Prediktor Terbaik untuk Produksi

Gambar 6 Persentase luas tanam pada masing-masing luas tanam di pulau Jawa pada tahun normal 2001. Persentase diatas menunjukkan penanaman padi di Pulau Jawa lebih banyak dilakukan petani pada saat musim tanam pertama, hampir setengah dari produksi dalam setahun ada pada musim tanam pertama, yaitu 45 dari total produksi dalam satu tahun. Musim tanam kedua dan ketiga jauh lebih sedikit. Hal inilah yang menyebabkan jika terjadi mundurnya musim tanam maka produksi untuk musim tanam kedua akan lebih banyak dari biasanya, begitupula dengan mundurnya musim tanam kedua, jumlah produksi pada musim tanam ketiga pada saat El-Nino akan lebih banyak dari pada tahun normal. Pergeseran musim tanam tersebut bisa dilihat secara jelas dengan melihat luas tanam perbulan pada saat terjadi El-Nino dengan luas tanam perbulan rataan. Berikut adalah grafik dari besarnya luas tanam perbulan dari bulan September tahun sebelumnya sampai dengan bulan Agustus tahun berikutnya. Gambar 7 Perbedaan antara luas tanam rataan sepuluh tahun dengan luas tanam tahun El-Nino. Data yang ditunjukkan pada Gambar 7 adalah data jumlah luas tanam pada provinsi-provinsi yang dipengaruhi oleh ASML yang terdapat pada tabel 1. Gambar 7 menunjukkan pada saat terjadinya El-Nino, luas tanam pada musim tanam pertama, yaitu dari bulan September sampai dengan bulan November mengalami penurunan yang cukup besar namun tetap mengalami puncaknya pada bulan Desember disebabkan karena baru masuknya musim hujan, sedangkan pada bulan Januari dan Februari mengalami kenaikan, menunjukkan terjadinya pergeseran musim tanam yang menyebabkan panen akan mengalami kemunduran juga pada musim panen kuartal kedua. Begitu pula pada musim tanam kuartal ketiga yang mengalami kenaikan dari tahun normal karena musim tanam kuartal kedua mengalami kemunduran. Penurunan luas tanam pada musim tanam pertama adalah sebesar 40.061,02 Ha, jika dikalikan dengan rata-rata produktivitas sebesar 5 TonHa, maka kehilangan produksi akan mencapai 200.305,1 Ton. Sedangkan pada musim tanam kedua mengalami kenaikan sebesar 15.480,9 Ha, maka pertambahan produksi adalah sebesar 77.404,7 Ton. Pada kuartal ketiga juga terjadi kenaikan luas tanam yaitu sebesar 3.241,42 Ha, sehingga pertambahan produksi adalah sebesar 16.207,1 Ton. Jika dihitung total perbedaan produksi dari ketiga kuartal tersebut, maka akan didapatkan perbedaan luas tanam dan produksi rata-rata 10 tahunan dengan produksi tahun El-Nino 2002-2003. Luas tanam dan produksi pada tahun El-Nino jauh lebih kecil dibandingkan dengan rata-rata 10 tahunan, secara berturut- turut berkurang yaitu sebesar 21.338,65 Ha dan 106.693,3 Ton.

