32 Tabel 4. Kelimpahan kelas fitoplankton sell yang mendominasi di perairan danau
Lido
Kelas Kedalaman m
0 m 0,6 m
1,6 m 3,15 m
4,25 m
Dinophyceae 2171
476 554
79 61
Bacillariophyceae 778
281 46
41 118
Chlorophyceae 2818
279 65
8 61
Jumlah 5768
1036 665
128 239
Fitoplankton tersebut melakukan proses fotosintesis yang menghasilkan oksigen. Dalam penelitian ini diduga masukan oksigen yang berasal dari
fotosintesis hanya sampai pada pukul 14.00 karena cahaya optimum yang terjadi pada umumnya di waktu tersebut. Proses fotosintesis sudah tidak efektif lagi setelah
waktu tersebut. Hal ini terkait dengan intensitas cahaya yang semakin berkurang akibat cuaca yang redup.
Berdasarkan hasil pengamatan terlihat bahwa fitoplankton memberikan kontribusi yang nyata terhadap ketersediaan oksigen melalui proses fotosintesis,
sedangkan di kedalaman yang tidak mendapat masukan cahaya matahari seperti pada kedalaman 3,15 dan 4,25 m, fitoplankton tidak memberikan kontribusi yang
nyata, karena terkait dengan cahaya yang dibutuhkan oleh fitoplankton untuk melakukan fotosintesis sangat terbatas. Suplai oksigen pada kedalaman yang tidak
mendapat masukan cahaya, maka suplai oksigen diperoleh dari hasil difusi dari permukaan yang mengalir ke kedalaman tersebut dan dari aliran yang masuk ke
badan perairan. Suplai oksigen yang berasal dari luar perairan diduga terjadi selama 24 jam dan hampir di seluruh lapisan perairan.
4.2. Pembahasan
Oksigen terlarut merupakan parameter kimia perairan yang sangat dibutuhkan oleh seluruh organisme maupun mikroorganisme akuatik untuk dapat memenuhi
kebutuhan respirasi, metabolisme dan dekomposisi. Konsentrasi oksigen akan semakin menurun dengan bertambahnya kedalaman dan meningkatnya suhu.
Ketersediaan oksigen terlarut di perairan sangat dipengaruhi oleh proses fotosintesis fitoplankton dan difusi udara bebas serta aliran yang memasuki badan perairan
inflow.
33 Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di Danau Lido, konsentrasi oksigen
terlarut pada umumnya semakin menurun seiring dengan bertambahnya kedalaman Lampiran 3 dan Gambar 7. Penurunan konsentrasi oksigen diakibatkan karena
adanya aktivitas
pemanfaatan oksigen
oleh mikroorganisme
maupun makroorganisme untuk respirasi dan dekomposisi bahan organik. Konsentrsasi
oksigen yang berada di permukaan hingga kedalaman 1,6 m pada umumnya masih cenderung tinggi yaitu di atas 3 mgl. Konsentrasi oksigen yang tinggi di
permukaan hingga kedalaman 1,6 m sangat dipengaruhi oleh intensitas cahaya yang masih dapat mencapai kedalaman tersebut sehingga proses fotosintesis masih dapat
berlangsung secara optimum. Selain itu, suplai oksigen juga dipengaruhi oleh adanya difusi dari udara bebas. Pada kedalaman yang lebih dalam 3,15-4,25 m
konsentrasi oksigen cenderung menurun kurang dari 3 mgl. Hal ini dikarenakan proses fotosintesis di kedalaman tersebut sudah semakin berkurang. Intensitas
cahaya yang masuk di kedalaman tersebut sangat sedikit dan hampir tidak ada, sehingga suplai oksigen di kedalaman tersebut lebih dipengaruhi dengan adanya
aliran yang masuk ke badan perairan inflow, sedangkan tingkat konsumsi oleh makroorganisme dan mikroorganisme tetap berlangsung di semua lapisan perairan
dan sepanjang hari. Boyd 1982 menyatakan bahwa difusi oksigen dari udara bebas terjadi ketika
berlangsung kontak antara campuran gas atmospheric dengan air, dengan syarat air berada dalam keadaan undersaturated. Difusi oksigen dari udara bebas ke perairan
berlangsung sangat lambat meskipun terjadi pergolakan massa air. Laju transfer oksigen ini sangat dipengaruhi oleh konsentrasi oksigen terlarut di permukaan,
