16
III. METODE PENELITIAN A.
ALAT DAN BAHAN
Alat-alat  yang  digunakan  pada  penelitian  ini  adalah  gelas  piala,  neraca  analitik,  gelas  ukur, penangas air,  wadah  baskom, dan  sudip.  Alat-alat  yang  digunakan untuk karakterisasi  bahan  baku
dan  analisis  produk  adalah  labu  takar,  pipet  Mohr,  pipet  tetes,  cawan  alumunium,  cawan  porselen, labu  dekstruksi,  soxhlet,  erlenmeyer,  desikator,  corong,  sudip,  oven,  colormeter  Colortech  PCM,
spektrofotometer HACH, viscometer Brookfield, lempeng kaca, thermometer, dan  labu ukur. Bahan- bahan  yang  digunakan  pada  penelitian  ini  adalah  kain  mori  berwarna  putih,  etil  asetat,  aquades,
gambir bootch, jeruk nipis, etanol, dan kertas saring, kayu secang, tawas, dan kunyit.
B. TATA LAKSANA PENELITIAN
Penelitian  pendahuluan  dilakukan  dengan  analisis  mutu  gambir  yang  digunakan  sebagai bahan utama. Penelitian utama ialah pewarnaan kain mori dengan menggunakan pewarna alami yang
berasal  dari  gambir  dengan  campuran  pigmen  warna  dari  secang  dan  kunyit.  Pewarnaan  kain  mori diawali dengan pembuatan larutan pewarna alami, proses pewarnaan kain mori, dan terakhir dilakukan
uji ketahanan luntur warna terhadap pencucian, gosokan, dan keringat.
Penelitian  utama  diawali  dengan membuat larutan  baku pewarna  yang  berasal  dari  gambir,
secang, dan kunyit. Masing-masing bahan dibuat dengan konsentrasi 10 bv sebagai larutan baku untuk  proses  pewarnaan.  Selanjutnya,  tiga  larutan  baku  yang  ada  kemudian  dibuat  formula  larutan
warna dengan memvariabelkan konsentrasi perbandingan larutan gambir dengan larutan secang, dan larutan  gambir  dengan  larutan  kunyit.  Penggunaan  campuran  larutan  pewarnaan  ditujukan  untuk
menghasilkan  formula  larutan  pewarna  yang  bain  untuk  mewarnai  kain  batik  mori,  baik  dari  segi ketahanan luntur terhadap pencucian, ketahanan luntur terhadap gosokan, dan ketahan luntur terhadap
keringat.  Data  yang  diolah  adalah  data  kecerahan  warna  L  serta  ketajaman  warna  kain  C  yang dihasilkan  dari  proses  pencelupan,  dan  penurunan nilai  L,  C,  dan nilai  perubahan  warna  pada  kain
secara  keseluruhan ∆E  setelah pengujian. Diagram alir tata laksana penelitian dapat dilihat pada
Gambar 7.
17
Gambar 7. Diagram Alir Tata Laksana Penelitian 1.
Analisis Gambir
1.1  Penetapan Kadar Air dengan Metode Oven AOAC, 1984 Cawan  aluminium  kosong  dipanaskan  dengan  oven  105
o
C  selama  15  menit, kemudian  didinginkan  dengan  desikator  selama  30  menit  dan  ditimbang.  Prosedur
pengeringan  cawan  diulang  sampai  didapatkan  bobot  tetap.  Sampel  sebanyak  4-5  gram ditimbang dalam cawan tersebut, kemudian dipanaskan dalam oven pada suhu 105
o
C selama tiga-lima  jam.  Setelah  cawan  dikeluarkan  dari  oven  dan  didinginkan,  diulang  sampai
didapatkan  bobot  tetap  bahan.  Presentase  kadar  air  dapat  dihitung  dengan  menggunakan rumus sebagai berikut :
Kadar  Air = A
−
B C
× 100
Keterangan : A : Bobot cawan berisi sampel sebelum dioven g
B : Bobot cawan berisi sampel setelah dioven g C : Bobot sampel basah g.
