kaum disabilitas dalam pemilihan umum Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara tahun 2013 di Kota Medan.
E. Signifikansi Penelitian Signifikansi penelitian dalam penelitian ini adalah:
1. Secara akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan
berpikir dan khasanah ilmu politik khususnya ilmu yang terkait dengan permasalahan mengenai hak asasi manusia dan pemilihan umum.
2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
dan menjadi bahan masukan serta evaluasi bagi lembaga-lembaga terkait mengenai pemenuhan hak-hak kaum disabilitas dalam pemilihan umum.
3. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sarana untuk
mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh selama perkuliahan.
F. Kerangka Teori
1. Hak Asasi Manusia
Hak asasi manusia Fundamental rights diartikan sebagai hak-hak yang bersifat mendasar dan inheren dengan jati diri manusia secara universal.
8
8
Tom Campbel. 2001. Human Rights and the Partial Eclipse of Justice. London: Kluwer Academi Publisher. hal. 63.
Menurut Prof. Miriam Budiardjo dalam bukunya Dasar-dasar Ilmu Politik, hak asasi manusia adalah “Hak yang sangat mendasar atau asasi sifatnya, yang mutlak
diperlukan agar manusia dapat berkembang sesuai dengan bakat, cita-cita serta
Universitas Sumatera Utara
martabatnya. Hak ini juga dianggap universal, artinya dimiliki semua manusia tanpa perbedaan berdasarkan bangsa, ras, agama, atau jender”.
9
Cikal bakal konsep hak asasi manusia, khususnya di dunia barat terdapat dalam karangan beberapa filsuf abad ke-17, antara lain Jhon Locke 1632-1704
yang merumuskan beberapa hak alam natural rights yang dimiliki manusia secara alamiah. Dalam bukunya yang telah menjadi klasik, “The Second Treatise
of Civil Government and a Letter Concerning Toleration” Locke mengajukan sebuah postulasi pemikiran bahwa semua individu dikaruniai oleh alam hak yang
melekat atas hidup, kebebasan dan kepemilikan, yang merupakan milik mereka sendiri dan tidak dapat dicabut atau dipreteli oleh negara.
10
Melalui suatu ‘kontrak sosial’ social contract, perlindungan atas hak yang tidak dapat dicabut ini
diserahkan kepada negara. Tetapi, menurut Locke, apabila penguasa negara mengabaikan kontrak sosial itu dengan melanggar hak-hak kodrati individu, maka
rakyat di negara itu bebas menurunkan sang penguasa dan menggantikannya dengan suatu pemerintah yang bersedia menghormati hak-hak tersebut.
11
Konsep ini bangkit kembali seusai perang dunia II dengan dicanangkannya Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia Universal Declaration of Human Rights
oleh PBB pada tahun 1948. Walaupun sifatnya tidak mengikat secara yuridis, namun deklarasi ini ternyata mempunyai pengaruh moral, politik, dan edukatif.
Sebagai lambang “komitmen moral” dunia internasional pada perlindungan hak
9
Miriam Budiardjo. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. hal. 212.
10
John Locke, The Second Treatise of Civil Government and a Letter Concerning Toleration, dalam Rhona K. M. Smith, at.al. 2008. Hukum Hak Asasi Manusia. Yogyakarta: PUSHAM UII. hal. 29.
11
Ibid. hal. 30.
Universitas Sumatera Utara
asasi manusia deklarasi ini menjadi acuan di banyak negara dalam undang-undang dasar, undang-undang, serta putusan-putusan hakim.
12
Kemudian deklarasi ini dijabarkan kembali menjadi suatu perjanjian atau kovenan agar lebih mengikat yaitu pertama mencakup hak politik dan sipil, dan
yang kedua meliputi hak ekonomi, sosial, dan budaya. Pada tahun 1976 dua kovenan tersebut ditambah dengan optional protocol tentang pengaduan
perorangan, dinyatakan berlaku dengan diratifikasi oleh 35 negara. Naskah- naskah Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, dua kovenan serta dua Optional
Protocol dianggap sebagai satu kesatuan yang dinamakan Undang-Undang Internasional Hak Asasi Manusia International Bill of Human Rights.
Di masa berikutnya, beberapa negara di belahan dunia seperti Afrika dan Asia timbul beberapa piagam regional terkait masalah hak asasi manusia. Seperti
Piagam Afrika mengenai Hak Asasi Manusia dan Bangsa-bangsa African Charter on Human and Peoples Rights pada tahun 1981, Deklarasi Cairo
mengenai Hak Asasi Manusia dalam Islam Cairo Declaration on Human Rights in Islam pada tahun 1990 dan Bangkok Declaration pada bula April tahun 1993.