konsentrasi saturasi dan akan bervariasi sesuai kecepatan angin Seller dan Markland 1987. Oksigen yang memasuki badan perairan dapat terjadi karena
adanya inflow. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, fotosintesis pada umumnya lebih
efektif terjadi pada kedalaman sedikit di bawah lapisan permukaan, yaitu kedalaman 0,6 m dan 1,6 m. Hal ini dapat terlihat pada Gambar 7 bahwa dari beberapa hasil
pengamatan yang dilakukan, konsentrasi oksigen pada pengamatan pagi hingga siang hari menunjukkan konsentrasi oksigen yang lebih tinggi. Diduga bahwa
aktivitas fotosintesis yang lebih optimum di kedalaman tersebut. Intensitas cahaya
34 yang berada di permukaan yang terlalu tinggi serta suhu yang meningkat sehingga
beberapa jenis fitoplankton yang tidak toleran terhadap kondisi tersebut bergerak menuju lapisan di bawah permukaan. Seperti yang ditunjukkan pada hasil klorofil-a
Gambar 14, bahwa konsentrasi klorofil-a lebih besar di kedalaman 0,6 m yaitu sebesar 385,69 gl dan di kedalaman 1,6 m sebesar 362,96 dibandingkan dengan di
kedalaman lainnya. Kelimpahan fitoplankton Tabel 4 di kedalaman 0,6 cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan di lapisan permukaan. Intensitas cahaya yang
sangat kuat menyebabkan laju fotosintesis terhambat photo inhibition. Pola distribusi oksigen terlarut secara vertikal selama 24 jam pada pengamatan
yang dilakukan selama dua hari cenderung tidak menunjukkan perbedaan antara siang dan malam Lampiran 3 dan Gambar 7. Konsentrasi oksigen terlarut tertinggi
umumnya terjadi di permukaan perairan dan terendah terjadi pada kedalaman 4,25 m hingga dasar perairan sepanjang hari.
Distribusi vertikal oksigen terlarut selama dua hari, dapat menggambarkan bahwa di danau Lido adalah tipe clinograde pada setiap waktu pengamatan
sepanjang hari. Menurut Goldman dan Horne 1983 bahwa tipe clinograde menggambarkan suatu danau dengan kandungan unsur hara dan bahan organik yang
tinggi eutrofik. Pada tipe ini oksigen terlarut semakin berkurang dengan bertambahnya kedalaman atau bahkan habis sebelum mencapai dasar. Penurunan
ini diakibatkan oleh adanya proses dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme. Seller dan Markland 1987 menyatakan bahwa tipe ini
menggambarkan suatu perairan yang eutrofik yaitu kondisi perairan yang memiliki unsur hara yang tinggi. Konsentrasi oksigen yang rendah pada lapisan bawah
menunjukkan adanya pemanfaatan oksigen terlarut yang intensif untuk proses dekomposisi bahan organik yang berasal dari lapisan atas.
Kondisi saturasi atau kejenuhan oksigen suatu perairan tercapai ketika konsentrasi oksigen yang terukur di perairan sama dengan konsentrasi oksigen
terlarut secara teoritis Jeffries dan Mills 1996. Menurut Boyd 1982 bahwa jika suatu perairan mengalami kondisi undersaturated, maka perairan masih mendapat
suplai oksigen terlarut dari atmosfer. Namun, jika suatu perairan mengalami supersaturated, maka oksigen yang berada di perairan akan terlepas ke atmosfer.
Pada pengamatan yang dilakukan, rata-rata konsentrasi oksigen tidak menunjukkan
35 adanya kondisi saturasi pada seluruh kedalaman dan waktu yang diamati Gambar
8. Persen saturasi tertinggi tercapai ketika pengamatan pada pukul 22.00 WIB di permukaan perairan sebesar 91,48. Hal ini diduga bahwa suplai oksigen di waktu
tersebut lebih dominan terjadi akibat adanya difusi udara bebas yang mempengaruhi perairan, seperti yang ditunjukkan dari hasil selisih DO aktual T
1
DO 22.00 dan DO sisa yang bernilai positif Lampiran 6 yang dapat menduga hal tersebut,
sehingga tidak perlu dikhawatirkan akan adanya defisit oksigen di lapisan tersebut pada malam hari.