Gambir Asalan
Analisis Mutu Gambir
Pembuatan Larutan Induk Pewarna 10
Secang dan Kunyit
Jeruk Nipis
Pembuatan mordan 1
Kain Mori Putih
Pemasakan Tawas dan
Soda Abu
Kain Siap Diwarnai
Pencampuran Konsentrasi Larutan Warna
Pewarnaan Kain
Fiksasi
Kain Hasil Pewarnaan Analisis Ketahanan Luntur Warna
Terhadap Keringat, Pencucian, dan Gosokan
Mordan Jeruk Nipis
18
1.2  Penetapan Kadar Abu dengan Metode Oven AOAC, 1984 Sampel sebanyak 4-5 gram ditimbang dalam cawan yang bobotnya konstan. Dibakar
sampai tidak mengeluarkan asap di atas Bunsen dengan api kecil, kemudian dimasukkan ke dalam  tanur  pada  suhu  600
o
C  sampai  menjadi  abu.  Cawan  didinginkan  dalam  desikator selama  15  menit  kemudian  ditimbang.  Pengabuan  diulangi,  dengan  cara  dimasukkan  ke
dalam tanur pada suhu 600
o
C selama satu jam sampai didapat bobot  yang tetap. Presentase kadar abu dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Kadar  Abu = A
−
B C
× 100
Keterangan : A : Bobot cawan berisi abu sampel g
B : Bobot cawan g C : Bobot sampel basah g.
1.3      Kadar Katekin SNI 01-3391-2000 Prinsip :  katekin adalah  salah  satu  komponen  utama  pembentuk  gambir  yang  larut
sempurna  dalam  etil  asetat.  Penyerapan  atau  absorpsi  larutan  di  dalam  etil  asetat  pada panjang gelombang maksimum 279 nm sebanding dengan kadar katekin di dalam gambir.
a.  Persiapan Standar Katekin dan Contoh Gambir SNI 01-3391-2000 Standar  katekin  dikeringkan  di  dalam  oven  dengan  menggunakan  kaca
arloji  selama  tiga  jam  pada  suhu  105  °C.  Contoh  gambir  yang  dihaluskan  dibuat lapisan tipis di atas kaca arloji. Lapisan gambir tersebut dikeringkan di dalam oven
pada suhu 105 °C selama tiga jam sampai kehilangan bobot 15 – 17 . b. Pembuatan Larutan Standar SNI 01-3391-2000
Standar  katekin  yang  sudah  dikeringkan  sebanyak  50  mg  Ws  mg dituangkan ke dalam labu ukur 50 ml secara kuantitatif, dilarutkan dan diencerkan
dengan  etil  asetat  sampai  tanda  tera  larutan  A.  Larutan  A  diletakkan  dalam penangas air selama lima menit untuk mencapai larutan yang homogen. Kemudian
dua ml larutan A dimasukkan ke dalam erlenmeyer bertutup 100 ml dan dilarutkan dengan  50  ml  etil  asetata  larutan  B.  Larutan  B  diletakkan  dalam  penangas  air
selama lima menit. Larutan B siap untuk pengukuran. c. Pembuatan Larutan Contoh Gambir SNI 01-3391-2000
Sebanyak  50  mg  contoh  gambir  yang  dikeringkan  dimasukkan  ke  dalam labu  ukur  50  ml  dan  dilarutkan  dengan  etil  asetat  sampai  tanda  tera  larutan  C.
Larutan  C  diletakkan  dalam  penangas  air  selama  lima  menit,  kemudian  disaring. Sebanyak 15 ml filtrat pertama dibuang dan dua ml filtrat berikutnya dimasukkan ke
dalam  erlenmeyer  bertutup  100  ml  dan  ditambah  50  ml  etil  asetat  larutan  D. Setelah  diletakkan  dalam  penangas  air  selama  lima  menit  maka  larutan  D  siap
dilakukan pengukuran. d. Pengukuran Larutan SNI 01-3391-2000
Pengukuran kadar katekin menggunakan spektrofotometer ultraviolet pada panjang gelombang 279 nm dan 300 nm. Pengukuran dimulai untuk larutan blanko
etil  asetat  dengan  absorban  sama  dengan  nol.  Pengukuran  selanjutnya  adalah absorbansi larutan standar kemudian absorbansi larutan contoh.
