itu memiliki modal usaha yang terbatas, umumnya kualitas sumberdaya manusia relatif masih rendah hal ini dicirikan oleh tingkat pendidikan dan keterampilan
nelayan yang rendah, kemampuan manajemen yang lemah serta kondisi ekonomi yang kurang baik yang berkaitan dengan rendahnya tingkat pendapatan.
Berdasarkan uraian diatas, maka masalah-masalah yang dihadapi dalam usaha perikanan khususnya pemanfaatan ikan layang dengan alat tangkap purse
seine , jaring insang hanyut dan bagan perahu adalah belum diketahuinya alat
tangkap yang akan diprioritaskan untuk dikembangkan ditinjau dari aspek biologi, teknis, sosial ekonomi dan keramahan lingkungan. Serta alokasi dari unit
pengembangan perikanan layang dan strategi-strategi pengembangan perikanan layang. Dengan demikian diperlukan pengkajian terhadap usaha perikanan layang
dengan menggunakan alat tangkap purse seine, jaring insang hanyut dan bagan perahu untuk mendapatkan alat tangkap mana yang lebih efektif, efisien dan
berkelanjutan sehingga sumberdaya perikanan laut yang tersedia dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan nelayan dengan tanpa menganggu
keberlangsungan sumberdaya yang ada. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada kerangka pemikiran penelitian Gambar 1.
1.3 Tujuan dan Manfaat
Tujuan penelitian ini adalah :
1
Menentukan prioritas utama teknologi penangkapan ikan layang di Kabupaten Selayar
2
Menentukan jumlah unit penangkapan ikan layang yang optimum dan berkelanjutan di Kabupaten Selayar
3
Menentukan strategi pengembangan perikanan layang di Kabupaten Selayar. Manfaat dari penelitian ini adalah :
1 Sebagai bahan informasi kepada pengusaha dan nelayan dalam mengembangkan usaha perikanan layang di Kabupaten Selayar.
2
Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah daerah dalam membuat kebijakan mengenai pengembangan perikanan layang di Kabupaten Selayar.
Gambar 1 Kerangka pikir penelitian perikanan layang di Kabupaten Selayar Propinsi Sulawesi Selatan
Mulai
Kegiatan pemanfaatan sumberdaya ikan layang di Kabupaten Selayar
Analisis keragaan alat tangkap
Teknologi penangkapan ikan layang
Rekomendasi pengembangan perikanan layang
Analisis SWOT
Strategi pengembangan perikanan layang
Selesai Alokasi unit penangkapan
ikan layang
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sistematika dan Morfologi Ikan Layang Decapterus spp
Menurut Weber dan Beaufort 1931 dalam Najamuddin 2004 sistematika ikan layang Decapterus spp adalah sebagai berikut :
Kelas : Pisces Sub kelas : Teleostei
Ordo : Percomorphi Sub Ordo : Percoidae
Devisi : Carangi Famili : Carangidae
Sub Famili : Caranginae Genus : Decapterus
Spesies : Decapterus russelli, Ruppel D. macrosoma, Bleeker
D. lajang, Bleeker D. Kurroides, Bleeker
D. maruadsi, Temminck dan Schlegel Nama Decapterus terdiri dari dua suku kata yaitu Deca artinya sepuluh dan
Pteron artinya sayap. Jadi Decapterus berarti ikan yang mempunyai sepuluh sayap. Nama ini berkaitan dengan layang yang berarti jenis ikan yang mampu bergerak
sangat cepat di air laut. Kecepatan tinggi ini memang dapat dicapai karena bentuknya seperti cerutu dan sisiknya halus. Selanjutnya dikatakan bahwa genus
marga ini mudah dibedakan dari 26 marga lainnya dalam suku Carangidae, karena mempunyai tanda khusus yaitu terdapat finlet di belakang sirip punggung dan sirip
dubur, mempunyai bentuk tubuh yang bulat memanjang dan pada bagian belakang garis sisi lateral line terdapat sisik-sisik berlengir lateral scute Burhanuddin et al.
