terhadap pihak-pihak terkait baik yang berbeda di sekitar maupun di luar kawasan. Kegiatan pelestarian mangrove pada dasarnya dilakukan demi memenuhi kebutuhan
dari berbagai kepentingan. Sifat akomodatif tersebut akan lebih dirasakan manfaatnya bila keberpihakan pada institusi yang rentan terhadap sumberdaya
mangrove, diberikan porsi yang lebih besar. Untuk itu yang perlu diperhatikan adalah menjadikan penduduk sebagai komponen penggerak pelestarian hutan mangrove.
Dahuri et al. 1996 dalam Haikal 2008 menjelaskan bahwa pengelolaan multiguna mengharuskan sumberdaya dimanfaatkan untuk kepentingan banyak pihak
secara seimbang sehingga terhindar dari orientasi tunggal yang sempit dan berjangka pendek. Pengelolaan multiguna juga akan membawakan jangkauan kegiatan yang
beragam, sehingga membuka pilihan yang lebih luas bagi penduduk lokal untuk terlibat dalam pengelolaan hutan mangrove. Selanjutnya menurut Sumardji 2001
dalam Haikal 2008, keberhasilan dalam pengelolaan rehabilitasi hutan mangrove
akan memungkinkan peningkatan penghasilan penduduk pesisir khususnya para nelayan dan petani tambak karena kehadiran hutan mangrove ini merupakan salah
satu faktor penentu kelimpahan ikan atau berbagai biota laut lainnya.
2.1.3.1. Rehabilitasi Hutan Mangrove
Rehabilitasi merupakan kegiatanupaya, termasuk didalamnya pemulihan dan penciptaan habitat dengan mengubah sistem yang rusak menjadi yang lebih stabil.
Pemulihan merupakan suatu kegiatan untuk menciptakan suatu ekositem atau memperbaharuinya untuk kembali pada fungsi alamiahnya. Namun demikian,
rehabilitasi mangrove sering diartikan secara sederhana, yaitu menanam mangrove atau membenihkan mangrove lalu menanamnya tanpa adanya penilaian yang
memadai dan evaluasi terhadap keberhasilan penanaman dan level ekosistem. Selain itu untuk alasan ekonomi usaha pemulihan kembali ekosistem mangrove sering kali
terbatas pada jenis-jenis tertentu dari mangrove 2 atau 3 jenis spesies. Hal ini menyebabkan perubahan terhadap habitat dan penurunan fungsi ekologi ekosistem
mangrove tersebut karena sifatnya yang homogen dibendingkan dengan yang alami heterogen dan banyak spesies, yang merupakan biodiversitas dalam kaitannya
dengan kekayaan genetik Macintosh et al., 2002 dalam Haikal, 2008.
2.1.3.2. Pemanfaatan Hutan Mangrove Berkelanjutan
Menurut Kusmana et al. 2005 dalam Haikal 2008, secara garis besar ada tiga bentuk pemanfaatan hutan mangrove yang berkelanjutan yang dapat dilakukan
oleh penduduk: Tambak
terbagi dalam dua jenis, yaitu: 1 Tambak Tumpangsari, tambak tumpangsari ini merupakan unit tambak yang di dalamnya mengkombinasikan
bagian lahan untuk pemeliharaan kepitingikan dan bagian lahan untuk penanaman mangrove; 2 Model Tambak Terbuka, model tambak yang dimaksud merupakan
kolam pemeliharaan ikan yang sama sekali tidak ada tanaman mangrovenya kolam tanpa tanaman mangrove. Untuk memperbaiki lingkungan tambak, tanaman
mangrove dapat ditanam di sepanjang saluran primer dan sekunder pinggir sungai maupun disepanjang pantai.
Hutan Rakyat merupakan salah satu bentuk pemanfaatan mangrove yang dapat
dikelola secara berkelanjutan yang mana hasil utamanya berupa kayu bakar atau arang atau serpih kayu chips.
Budidaya mangrove untuk mendapatkan hasil selain kayu. Bentuk
pemanfaatan ini dilakukan untuk mendapatkan hasil hutan ikutan hasil hutan bukan kayu, misalnya madu, tannin, pakan ternak, dan lain-lain.
Bentuk kombinasi pemenfaatan mangrove secara simultan untuk
mendapatkan berbagai jenis produk sekaligus, misalnya untuk memperoleh pakan ternak, ikankepiting, madu, dan kayu bakararang.
2.1.4. Karakteristik Masyarakat Pesisir