19 Kadar  Katekin =
Et Ec
× Ws
W × 100
Keterangan : Et : absorban  penyerapan larutan contoh pada panjang gelombang 279 nm
Ec: absorban  penyerapan larutan standar pada panjang gelombang 279 nm W: bobot contoh gambir mg
Ws : bobot katekin standar mg. 1.4  Kadar Bahan Tidak Larut Dalam Air dan Alkohol SNI 01-3391-2000
Prinsip : persentase bahan yang tidak larut dalam air dan alkohol diperoleh dengan perbandingan antara bebas kotoran pada suhu oven 100 – 105 °C dengan bobot contoh yang
diuji. a. Penentuan Bahan Tidak Larut dalam Air
Sebanyak  satu  gram  contoh  gambir  kering  bebas  air  yang  sudah dihaluskan  dimasukkan  ke  dalam  gelas  piala  200  ml  yang  telah  berisi  100  ml  air.
Campuran  tersebut  dipanaskan  sampai  mendidih  kemudian  saring  dengan menggunakan cawan gooch yang telah diketahui bobotnya. Cawan gooch yang telah
berisi residu dikeringkan dalam oven pada suhu 105 ° C selama satu jam, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang sampai bobot tetap.
b. Penentuan Bahan Tidak Larut dalam Alkohol Sebanyak  satu  gram  contoh  kering  bebas  air  gambir  yang  sudah
dihaluskan  dimasukkan  ke  dalam  Erlenmeyer  200  ml  yang  berisi  100  ml  etanol absolut. Erlenmeyer ditutup sumbat gabus yang diberi kapas dan dipanaskan sampai
mendidih.  Kemudian  campuran  disaring  dengan  menggunakan  cawan  Gooch  yang diketahui beratnya. Cawan berisi residu dikeringkan dalam oven pada suhu 105 °C
selama satu jam, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang.
Kadar  bahan yang tidak lar ut dalam alkohol atau air = 100  W2
−
W W1
Keterangan: W   : bobot cawan Gooch
W1 : bobot contoh atas dasar bahan kering W2: bobot residu yang tidak larut dalam alkohol atau air dan bobot cawan gooch.
1.5  Identifikasi kadar tanin dilakukan dengan pembuatan kurva standar dan analisis sampel dengan menggunakan alat spektrofotometer Hach AOAC, 1984.
a  Pembuatan Kurva Tanin Standar Sebanyak 5 ml pereaksi Folin Denis dimasukkan ke dalam labu takar 100
ml yang telah diisi dengan 75 ml akuades, kemudian dimasukkan 10 ml larutan asam tanat standar 0,1 mg1 ml. Selanjutnya sebanyak 10 ml Na
2
CO
3
jenuh ditambahkan ke dalam campuran, dan ditepatkan hingga volume 100 ml dengan akuades. Larutan
kemudian dikocok dan dibiarkan selama 30 menit, selanjutnya dibuat kurva standar dengan menggunakan larutan asam tanat standar 1 ml, 2 ml, 4 ml, 6 ml, dan 8 ml.
b  Analisis Sampel Sebanyak  1  ml  filtrat  jernih  dimasukkan  ke  dalam  labu  takar  100  ml,
kemudian ditambahkan 5 ml pereaksi Folin Denis dan 5 ml Na
2
CO
3
jenuh kemudian
20
ditepatkan  volume  sampai  100 ml  dengan akuades.  Larutan  dikocok  dan  dibiarkan selama 30 menit dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 760 nm.
2.  Pembuatan Larutan Pewarna dan Lautan Mordan Akhir
Pada  proses  pewarnaan  digunakan  tiga  jenis  larutan  pewarna  induk  yang  dibuat dengan konsentrasi 10 bv. Larutan yang digunakan untuk proses pewarnaan kain adalah
sebagai berikut: 2.1  Larutan gambir 10
Larutan gambir 10 bv merupakan larutan induk yang akan digunakan untuk  proses  pewarnaan  kain.  Gambir  yang  digunakan  adalah  gambir  asalan
yang  dilarutakan  di  dalam  air  pada  suhu  70
o
C.  Penggunaan  suhu  70
o
C dimaksudkan untuk meningkatkan kelarutan gambir dalam larutan. Kemudian
larutan  gambir  disaring  dan  diambil  filtratnya.  Pada  Gambar  8  dapat  dilihat penampakan  gambir  asalan  yang  digunakan  dan  larutan  induk  pewarna  yang
dihasilkan.