Di Indonesia, terkait dengan masalah hak asasi manusia relatif telah ditegaskan dari seluruh konstitusi undang-undang dasar yang berlaku di
Indonesia. Secara tegas konstitusi di Indonesia memberikan jaminan atas perlindungan hak asasi manusia secara baik. Adanya jaminan terhadap hak-hak
12
Miriam Budiardjo, op. cit., hal. 218-219.
Universitas Sumatera Utara
dasar setiap warga negara mengandung arti bahwa setiap penguasa dalam negara tidak dapat dan tidak boleh bertindak sewenang-wenang kepada
warganegaranya.
13
Dalam rangka melaksanakan ketetapan MPR Nomor XVII MPR 1998 pada tanggal 23 September 1999 diberlakukanlah Undang-Undang Nomor 39
Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Dalam Undang-Undang ini, pada pasal 1 disebutkan bahwa:
Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan
merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi
kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Di dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 yang merupakan payung hukum dari segala perundang-undangan di Indonesia yang menyangkut hak asasi
manusia ini, terdapat sepuluh materi muatan mengenai hak asasi manusia setiap warga negara yang diakui dan dijunjung tinggi tanpa adanya diskriminasi
didasarkan pada perbedaan atas dasar agama, ras, suku, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa dan keyakinan
politik seseorang. Materi tersebut adalah hak untuk hidup, hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan, hak mengembangkan diri, hak memperoleh keadilan, hak
atas kebebasan pribadi, hak atas rasa aman, hak atas kesejahteraan, hak turut serta dalam pemerintahan, hak wanita dan hak anak.
13
Sri Soemantri. 1992. Bunga Rampai Hukum Tata Negara Indonesia. Bandung: Alumni. hal. 74.
Universitas Sumatera Utara
2. Kaum Disabilitas
2. 1. Pengertian Disabilitas Berdasarkan laporan ESCAP The Economic and Social Commission for
Asia and the Pasific, bahwa setiap negara memiliki definisinya sendiri tentang disabilitas. Bahkan, di beberapa negara seperti Indonesia, setiap badan
pemerintahan memiliki istilah dan definisinya sendiri. Keragaman definisi membuat organisasi internasional seperti Disabled People’s International DPI
memutuskan untuk tidak mengadopsi atau membuat definisi untuk menghindari kemungkinan terjadi perselisihan dengan pihak lain. Namun, kini terjadi
perkembangan transisi dalam memandang disabilitas dari model medis ke model sosial. Model medis memandang disabilitas sebagai masalah kesehatan, sementara
model sosial memandang disabilitas sebagai hasil dari interaksi sosial. Kedua model ini tidak dapat didefinisikan secara terpisah karena disabilitas juga berakar
dari dan mempengaruhi kondisi kesehatan seseorang dan kedua model ini saling melengkapi.
14
Seperti definisi disabilitas berdasarkan Disability Discrimination Act DDA bahwa “Penyandang disabilitas merupakan seseorang yang memiliki gangguan
14
General Election Network For Disability Acces. Sekilas Tentang Disabilitas. 2013.
http:www2.agendaasia.orgindex.phpidinformasisekilas-tentang-disabilitas102-sekilas-tentang disabilitas .
diakses 13 Desember 2013, pukul 19.15 WIB.
Universitas Sumatera Utara
fisik atau mental yang memiliki efek samping yang besar dan jangka panjang pada kemampuannya untuk melaksanakan aktivitas normal sehari-hari”.
15
Terdapat kriteria penyandang disabilitas dalam Disability Discrimination Act DDA yaitu:
16
a. Mereka yang memiliki gangguan mental atau fisik.
b. Gangguan tersebut memiliki efek yang buruk pada kemampuan mereka
untuk melaksanakan kegiatan normal mereka sehari-hari. c.
Gangguan tersebut memiliki efek samping yang subtansial dan jangka panjang telah berlangsung selama 12 bulan atau lebih atau selama sisa
hidup seseorang.
World Health Organization WHO memiliki definisi sendiri mengenai disabilitas. Menurut WHO, disabilitas diartikan sebagai:
17
istilah umum yang memiliki gangguan fungsi tubuh atau struktur, keterbatasan aktifitas dan pembatasan partisipasi. Dalam hal ini meliputi
gangguan dalam fungsi tubuh atau struktur, pembatasan kegiatan adalah kesulitan yang dihadapi oleh individu dalam melaksanakan tugas atau
tindakan. Sedangkan pembatasan partisipasi adalah masalah yang dialami oleh seseorang individu dalam keterlibatannya dalam kehidupan sehari-hari.
Jadi disabilitas adalah fenomena yang kompleks yang mencerminkan interaksi antara bagian tubuh seseorang dan bagian dari masyarakat dimana
dia tinggal.
