalankan Praktek Usaha Jasa Boga (PUJB) di Kantin Sehati selama dua bulan dari tanggal 01 Desember 2009 sampai dengan 01 Februari 2010.

Penulis lulus dari program Diploma Manajemen Industri Jasa Makanan dan Gizi Institut Pertanian Bogor pada tahun 2010 dengan predikat kelulusan sangat memuaskan dan melanjutkan jenjang pendidikan sarjana pada program alih jenis Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor melalui jalur ujian mandiri pada tahun 2010. Selama kuliah di program alih jenis, penulis pernah menjadi seksi kesekretarian dalam kegiatan Seminar Pangan dan Gizi Nasional ”FIT FESTIVAL” yang dilaksanakan di Hotel Brajamustika. Selain itu, penulis pernah melakukan kuliah kerja profesi di Kabupaten Tegal selama 2 bulan.