a b
Gambar 8. Penampakan Gambir Asalan yang Digunakan dan Larutan
Warna yang Dihasilkan a. Gambir Asalan, b Larutan Warna Gambir
2.2  Larutan secang 10 Larutan  secang  dibuat  dengan  bahan  baku  kayu  secang  yang  diekstrak
sebanyak  10  bv  pada  air  panas  dengan  suhu  70
o
C.  Kemudian  larutan dipisahkan dari ampasnya dan diambil filtratnya. Pada Gambar 9 dapat dilihat
penampakan  secang  yang  digunakan  dan  larutan  induk  pewarna  yang dihasilkan.
a b
Gambar 9. Penampakan Secang yang Digunakan dan Larutan Warna
yang Dihasilkan a. Secang,  b Larutan Warna Secang
21
2.3  Larutan kunyit 10 Larutan kunyit 10 bv dibuat dengan rimpang kunyit yang telah diparut
terlebih  dahulu  dan  dilarutkan  dalam  air  pada  suhu  70
o
C. Kemudian  disaring dan  dipisahkan  ampas  dan  filtrat  yang  dihasilkan.  Pada  Gambar  10  dapat
dilihat  penampakan  kunyit  yang  digunakan  dan  larutan  induk  pewarna  yang dihasilkan.
a b
Gambar 10. Penampakan Kunyit yang Digunakan dan Larutan Warna
yang Dihasilkan a. Kunyit,  b Larutan Warna Kunyit
2.4  Pembuatan larutan mordan Langkah awal pembuatan mordan adalah jeruk nipis diperas untuk diambil
sarinya.  Sari jeruk nipis yang didapat kemudian dicampurkan dengan satu liter air  panas  dengan  konsentrasi  1,  sehingga  diperoleh  larutan  mordan  akhir
sebanyak satu liter. Nilai pH larutan jeruk nipis 1 adalah 3.
2.5     Nilai pH
Larutan  warna  yang  digunakan  dalam  proses  pewarnaan  diukur  nilai pHnya.  Pengukuran  nilai  pH  menggunakan  alat  pH  meter  yang  bermerk
Beckman. Alat pH meter dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Penampakan Alat pH meter Merk Beckman
2.6   Pengukuran viskositas larutan warnaAOAC, 1995 Pengukuran  viskositas  dilakukan  dengan  menggunakan  alat  viskometer
Brookfield. Contoh larutan pewarna sebanyak ± 25 ml jumlah yang diperlukan untuk  merendamkan  tanda  tera  pada  beban  dimasukan  ke  dalam  gelas  piala,
dan diatur suhunya agar tetap 25 ± 0.5 °C. Beban dan putaran per menit rpm yang  akan  digunakan  bernomor  diatur  terlebih  dahulu  untuk  menentukan
angka  konversinya  yang  terdapat  pada  tabel  bagian  atas  alat.  Contoh  larutan pewarna dimasukkan ke dalam wadah hingga tanda tera pada beban terendam.
22
Motor  penggerak  dijalankan  setelah  jarum  menunjukan  angka  nol.  Motor dimatikan  setelah  satu  menit,  dan  tombol  penekan  jarum  ditekan,  kemudian
dibaca angka yang ditunjukkan oleh jarum tersebut A. Pada Gambar 12 dapat dilihat  proses  pengujian  viskositas  dengan  menggunakan  viscometer
Brookfield. Rumus viskositas adalah sebagai berikut: Viskositas cP = A x angka konversi
Gambar 12. Proses Pengujian Viskositas Larutan Warna dengan Menggunakan Viscometer
Brookfield
3.  Pemasakan Kain Mori  Riawan et al., 2006
Kain  yang  digunakan  dalam  pewarnaan  adalah  kain  batik  jenis  mori,  yaitu  kain  yang terbuat  dari  serat  selulosa  alami.  Kain  mori  yang  digunakan  mendapat  perlakuan  pendahuluan
yaitu  dengan  dipanaskan  pada  air  dengan  suhu  70
o
C  untuk  melemaskan  serat  kain  dan menghilangkan kotoran yang terdapat pada kain agar tidak mengganggu proses pewarnaan. Kain
mori direndam selama 30 menit sambil sesekali diaduk, kemudian kain dibilas dengan air dingin. Kain mori yang telah bersih kemudian diberikan perlakuan pre-mordan atau mordan awal untuk
membantu kain  dapat menyerap  warna  lebih  baik.  Larutan mordan  yang dibuat  mengandung  8 gram  tawas  dan  2  gram  soda  abu  Na
2
CO
3
dalam  setiap  1  liter  air  yang  digunakan.  Larutan kemudian  direbus hingga mendidih kemudian dimasukkan kain mori dan direbus selama 1jam.