Nilai kejenuhan saturasi oksigen menggambarkan kondisi oksigen yang terdapat di dalam badan air. Semakin tinggi nilai kejenuhan oksigen, maka semakin
kecil defisit oksigen dalam badan air tersebut dan sebaliknya. Tinggi dan rendah dari suatu nilai kejenuhan oksigen dipengaruhi oleh kandungan bahan organik yang
terkandung di dalam badan air. Hal ini terkait dengan aktivitas pemanfaatan oksigen oleh mikroorganisme untuk proses dekomposisi secara aerob. Semakin banyak
senyawa organik yang terakumulasi di badan perairan, maka akan semakin besar tingkat pemanfaatan oksigen oleh mikroorganisme sehingga dapat memicu adanya
defisit oksigen Barus 2002. Konsentrasi oksigen terlarut bervariasi menurut waktu dan kedalaman.
Konsentrasi oksigen di kedalaman 0-1,6 m lebih berfluktuasi dibandingkan dengan kedalaman 3,15-4,25 m selama pengamatan 24 jam, baik siang maupun malam
Gambar 9. Konsentrasi oksigen terlarut pada siang hari cenderung lebih tinggi daripada malam hari. Kondisi ini dikarenakan adanya intensitas cahaya matahari
yang mencukupi untuk proses fotosintesis pada siang hari yang memberikan suplai oksigen yang lebih besar selain suplai yang berasal dari proses lain seperti difusi dan
aliran yang masuk ke badan perairan. Pada malam hari, perairan hanya mendapat masukan oksigen berasal dari difusi dan adanya oksigen bawaan dari inflow. Selain
itu, tingkat konsumsi oksigen pada malam hari tidak diimbangi dengan adanya pasokan oksigen dari fotosintesis, sementara tingkat konsumsi oksigen oleh
organisme perairan terjadi sepanjang waktu sehingga konsentrasi oksigen semakin menurun.
Konsentrasi oksigen terlarut yang menurun pada siang hari, seperti yang terdapat pada pengamatan di kedalaman 1,6 m yaitu mencapai sebesar 4,22 mgl
36 pada pukul 10.00 WIB Gambar 9, sedangkan hasil fotosintesis GPP dan produksi
bersih NPP yang ditunjukkan pada Gambar 10 memiliki konsentrasi oksigen yang cukup besar. Hal ini diduga bahwa adanya aktivitas pemanfaatan oksigen oleh
makroorganisme selain yang terukur di dalam botol gelap seperti ikan yang lebih dominan sehingga keberadaan oksigen semakin menurun seperti yang dapat
ditunjukkan oleh hasil selisih antara DO aktual T
1
DO pukul 10.00 dengan DO sisa yang menunjukkan nilai negatif Lampiran 6 yang dapat menduga hal tersebut.
Perlu diwaspadai adanya defisit oksigen jika hal ini berlangsung sepanjang hari. Secara umum konsentrasi oksigen terlarut menurun setelah pukul 14.00 WIB
pada lapisan permukaan hingga kedalaman 1,6 m Gambar 9, diduga bahwa aktivitas fotosintesis sudah mulai menurun, sedangkan makroorganisme cenderung
berkumpul di kedalaman tersebut dan melakukan aktivitas respirasi hingga malam hari. Konsentrasi oksigen terlarut yang meningkat pada malam hingga pagi hari,
seperti yang ditunjukkan pada pengamatan pukul 22.00 dan 06.00 di hari berikutnya Gambar 9, di kedalaman 3,15 dan 4,25 m, lebih dipengaruhi oleh adanya suplai
oksigen yang berasal dari luar perairan. Dapat diduga dari hasil selisih DO aktual T
1
dengan DO sisa yang bernilai positif di waktu dan kedalaman yang telah disebutkan, yang dapat menduga bahwa perairan tersebut cenderung mendapat suplai oksigen
dari luar perairan di waktu dan kedalaman yang disebutkan sehingga tidak akan terjadi defisit oksigen.
Produksi primer merupakan hasil dari proses fotosintesis oleh organisme autotrof yang berupa energi kimia dan oksigen yang sangat dibutuhkan oleh
organisme lainnya. Gattuso dan Jauhert 1990 menjelaskan bahwa proses fotosintesis secara maksimum jarang tercapai dikarenakan adanya faktor pembatas
di antaranya suhu, intensitas cahaya, konsentrasi nutrien, kelimpahan fitoplankton dan jenis dari fitoplankton yang terdapat di perairan tersebut. Fotosintesis memiliki
peranan yang lebih penting dalam mengatur konsentrasi oksigen terlarut di perairan dibandingkan dengan proses fisika.