1983 dalam Najamuddin 2004. Berikut ini deskripsi dari beberapa jenis ikan layang menurut Saanin 1984;
Nontji 1993 adalah sebagai berikut :
1.
Decapterus russelli Ruppell Decapterus russelli nama Indonesia disebut ikan layang dan nama daerah
khusus untuk Jawa disebut Benggol, Kerok, layang; JabarJakarta : Layang; Madura:
Kaban padara, Kaban patek, Lajeng rencek bulus, Rencek kaban, Rencek padara, Rencek patek ; Maluku Ambon : Momar merah ; Nusa Tenggara Timur : Layang.
Decapterus russelli mempunyai badan memanjang, agak gepeng. Dua sirip punggung, sirip punggung pertama berjari-jari 9 1 meniarap + 8 biasa, sirip
punggung kedua berjari-jari keras 1 dan 30 – 32 lemah. Sirip dubur berjari-jari keras 2 lepas dan 1 bergabung dengan 22 – 27 jari-jari sirip lemah. Baik dibelakang sirip
punggung kedua dan dubur terdapat 1 jari-jari sirip tambahan finlet. Termasuk pemakan plankton invertebrata.
Hidup di perairan lepas pantai, kadar garam tinggi, membentuk gerombolan besar. Dapat mencapai panjang 30 cm umumnya 20 – 25 cm. Warna biru kehijauan,
hijau pupus bagian atas, putih perak bagian bawah. Sirip-siripnya abu-abu kekuningan atau pucat dan satu totol hitam terdapat pada tepian atas penutup
insang Gambar 2.
Sumber : Balai Penelitian Perikanan Laut 1992
Gambar 2 Ikan layang Decapterus russelli
2.
Decapterus macrosoma Bleeker Decapterus macrosoma nama Indonesia disebut ikan layang dan nama
daerah khusus untuk Jawa disebut benggol deles, layang deles, layang lidi, luncu; Jawa BaratJakarta : layang deles; Madura : bulus blanseng, Kaban bulus: bawean :
Bulus ; Muna-Buton : Lada Seram : Iya biya; Ambon : momar, momol, momare, kela mahu; Saparua : momar papeda; Nusa Tenggara Timur : layang.
Decapterus macrosoma mempunyai badan memanjang,seperti cerutu. Badan sepintas lalu seperti tongkol. Sirip punggung pertama berjari-jari keras 8; sirip
punggung kedua berjari-jari keras 1 dan 32 – 35 lemah. Sirip dubur berjari-jari keras 2 lepas, 1 jari-jari keras bergandeng dengan 26 – 30 jari-jari lemah. Di belakang
sirip punggung kedua dan dubur terdapat 1 jari-jari sirip tambahan finlet. Terdapat 25 – 30 sisik duri pada garis sisinya.
Termasuk pemakan plankton kasar. Hidup bergerombol di perairan lepas pantai, daerah-daerah pantai laut dalam, kadar garam tinggi. Dapat mencapai
panjang 40 cm, umumnya 25 cm. Warna biru kehijauan bagian atas, putih perak bagian bawah. Sirip-siripnya kuning pucat atau kuning kotor. Satu totol hitam pada
bagian atas penutup insang, dan pangkal sisip dada Gambar 3.
Sumber : Balai Penelitian Perikanan Laut 1992
Gambar 3 Ikan layang Decapterus macrosoma
3.
Decapterus macarellus Cuvier Decapterus macarellus nama Indonesia disebut ikan malalugis biru. Jari-jari
sirip terdiri dari D VIII; I, 31 – 37, A. II; I, 27 – 31, GR 9 – 31 + 31 – 39. Mempunyai tubuh memanjang dan ramping; sirip punggung pendek, tidak sampai melebihi garis
vertical dari ujung posterior duri-duri perut; garis lateral terdiri dari 68 – 79. Sisik berbentuk kurva, 19 – 33 sisik berbentuk lurus diikuti dengan 23 – 32 scute; tidak
mempunyai gigi pada rahang atas, membran sub spesifik rahang atas berwarna putih; ujung rahang atas berbentuk lurus dan jaringan adipose mata berkembang
dengan baik. Berwarna biru metalik sampai kehitaman pada bagian atas, putih keperakan pada bagian bawah, terdapat bintiknoda hitam kecil pada garis tepi
operkulum. Sirip ekor berwarna kuning kehitaman, sedang sirip lainnya berwarna putih kehitaman. Panjang tubuh bisa mencapai 28 cm.