Kemudian  kain  kapas  dibiarkan  terendam  dalam  larutan  selama  semalam.  Setelah  direndam semalaman dalam larutan, kain diangkat dan dibilas kemudian dikeringkan dengan cara diangin-
anginkan.  Pada  Gambar  13    dapat  dilihat  penampakan  kain  mori  putih  yang  digunakan  dalam pewarnaan.
Gambar 13. Penampakan Kain Mori Putih yang Digunakan dalam Pewarnaan
23
4.  Penelitian Utama
4.1  Proses Pewarnaan Proses  pewarnaan  kain  dilakukan  dengan  cara  kain  dengan  vlot  1:30  yang  telah
diberikan  mordan  dibasahi  dengan  air  dingin  agar  warna  dapat  diserap  dengan  baik.  Vlot merupakan  perbandingan  antara  liter  larutan  pewarna  dengan  gram  kain.  Pada  proses
pencelupan  digunakan  vlot  1:30,  artinya  adalah  satu  liter  larutan  warna  digunakan  unutk mencelupkan  30  gram  kain  Djufri  et.  al.,  1996.  Pewarnaan  kain  menggunakan  glarutan
pewarna dari larutan induk gambir, secang, dan kunyit yang dicampurkan dengan konsentrasi yang  berbeda-beda  pada  suhu  70
o
C  dengan  cara  kain  dicelupkan  atau  direndam  selama  15 menit, kemudian kain ditiriskan dan dikeringanginkan. Pencelupan kain dilakukan berulang
kali hingga lima kali dengan cara yang sama agar warna terserap merata pada seluruh bagian kain dan juga agar daya serap kain terhadap larutan pewarna maksimum.
Proses selanjutnya ialah proses fiksasi yang dilakukan dengna merendam kain hasil pewarnaan dalam larutan fiksasi. Larutan fiksasi yang digunakan ialah larutan jeruk nipis 1
selama  15  menit.  Kemudian  kain  dicuci  dengan  air  bersih  dan  dikeringanginkan,  sehingga didapatkan  kain  hasil  pewarnaan.  Pada  Gambar  14  diperlihatkan  proses  pewarnaan  dan
proses fiksasi kain mori.
a b
Gambar 14. Proses Pewarnaan Kain Mori
a. Proses Pewarnaan Kain Mori,  b Proses Fiksasi Kain Mori 4. 2. Pengujian Hasil Pewarnaan
4.2.1   Nilai L, a, dan b Hutching, 1999 Nilai  L,a,  dan  b  kain  berwarna  dapat dilihat  dengan  menggunakan colormeter.
Kain  hasil  pewarnaan  dievaluasi  nilai  L,  a,  dan  b  dengan  alat  colormeter  merk Colortech PCM.
4.2.2    Pengujian  Ketahanan  Luntur  Warna  Kain  Terhadap  Pencucian  Rumah  Tangga SNI ISO 105-C06:2010
Contoh  uji  yang  sudah  diberi  kain  pelapis  dicuci  dalam  larutan  pencuci dengan  kondisi  tertentu,  dibilas  dan  dikeringkan.  Perubahan  warna  pada  contoh  uji
dinilai dengan menggunakan standar abu-abu grey scale, sedangkan penodaan warna pada kain pelapis dinilai dengan menggunakan standar skala penodaan staining scale.
Contoh  uji  disiapkan  dengan  menjahit  dua  helai  kain  kain  katun  dan  kain  wol  atau poliester.