Di Indonesia, terdapat berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kaum disabilitas. Salah satunya adalah undang-undang mengenai
15
Disabled World. 23 Desember 2009. Definitions of Disability. http:www.disabledworld.comdefinitionsdisability-definitions.php
. diakses 14 Desember 2013, pukul
18.04 WIB.
16
Loc. cit.
17
Loc. cit.
Universitas Sumatera Utara
Penyandang Cacat yang tertuang pada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997. Pada pasal 1 disebutkan bahwa:
Penyandang cacat adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik danatau mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan
hambatan baginya untuk melakukan secara selayaknya, yang terdiri dari” :
a. Penyandang cacat fisik yaitu kecacatan yang mengakibatkan gangguan
pada fungsi tubuh, antara lain gerak tubuh, penglihatan, pendengaran, dan kemampuan bicara;
b. Penyandang cacat mental yaitu kelainan mental danatau tingkah laku,
baik cacat bawaan maupun akibat dari penyakit; c.
Penyandang cacat fisik dan mental yaitu seseorang yang menyandang dua jenis kecacatan sekaligus.
2. 2. Hak-Hak Kaum Disabilitas sebagai Pemilih di Dalam Pemilihan Umum. Penyandang cacat merupakan bagian masyarakat Indonesia yang juga
memiliki kedudukan, hak, kewajiban, dan peran yang sama. Dalam Undang- Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang cacat pada pasal 6 disebutkan
mengenai hak-hak yang dimiliki oleh penyandang cacat, yaitu: 1.
Pendidikan pada semua satuan, jalur, jenis, dan jenjang pendidikan. 2.
Pekerjaan dan penghidupan yang layak sesuai dengan jenis dan derajat kecacatan, pendidikan, dan kemampuannya.
3. Perlakuan yang sama untuk berperan dalam pembangunan dan
menikmati hasil-hasilnya. 4.
Aksesibilitas dalam rangka kemandiriannya. 5.
rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial dan,
6. hak yang sama untuk menumbuhkembangkan bakat, kemampu-an, dan
kehidupan sosialnya, terutama bagi penyandang cacat anak dalam lingkungan keluarga dan masyarakat.
Hak-hak kaum disabilitas juga tercantum pada Konvensi Mengenai hak-hak penyandang disabilitas atau Convention on The Rights of Persons with Disabilities
PBB yang disahkan pada tanggal 13 Desember 2006. Konvensi ini memberikan
Universitas Sumatera Utara
pandangan dan pemahaman baru dalam melindungi dan menjamin persamaan hak asasi manusia dan kebebasan individu kaum disbailitas. Dari sebelas negara di
Asia Tenggara, ada tujuh negara termasuk Indonesia menjadi salah satu Negara yang meratifikasi konvensi ini. Indonesia menandatangani konvensi tersebut pada
tanggal 30 Maret 2007 di New York. Berikut daftar negara di Asia tenggara yang menandatangani dan meratifikasi Konvensi Hak Penyandang Disabilitas CRPD:
Tabel 1.3 Daftar Negara di Kawasan Asia Tenggara yang Menandatangani dan Meratifikasi
Konvensi Hak Penyandang Disabilitas Negara
Penandatanganan Konvensi
Penandatanganan Protokol
Ratifikasi Konvensi
Ratifikasi Protokol
Brunei Darusalam
18 Desember 2007 -
- -
Cambodia 1 Oktober 2007
1 Oktober 2007 20
Desember 2012
-
Indonesia 30 Maret 2007
- 30
Novenber 2011
-
Laos 15 Januari 2008
- 25
September 2009
-
Malaysia 8 April 2008
- 19 Juli
-
Universitas Sumatera Utara
2010
Myanmar -
- 7 Desember
2011 -
Philipinnes 25 September
2007 -
15 April 2008
-
Singapore 30 November
2012 -
- -
Thailand 30 Maret 2007
- 29 Juli
2008 -
Timor Leste -
- -
- Vietnam
22 Oktober 2007 -
- -
Sumber: http:www2.agendaasia.orgindex.phpinformationdisability-in-asean
Konvensi tersebut memuat mengenai hak-hak penyandang disabilitas dan akan diambil langkah-langkah untuk menjamin pelaksanaan konvensi ini. Dengan
menandatangani CRPD, negara diwajibkan untuk menahan diri dari tindakan- tindakan yang akan mengalahkan objek dan tujuan dari CRPD tersebut. Oleh
karena itu, saat menandatangani perjanjian tidak berarti negara wajib mematuhi semua ketentuan CRPD, namun negara telah membuat komitmen untuk hak-hak
penyandang cacat. Ketika negara meratifikasi CRPD, mereka kemudian secara hukum terikat untuk mematuhi ketentuan-ketentuannya. Protokol Opsional
Universitas Sumatera Utara
memungkinkan Komite CRPD untuk memeriksa pengaduan individual berkaitan dengan dugaan pelanggaran CRPD oleh Negara-negara Pihak Protokol.