Barnes dan Mann 1994 in Pitoyo dan Wiryanto 2002 menyatakan bahwa produktivitas primer suatu ekosistem perairan pada dasarnya merupakan hasil
perubahan energi cahaya matahari menjadi energi kimia dalam tubuh organisme autotrof perairan tersebut melalui fotosintesis. Jumlah seluruh bahan organik yang
37 terbentuk dalam proses produktivitas dinamakan produktivitas primer kotor GPP
Gross Primery Produtivity atau yang disebut juga sebagai laju fotosintesis total, termasuk bahan organik yang habis digunakan dalam respirasi selama waktu
pengukuran. Produktivitas primer bersih merupakan istilah yang digunakan bagi jumlah sisa produktivitas primer kotor yang sebagian digunakan oleh tumbuhan
untuk respirasi. Produktivitas primer bersih NPP Net Primery Productivity ialah penyimpanan bahan organik di dalam jaringan-jaringan tumbuhan yang merupakan
kelebihan dari proses respirasi oleh organisme autotrof selama jangka waktu pengukuran. Nilai produktivitas primer dapat digunakan sebagai indikasi tentang
tingkat kesuburan suatu ekosistem perairan Barus et al. 2008. Berdasarkan hasil dari pengamatan yang telah dilakukan menujukkan bahwa
produksi primer masih berpengaruh terhadap ketersediaan oksigen. Produksi primer yang diperoleh menunjukkan bahwa hasil GPP cenderung lebih besar dari nilai NPP
di beberapa kedalaman dan waktu pengukuran Gambar 10. Hal ini diduga bahwa tingkat konsumsi oleh mikroorganisme cenderung lebih besar, sehingga bahan
organik yang dihasilkan selama waktu pengamatan terpakai kembali untuk proses penguraian bahan organik, menyebabkan produksi bersih yang dihasilkan dari
proses fotosintesis cenderung lebih rendah. Namun nilai NPP yang terdapat di kedalaman 1,6 m pukul 10.00-14.00 cenderung lebih besar dari nilai GPP. Hal ini
diduga bahwa laju konsumsi oksigen yang terjadi selama proses pengamatan cenderung lebih kecil sehingga hasil produksi bersih yang akan digunakan oleh
organisme heterotrof semakin besar konsentrasinya. Produktivitas primer dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya adalah intensitas cahaya yang
memegang peranan sangat penting dalam proses fotosintesis, konsentrasi klorofil-a yang menyerap energi cahaya yang kemudian merubah energi kimia menjadi bahan
organik sebagai hasil akhir fotosintesis, kemudian adalah suhu perairan. Menurut Barus 2002 bahwa laju fotosintesis akan meningkat 2-3 kali lipat untuk setiap
kenaikan suhu 10 °C. Namun pada kondisi cahaya dan suhu yang terlalu ekstrim justru akan menghambat laju fotosintesis. Selain itu faktor lain yang mempengaruhi
fotosintesis adalah unsur hara yang tersedia di perairan tersebut yang digunakan oleh organisme autotrof untuk proses fotosintesis.
