Faktor Penyebab Konversi Lahan Mangrove

penjebak sedimen sedimen trap sehingga sedimen tersebut tidak mengganggu kehidupan terumbu karang. Selanjutnya ekosistem terumbu karang dapat berfungsi sebagai pelindung pantai dari hempasan ombak gelombang dan arus laut. Anwar dan Gunawan 2007 menjelaskan bahwa keberadaan hutan mangrove juga penting bagi pertanian di sepanjang pantai terutama sebagai pelindung dari hempasan angin, air pasang, dan badai. Budidaya lebah madu juga dapat dikembangkan di hutan mangrove. Bunga dari Sonneratia sp. dapat menghasilkan madu dengan kualitas baik. Areal hutan mangrove yang masih terkena pasang surut dapat dijadikan pembuatan garam yang dapat dilakukan dengan perebusan air laut dengan kayu bakar dari kayu-kayu mangrove yang mati. Selain untuk pertanian, hutan mangrove juga dapat dijadikan sebagai kawasan wisata alam. Kegiatan wisata ini disamping memberikan pendapatan langsung bagi pengelola melalui penjualan tiket masuk dan parkir, juga mampu menumbuhkan perekonomian penduduk di sekitarnya dengan menyediakan lapangan kerja dan kesempatan berusaha, seperti membuka warung makan, menyewakan perahu, dan menjadi pemandu wisata.

2.1.2.3. Konversi Lahan Mangrove

2.1.2.3.1. Faktor Penyebab Konversi Lahan Mangrove

Tambak dalam skala kecil tidak terlalu banyak mempengaruhi ekosistem mangrove, tapi lain halnya bila dalam skala besar. Konversi mangrove yang luas menjadi tambak dapat mengakibatkan penurunan produksi perikanan di perairan sekitarnya. Pertambakan ini juga diduga dapat memengaruhi produktivitas perairan estuari dan laut di sekitarnya. Seperti contoh menurunnya produksi udang laut sebagai akibat menciutnya luas hutan mangrove Saparinto, 2007 dalam Setiawan, 2010 2 . Setiawan 2010 menjelaskan bahwa faktor utama yang menjadi permasalahan dan penyebab terjadinya konversi mangrove antara lain: a. Tekanan penduduk untuk kebutuhan ekonomi yang tinggi sehingga permintaan konversi mangrove juga semakin tinggi. Penduduk disini lebih mementingkan 2 http:firmans08.wordpress.comcategoryeksplorasikonservasi diakses tanggal 12 Februari 2011. kebutuhannya sendiri-sendiri dibandingkan kepentingan ekologis dan kepedulian akan dampak lingkungan hidup. Banyaknya pihak yang tidak bertanggung jawab juga dengan meminta untuk mengkonversi lahan mangrove tapi setelah dikonversi lahan tersebut mereka tidak menindak lanjutinya. Mereka lebih paham bahwa manfaat dengan dikonversinya hutan mangrove menjadi tambak dan lahan kelapa sawit akan lebih menguntungkan padahal kalau ditinjau secara keuntungan jangka panjang hutan mangrove akan lebih bermanfaat. b. Perencanaan dan pengelolaan sumber daya pesisir di masa lalu bersifat sangat sektoral. Dari sini kita mengetahui bahwa pengelolaan yang sektoral ini akan mengakibatkan terjadinya perusakan hutan mangrove berat yang akan berdampak pada masa yang akan datang. Kemudian rendahnya kesadaran penduduk tentang konversi dan fungsi ekosistem mangrove. c. Hutan rawa dalam lingkungan yang asin dan anaerob di daerah pesisir selalu dianggap daerah yang marginal atau sama sekali tidak cocok untuk pertanian dan akuakultur. Namun karena kebutuhan lahan pertanian dan perikanan yang semakin meningkat maka hutan mangrove dianggap sebagai lahan alternatif. Reklamasi seperti itu telah memusnahkan ekosistem mangrove dan juga mengakibatkan efek-efek yang negatif terhadap perikanan di perairan pantai sekitarnya. Selain itu kehadiran saluran-saluran drainase mengubah sistem hidrologi air tawar di daerah mangrove yang masih utuh yang terletak kearah laut dan hal ini mengakibatkan dampak negatif. Kondisi sosial ekonomi penduduk yang bermukim di daerah pesisir secara umum akan mempengaruhi ekosistem mangrove. Konversi hutan mangrove menjadi areal tambak merupakan salah satu penyebab kerusakan hutan mangrove. Berdasarkan kriteria penilaian sosial ekonomi sebagai penyebab kerusakan hutan mangrove, faktor-faktor yang dilihat adalah 1 mata pencaharian utama mp, 2 lokasi lahan usaha llu, 3 pemanfaatan kayu bakar pkb, dan 4 persepsi terhadap mangrove Departemen Kehutanan, 2006. Hainim 1996 menjelaskan nelayan di Kabupaten Bengkalis melakukan konversi mangrove untuk digunakan pada berbagai kegiatan pertanian perkebunan. Untuk beberapa keadaan sosial ekonomi nelayan terlihat perbedaan antara nelayan yang mengkonversi dan yang tidak. Perbedaan ini disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhi kehidupan rumahtangga nelayan. Nelayan yang mengkonversi memiliki karakteristik usia lebih tua dari yang tidak mengkonversi dan sudah menjadi nelayan selama lebih dari 19 tahun. Modal usaha, harga kapal dan harga alat tangkap yang dimiliki nelayan yang mengkonversi lebih tinggi daripada nelayan yang tidak mengkonversi. Sedangkan pekerjaan sampingan nelayan yang tidak mengkonversi lebih banyak buruh, tukang becak dan tukang perahu dibandingkan dengan nelayan yang mengkonversi yang hanya bekerja sebagai petani. Nelayan yang mempunyai pendapatan lebih besar atau sama dengan rata-rata pendapatan nelayan secara keseluruhan, cenderung untuk mengkonversi lahan mangrove. Lahan yang dikonversi nelayan-nelayan ini diusahakan untuk kegiatan pertanian perkebunan. Sebaliknya bagi nelayan yang berpendapatan lebih kecil dari rata-rata pendapatan nelayan secara keseluruhan, tidak mampu untuk mengkonversi lahan mangrove.

2.1.2.3.2. Dampak Konversi Terhadap Fungsi Ekologis dan Sosial Ekonomis