Sebagai Negara yang telah meratifikasi konvensi tersebut melalui Undang- Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang pengesahan Convention on the Rights of
Persons with Disabilities Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas, berarti Indonesia menunjukan kesungguhannya untuk menghormati, melindungi,
memenuhi, dan memajukan hak-hak penyandang disabilitas, yang pada akhirnya diharapkan dapat memenuhi kesejahteraan para penyandang disabilitas di
Indonesia. Hal ini diwujudkan antara lain dengan cara mengadopsi kebijakan atau peraturan perundang-undangan yang sesuai untuk implementasi dari hak-hak
penyandang disabilitas dalam konvensi ini dengan melibatkan penyandang disabilitas di dalam pembuatan kebijakan.
Tujuan dari dikeluarkannya konvensi ini adalah untuk memajukan, melindungi dan menjamin penikmatan penuh dan setara terhadap semua hak asasi
manusia dan kebebasan fundamental oleh semua penyandang disabilitas, dan untuk meningkatkan penghormatan atas martabat yang melekat pada mereka.
Penyandang disabilitas termasuk mereka yang memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual, atau sensorik dalam jangka waktu lama di mana ketika
berhadapan dengan berbagai hambatan, hal ini dapat menghalangi partisipasi penuh dan efektif mereka dalam masyarakat berdasarkan kesetaraan dengan yang
lainnya.
18
18
Lihat pasal 1, Convention on the Rights of Persons with Disabilities CRPD.
Universitas Sumatera Utara
Sehingga melalui konvensi tersebut, penyandang disabilitas diharapkan tidak lagi mengalami diskriminasi berdasarkan “disabilitas” yaitu dimana
terjadinya pembedaan, pengecualian, atau pembatasan atas dasar disabilitas yang bermaksud atau berdampak membatasi atau meniadakan pengakuan, penikmatan
atau pelaksanaan, atas dasar kesetaraan dengan yang lainnya terhadap semua hak asasi manusia dan kebebasan fundamental dalam bidang politik, ekonomi, sosial,
kebudayaan, sipil atau lainnya. Hal ini mencakup semua bentuk diskriminasi, termasuk penolakan atas pemberian akomodasi yang beralasan.
19
Dalam konvensi ini, terdiri dari 50 pasal yang mengandung prinsip-prinsip sebagai berikut :
1. Penghormatan pada martabat yang melekat, otonomi individu; termasuk
kebebasan untuk menentukan pilihan, dan kemerdekaan perseorangan. 2.
Nondiskriminasi. 3.
Partisipasi penuh dan efektif dan keikutsertaan dalam masyarakat. 4.
Penghormatan pada perbedaan dan penerimaan penyandang disabilitas sebagai bagian dari keragaman manusia dan kemanusiaan.
5. Kesetaraan kesempatan.
6. Aksesibilitas.
7. Kesetaraan antara laki-laki dan perempuan;
8. Penghormatan atas kapasitas yang terus berkembang dari penyandang
disabilitas anak dan penghormatan pada hak penyandang disabilitas anak untuk mempertahankan identitas mereka.
Terkait jaminan kehidupan berpolitik kaum disabilitas, dalam konvensi ini diatur mengenai hak-hak penyandang disabilitas, antara lain hak mendapatkan
aksesibilitas pasal 9 dan hak partisipasi dalam kehidupan politik dan publik pasal 29. Pada pasal 29 mengenai hak Partisipasi dalam kehidupan politik dan
publik disebutkan pada point a bahwa:
19
Loc. cit.
Universitas Sumatera Utara
Negara-Negara Pihak harus menjamin kepada penyandang disabilitas hak- hak politik dan kesempatan untuk menikmati hak-hak tersebut atas dasar
kesetaraan dengan yang lainnya dan akan mengambil langkah-langkah untuk :
a
Menjamin agar penyandang disabilitas dapat berpartisipasi secara efektif dan penuh dalam kehidupan politik dan publik atas dasar kesetaraan
dengan yang lainnya, secara langsung atau melalui perwakilan yang dipilih secara bebas, termasuk hak dan kesempatan bagi penyandang
disabilitas untuk memilih dan dipilih, antara lain dengan:
i. Memastikan bahwa prosedur, fasilitas, dan bahan-bahan pemilihan
bersifat layak, dapat diakses serta mudah dipahami dan digunakan; ii.
Melindungi hak penyandang disabilitas untuk memilih secara rahasia dalam pemilihan umum dan referendum publik tanpa intimidasi dan
untuk mencalonkan diri dalam pemilihan, untuk memegang jabatan serta melaksanakan seluruh fungsi publik dalam semua tingkat
pemerintahan, dengan memanfaatkan penggunaan teknologi baru yang dapat membantu pelaksanaan tugas;
iii. Menjamin kebebasan berekspresi dan keinginan penyandang
disabilitas sebagai pemilih dan untuk tujuan ini, bilamana diperlukan atas permintaan mereka, mengizinkan bantuan dalam pemilihan oleh
seseorang yang ditentukan mereka sendiri.
Hak untuk mendapatkan kemudahan dalam pemilihan umum di Indonesia sebagai pemilih bagi kaum disabilitas, selain telah tercantum pada Convention on
the Right Persons with Disabilities CRPD, juga telah diwujudkan dalam payung hukum nasional, salah satunya yaitu dalam Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD. • Pada pasal 142 disebutkan bahwa:
Selain perlengkapan pemungutan suara sebagaimana dimaksud pada ayat 1,untuk menjaga keamanan, kerahasiaan, dan kelancaran pelaksanaan
pemungutan suara dan penghitungan suara, diperlukan dukungan perlengkapan lainnya….yang dimaksud dengan ”dukungan perlengkapan
pemungutan suaralainnya” meliputi sampul kertas tanda pengenal KPPSKPPSLN, tanda pengenal TPSTPSLN, tanda pengenal saksi, karet
pengikat surat suara, lem, kantong plastik, ballpoint, gembok, spidol,
Universitas Sumatera Utara
formulir untuk berita acara dan sertifikat, sticker nomor kotak suara, tali pengikat alat pemberi tanda pilihan dan alat bantu tuna netra.
• Pada Pasal 156 disebutkan bahwa: 1.
Pemilih tuna netra, tuna daksa dan yang mempunyai halangan fisik lain saat memberikan suaranya di TPS dapat dibantu oleh orang lain atas
permintaan pemilih. 2.
Orang lain yang membantu pemilih dalam memberikan suaranya sebagaimana dimaksud pada ayat 1 wajib merahasiakan pilihan
pemilih. 3.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian bantuan kepada pemilih ditetapkan dengan peraturan KPU.
• Pada Pasal 164 disebutkan bahwa: 1.
Pemilih tuna netra, tuna daksa dan yang mempunyai halangan fisik lain saat memberikan suaranya di TPSLN dapat dibantu oleh orang lain atas
permintaan pemilih. 2.
Orang lain yang membantu pemilih dalam memberikan suaranya sebagaimana dimaksud pada ayat 1 wajib merahasiakan pilihan
pemilih. 3.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian bantuan kepada pemilih ditetapkan dengan peraturan KPU.
• Pada Pasal 295 disebutkan bahwa: Setiap orang yang bertugas membantu pemilih yang dengan sengaja
memberitahukan pililhan pemilih kepada orang lain sebagiamana dimaksud dalam pasal 165 ayat 2, dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 3 tiga bulan dan paling lama 12 dua belas bulan dan denda paling sedikit Rp.3.000.000.- dan paling banyak Rp.12.000.000.-
Universitas Sumatera Utara
2. 3. Aksesibilitas Bagi Kaum Disabilitas “Aksesibilitas adalah kemudahan yang disediakan bagi penyandang cacat
guna mewujudkan kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan”.
20
Aksesibilitas atau kemudahan dalam Convention on the Rights of Persons with Disabilities diatur pada pasal 9 dimana disebutkan bahwa:
Aksesibilitas terhadap fasilitas umum bukan saja merupakan hak bagi penyandang disabilitas semata namun juga akan memberikan kenyamanan
lebih bagi warga masyarakat pada umumnya.
Agar penyandang disabilitas mampu hidup secara mandiri dan berpartisipasi secara penuh dalam semua aspek kehidupan, Negara-Negara Pihak harus
mengambil kebijakan yang sesuai untuk menjamin akses bagi penyandang disabilitas, atas dasar kesetaraan dengan yang lainnya, terhadap lingkungan
fisik, transportasi, informasi, dan komunikasi, termasuk teknologi dan sistem informasi dan komunikasi, serta terhadap fasilitas dan layanan
lainnya yang terbuka atau tersedia untuk publik, baik di daerah perkotaan maupun pedesaan.
Dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat disebutkan mengenai aksesibilitas pada pasal 10, yaitu :
a. Kesamaan kesempatan bagi penyandang cacat dalam segala aspek
kehidupan dan penghidupan dilaksanakan melalui penyediaan aksesibilitas. b.
Penyediaan aksesibilitas dimaksudkan untuk menciptakan keadaan dan lingkungan yang lebih menunjang penyandang cacat dapat sepenuhnya
hidup bermasyarakat. c.
Penyediaan aksesibilitas sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 diselenggarakan oleh Pemerintah danatau masyarakat dan dilakukan secara
menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan.
Salah satu peraturan kebijakan pemerintah Indonesia terkait masalah aksesibilitas yaitu telah dikeluarkannya Keputusan Menteri Pekerjan Umum
20
Lihat pasal 1 Undang-Undang Negara Republik Indonesia, Nomor 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat.
Universitas Sumatera Utara
Republik Indonesia Nomor: 468 KPTS 1998 mengenai Persyaratan Teknis Aksesibilitas Pada Bangunan Umum dan Lingkungan. Dimana di dalamnya diatur
atau dapat dijadikan pedoman bagi pembangunan umum dan lingkungan semua bangunan pemerintahan, bangunan milik swasta dan fasilitas umum yang
dikunjungi atau digunakan penyandang disabilitas dengan asas kemudahan, kegunaan, keselamatan dan kemandirian untuk menghapus hambatan bagi
penyandang disabilitas. Sehingga tercipta suatu Design Universal yaitu suatu desain baik dalam produk, lingkungan, program dan pelayanan yang dapat
digunakan oleh semua orang, semaksimal mungkin, tanpa memerlukan suatu adaptasi atau desain khusus dimana tidak mengecualikan alat bantu bagi
kelompok penyandang disabilitas tertentu pada saat diperlukan. Harus kita ketahui bahwa penyandang disabilitas memiliki hambatan
arsitektural sesuai dengan derajat kecacatannya. Sehingga mereka tidak dapat merealisasikan kesamaan haknya sebagai warga masyarakat. Sesungguhnya para
penyandang disabilitas tidak mengharapkan dan tidak pula memerlukan lebih banyak hak daripada orang-orang pada umumnya. Mereka hanya menghendaki
agar dapat bergerak di dalam lingkungannya dengan tingkat kenyamanan, kemudahan dan keselamatan yang sama dengan warga masyarakat lainnya,
memperoleh kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam kehidupan yang normal, dapat semandiri mungkin dalam batas-batas kemampuannya. Tersedianya
bangunan dan fasilitas yang dapat diakses oleh semua orang merupakan persoalan kesamaan kesempatan dan keadilan sosial. Akses terhadap fasilitas-fasilitas umum
Universitas Sumatera Utara
merupakan hak, bukan pilihan semata.
21
Hambatan arsitektural yang dapat menghambat mereka terdiri dari tiga kategori kecacatan utama, yaitu:
22
1. Hambatan arsitektural bagi penyandang disabilitas fisik Tunadaksa.
Hambatan ini mencakup mereka yang menggunakan kursi roda, semiambulant, dan mereka yang memiliki hambatan manipulatoris yaitu
kesulitan gerak otot. Contohnya: Perubahan tingkat ketinggian permukaan yang mendadak seperti pada tangga atau parit, tidak adanya
pertautan landai antara jalan dan trotoar, tidak cukupnya ruang untuk lutut di bawah meja atau wastapel, tidak cukupnya ruang untuk berbelok,
lubang pintu dan koridor yang terlalu sempit, permukaan jalan yang renjul misalnya karena adanya bebatuan menghambat jalannya kursi
roda, pintu yang terlalu berat dan sulit dibuka, tombol-tombol yang terlalu tinggi letaknya, bergerak cepat melalui pintu putar atau pintu yang
menutup secara otomatis dan menutup terlalu cepat, tangga berjalan tanpa pegangan yang bergerak terlalu cepat.
2. Hambatan arsitektural bagi penyandang disabilitas sensoris alat indra
yang meliputi orang tunanetra dan tunarungu. Tunanetra adalah mereka yang tidak memiliki penglihatan sama sekali buta total hingga mereka
yang masih memiliki sisa penglihatan tetapi tidak cukup baik untuk dapat membaca tulisan biasa meskipun sudah dibantu dengan kaca mata.
21
Dr. Didi Tarsidi. 2008. Aksisibilitas Lingkungan Fisik Bagi Penyandang Cacat Upaya Menciptakan Fasilitas Umum dan Lingkungan yang Aksesibel Demi Kesamaan Kesempatan Bagi Penyandang Cacat untuk
Hidup Mandiri dan Bermasyarakat. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. hal. 3.
22
Ibid. hal.4-5
Universitas Sumatera Utara
Contoh hambatan bagi tunanetra, yaitu tidak adanya petunjuk arah atau ciri-ciri yang dapat didengar atau dilihat dengan penglihatan terbatas
yang menunjukkan nomor lantai pada gedung-gedung bertingkat, rintangan-rintangan kecil seperti jendela yang membuka ke luar atau
papan reklame yang dipasang di tempat pejalan kaki, cahaya yang menyilaukan atau terlalu redup, lift tanpa petunjuk taktual dapat diraba
untuk membedakan bermacam-macam tombol, atau petunjuk suara untuk menunjukkan nomor lantai. Sedangkan untuk tunarungu yaitu Para
tunarungu tidak mungkin dapat memahami pengumuman melalui pengeras suara di bandara atau terminal angkutan umum. Mereka juga
mengalami kesulitan membaca bibir di auditorium dengan pencahayaan yang buruk, dan mereka mungkin tidak dapat mendengar bunyi tanda
bahaya. 3.