38 Oksigen terlarut di dalam perairan dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk
pernapasan maupun proses dekomposisi, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan. Selain itu
oksigen juga dibutuhkan dalam proses oksidasi untuk perombakan dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme Salmin 2005. Hasil Pengamatan
menunjukkan bahwa kondisi oksigen terlarut bervariasi menurut kedalaman dan waktu pengamatan Gambar 11. Ketersediaan oksigen secara rinci selama 24 jam
yang diamati masih dapat memenuhi kebutuhan oksigen untuk aktivitas organisme perairan. DO aktual T
1
menggambarkan kondisi DO di waktu 4 jam berikutnya, ketika aktivitas konsumsi dan produksi oksigen berlangsung selama waktu
pengamatan. DO sisa menggambar seberapa besar hasil DO yang berada di perairan setelah adanya proses produksi yang dikurangi dengan konsumsi oksigen. DO sisa
dapat pula menggambarkan bagaimana kondisi oksigen terlarut di waktu berikutnya. Berdasarkan perhitungan, diperoleh bahwa pada pengamatan yang dilakukan pada
siang hari pukul 06.00, 10.00 dan 14.00 oksigen di kolom perairan cenderung dikonsumsi oleh makroorganisme seperti ikan yang berada di kawasan KJA maupun
ikan liar yang berada di sekitar perairan. Hal ini terlihat dari hasil selisih DO aktual T
1
dan DO sisa yang menunjukkan nilai negatif di kolom perairan, sedangkan aktivitas respirasi dan dekomposisi pada siang hari cenderung lebih kecil. Hasil
selisih di permukaan dan di kedalaman 4,25 m cenderung menunjukkan hasil yang positif selama waktu pengamatan di siang hari. Hal ini diduga bahwa proses lain
yang dapat mensuplai ketersediaan oksigen terlarut di perairan lebih dominan daripada tingkat konsumsi oksigen oleh mikroorganisme. Terlihat bahwa pada
pengamatan siang hari laju produksi GPP cenderung lebih besar darpada laju konsumsi oksigen oleh mikroorganisme, sehingga dapat dimungkinkan tidak akan
terjadi defisit oksigen di siang hari sehingga perairan di danau Lido tidak akan mencapai kondisi anoksik hingga di kedalaman 4,25 m.
Pengamatan yang dilakukan pada malam hari menunjukkan bahwa suplai oksigen tidak lagi berasal dari proses fotosintesis, dikarenakan intensitas cahaya
yang tidak ada pada malam hari. Seperti yang terlihat pada pengamatan malam hari pukul 18.00, 22.00 dan 02.00, bahwa hasil selisih antara DO aktual T
1
dengan DO sisa menunjukkan nilai positif, yang dapat menduga bahwa perairan lebih dominan
39 mendapat pasokan oksigen dari luar perairan seperti adanya inflow dan difusi pada
malam hari, sedangkan aktivitas pemanfaatan oksigen oleh makroorganisme cenderung lebih kecil. Tingkat konsumsi oleh mikroorganisme yang terukur pada
botol gelap cenderung lebih besar khususnya di kedalaman 3,15 dan 4,25 m pada malam hari. Hal ini diduga bahwa aktivitas dekomposisi oleh mikroorganisme
cenderung lebih besar sehingga pemanfaatan oksigen pun lebih besar. Pengamatan yang dilakukan selama waktu inkubasi setiap 4 jam, keberadaan
oksigen masih dapat mencukupi untuk kebutuhan organisme perairan selama 24 jam. Namun pada produksi dan konsumsi total selama 24 jam, nilai selisih DO
aktual T
1
dengan DO sisa menunjukkan nilai negatif di kedalaman 4,25 m yaitu sebesar 1,68 mgl Gambar 12 dan Lampiran 7. Hal ini menandakan bahwa di
kedalaman tersebut sudah mendekati kondisi anoksik, sehingga perlu diwaspadai akan terjadi defisit oksigen di kedalaman tersebut, karena tingkat konsumsi oleh
mikroorganisme lebih besar daripada tingkat produksi oksigen. Seperti yang terlihat pada Gambar 12.a menunjukkan nilai konsumsi total sebesar 2,94 mglhari dan
produksi total sebesar 1,91 mglhari. Diduga hal ini terjadi sepanjang hari dan jika dibiarkan, maka kondisi defisit akan terjadi. Berdasarkan hasil perhitungan produksi
dan konsumsi total di seluruh kedalaman menunjukkan bahwa tingkat konsumsi oksigen total di seluruh kedalaman, selama satu hari pada luasan tertentu lebih kecil
daripada tingkat produksi oksigen total dari seluruh kedalaman selama satu hari Lampiran 8. DO aktual yang terhitung lebih kecil daripada DO sisa. Hal ini dapat
menunjukkan bahwa selama satu hari di seluruh kedalaman pada luasan 1m
2
, konsentrasi oksigen di Danau Lido tidak menunjukkan adanya defisit oksigen
dikarenakan tingkat produksi yang lebih besar dari tingkat konsumsi oleh mikroorganisme. Namun pada DO aktual yang lebih kecil daripada DO sisa dapat
menunjukkan bahwa defisit oksigen dapat terjadi dikarenakan konsumsi oksigen selain dari mikroorganisme yang cenderung lebih besar di perairan tersebut di
seluruh kedalaman selama satu hari. Menurut Swingle 1968 in Salmin 2005 bahwa kandungan oksigen terlarut minimum adalah 2 mgl dalam keadaan normal
dan tidak tercemar oleh senyawa beracun toksik. Pada kondisi kritis, ketika oksigen terlarut mencapai 2 mgl, maka organisme makrobentik akan mati, sedimen
di dasar perairan semakin tebal, dan bioturbasi terhenti Koschorreck et al. 2011.
40 Kemudian Huet 1970 in Salmin 2005 menyatakan bahwa idealnya, kandungan
oksigen terlarut tidak boleh kurang dari 1,7 ppm selama waktu 8 jam dengan sedikitnya pada tingkat kejenuhan sebesar 70. Welch 1952 menyatakan bahwa
penyebab utama terjadinya penurunan kandungan oksigen dalam air di antaranya adalah respirasi organisme dalam air, baik hewan maupun tumbuhan, yang
berlangsung sepanjang hari. Penyebab utama lainnya adalah proses dekomposisi bahan organik yang terlarut dan yang terakumulasi di dasar perairan. Konsentrasi
oksigen yang rendah diduga terjadi pada malam hari, dikarenakan suplai oksigen yang hanya diperoleh dari proses difusi dan inflow, sehingga tidak mencukupi
kebutuhan organisme lainnya dan dapat menimbulkan adanya defisit oksigen di kedalaman 4,25 m, sedangkan laju konsmusi berlangsung sepanjang hari di
kedalaman tersebut. Keberadaan oksigen terlarut dipengaruhi oleh faktor fisika dan kimia, seperti
suhu, salinitas, turbulensi air, dan tekanan atmosfer. Semakin besar suhu dan ketinggian serta semakin kecil tekanan atmosfer, kadar oksigen terlarut semakin
kecil Jeffries dan Mills 1996. Sebaran suhu yang dihasilkan pada pengamatan di Danau Lido diakibatkan karena adanya perbedaan tingkat intensitas cahaya matahari
yang diserap setiap kolom perairan. Penurunan suhu di kedalaman 4,25 m dikarenakan semakin berkurangnya pemanasan air oleh sinar matahari karena
bertambahnya kedalaman. Suhu pada siang hari cenderung lebih tinggi daripada suhu pada malam hari, selain dipengaruhi oleh intensitas cahaya, suhu perairan juga
dipengaruhi oleh suhu udara yang terdapat disekitar danau. Menurut data BMKG Bogor 2011 bahwa suhu udara selama waktu pengamatan 27 dan 28 Mei 2011
pada siang hari dapat mencapai 31,3 °C yaitu pada pukul 14.00 WIB sedangkan suhu udara terendah mencapai 23,4 °C yaitu pada pukul 07.00 WIB. Berdasarkan
data yang diperoleh, grafik distribusi oksigen secara vertikal yang diamati masih menunjukkan adanya dua macam lapis kedalaman antara permukaan dan lapisan
dasar perairan baik pada siang hari maupun pada malam hari. Hal ini menunjukkan bahwa sangat kecil kemungkinan untuk terjadinya pembalikan massa air karena
suhu permukaan lebih tinggi dibandingkan dengan suhu di dasar perairan sepanjang hari selama waktu pengamatan. Menurut Welch 1952, jumlah cahaya yang jatuh
ke permukaan air sangat mempengaruhi suhu suatu perairan. Cahaya yang jatuh ke
41 perairan sebagian dipantulkan kembali ke atmosfer dan sebagian lagi masuk ke
perairan yang disimpan dalam bentuk energi. Sebaran suhu yang semakin menurun dengan bertambahnya kedalaman tidak
sesuai dengan hasil pengamatan DO yang semakin menurun dengan bertambahnya kedalaman di perairan Danau Lido. Diduga terdapat faktor-faktor lain yang lebih
berpengaruh terhadap keberadaan oksigen di perairan yaitu adanya aktivitas respirasi dan dekomposisi di kedalaman 4,25 m dan suplai oksigen yang tinggi di
lapisan permukaan. Tingkat kecerahan menjadi faktor penting dalam mengontrol produktivitas