4.
Decapterus kurroides Bleeker Jari-jari sirip terdiri dari D VIII, I, 28 – 30, A. II; I 22 – 26, GR 9 – 12 + 26 –
32. Mempunyai tubuh memanjang dan sedikit gepeng. Jaringan adipose menutup seluruh mata dan terdapat sebuah celah. Sisik berada diatas kepala dan menyebar
mendekati garis tepi anterior mata. Sirip dada memanjang mendekati sebuah garis vertikal dari sirip dorsal lemah. Rahang atas dengan rangkaian gigi, rahang bawah
memiliki sederatan gigi yang tidak teratur. Lateral line melengkung kebawah didepan terdapat 47 – 55 scute pada bagian yang lurus. Badan bagian atas berwarna biru
kehijauan dan bagian bawah berwarna putih keperak-perakan. Terdapat satu bintik noda hitam pada garis tepi operkulum. Sirip ekor berwarna merah, spinous dorsal
dan sirip dorsal lemah kadang-kadang berwarna kehitaman, sedangkan sirip lainnya berwarna putih. Panjang tubuh mencapai 17 cm.
2.2
Daerah Distribusi Ikan Layang Decapterus spp
Penyebaran ikan layang sangat luas di dunia. Jenis-jenis ikan ini mendiami perairan tropis dan sub tropis di Indo-Pasifik dan Lautan Atlantik. Walaupun jenis
ikan ini hidup di wilayah yang luas, namun setiap jenis mempunyai wilayah sebaran tertentu . Ikan layang di Perairan Indonesia terdapat 5 jenis ikan layang yakni
Decapterus russelli, Decapterus kurroides, Decapterus lajang, Decapterus macrosoma dan Decapterus maruadsi. Namun dari kelima spesies tersebut hanya
Decapterus russelli yang mempunyai daerah sebaran yang luas di Indonesia mulai dari Kepulauan Seribu hingga Bawean dan Pulau Masalembo. Decapterus lajang
senang hidup di perairan dangkal seperti di Laut Jawa termasuk Selat Sunda, Selat Madura, dan Selat Bali, Ambon dan Ternate.
Decapterus macrosoma banyak dijumpai di Selat Bali, Laut Banda, Selat Makasar dan Sangihe.
Ikan layang Deles Decapterus macrosoma Ruppell termasuk dalam kelompok ikan pelagis kecil yang sudah dieksploitasi secara intensif
di perairan Selat Makassar. Decapterus kurroides terdapat di Selat Bali, Labuhan dan Pelabuhan Ratu. Decapterus maruadsi termasuk ikan yang berukuran besar,
hidup di laut dalam seperti di Laut Banda. Ikan ini tertangkap pada kedalaman 100 meter atau lebih Gafa et al. 1993; Nontji 1993.
Layang Decapterus spp terutama terkonsentrasi di perairan utara Jawa, utara dan selatan Sulawesi. Daerah penyebarannya mulai dari barat Sumatera,
selatan Jawa, timur Kalimantan, Nusa Tenggara, selatan dan barat Kalimantan, Maluku dan Irian Jaya Direktorat Jenderal Perikanan 1997. Jenis dan daerah
penyebaran ikan layang di perairan Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1. 8
Tabel 1 Jenis dan daerah penyebaran ikan layang Decapterus spp di perairan Indonesia
No. Jenis Ikan
Daerah Penyebaran 1.
Decapterus russelli Kepulauan Seribu hingga Bawean
dan Pulau Masalembo 2.
Decapterus kurroides Selat Bali, Labuhan dan Pelabuhan
Ratu 3.