Hambatan arsitektural untuk kecacatan intelektual tunagrahita. Para penyandang kecacatan intelektual akan mengalami kesulitan mencari
jalan di dalam lingkungan baru jika di sana tidak terdapat petunjuk jalan yang jelas dan baku.
Universitas Sumatera Utara
Aksesibilitas pada setiap pelaksanaan pemilihan umum merupakan hak setiap penyandang disabilitas. Untuk menciptakan pemilihan umum yang
aksesibel, diperlukan hal-hal sebagai berikut:
23
1. Hukum dan peraturan pemilu
Untuk membuat semua proses pemilu yang aksesibel, harus ada kerangka hukum yang memastikan bahwa setiap aspek aksesibilitas dalam pemilu
terpenuhi. Hukum tersebut mengatur pengadaan fasilitas untuk menciptakan pemilihan umum yang aksesibel dan bentuk sangsinya jika
terjadi pelanggaran.
2. Anggaran
Komisi pemilihan umum harus mengalokasikan anggaran untuk pengadaan akses di awal siklus pemilu.
3. Logistik
• Tempat pemungutan suara TPS harus berada di daerah yang datar dan pintu masuknya harus berukuran sekurang-kurangnya 90cm agar
pengguna kursi roda dapat masuk, keluar dan bergerak secara leluasa di dalam TPS. Jika TPS ditempatkan di gedung yang bertangga, maka
harus disediakan bidang landai.
• Untuk menjamin pemilih tunanetra bisa melakukan pemungutan suara secara rahasia, maka harus disediakan alat bantu disetiap TPS. Alat
bantu ini bisa berupa map yang terbuat dari bahan yang teraba atau tercetak dalam huruf braille. Surat suara kemudian kemudian
dimasukan kedalam map ini. Surat suara perlu diberi tanda agar pemilih tunanetra bisa mengetahui posisi surat suara.
4. Pelatihan petugas pemilu
Setiap petugas pemilu harus memahami hambatan yang dialami oleh penyandang disabilitas dalam pemilu yang tidak aksesibel dan bagaimana
menghilangkan hambatan tersebut. Buku panduan pelaksanaan untuk petugas KPPS harus memuat petunjuk tentang pelaksanaan pemungutan
suara bagi penyandang disabilitas dan penyandang disabilitas harus dilibatkan dalam satuan petugas KPPS dan KPU.
5. Voter materi pendidikan pemilih dan sosialisasi harus dibuat dalam
bentuk yang aksesibel. Contohnya, harus ada penerjemah bahasa isyarat dalam iklan layanan masyarakat di televisi, iklan tercetak juga harus
tersedia dalam bentuk braille dan bentuk yang mudah dibaca.
6. Pendaftaran pemilih
23
General Election Network for Disability Access. Pemilu yang Aksesibel.
http:www2.agendaasia.orgindex.phpidpemilu-dan-disabilitaspemilu-yang-aksesibel107-pemilu-yang- aksesibel
. diakses pada tanggal 24 Januari 2014 pukul 22.22 WIB.
Universitas Sumatera Utara
Dalam tahap ini, semua warga yang memiliki hak pilih harus terdaftar. Pusat pendaftaran pemilih harus ditempatkan di gedung yang aksesibel
dan materi pendaftaran harus tersedia dalam bentuk yang aksesibel. Di beberapa Negara, penyandang disabilitas dapat menyebutkan jenis
akomodasi yang mereka perlukan untuk melakukan pemungutan suara sehingga komisi pemilihan umum setempat bisa membuat perencanaan
untuk pengadaan fasilitas yang diminta.
7. Hari pemungutan suara
Kemungkinan ada penyandang disabilitas yang enggan melakukan pemungutan suara karena pengalaman tdak mengenakan yang mereka
alami sebelumnya. Petugas pemilu harus mendorong semua orang untuk datang ke TPS dan menjalankan hak pilih mereka. Pemantau bisa
membantu mengamati kondisi akses dalam pemilu. Hasil temuannya bisa digunakan untuk meninjau kondisi akses yang ada dan apa saja yang bisa
diperbaiki.
8. Pengaduan
Jika terjadi pelanggaran selama hari pemungutan suara, penyandang disabilitas perlu didorong untuk menyampaikan pengaduannya ke komisi
pemilihan umum. Proses pengaduan harus bisa diakses oleh penyandang disabilitas.