perairan, karena terkait dengan tingkat penetrasi cahaya yang akan menentukan laju fotosintesis dan produktivitas primer. Menurut Welch 1952 bahwa semakin tinggi
nilai kecerahan suatu perairan, akan semakin besar pula penetrasi cahaya, sehingga lapisan yang memungkinkan terjadinya fotosintesis oleh fitoplankton akan semakin
tebal. Berdasarkan nilai kecerahan, menurut Seller dan Markland 1987 berdasarkan tingkat kesuburannya bahwa perairan di Danau Lido dapat dikatakan
termasuk ke dalam tipe Hiper-eutrofik yaitu perairan dengan kadar unsur hara dan produktivitas primer yang sangat tinggi. Pada perairan ini tingkat kecerahan tinggi
dan kondisi anoksik hanya terjadi di lapisan hipolimnion. Aktivitas fotosintesis oleh fitoplankton akan mempengaruhi nilai pH di suatu
perairan. Nilai pH yang tinggi pada siang hari menunjukkan bahwa adanya pemanfaatan CO
2
yang bersifat asam oleh fitoplankton dalam proses fotosintesis, sehingga konsentrasi CO
2
akan semakin menurun. Nilai pH yang rendah pada malam hari berkaitan dengan kandungan CO
2
yang meningkat pada malam hari, akibat aktivitas respirasi yang meningkat pada malam hari yang tidak termanfaatkan
penggunaannya untuk proses fotosintesis, karena CO
2
bersifat asam. Nilai pH yang rendah di kedalaman 4,25 m diduga karena aktivitas dekomposisi bahan organik
yang meningkat oleh bakteri sehingga jumlah CO
2
tinggi. Klorofil-a merupakan salah satu parameter yang sangat menentukan
produktivitas primer di perairan. Klorofil terdiri dari tiga jenis yaitu klorofil-a, b, dan c. Ketiga jenis klorofil ini sangat penting dalam proses fotosintesis tumbuhan
yaitu suatu proses yang merupakan dasar dari pembentukan zat-zat organik di alam. Kandungan klorofil yang paling dominan dimiliki oleh fitoplankton adalah klorofil-
42 a. Oleh karena itulah klorofil-a dapat dijadikan sebagai salah satu indikator
kesuburan perairan Samawi 2001 in Rasyid 2009. Konsentrasi klorofil-a yang tinggi pada kedalaman 0,6 m dan 1,6 m, walaupun
kelimpahan fitoplankton pada kedalaman tersebut lebih rendah dibandingkan dengan kelimpahan yang berada dipermukaan, diduga karena jenis fitoplankton yang berada
di kedalaman 0,6 m mengandung konsentrasi klorofil-a yang paling banyak Gambar 14 dan Lampiran 10.
Kelimpahan fitoplankton dapat menggambarkan seberapa besar kemampuan suatu perairan dapat mensuplai oksigen ke dalam perairan tersebut. Hasil samping
fotosintesis adalah berupa oksigen yang akan dilepaskan ke perairan dan ke atmosfer. Berdasarkan pengamatan, fitoplankton yang berasal dari kelompok
Dinophyceae memiliki kelimpahan yang lebih tinggi di beberapa kedalaman Tabel 8. Namun jenis dari fitoplankton kelas ini sangat sedikit Lampiran 11. Menurut
Lewis 1978 in Astuti dan Satria 2009, di danau daerah tropik di Filipina ditemukan Chlorophyceae, Dinophyceae, Cyanophyceae yang mempunyai
kelimpahan yang lebih tinggi karena kondisi pencahayaan yang tinggi. Hal ini sesuai, dikarenakan Danau Lido berada di Indonesia yang beriklim tropis sehingga
memiliki kondisi pencahayaan yang tinggi pula. Kelimpahan fitoplankton di kedalaman 4,25 m masih terlihat cukup tinggi.
