Pengaruh Data ASML Pasifik

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pengaruh Data ASML Pasifik

terhadap Produksi Padi Pengaruh fenomena ENSO terhadap produksi, luas panen, produktivitas padi di Indonesia bisa diketahui dari nilai ASML Pasifik Nino 3.4 sebagai salah satu indeks ENSO. Pengaruh tersebut bisa diketahui dari hubungan curah hujan dengan ENSO lalu hubungan curah hujan dengan produksi tanaman padi. Pada saat terjadinya El-Nino, curah hujan yang mengalami penurunan dan menyebabkan mundurnya awal musim hujan. Akibat mundurnya masuknya awal musim hujan, musim tanam padi juga menjadi mundur dan menjadikannya rentan dengan kekeringan. Hal sebaliknya terjadi pada saat La-Nina, curah hujan pada musim kemarau bisa lebih tinggi dari tahun normal dan menyebabkan lebih cepatnya masuk musim hujan sehingga petani padi bisa melakukan tanam lebih cepat dan resiko untuk terkena kekeringan lebih sedikit. Pada saat terjadinya La-Nina, lahan yang biasanya bera pada musim tanam ketiga dapat ditanami lagi dengan padi atau palawija tergantung besarnya ketersediaan air. Departemen Pertanian pada tahun La-Nina 1998 telah melakukan kegiatan peningkatan indeks penanaman dari 200 menjadi 300 di sekitar 150 ribu hektar sawah dan dinilai cukup berhasil Boer, 2003. Walalupun begitu, La-Nina juga terkadang menyebabkan terjadinya banjir yang menyebabkan terjadinya gagal panen. Tanaman padi yang sangat bergantung terhadap curah hujan dan sangat rentan terhadap kekeringan Bouman et al, 2007 menyebabkan adanya hubungan antara produksi, luas panen dan produktivitas tanaman padi di Indonesia dengan fenomena ENSO. Oleh karena itu pengaruh ENSO terhadap produksi, luas panen dan produktivitas bisa diketahui dari ASLM pasifik. Selain itu menurut Roberts 2008, hubungan langsung antara ASML ini dengan data produksi akan lebih bagus digunakan oleh pengambil keputusan dalam membuat prediksi dari pada data curah hujan karena data ASML yang bisa digunakan untuk prediksi adalah data bulan Juli-September, sedangkan data curah hujan baru baik digunakan untuk prediksi adalah data curah hujan bulan Oktober-Desember. Penelitian ini tidak membedakan antara sawah irigasi dan sawah tadah hujan karena menurut Roberts 2008, padi sawah dan padi ladang sama-sama dipengaruhi oleh fenomena ENSO walaupun alasannya berbeda. Menurutnya sawah irigasi mengalami penurunan produksi disebabkan oleh ENSO adalah karena petani menghadapi menurunnya curah hujan dari normal pada akhir musim hujan sehingga petani akhirnya meninggalkan sawah mereka atau malah menggantinya dengan tanaman selanjutnya. Sedangkan pada sawah tadah hujan disebabkan karena kekeringan yang terjadi sehingga menurunkan produktivitas. Nilai korelasi antara ASML dengan data produksi bisa dilihat pada Tabel 1. Nilai korelasi yang ditampilkan hanya data korelasi produksi dengan menggunakan metode first differences, nilai korelasi dengan menggunakan metode lain bisa dilihat pada lampiran 2-3. Data luas panen besar korelasinya juga tidak jauh berbeda dengan produksi namun untuk data produktivitas memang besar korelasinya tidak sebesar produksi dan luas panen. Penyebabnya adalah karena pada saat terjadi El-Nino produksi dan luas panen sama-sama mengalami penurunan sehingga produktivitas tidak terlalu berbeda saat terjadinya kekeringan. Hal ini sesuai juga dengan penelitian sebelumnya yang telah dilakukan Naylor 2001 di daerah