Decapterus lajang Laut Jawa Selat Sunda, Selat
Madura dan Selat Bali, Selat Makassar, Ambon dan Ternate
4. Decapterus macrosoma
Selat Bali, Selat Makassar dan Sangihe
5. Decapterus maruadsi
Laut Banda
2.3
Alat Tangkap Ikan Pelagis Kecil
2.3.1 Purse seine pukat cincin Alat tangkap purse seine atau pukat cincin adalah jaring yang umumnya
berbentuk empat persegi panjang, dilengkapi dengan tali kerut yang dilewatkan melalui cincin yang diikatkan pada bagian bawah jaring tali ris bawah, sehingga
dengan menarik tali kerut bagian bawah jaring dapat dikuncupkan dan jaring akan berbentuk seperti mangkok Baskoro 2002. Disebut pukat cincin karena alat
tangkap ini dilengkapi dengan cincin. Fungsi cincin dan tali keruttali kolor ini penting terutama pada waktu pengoperasian jaring Gambar 4 . Adanya tali kerut tersebut
jaring yang semula tidak berkantong bandingkan dengan jaring payang seine net akan terbentuk kantong pada tiap akhir penangkapan ikan Subani dan Barus 1989.
Menurut Brandt 1984 purse seine dibentuk dari dinding jaring yang sangat panjang, biasanya tali ris bawah leadline sama atau lebih panjang daripada tali ris
atas floatline. Floatline memuat rangkaian pelampung float yang menjaga posisi jaring agar tetap berada di permukaan air. Leadline adalah tali ris bawah yang
merangkai kumpulan pemberat sinker yang terbuat dari timah sehingga memungkinkan jaring untuk melebar secara vertikal dengan maksimal. Pada pukat
cincin mata, jaring hanya berfungsi sebagai penghadang gerak ikan, bukan penjerat seperti pada gillnet Ayodhyoa 1981.
Pukat cincin yang kurang lebih sejenis di Indonesia sudah sejak lama dikenal walaupun dengan nama dan konstruksi yang sedikit berbeda, seperti pukat langgar,
pukat senangin, gae dan giob. Pukat cincin pertama kali diperkenalkan di pantai 9
utara Jawa oleh BPPL pada tahun 1970. Kemudian diaplikasikan 19731974 di Muncar dan berkembang pesat sampai sekarang Subani dan Barus 1989.
Sumber : Brandt 1984
Gambar 4 Unit penangkapan purse seine Baskoro 2002 menyatakan bahwa purse seine dioperasikan dengan cara
melingkari gerombolan ikan baik dengan menggunakan satu kapal ataupun dua unit kapal. Setelah gerombolan ikan terkurung, kemudian bagian bawah jaring dikerutkan
hingga tertutup dengan menarik tali kerut yang dipasang sepanjang bagian bawah melalui cincin.
Alat penangkapan ini ditujukan untuk menangkap gerombolan ikan permukaan pelagic fish. Tingkah laku ikan layang membentuk gerombolan dekat
dasar perairan pada siang hari dan mencari makan pada malam hari di permukaan perairan Jaiswar et al. 2001. Hasil tangkapan yang mendominasi hasil tangkapan
pukat cincin biasanya adalah jenis ikan layang yaitu antara Decapterus russelli dan Decapterus macrosoma Atmajaya dan Nugroho 2005.
Menurut Subani dan Barus 1989 umumnya perikanan purse seine di dunia menggunakan satu kapal. Ada dua tipe kapal purse seine, yaitu tipe Amerika dan tipe
Skandinavia Eropa. Kapal purse seine tipe Amerika mempunyai bridge anjungan dan ruang akomodasi pada bagian haluan. Kapal purse seine tipe Skandinavia
Eropa mempunyai bridge anjungan, dan ruang akomodasi di buritan. Kegiatan penurunan jaring dilakukan pada sisi kanan kapal starboart, sedangkan sisi kiri
kapal portside ditempati untuk ruang kemudi. 10
Alat penangkapan purse seine disimpan pada bagian buritan dan power block, biasanya terletak di sisi anjungan kapal Fyson 1985. Menurut Fridman 1986 jenis
purse seine yang dioperasikan dengan satu unit kapal memiliki kantong bunt yang terletak pada salah satu ujung jaring, sedangkan kantong bunt pada purse seine
yang manggunakan dua unit kapal terletak pada bagian tengah jaring 2.3.2 Jaring insang hanyut
Gill net sering diterjemahkan dengan istilah jaring insang atau jaring rahang dan lain-lain. Istilah Gill net didasarkan pada pemikiran bahwa ikan-ikan yang
tertangkap gill net terjerat pada bagian operculumnya pada bagian jaring. Penamaan gill net di Indonesia beraneka ragam, ada yang menyebutnya berdasarkan jenis ikan
yang tertangkap jaring koro, jaring udang dan sebagainya, ada pula disertai dengan nama tempat dan sebagainya Sudirman dan Mallawa 2003.