Kain uji yang telah dilapisi kain pelapis kemudian dicelupkan pada larutan detergen  typol  5  ml  dalam  satu  liter  air.  Kemudian  kain  dicuci  dengan  cara  memutar
24
kain  selama  45  menit.  Kain  kemudian  dibilas  dengan  air  pada  suhu  40
o
C  dan dikeringanginkan.  Penilaian  tahan  luntur  dilaksanakan  terhadap  perubahan  warna
contoh uji dibandingkan dengan standar perubahan warna pada grey scale. 4.2.3  Pengujian Ketahanan Luntur Warna Kain Terhadap Gosokan SNI 0288-2008
Kain  dibasahi  dengan  air  suling  pada  suhu  27  °C,  kemudian  diperas  di antara kertas saring. Kemudian kain digosokan 10 kali bolak-balik dengan batang besi
secara memutar dengan kecepatan satu putaran perdetik Kemudian kain dikeringkan di udara sebelum dilakukan evaluasi.
4.2.4    Pengujian  Ketahanan  Luntur  Warna  Kain  Terhadap  Keringat  SNI  ISO  105- E04:2010
Pengujian ketahanan luntur warna kain terhadap keringat dilakukan dengan menggunakan  larutan  alkali  dan  larutan  asam.  Larutan  alkali  dibuat  dalam  satu  liter
larutan yagn mengandung 0,5 gram L-histidin, 5 gram natrium klorida NaCl, 2,5 gram dinatrium hidrogen ortofosfat dihidrat, dan larutan dibuat menjadi pH 8 dengan larutan
natrium hidroksida 0,1 molL. Larutan asam dibuat dalam satu liter yang mengandung 0,5  gram  L-histidin,  5  gram  natrium  klorida  NaCl,  2,2  gram  dinatrium  hidrogen
ortofosfat  dihidrat,  dan  larutan  dibuat  pH  5,5  dengan  larutan  natrium  hidroksida  0,1 molL.
Kain kemudian dicelupkan  pada  masing-masing  larutan alkali  dan  laurtan asam secara terpisah. Kain uji dibiarkan dalam larutan selama 30 menit di dalam larutan
sambil ditekan dan dibalikkan beberapa kali untuk memastikan terjadi penetrasi secara merata.  Kemudian  kain  uji  diperas  untuk  menghilangkan  larutan  yang  berlebih  dan
dikeringanginkan.  Kain  hasil  uji  kemudian  dilakukan  evaluasi  kembali  dengan dibandingkan pada skala abu-abu.
5. Rancangan Percobaan Rancangan  percobaan  yang  dilakukan  dalam  penelitian  adalah    rancangan
percobaan  acak  lengkap  faktor  tunggal.  Rancangan  percobaan  dilakukan  pada  dua eksperimen yang terpisah, yaitu perbandingan konsentrasi gambir: secang dan perbandingan
konsentrasi  gambir:kunyit.  Model  yang  digunakan  untuk  desain  tersebut  adalah  sebagai berikut Walpole, 1992
Yij = µ + A
i
+ 
ij
Yij = nilai pengamatan ke-j j = 1, 2 untuk taraf ke- i perlakuan A µ  = rata-rata umum
A
i
=  efek  taraf  ke-  i  untuk  perlakuan  perbandingan  konsentrasi  larutan  gambir  dan  larutan secang,  juga  perbandingan  konsentrasi  larutan  gambir  dan  larutan  kunyit  pada  eksperimen
terpisah A
1
= gambir : secang = 100 : 0 A
2
= gambir : secang = 75 : 25 A
3
= gambir : secang = 50 : 50 A
4
= gambir : secang = 25 : 75 A
5
= gambir : secang = 0 : 100 Dilain pihak pada eksperimen kedua yaitu gambir dan kunyit berlaku:
B
1
= gambir : kunyit = 100 : 0
25
B
2
= gambir : kunyit = 75 : 25 B
3
= gambir : kunyit= 50 : 50 B
4
= gambir : kunyit = 25 : 75 B
5
= gambir : kunyit = 0 : 100 
ij
= kekeliruan, berupa efek acak dalam pengamatan ke-j untuk taraf ke-i perlakuan B.
26
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN