Latar Belakang Handoyo Wibowo

seperti yang disebutkan pertama itu, ia merasakan bahwa ia tidak ingin bersembunyi di balik namanya untuk tujuan-tujuan tertentu, bisnis umpamanya. Di situ Koh Hwat mencoba untuk memahami apa arti dari sebuah persambungan. Ia mencoba, sebagaimana Tan Khoen Swie, untuk merasakan keindahan kebatinan Jawa. Jika Tan Khoen Swie mencoba menerjemahkan keindahan itu melalui bagaimana menyebarkan melalui percetakannya, sebaliknya Koh Hwat mencoba untuk menghadirkan keindahan itu melalui sentuhan geguritan. Kehadiran seorang penggurit Cina sebagaimana Oei Thjian Hwat memang sebagai sesuatu yang wajar dalam dunia kesastraan Jawa, tetapi kesungguhannya untuk mencoba mempelajari kejawaan secara jujur dan ikhlas telah memberikan peluang kepadanya untuk dapat menempatkan sesuatu yang selama ini dipergunakan sebagai komoditas politik yaitu sara. Melalui sentuhan geguritannya dan interaksinya dengan kesastraan Jawa, ia telah mencoba untuk belajar memahami rimba misteri kemanusiaan di alam raya kebudayan Jawa Prabowo, 2002:11.

2. Latar Belakang Handoyo Wibowo

Handoyo Wibowo Oei Tjhian Hwat lahir di Yogyakarta, 10 Februari 1952. Semua pendidikan formalnya ditempuh di Yogyakarta : SD Ngupasan, SMP Pangudi Luhur, SMA Kollese de Britto dan sedikit ilmu asam basa Fakultas Teknik Kimia Universitas Gadjah Mada Penyair yang mendapat julukan penyair Malioboro ini menikah dengan Ellyn Subiyanti Tan Bing Ling, dan dikarunia dua anak : Miranda Wibowo dan Erlangga Wibowo yang saat ini sedang menuntut ilmu di negri negeri Paman Sam. Ia menulis sajak dan geguritan, dipublikasikan di pelbagai media massa. Antalogi sajak dan geguritannya yang pertama Nurani Peduli , diterbitkan Komunitas Sastra Indonesia KSI Yogyakarta. Serta tergabung dalam antalogi bersama penyair lain Yogyakarta dalam Sajak KSI, 2002. Beberapa kali tampil membacakan karyanya di berbagai lembaga kebudayaan di Jakarta, Kudus dan kota lainnya. Pada tanggal 26 Oktober 2002, Pusat Lembaga Kebudayaan Jawi Surakarta menganugerahkan gelar sebagai Sastrawan Jawa. Karya-karyanya juga dibahas dalam pelbagai media massa cetak. Selain itu dimusikalisasikan di beberapa radio di Yogyakarta dan jawa Tengah, serta dipilih sebagai naskah lomba baca puisi. Saat ini kesibukan utamanya adalah mengelola toko Dynasty Fashion di Jalan MalioboroYogyakarta. Selain menulis sajak dan geguritan, ia juga gemar merenovasi motor antik eks Jepang yang hingga kini koleksi motor antiknya telah mencapai 50 buah lebih. Selain itu ia juga senang mengoleksi pohon langka, dan dalam jangka waktu kedepan ia akan segera menerbitkan buku Nurani Peduli edisi ketiga yang direncanakan akan terbit sekitar bulan Maret tahun 2005 mendatang. Kepedulian dalam realisasi kepada sesama adalah motto hidupnya. Berhati baik dengan beramah tamah adalah agamanya. Ia tertarik dengan budaya Jawa karena didalamnya mengandung ajaran kepada siapapun untuk jujur dan memiliki unggah-ungguh tata krama. Di samping itu, bahasa Jawa lebih memiliki greget dan rasa yang tidak pernah ditemukan dalam bahasa Indonesia. Karena telah menerbitkan buku Kumpulan sajak dan Geguritan Handoyo Wibowo : Nurani Peduli, nama handoyo Wibowo melambung tinggi, melampaui penggurit-penggurit yang telah menggeluti sastra Jawa. Hampir semua media memuat tulisan tentang beliau.

3. Latar Belakang Penciptaan