Pergeseran Musim Tanam pada saat

Tabel 1 Korelasi antara ASML Juni-Desember tahun sebelumnya dengan data produksi padi kuartal pertama metode first differences Tahun Juni Juli Agus Sept Okt Nov Des Bengkulu -0,51 -0,62 -0,66 -0,68 -0,69 -0,68 -0,65 Jawa Barat -0,33 -0,50 -0,60 -0,67 -0,68 -0,67 -0,61 Jawa Tengah -0,27 -0,46 -0,56 -0,65 -0,67 -0,67 -0,61 D.I. Yogyakarta -0,25 -0,43 -0,55 -0,64 -0,65 -0,67 -0,63 Jawa Timur -0,16 -0,36 -0,49 -0,58 -0,60 -0,60 -0,54 Bali -0,28 -0,44 -0,55 -0,66 -0,67 -0,67 -0,62 Nusatenggara Barat -0,04 -0,20 -0,33 -0,44 -0,45 -0,48 -0,49 Kalimantan Timur -0,32 -0,47 -0,57 -0,62 -0,59 -0,57 -0,56 Sulawesi Utara -0,46 -0,54 -0,61 -0,65 -0,59 -0,56 -0,55 Sulawesi Selatan -0,33 -0,50 -0,59 -0,68 -0,68 -0,69 -0,68 Sulawesi Tenggara -0,09 -0,19 -0,33 -0,42 -0,38 -0,43 -0,45 Nilai yang ditebalkan dari tabel diatas merupakan nilai korelasi yang nyata. Korelasi yang nyata bisa diketahui dengan melihat nilai Pearson Correlaation-nya atau nilai P-value dan nilai koefisien korelasi dari data. Data diatas menggunakan selang kepercayaan 95 sehingga baru bisa dikatakan nyata apabila nilai P-value 0,05, sedangkan nilai koefisien korelasinya harus 0,388 atau -0,388. Besarnya nilai korelasi yang berkisar antara 0,40-0,70 dari Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai korelasi antara ASML dengan data produksi menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara data ASML dengan data produksi padi di Indonesia sehingga data ASML baik dijadikan sebagai prediktor untuk data produksi tidak masalah jika tidak dihubungkan dengan curah hujan. Korelasi antara ASML dengan produksi pada kuartal pertama menunjukkan korelasi yang negatif, yang artinya produksi pada kuartal ini mengalami penurunan jika terjadi kenaikan suhu muka laut ASML positif atau terjadi El-Nino. Berbeda dengan produksi pada kuartal pertama yang mempunyai korelasi negatif yang sangat kuat dengan ASML, produksi pada kuartal kedua dan ketiga mempunyai korelasi positif yang kuat dengan ASML data korelasi bisa dilihat pada lampiran 4-9. Bisa diartikan bahwa pada tahun El-Nino produksi pada kuartal ini mengalami kenaikan. Pada kuartal kedua alasannya adalah karena musim tanam kuartal pertama mundur sehingga panen yang seharusnya terjadi pada kuartal pertama mundur pada kuartal kedua sehingga produksi pada kuartal ini lebih besar dari tahun-tahun normal. Produksi pada kuartal ketiga juga mengalami kenaikan disebabkan karena pada tahun normal, lahan para petani dibiarkan bera tetapi karena musim tanam kedua ikut mundur menyebabkan panen pada kuartal kedua mundur pada kuartal ketiga.

