Evaluasi Sediaan Emulsi Stabilitas Sediaan Emulsi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2.3.4 Pelarut Aquademineralisata Aquademineralisata adalah air murni yang diperoleh dengan cara penyulingan. Air murni dapat diperoleh dengan cara penyulingan, pertukaran ion, osmosis terbalik, atau dengan cara yang sesuai. Karena akan digunakan untuk sediaan oral, maka digunakan air yang bebas mineral, partikel dan mikroba Rowey, Sheskey dan Owen, 2006.

2.4 Evaluasi Sediaan Emulsi

Evaluasi sediaan emulsi dilakukan untuk mengetahui kestabilan dari suatu sediaan emulsi selama waktu penyimpanan tertentu. Evaluasi ini dapat dilakukan melalui pengamatan secara organoleptis rasa, bau, warna, konsistensi, pengamatan secara fisika volume creaming, diameter globul rata-rata, viskositas, sentrifugasi, cycling test dan pengamatan secara kimia pengukuran pH Martin, et al., 1993; Ansel, 2005; Lachman, et al., 1994.

2.5 Stabilitas Sediaan Emulsi

Stabilitas diartikan bahwa sediaan obat yang disimpan dalam kondisi penyimpanan tertentu di dalam kemasan penyimpanan dan pengangkutannya tidak menunjukkan perubahan sama sekali atau berubah dalam batas-batas yang diperbolehkan. Faktor yang menyebabkan ketidakstabilan sediaan obat dapat dikelompokkan menjadi dua. Pertama adalah kecocokan bahan aktif dan bahan pembantunya sendiri yang dihasilkan oleh bangun kimiawi dan kimia-fisikanya. Kedua adalah faktor luar seperti suhu, kelembaban udara dan cahaya yang dapat menginduksi atau mempercepat jalannya reaksi. Hal penting lainnya adalah kemasan, khususnya jika digunakan wadah yang terbuat dari bahan sintetis Voight, 1995. Stabilitas sebuah emulsi adalah sifat emulsi untuk mempertahankan distribusi halus dan teratur dari fase terdispersi yang terjadi dalam jangka waktu yang panjang Voight, 1995. Begitupun tanpa adanya koalesen dari fase intern, creaming, serta terjaganya rupa yang baik, bau dan warnanya Anief, 1999. Kehancuran sebuah emulsi ditunjukkan oleh penurunan stabilitasnya. Pada tahap pertama terjadi pengapungan atau creaming karena bobot jenis fase terdispersi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta bobot jenis bahan pendispersi dan pengendapan atau sedimentasi karena bobot jenis fase terdispersinya bobot jenis bahan pendispersi. Peristiwa ini mengakibatkan pemisahan dari kedua fase emulsi. Dalam keadaan akhirnya akan terbentuk dua lapisan emulsi yang satu terletak di atas yang lain. Pada tahap kedua terjadi penyatuan bola kecil yang tidak reversible yang dinamakan koalesensi, yang dapat menyebabkan pecahnya emulsi Voight, 1995. Peneliti lainpun mendefinisikan bahwa ketidakstabilan fisik suatu emulsi adalah adanya aglomerasi dari fase intern dan terjadi pemisahan produk Anief, 1999. Oleh karena itu cukupnya bahan yang membentuk lapisan antarmuka penting untuk melindungi seluruh permukaan dari tiap tetesan Ansel, 2005. Emulsi tipe MA dapat mengalami destabilisasi emulsi seperti beberapa tipe perubahan fisik, berbeda dengan tipe AM yang mungkin cenderung mengalami sedimentasi daripada creaming. Destabilisasi emulsi ini di antaranya: a. Creaming Creaming adalah pertumbuhan dari droplet karena aktivitas gravitasi sehingga droplet terpisah ketika disentuh. Creaming berada pada fase kontinyu jika fase terdispersi tidak memiliki berat jenis yang sebanding. Kecepatan creaming dapat dikontrol dengan memperkecil ukuran droplet, menyamakan berat jenis dari kedua fase dan menambah viskositas dari fase kontinyu Martin, et al., 1993. b. Flokulasi Flokulasi adalah suatu bentuk pelekatan satu atau lebih droplet bersama dan membentuk suatu agregasi. Hal ini merupakan proses dari droplet sebagai hasil dari benturan kombinasi gaya antar droplet Martin, et al., 1993. c. Koalesen Penyebab koalesen adalah rusaknya lapisan tipis antardroplet yang berdekatan. Hal ini akan mengurangi tegangan antarmuka dan luas permukaan droplet. Kemungkinan terjadinya koalesen sebanding dengan lama droplet itu saling berdekatan. Koalesen jarang terjadi pada droplet yang kecil atau pada lapisan yang tebal karena droplet ini memiliki luas lapisan yang lebih kecil atau memiliki gaya tolak antardroplet. Koalesen menyebabkan droplet menjadi lebih besar dan terjadi pemisahan fase Martin, et al., 1993. 15 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 3 METODE PENELITIAN

Dokumen yang terkait

Efek Knockdown Ekstrak Biji Jintan Hitam (Nigella sativa L.) Sebagai Insektisida Terhadap Lalat Rumah (Musca domestica) Dengan Metode Semprot.

4 22 23

Uji Efek Knockdown Ekstrak Biji Jintan Hitam (Nigella sativa L.) Terhadap Nyamuk Aedes aegypti Dengan Metode Semprot

0 3 22

Uji Imunomodulator Ekstrak Etanol Jinten Hitam (Nigella sativa L.) Terhadap Jumlah Total Leukosit, Persentase Limfosit, Persentase Monosit Dan Kadar Interleukin-1β Pada Mencit BALB/c

1 10 170

Uji Stabilitas Fisik dan Komponen Kimia Menggunakan GCMS pada Emulsi Tipe Minyak Dalam Air Pada Minyak Biji Jinten Hitam (Nigella sativa L.) yang Dikemas Menggunakan Botol Gelap

1 22 120

Uji Aktivitas Ekstrak Jintan Hitam (Nigella sativa L.) sebagai Inhibitor RNA Helikase Virus Hepatitis C

6 34 86

Uji Stabilitas Fisik dan Komponen Kimia Pada Minyak Biji Jinten Hitam (Nigella sativa L.) Dalam Bentuk Emulsi Tipe Minyak Dalam Air Menggunakan GCMS

13 130 104

Uji Aktivitas Inhibisi Fraksi-Fraksi Hasil Kolom Kromatografi dari Ekstrak Biji Jintan Hitam (Nigella sativa L.) terhadap Enzim RNA Helikase Virus Hepatitis C

0 11 80

Uji Stabilitas Fisik dan Komponen Kimia Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam (Nigella Sativa L.) Tipe Minyak dalam Air dengan Penambahan Antioksidan Butylated Hydroxytoluene (BHT)

9 65 133

Laju Pertumbuhan dan Produksi Jintan Hitam (Nigella sativa L.) dengan Aplikasi Pupuk Kandang Sapi dan Fosfat Alam Growth Rates and Production of Black Cumin (Nigella sativa L.) with Cow manure and Rock Phosphate Application

0 0 8

Respon Pertumbuhan dan Produksi Jintan Hitam (Nigella sativa L.) dengan Pemupukan Nitrogen dan Fosfor Growth and Production Response of Black Cumin (Nigella sativa L.) with Nitrogen and Phosphorus Fertilization

0 0 8