4.3. Prediktor Terbaik untuk Produksi

Padi di Indonesia Pemilihan prediktor terbaik untuk produksi, luas panen dan produktivitas padi di Indonesia bisa ditentukan dengan melihat besarnya rata-rata korelasi dari masing- masing ASML perbulan dan dengan menghitung rata-rata korelasi dari semua metode serta menghitung jumlah provinsi yang terpengaruh oleh ASML pada bulan itu. Selain itu pemilihan prediktor terbaik ini juga harus memperhatikan faktor lain seperti tepat atau tidaknya prediktor itu digunakan pada waktu dibutuhkan untuk keperluan prediksi. 20000 40000 60000 80000 100000 120000 140000 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 L u a s T a n a m Ha Bulan Rata-rata 10 tahun Tahun 2002-03 El-Nino Gambar 8 Rata-rata Korelasi Produksi dengan ASML Juni t-1- Desember t-1. Berdasarkan Gambar 8 diatas ASML bulan Agustus t-1 Desember t-1 Agustus- Desember tahun sebelumnya mempunyai rata-rata korelasi yang besar pada setiap metode yang digunakan. Jadi ASML bulan Agustus t-1- Desember t-1 sudah bisa dijadikan prediktor untuk menentukan besarnya produksi padi. Namun berdasarkan jumlah provinsi yang produksi padinya mempunyai korelasi yang nyata dengan ASML seperti yang terlihat pada Gambar 9, baru menunjukkan hasil yang baik mulai dari bulan September t-1 sampai dengan bulan Desember t-1. Namun dari ketiga metode jumlah provinsi yang paling banyak mempunyai korelasi yang nyata dengan ASML adalah ASML bulan September t-1. Oleh karena itu, Gambar 9 Jumlah provinsi yang berkorelasi nyata dengan ASML Juni t-1- Desember t-1. ASML yang lebih baik digunakan sebagai prediktor adalah ASML bulan September t- 1 atau ASML Septermber tahun sebelumnya. Selain itu dengan lebih awalnya waktu prediksi, berbagai pihak yang berkepentingan bisa lebih awal menggunakan prediksi sehingga bisa menjadi peringatan dini dan bisa mempersiapkan antisipasi jika akan terjadi peristiwa ENSO dan terjadi penurunan produksi padi pada tahun berikutnya. Kedua grafik diatas bisa juga digunakan untuk menentukan metode yang paling baik digunakan untuk analisis tren. Gambar 8 menunjukkan bahwa rataan korelasi dari tiap-tiap bulan ASML lebih besar dengan menggunakan metode moving average dari pada metode first diffrences dan polynomial. Perbedaannya sangat terlihat pada bulan Juni-bulan Agustus tahun sebelumnya. Dari Gambar 9 juga terlihat jelas bahwa dibandingkan dengan metode first differences dan polynomial, metode moving average dari bulan Juni t-1 menunjukkan pengaruh ENSO terhadap produksi pada provinsi-provinsi di Indonesia sudah jelas terlihat. Seterusnya sampai dengan bulan Desember t-1 jumlah provinsi yang mempunyai korelasi yang nyata dengan ASML berjumlah lebih banyak daripada menggunakan dua metode lainnya. Oleh karena itu, bisa disimpulkan bahwa metode analisis tren lebih baik dengan menggunakan metode moving average. Oleh karena itu data anomali yang digunakan untuk pembuatan model prediksi adalah data anomali yang didapat dari metode moving average. 4.4. Prediksi Produksi Padi Menggunakan Data ASML Prediksi produksi, luas panen dan produktivitas menggunakan data ASML dapat dilakukan dengan menggunakan metode analisis regresi. ASML yang digunakan adalah ASML yang telah ditentukan sebagai prediktor terbaik yaitu ASML bulan September. Provinsi-provinsi yang bisa dibuat prediksinya adalah provinsi yang mempunyai korelasi yang nyata dengan ASML September. Nilai prediksi adalah berupa besarnya perubahan setiap °C perubahan ASML September. Gambar berikut memperlihatkan besarnya kehilangan produksi setiap terjadi kenaikan 1°C ASML bulan September. 