Jawa. Nilai korelasi dari luas panen dan produktivitas dengan menggunakan ketiga metode bisa dilihat pada lampiran 1-9. Data pada Tabel 1 menunjukkan adanya korelasi yang besar antara ASML mulai dari bulan Juni sampai dengan bulan Desember dengan produksi padi di Indonesia, khususnya propinsi yang ditampilkan di tabel provinsi yang tidak mempunyai korelasi yang nyata tidak ditampilkan. Sebagian besar provinsi-provinsi yang mempunyai korelasi yang kuat dengan ASML adalah provinsi yang mempunyai tipe hujan monsun, hal ini sesuai dengan penelitian Tjasyono 1997, yang menyatakan bahwa pengaruh El-Nino kuat pada daerah dengan tipe hujan monsun. Namun, dari hasil diatas ada provinsi yang bertipe hujan equatorial yang juga ternyata mempunyai korelasi yang kuat, yaitu provinsi Bengkulu. Tabel 1 Korelasi antara ASML Juni-Desember tahun sebelumnya dengan data produksi padi kuartal pertama metode first differences Tahun Juni Juli Agus Sept Okt Nov Des Bengkulu -0,51 -0,62 -0,66 -0,68 -0,69 -0,68 -0,65 Jawa Barat -0,33 -0,50 -0,60 -0,67 -0,68 -0,67 -0,61 Jawa Tengah -0,27 -0,46 -0,56 -0,65 -0,67 -0,67 -0,61 D.I. Yogyakarta -0,25 -0,43 -0,55 -0,64 -0,65 -0,67 -0,63 Jawa Timur -0,16 -0,36 -0,49 -0,58 -0,60 -0,60 -0,54 Bali -0,28 -0,44 -0,55 -0,66 -0,67 -0,67 -0,62 Nusatenggara Barat -0,04 -0,20 -0,33 -0,44 -0,45 -0,48 -0,49 Kalimantan Timur -0,32 -0,47 -0,57 -0,62 -0,59 -0,57 -0,56 Sulawesi Utara -0,46 -0,54 -0,61 -0,65 -0,59 -0,56 -0,55 Sulawesi Selatan -0,33 -0,50 -0,59 -0,68 -0,68 -0,69 -0,68 Sulawesi Tenggara -0,09 -0,19 -0,33 -0,42 -0,38 -0,43 -0,45 Nilai yang ditebalkan dari tabel diatas merupakan nilai korelasi yang nyata. Korelasi yang nyata bisa diketahui dengan melihat nilai Pearson Correlaation-nya atau nilai P-value dan nilai koefisien korelasi dari data. Data diatas menggunakan selang kepercayaan 95 sehingga baru bisa dikatakan nyata apabila nilai P-value 0,05, sedangkan nilai koefisien korelasinya harus 0,388 atau -0,388. Besarnya nilai korelasi yang berkisar antara 0,40-0,70 dari Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai korelasi antara ASML dengan data produksi menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara data ASML dengan data produksi padi di Indonesia sehingga data ASML baik dijadikan sebagai prediktor untuk data produksi tidak masalah jika tidak dihubungkan dengan curah hujan. Korelasi antara ASML dengan produksi pada kuartal pertama menunjukkan korelasi yang negatif, yang artinya produksi pada kuartal ini mengalami penurunan jika terjadi kenaikan suhu muka laut ASML positif atau terjadi El-Nino. Berbeda dengan produksi pada kuartal pertama yang mempunyai korelasi negatif yang sangat kuat dengan ASML, produksi pada kuartal kedua dan ketiga mempunyai korelasi positif yang kuat dengan ASML data korelasi bisa dilihat pada lampiran 4-9. Bisa diartikan bahwa pada tahun El-Nino produksi pada kuartal ini mengalami kenaikan. Pada kuartal kedua alasannya adalah karena musim tanam kuartal pertama mundur sehingga panen yang seharusnya terjadi pada kuartal pertama mundur pada kuartal kedua sehingga produksi pada kuartal ini lebih besar dari tahun-tahun normal. Produksi pada kuartal ketiga juga mengalami kenaikan disebabkan karena pada tahun normal, lahan para petani dibiarkan bera tetapi karena musim tanam kedua ikut mundur menyebabkan panen pada kuartal kedua mundur pada kuartal ketiga.

4.2. Pergeseran Musim Tanam pada saat