Salah satu jenis jaring insang adalah jaring insang hanyut drift gill net. Jaring insang hanyut adalah jaring insang yang pengoperasiannya dibiarkan hanyut
dibiarkan hanyut di perairan, baik itu dihanyutkan di permukaan perairan, kolom perairan atau dihanyutkan di dasar perairan Martasuganda 2005. Secara lebih
jelasnya gambar jaring insang hanyut dapat dilihat pada Gambar 5
Sumber : Martasuganda 2005
Gambar 5 Unit penangkapan jaring insang hanyut 11
Tertangkapnya ikan-ikan dengan gill net adalah dengan cara ikan tersebut terjerat gilled pada mata jaring ataupun terbelit entangled pada tubuh jaring. Pada
umumnya ikan-ikan yang menjadi tujuan penangkapan gill net adalah ikan-ikan yang bermigrasi secara horizontal dan bermigrasi secara vertilal tidak seberapa aktif.
Dengan kata lain, migrasi dari ikan-ikan tersebut terbatas pada suatu range layer- depth tertentu. Berdasarkan depth dari swimming layer ini lebar jaring dapat
ditentukan Sudirman dan Mallawa 2003. Jaring insang hanyut dapat digunakan untuk mengejar gerombolan ikan dan
merupakan suatu alat penangkap yang penting untuk perikanan laut bebas. Karena posisinya tidak ditentukan oleh jangkar, maka pengaruh dari kecepatan arus
terhadap kekuatan tubuh jaring dapat dilakukan atau gerakan jaring bersamaan dengan gerakan arus, sehingga besarnya tahanan dari jaring terhadap arus dapat
diabaikan Sudirman dan Mallawa 2003. 2.3.3 Bagan perahu
Bagan merupakan alat tangkap yang berasal dari daerah Sulawesi Selatan dan Tenggara, dan mulai diperkenalkan pertama kalinya oleh nelayan-nelayan
Makassar dan Bugis sekitar tahun 1950. Kemudian dalam tempo relatif singkat sudah dikenal hampir di seluruh daerah perikanan laut di Indonesia dan dalam
perkembangannya telah mengalami perubahan-perubahan bentuk Subani dan Barus 1989.
Menurut Brandt 1984, bagan merupakan alat tangkap yang diklasifikasikan ke dalam kelompok jaring angkat lift net. Dalam pengoperasiannya, jaring
diturunkan ke dalam perairan, kemudian diangkat secara vertikal. Penangkapan dengan bagan hanya dilakukan pada waktu malam hari, terutama pada saat gelap
bulan dengan menggunakan lampu sebagai alat bantu penangkapan Subani dan Barus 1989. Pengoperasian alat tangkap bagan menggunakan atraktor cahaya
light fishing sehingga tidak efisien apabila digunakan pada saat terang bulan purnama. Hal ini dikarenakan pada waktu terang bulan ikan-ikan cenderung
menyebar di dalam kolom perairan Gunarso 1984, sehingga fungsi cahaya sebagai atraktor tidak efisien bila dibandingkan saat gelap bulan. Oleh karena itu,
umumnya nelayan-nelayan bagan tidak melakukan operasi penangkapan pada saat terang bulan.
