26
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. ANALISIS BAHAN BAKU
Analisis bahan baku bertujuan untuk mengetahui karakteristik bahan baku yang digunakan pada penelitian utama. Parameter yang digunakan untuk analisis mutu gambir adalah kadar air, kadar
abu, kadar katekin, kadar tanin, kadar bahan tidak larut alkohol, dan kadar bahan larut alkohol. Hasil analisis kemudian dibandingkan terhadap SNI 01-3391-2000 seperti dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Hasil Analisis Mutu Gambir Asalan Sebagai Bahan Baku Penelitian
No. Jenis Uji
Satuan Contoh Uji
Persyaratan Mutu 1
Mutu 2 1
Keadaan -Bentuk
Pecah dan Utuh
Utuh Utuh
-Warna Hitam
Kecoklatan Kuning sampai
kuning kecoklatan Kuning kecoklatan
sampai kuning kehitaman
-Bau Khas
Khas Khas
2 Kadar Air bb
13,89 Maks. 14
Maks. 16 3
Kadar Abu bb 3,69
Maks. 5 Maks. 5
4 Kadar Katekin bb
42,5 Min. 60
Min. 50 5
Kadar Bahan Tidak Larut Air
11,46 Maks. 7
Maks. 10 6
Kadar Bahan Tidak Larut Alkohol
11,63 Maks. 12
Maks. 16
Kadar air gambir asalan yang digunakan adalah 13,89, sedangkan kadar abu adalah 3,69. Kadar air dan kadar abu pada gambir asalan yang digunakan masih memenuhi persyaratan mutu
Standar Nasional Indonesia yaitu maksimum 16 untuk kadar air dan 5 untuk kadar abu. Pengujian kadar air pada gambir bertujuan untuk mengetahui umur simpan dan daya tahan gambir terhadap
serangan jamur. Semakin tinggi kadar air, maka gambir semakin mudah terserang jamur Zulnely et al., 1994.
Kadar abu menunjukkan kandungan unsur-unsur mineral dalam bahan yang diperoleh sebagai sisa yang tertinggal setelah bahan dibakar hingga bebas karbon. Menurut Soebito 1988, abu
adalah komponen yang tidak mudah menguap dan tetap tertinggal setelah proses pembakaran dan pemijaran senyawa organik. Menurut Gumbira-Sa’id et al. 2009, penggunaan air perebusan berulang
dan cairan sisa penirisan untuk perebusan kembali dalam proses produksi gambir diduga berkontribusi terhadap tingginya kadar abu dalam gambir. Semakin tinggi kadar abu gambir menunjukan mutu
gambir yang semakin rendah, karena tingkat kemurnian gambir yang semakin rendah pula. Kandungan katekin dalam gambir merupakan salah satu faktor yang menentukan mutu
gambir. Semakin tinggi kadar katekin, mutu gambir semakin baik. Dari hasil pengujian Tabel 7 diperoleh kadar katekin pada gambir asalan yang digunakan sebesar 42,5. Kadar katekin gambir
asalan belum memenuhi Standar Nasional Indonesia yaitu minimal 50 mutu2 dan minimal 60 mutu1. Kandungan katekin dalam gambir dapat digunakan sebagai pewarna tekstil dan
menghasilkan warna kecoklatan Gove dan Webster, 1966.
27
Menurut Burkill 1935, gambir mengandung padatan yang diukur berdasarkan kelarutan pada air dan alkohol. Kadar bahan tidak larut dalam air yang didapatkan pada gambir
yang digunakan pada penelitian adalah 11,46. Nilai tersebut belum memenuhi persyaratan mutu I dan II SNI 01-3391-2000 yakni persyaratan kadar bahan tidak larut dalam air gambir
maksimal 7 dan 10. Hal ini menandakan bahwa tingkat kemurnian gambir rendah, dan dapat disebakan oleh adanya kotoran – kotoran seperti pasir, tanah dan kotoran lain yang tidak
terendapkan oleh air saat pengolahan gambir kering. Komponen penyusun dinding sel seperti selulosa, hemiselulosa, pektin, lignin, protein dan lemak merupakan komponen yang tidak larut
di dalam air Winarno dan Wirakartakusumah, 1981. Kadar bahan tidak larut di dalam alkohol yang didapatkan pada gambir yang
digunakan pada penelitian adalah 11,63. . Nilai tersebut telah memenuhi syarat mutu I dan mutu II SNI 01-3391-2000 dimana persyaratan kadar bahan tidak larut di dalam alkohol
gambir minimal 12 dan 16. Menurut Sudibyo et al. 1988, kadar bahan tidak larut alkohol yang tinggi dapat disebabkan oleh lamanya interaksi air dengan daun pada saat pengolahan
gambir. Semakin lama daun kontak dengan air, maka komponen bahan yang tidak larut di dalam alkohol akan semakin mudah dikeluarkan dan terbawa bersama ekstrak gambir. Semakin
tinggi kadar bahan tidak larut alkohol menunjukkan tingginya kandungan bahan bukan gambir seperti kotoran, dinding sel daun, dan bahan pemadat seperti tepung yang bukan berasal dari
ekstrak gambir Agriawati, 2003.
B. PENELITIAN UTAMA