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 First differences Polynomial Moving Average 2 4 6 8 10 12 14 First differences Polynomial Moving Average Gambar 10 Peta prediksi kehilangan produksi setiap kenaikan 1°C suhu muka laut pasifik Nino 3.4 bulan September. Prediksi diatas didapatkan dari persamaan regresi melalui hubungan antara produksi padi bulan Januari-April dengan ASML Nino 3.4 bulan September. Model Prediksi dibuat menggunakan analisis regresi linier karena terdapat hubungan yang linier antara data ASML dengan data produksi. Hubungan linier tersebut bisa dilihat dari Gambar 11 sedangkan persamaan dari prediksi bisa dilihat pada Tabel 2. Gambar 11 Grafik Hubungan linier antara ASML September dengan anomali produksi kuartal pertama Provinsi Bengkulu. Tabel 2. Persamaan regresi untuk prediksi produksi kuartal pertama Provinsi Persamaan Regresi R 2 Bengkulu ∆Y= 6791 - 26740 ∆X 0.460747 Jawa Barat ∆Y= 146203 - 592780∆X 0.455613 Jawa Tengah ∆Y= 141228 - 423139 ∆X 0.42426 D.I. Yogyakarta ∆Y= 12336 - 29018∆X 0.40959 y = 6790 -26740x. R² = 0.460 -100000 -80000 -60000 -40000 -20000 20000 40000 60000 80000 -1.50 -1.00 -0.50 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 Ano m a li P ro du k si T o n ASML Nino 3.4 September Provinsi Persamaan Regresi R 2 Jawa Timur ∆Y= 173008 - 386877 ∆X 0.339622 Bali ∆Y= 7922 - 26006 ∆X 0.430137 Kalimantan Timur ∆Y= 14484 - 46638∆X 0.379469 Sulawesi Utara ∆Y= 11679 - 26556 ∆X 0.419833 Sulawesi Selatan ∆Y= 84654 - 221341 ∆X 0.460508 Tabel 3. Persamaan regresi untuk prediksi produksi kuartal kedua Provinsi Persamaan Regresi R 2 Jambi ∆Y= 2578 + 17598 ∆X 0.176395 Bengkulu ∆Y= -1890 + 28588 ∆X 0.501879 Lampung ∆Y= 14271 + 33124∆X 0.151098 Jawa Tengah ∆Y= 13283 + 179627 ∆X 0.339945 Jawa Timur ∆Y= 1602 + 160095 ∆X 0.205372 Bali ∆Y= -1751 + 13204 ∆X 0.22537 Nusatenggara Barat ∆Y= -3740 + 42641 ∆X 0.158643 kalimantan tengah ∆Y= 6697 -28008∆X 0.441764 Sulawesi Utara ∆Y= 10940 -23222∆X 0.339338 Sulawesi Selatan ∆Y= 3758 + 116324∆X 0.212942 Tabel 4. Persamaan regresi untuk prediksi produksi kuartal ketiga Provinsi Persamaan Regresi R 2 Sumatera Selatan ∆Y= 11730 + 54100∆X 0.253861 Sumatera Barat ∆Y= 6358 + 37416∆X 0.256814 Lampung ∆Y= 5919 + 48822 ∆X 0.272723 Jawa Barat ∆Y= -1364 + 225636∆X 0.197158 Jawa Tengah ∆Y= -13677 + 187083 ∆X 0.345215 Jawa Timur ∆Y= -6169 + 134085 ∆X 0.34457 Nusatenggara Barat ∆Y= -757 + 14517∆X 0.211848 kalimantan tengah ∆Y= 3462 + 11718 ∆X 0.168218 Kalimantan Timur ∆Y= 2127 + 9933 ∆X 0.20295 Sulawesi Utara ∆Y= 1749 + 16703 ∆X 0.212627 Nilai koefisien determinasi R 2 dari persamaan diatas menunjukkan besarnya persentase dari ASML September bisa menjelaskan produksi padi pada masing- masing kuartal di Indonesia. Nilai koefisien korelasi pada Tabel 2 menunjukkan keragaman produksi padi bulan Januari- April pada provinsi Bengkulu bisa dijelaskan dari ASML September sebesar 46. Begitu pula untuk produksi dari provinsi-provinsi yang lain. Prediksi yang dihasilkan untuk produksi padi pada kuartal pertama mempunyai nilai R 2 yang cukup besar, untuk hampir seluruh provinsi di Indonesia yang mempunyai korelasi dengan ASML, yaitu 40, sedangkan untuk produksi padi pada kuartal kedua dan ketiga seperti bisa dilihat pada tabel 3 dan 4 nilai R 2 dari sebagian besar provinsi-provinsi di Indonesia tidak sebesar R 2 pada kuartal pertama sebagian besar 40. Hal ini menunjukkan model prediksi yang dihasilkan kurang baik untuk menjelaskan keragaman produksi pada kuartal kedua dan ketiga. Prediksi kehilangan produksi seperti yang bisa dilihat dari peta pada Gambar 10 merupakan persentase dari produksi rata-rata dari tahun 1983-2009. Kehilangan produksi paling besar dialami oleh Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, dan Bengkulu yang mengalami kehilangan produksi berturut- turut 14,61, 11,9, 11,32. Namun walaupun begitu, dalam segi jumlah kehilangan produksi lebih banyak dialami oleh provinsi Jawa barat. Walaupun persentase dari jawa barat lebih kecil yaitu sebesar 9,67, namun karena produksi di Jawa Barat yang lebih besar dari provinsi- provinsi lain menyebabkan kehilangan produksi dari provinsi Jawa barat jauh lebih besar, yaitu sekitar 446.577 Ton. Total kehilangan produksi dari semua provinsi diatas yaitu 1.180.790 Ton.

4.5. Strategi