Tabel 12. Kadar fenol pada beberapa jenis ikan asap yang diasapi menggunakan kayu singkong
Metode Pengasapan Kadar Fenol ppm
Perch Mackerel Tuna Pengasapan Panas
79.57±0.28 98.12±0.33
99.28±0.04 Pengasapan Cair
72.47±0.37 75.94±0.37
75.96±0.16
Sumber : Hadiwiyoto et al. 2000.
2.7. Kemasan plastik
Kemasan merupakan wadah untuk membungkus atau melindungi produk dari pengaruh luar seperti pengaruh oksidasi, penyerapan atau penguapan uap air
serta kontaminasi mikroorganisme. Untuk itu dalam menentukan pilihan bahan kemasan, perlu diketahui berbagai informasi mengenai persyaratan yang
dibutuhkan seperti karakteristik kemasan, bahan dasar kemasan serta sifat produk yang akan dikemas.
Menurut Syareif et al. 1989 kemasan plastik atau kombinasi plastik dengan bahan lain laminasi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1
Kemasan hendaknya memiliki daya lindung yang baik bagi produk yang dikemas terhadap uap air. Dengan demikian bahan kemasan harus mempunyai
sifat tidak mudah tembus uap air. Karena Indonesia merupakan negara yang beriklim tropis dengan kelembaban udara yang tinggi, maka bila kemasan tidak
cukup kedap uap air maka pada produk akan mudah terjadi absorpsi maupun desorpsi yang berdampak terhadap kehilangan karakteristik produk atau akan
diikuti oleh berbagai jenis kerusakan, 2 Kemasan hendaknya mempunyai daya lindung yang baik terhadap gas gas barrier, 3 Kemasan hendaknya dapat
melindungi bahan pangan terhadap sinar ultra violet, 4 Pada produk yang mengandung lemak, maka kemasan hendaknya tidak tembus cahaya, 5 Kemasan
hendaknya mempunyai daya tahan terhadap bahan-bahan kimia. Jenis plastik yang populer digunakan di Indonesia adalah polipropilen dan
polietilen yang mempunyai sifat hampir sama. Plastik yang telah banyak digunakan masyarakat adalah polietilen, karena harganya murah, kuat dan
transparan serta dapat direkatkan dengan panas Syareif et al. 1989.
Polietilen dengan kepadatan rendah dibuat dengan tekanan dan suhu tinggi merupakan plastik yang murah dengan kekuatan tegangan yang
sedang dan terang serta merupakan penahan air yang baik tetapi jelek terhadap oksigen. Keuntungan yang terbesar adalah kemampuannya untuk
ditutup sehingga memberi tutup yang rapat terhadap cairan. Polietilen dengan kepadatan yang tinggi suhu dan tekana rendah memberi
perlindungan yang baik terhadap air dan meningkatkan stabilitas terhadap panas. Plastik polietilen tidak permeabel terhadap larutan garam,
berkonduktifitas panas yang baik, mempunyai permukaan sangat baik untuk dicetak dan direkatkan dengan panas 110
ºC sampai 130 ºC serta melunak pada suhu 85
ºC sampai 90 ºC Zaitsev et al. 1969. Menurut Syarief et al. 1989, berdasarkan densitasnya polietilen
dibagi atas tiga jenis yaitu : 1 Polietilen densitas rendah LDPE=Low
density polyethilene. Dihasilkan melalui proses tekanan tinggi. Paling banyak digunakan untuk kantong, mudah dikelim dan sangat murah,
2 Polietilen densitas menengah MDPE=Medium density polyethilene.
Lebih kaku dari LDPE dan memiliki suhu leleh lebih tinggi dari LDPE,
3 Polietilen densitas tinggi HDPE=High density polyethilene.
Dihasilkan dengan suhu dan tekanan rendah 50-70 ºC,10 atm. Paling
kaku diantara ketiganya, tahan terhadap suhu tinggi 120 ºC sehingga
dapat digunakan untuk produk yang harus mengalami sterilisasi. Plastik ini memiliki sifat-sifat kedap air, kedap uap air, kedap gas dan kedap
udara. Dapat juga digunakan untuk produk pangan olahan termasuk ikan. 2.8. Penyimpanan dan Kerusakan Ikan Asap
Dalam makanan terdapat sejumlah kecil mikroba yang dapat berkembang biak dengan cepat bila kondisi penyimpanan memungkinkan untuk tumbuh.