4.2. Pergeseran Musim Tanam pada saat

Terjadinya El-Nino Korelasi negatif antara ASML dengan produksi padi pada kuartal pertama menunjukkan bahwa produksi mengalami penurunan pada tahun El-Nino, namun untuk kuartal kedua dan ketiga menunjukkan korelasi positif yang artinya produksi mengalami kenaikan pada saat terjadinya El- Nino. Hal ini disebabkan terjadinya kemunduran awal musim tanam pertama sehingga pada kuartal pertama baru sedikit panen yang bisa dilakukan sehingga produksi pada kuartal pertama menurun. Panen baru banyak terjadi pada kuartal kedua sehingga produksi pada kuartal ini lebih banyak pada tahun El-Nino daripada tahun-tahun normal. Begitu pula untuk kenaikan produksi pada kuartal kutiga, juga terjadi akibat mundurnya penanaman pada kuartal kedua sehingga panen lebih banyak dilakukan pada kuartal ketiga. Selain itu, kenaikan produksi pada kuartal pertama dan kedua juga diakibatkan besarnya penanaman padi pada masing- masing musim tanam berbeda. Besarnya persentase luas tanam setiap musim tanam bisa dilihat dari Gambar 6 berikut: Gambar 6 Persentase luas tanam pada masing-masing luas tanam di pulau Jawa pada tahun normal 2001. Persentase diatas menunjukkan penanaman padi di Pulau Jawa lebih banyak dilakukan petani pada saat musim tanam pertama, hampir setengah dari produksi dalam setahun ada pada musim tanam pertama, yaitu 45 dari total produksi dalam satu tahun. Musim tanam kedua dan ketiga jauh lebih sedikit. Hal inilah yang menyebabkan jika terjadi mundurnya musim tanam maka produksi untuk musim tanam kedua akan lebih banyak dari biasanya, begitupula dengan mundurnya musim tanam kedua, jumlah produksi pada musim tanam ketiga pada saat El-Nino akan lebih banyak dari pada tahun normal. Pergeseran musim tanam tersebut bisa dilihat secara jelas dengan melihat luas tanam perbulan pada saat terjadi El-Nino dengan luas tanam perbulan rataan. Berikut adalah grafik dari besarnya luas tanam perbulan dari bulan September tahun sebelumnya sampai dengan bulan Agustus tahun berikutnya. Gambar 7 Perbedaan antara luas tanam rataan sepuluh tahun dengan luas tanam tahun El-Nino. Data yang ditunjukkan pada Gambar 7 adalah data jumlah luas tanam pada provinsi-provinsi yang dipengaruhi oleh ASML yang terdapat pada tabel 1. Gambar 7 menunjukkan pada saat terjadinya El-Nino, luas tanam pada musim tanam pertama, yaitu dari bulan September sampai dengan bulan November mengalami penurunan yang cukup besar namun tetap mengalami puncaknya pada bulan Desember disebabkan karena baru masuknya musim hujan, sedangkan pada bulan Januari dan Februari mengalami kenaikan, menunjukkan terjadinya pergeseran musim tanam yang menyebabkan panen akan mengalami kemunduran juga pada musim panen kuartal kedua. Begitu pula pada musim tanam kuartal ketiga yang mengalami kenaikan dari tahun normal karena musim tanam kuartal kedua mengalami kemunduran. Penurunan luas tanam pada musim tanam pertama adalah sebesar 40.061,02 Ha, jika dikalikan dengan rata-rata produktivitas sebesar 5 TonHa, maka kehilangan produksi akan mencapai 200.305,1 Ton. Sedangkan pada musim tanam kedua mengalami kenaikan sebesar 15.480,9 Ha, maka pertambahan produksi adalah sebesar 77.404,7 Ton. Pada kuartal ketiga juga terjadi kenaikan luas tanam yaitu sebesar 3.241,42 Ha, sehingga pertambahan produksi adalah sebesar 16.207,1 Ton. Jika dihitung total perbedaan produksi dari ketiga kuartal tersebut, maka akan didapatkan perbedaan luas tanam dan produksi rata-rata 10 tahunan dengan produksi tahun El-Nino 2002-2003. Luas tanam dan produksi pada tahun El-Nino jauh lebih kecil dibandingkan dengan rata-rata 10 tahunan, secara berturut- turut berkurang yaitu sebesar 21.338,65 Ha dan 106.693,3 Ton.

4.3. Prediktor Terbaik untuk Produksi