Menurut Subani 1989, lampu yang umum digunakan sebagai atraktor cahaya adalah lampu petromaks yang berkekuatan 250 – 400 lilin yang digantung di
atas permukaan perairan dengan jarak lebih kurang 1 meter. Bagan perahu boat lift net menggunakan dua buah perahu yang pada bagian depan dan belakang
dihubungkan dengan dua batang bambu sehingga berbentuk bujur sangkar sebagai tempat untuk menggantungkan jaringnya. Seperti juga rakit, bagan perahu ini dapat
berpindah tempat penangkapannya.
Sumber : Sudirman dan Mallawa 2003
Gambar 6 Unit penangkapan bagan perahu Operasi penangkapan dimulai pada saat matahari mulai terbenam. Terlebih
dahulu jaring diturunkan sampai pada kedalaman yang diinginkan. Selanjutnya lampu-lampu mulai dinyalakan untuk menarik perhatian ikan-ikan agar berkumpul di
bawah sinar lampu, maka jaring diangkat sampai berada di atas permukaan air dan hasil tangkapan tersebut diambil dengan menggunakan serok. Hasil tangkapan
bagan selain cumi-cumi Loligo spp juga jenis-jenis ikan seperti teri, layang, tembang, japuh, pepetek, selar, kerong-kerong, kapas-kapas, gulamah, biji nangka
dan sebagainya Subani 1989. 13
2.4
Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap
Pengembangan dapat diartikan sebagai suatu usaha perubahan dari suatu nilai kurang kepada sesuatu yang dinilai baik ataupun dari suatu yang sudah baik
menjadi lebih baik. Dengan kata lain pengembangan adalah suatu proses yang menuju pada suatu kemajuan. Usaha perikanan tangkap adalah kegiatan yang
bertujuan untuk memperoleh ikan di perairan dalam keadaan tidak dibudidayakan dengan maupun tanpa alat tangkap, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal
untuk menampung, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, mengolah, dan mengawetkan Alhidayat 2002.
Menurut Bahari 1989 mengatakan bahwa pengembangan usaha perikanan merupakan suatu proses atau kegiatan manusia untuk meningkatkan pendapatan
nelayan melalui penerapan teknologi yang lebih baik. Untuk menerapkan teknologi yang lebih baik, dapat dilakukan seleksi teknologi yang meliputi aspek ”bio-tecnico-
sosio-economic”. Menurut Haluan dan Nurani 1988, ada lima aspek yang harus dipenuhi suatu
teknologi penangkapan ikan yang akan dikembangkan, yaitu 1 Secara biologi tidak merusak atau menganngu kelestarian sumberdaya; 2 Secara teknis efektif
digunakan; 3 Secara sosial dapat diterima oleh nelayan; dan 4 Secara ekonomi bersifat menguntungkan. Satu aspek tambahan yang tidak dapat diabaikan yaitu
adanya izin dari pemerintah kebijakan atau peraturan pemerintah. Menurut Gardenia 2006 pengembangan usaha perikanan harus
mempertimbangkan aspek-aspek bio-technico-socio-approach. Oleh karena itu ada empat aspek yang harus diperhatikan dalam pengembangan suatu jenis alat
tangkap ikan yaitu :
1.
Aspek biologi, alat tangkap tidak merusak atau menganggu kelestarian sumberdaya.
2. Aspek teknis, alat tangkap yang digunakan efektif untuk menangkap ikan. 3. Aspek sosial, dapat diterima oleh masyarakat nelayan.
4. Aspek ekonomi, usaha tersebut bersifat menguntungkan. Apabila pengembangan perikanan di suatu wilayah perairan ditekankan pada
perluasan kesempatan kerja, menurut Monintja 1987 teknologi perlu dikembangkan adalah jenis unit penangkapan ikan yang relatif dapat menyerap banyak tenaga
kerja, dengan pendapatan per nelayan memadai. Selanjutnya dalam kaitannya dengan penyedian protein untuk masyarakat Indonesia, maka dipilih unit
penangkapan ikan yang memiliki produktivitas unit serta produktivitas nelayan pertahun yang tinggi, namun masih dapat dipertanggungjawabkan secara biologis
dan ekonomis.
2.5 Konsep Dasar Sistem Penangkapan Ikan Ramah Lingkungan