Keadaan inilah yang dapat menyebabkan penurunan mutu atau kerusakan pangan Murhadi, 1994. Selama proses penyimpanan, mutu ikan akan menurun baik
mutu organoleptik, kimiawi maupun mikrobiologi, tetapi penurunan mutu yang lebih utama adalah dari segi mikrobiologi Syarif, 1976 dalam Zakaria, 1996.
Secara mikrobiologi, mikroba perusak bahan pangan dapat digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu bakteri, kapang dan khamir Winarno, 1993.
Ditambahkan bahwa kerusakan mikrobiologis pada makanan ditandai dengan timbulnya kapang, kebusukan, lendir dan terjadinya perubahan warna. Selama
penyimpanan pertumbuhan bakteri, ragi atau kapang pada makanan dapat mengubah komposisinya dan menghasilkan bau yang kurang enak, membentuk
lendir dan gas. Menurut Syarief et al. 1989 gangguan yang paling umum terjadi pada
bahan pangan adalah kehilangan atau perubahan kadar air serta pengaruh gas dan cahaya. Sebagai akibat perubahan kadar air pada produk maka akan timbul jamur
dan bakteri, pengerasan pada produk bubuk dan pelunakkan pada produk kering. Akibat kontak dengan oksigen, produk yang berlemak akan tengik. Ditambahkan
oleh Fardiaz 1999 bahwa kebusukan dan kerusakan daging juga ditandai oleh terbentuknya senyawa-senyawa berbau busuk seperti amoniak, H
2
S, indol dan amin yang merupakan hasil pemecahan protein oleh mikroorganisme. Daging
yang rusak memperlihatkan perubahan orgenoleptik yaitu bau, warna, kekenyalan, penampakan dan rasa.
Kramlich 1982 dalam Badewi 2002 menyatakan bahwa kerusakan daging olahan umumnya terdiri dari dua jenis yaitu kerusakan aroma flavour dan
pelampilan appearance. Kerusakan flavour daging olahan ditandai dengan timbulnya ketengikan, pembusukan atau adanya bau asam. Kerusakan yang
berhubungan dengan penampilan produk disebabkan oleh perubahan warna akibat adanya aktivitas mikroba, pertumbuhan mikroba mikroskopis dan oleh agensia
bukan mikroba. Syarief 1976 yang dikutip Zakaria 1996 menyatakan mutu dan masa
simpan ikan asap tergantung dari kesegaran ikan sebelum pengasapan, kualitas dan kuantitas garam yang dipakai, derajat kekeringan setelah pengasapan, sanitasi
dan cara pengolahan.
III. METODOLOGI
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Besar Riset Pengolahan
Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Jakarta dan Laboratorium Kimia Hasil Hutan Fakultas Kehutanan IPB, Bogor. Kegiatan penelitian dimulai
bulan Februari sampai November 2006. 3.2. Bahan dan Alat
Bahan baku asap cair digunakan batang ubi kayu Manihot esculenta Cranzt BUK yang dibeli dari pasar Palmerah Jakarta serta tempurung kelapa
TK yang diperoleh dari Bogor. Batang ubi kayu yang digunakan adalah yang telah dipanen umbinya. Sebelum digunakan, batang ubi kayu dikupas dan
dikeringkan dibawah sinar matahari. Ikan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan tongkol Euthynnus
affinis sebanyak 350 ekor dengan panjang 22.5-25.5 cm 200-225 gekor. Ikan
tersebut diperoleh dari hasil tangkapan nelayan di pelabuhan Muara Baru Jakarta. Untuk mempertahankan kesegarannya selama perjalanan, ikan dimasukkan dalam
cool box tertutup dan diberi es curah. Bahan lain yang digunakan adalah garam dapur sebanyak 10 serta plastik low density polyethylene LDPE,
polypropylene PP dan high density polyethylene HDPE.
Bahan kimia yang digunakan untuk analisa meliputi asam sulfat, NaOH, natrium sulfat anhidrat, aquadest, indikator PP, HCl, KOH, asam asetat, natrium
karbonat, dichloromethan. Sementara peralatan yang digunakan antara lain alat produksi asap cair tanpa merk, lemari pendingin, Gas Chromatography Mass
Spectroscopy GCMS QP 2010 merk Shimadzu, Inkubator, Desikator, Waterbath, Peralatan Mikro Kjheldahl, Peralatan Soxhlet, Spectrophotometer
Shimadzu dengan Kolom Silika, alat gelas dan alat pembantu lainnya. Alat produksi asap cair yang digunakan milik Balai Besar Riset Pengolahan
Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Jakarta Gambar 7. Alat ini terdiri atas dua bagian utama yaitu alat pirolisis yang dilengkapi dengan pemanas