Dapat diindikasikan bahwa pada kedalaman ini masih mendapat suplai oksigen yang berasal dari fotosintesis, karena kedalaman tersebut masih mencapai kedalaman
kompensasi, sehingga cahaya masih dapat menembus kedalaman ini dan fotosintesis masih dapat berlangsung walaupun hanya sedikit. Kedalaman ini merupakan
kedalaman kompensasi, yang memiliki kondisi produksi oksigen dari proses fotosintesis sama dengan kebutuhan oksigen untuk aktivitas respirasi oleh organisme
di dalamnya. Intensitas cahaya yang mencapai di kedalaman tersebut hanya 1. Klorofil-a dan kelimpahan fitoplankton dapat mempengaruhi keberadaan
oksigen terlarut yang berasal dari proses fotosintesis. Hal ini dapat dilihat pada persamaan GPP = -0,00003 klorofil-a
2
+ 0,019 klorofil-a – 1,538 untuk
keterkaitan DO dengan klorofil-a dan persamaan GPP = 0,369 ln kelimpahan –
1,377 untuk keterkaitan DO dengan kelimpahan fitoplankton. Dari persamaan tersebut, GPP akan memiliki nilai 0 mgl atau tingkat produksi dan konsumsi
43 oksigen sama, ketika konsentrasi klorofil-a sebesar 220,814 µgl dan kelimpahan
fitoplankton sebesar 41,75 indl yang terjadi di kedalaman antara 1,6-3,15 meter. Terlihat bahwa nilai GPP di kedalaman 3,15 m telah mencapai nilai sebesar 0,29
mgl Lampiran 5. Konsentrasi oksigen terlarut di kedalaman tersebut sudah mencapai nilai dibawah 3 mgl dan tidak dapat mencukupi untuk kebutuhan
ekologis. Tingkat konsumsi oksigen akan semakin bertambah hingga kedalaman yang semakin dalam, sehingga akan memacu adanya defisit oksigen di kedalaman
yang semakin dalam. Dapat terlihat bahwa nilai DO sisa di kedalaman 4,25 m sudah mencapai nilai negatif, yang menandakan terjadinya kondisi defisit oksigen Gambar
12.b. Hal ini terjadi karena aktivitas pemanfaatan oksigen oleh mikroorganisme lebih besar dibandingkan dengan tingkat produksi oksigen.
Berdasarkan uraian yang dijelaskan, secara teoritis konsentrasi oksigen terlarut di Danau Lido, khususnya pada lokasi pengamatan sudah mengalami defisit oksigen
terlarut di kedalaman 4,25 meter. Kondisi ini diduga dapat berlangsung hingga dasar perairan. Rendahnya konsentrasi oksigen terlarut di kedalaman tersebut
diduga akibat peningkatan pemanfaatan oksigen untuk proses dekomposisi bahan- bahan organik yang berasal dari kegiatan budidaya ikan pada KJA dan aktivitas
pariwisata. Pengelolaan yang dapat dilakukan di Danau Lido adalah dengan
memperhatikan kegiatan budidata KJA dalam pemberian pakan dan perkembangan atau penambahan jumlah unit KJA. 1. Perlu adanya pengangkatan KJA yang
sudah tidak terpakai. Banyaknya jumlah KJA yang sudah tidak terpakai menyebabkan tertutupnya lapisan perairan sehingga penetrasi cahaya yang masuk ke
perairan sangat terbatas. 2. Pemberian pakan yang didasarkan pada bobot ikan, yaitu penambahan pemberian pakan berdasarkan penambahan bobot ikan. 3.
Penggunaan sistem aerasi mulai dari kedalaman 4 meter untuk meningkatkan konsentrasi oksigen terlarut di kedalaman tersebut hingga dasar perairan. 4.
Pelaksanaan budidaya secara polikultur, yaitu penggunaan jaring ganda, sehingga pakan berlebih yang tidak termakan oleh ikan pada jaring pertama akan dimakan
oleh ikan pada jaring kedua yang berada di bawahnya. 5. Penggunaan sistem Instalasi Pengelolaan Air Limbah IPAL untuk kegiatan pariwisata agar limbah
hasil buangan yang dihasilkan tidak membahayakan kondisi perairan Danau Lido.
44
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Secara vertikal, tipe sebaran oksigen terlarut di Danau Lido adalah tipe clinograde. Keberadaan DO yang berfluktuasi merupakan hasil dari proses produksi
dan konsumsi oksigen selama 24 jam. Suplai oksigen di Danau Lido pada siang hari didominasi oleh aktivitas fotosintesis, sedangkan pada malam hari didominasi oleh
difusi dan inflow. Di kedalaman 4,25 m, nilai produksi oksigen kurang dari konsumsi oksigen atau telah terjadi defisit oksigen.
5.2. Saran
Perlu adanya penambahan konsentrasi oksigen terlarut di kedalaman 4 m agar kondisi oksigen terlarut tidak mengalami defisit. Proses penambahan oksigen
terlarut dapat dilakukan dengan menerapkan metode aerasi atau injeksi di kedalaman tersebut.