9. Evaluasi
Komisi pemilihan umum harus mengadakan evaluasi setelah pemiliu selesai dan menelaah mana yang sudah terlaksana dengan baik dan mana
yang perlu diperbaiki dalam pemilu berikutnya. Penyandang disabilitas dan pemantau pemilu perlu memberikan masukan dalam evaluasi ini.
3. Penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah Terdapat beberapa pilar yang menjadi prasyarat berjalannya sistem politik
demokrasi, yaitu:
24
1. Adanya penyelenggaraan pemilu yang bebas dan berkala.
2. Adanya pemerintahan yang terbuka, akuntabel dan responsif.
3. Adanya perlindungan terhadap HAM.
4. Berkembangnya civil society dalam masyarakat.
P. Anthonius Sitepu, dalam bukunya Studi Ilmu Politik, menyebutkan bahwa “Penyelenggaraan pemilu yang bebas dan berkala menjadi prasyarat sistem
24
Komisi Pemilihan Umum. 2010. Modul Pemilu Untuk Pemula. Jakarta: Komisi Pemilihan Umum. hal. 1.
Universitas Sumatera Utara
politik demokrasi. Pemilhan umum general election diakui secara global, diartikan sebagai sebuah arena untuk membentuk demokrasi perwakilan serta
menggelar pergantian pemerintahan secara berkala.”
25
Penyelenggaraan pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2004 secara langsung telah mengilhami dilaksanakannya pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah Pilkada secara langsung pula. Hal ini didukung pula dengan semangat otonomi daerah yang telah digulirkan pada tahun 1999. Oleh karena itulah, sejak
tahun 2005, telah diselenggarakan Pilkada secara langsung, baik di tingkat provinsi maupun kabupatenkota. Penyelenggaraan ini diatur dalam Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang menyebutkan bahwa “Kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon
yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil”.
26
Penyelenggara Pemilihan Umum di Provinsi dan KabupatenKota adalah lembaga yang menyelenggarakan Pemilu untuk kepala daerah dan wakil kepala
daerah secara langsung oleh rakyat yaitu Komisi Pemilihan Umum Provinsi atau KabupatenKota yang merupakan lembaga yang bersifat nasional, tetap dan
mandiri. Hal tersebut termuat dalam pasal keempat Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2005 yang menyebutkan bahwa:
27
25
P. Anthonius Sitepu. 2012. Studi Ilmu Politik. Yogyakarta: Graha Ilmu. hal. 177.
26
Komisi Pemilihan Umum, op. cit., hal. 16.
27
Lihat pasal 4 PP Nomor 17 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
Universitas Sumatera Utara
Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur diselenggarakan oleh KPUD. Dalam penyelenggaraannya, KPUD Provinsi menetapkan KPUD kabupaten
Kota sebagai bagian pelaksanaan tahapan penyelenggaraan pemilihan. Pemilihan tersebut dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas
langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.
G. Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan-peraturan yang terdapat dalam suatu penelitian. Ditinjau dari sudut
filsafat, metodologi penelitian merupakan epistemologi penelitian, yaitu yang menyangkut bagaimana kita mengadakan penelitian.
28
1. Jenis Penelitian Metode penelitian dalam
penelitan ini adalah:
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan jenis penelitian deskriptif Kualitatif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk
menggambarkan secara cermat karakteristik dari fakta-fakta individu, kelompok atau keadaan, dan untuk menentukan frekuensi sesuatu yang terjadi. Penelitian
jenis ini dimaksudkan untuk memberikan deskripsi yang seteliti mungkin tentang manusia atau suatu keadaan.
29
28
Prof. Dr. Husaini Usman, M.Pd., M.T dan Purnomo Setiady Akbar, M.Pd. 2009. Metodologi Penelitian Sosial, Jakarta: Bumi Aksara. hal. 41.
Jenis penelitian ini digunakan karena dalam penelitian ini, peneliti ingin menggambarkan mengenai keadaan pemenuhan hak-
hak kaum disabilitas dalam pemilihan umum Gubernur dan wakil Gubernur Sumatera Utara tahun 2013 di Kota Medan kemudian menyajikannya secara
lengkap.
29
Ibid. hal. 58
Universitas Sumatera Utara
2. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kota Medan dengan pertimbangan bahwa kota
Medan memiliki angka populasi kaum disabilitas yang cukup tinggi yaitu sebanyak 2011 jiwa
30
3. Jenis dan Sumber Data dengan klasifikasi kecacatan berbeda-beda dan segala
usia. Selain itu, pertimbangan lain adalah karena peneliti bertempat tinggal di Kota medan sehingga akan lebih mudah bagi peneliti dalam mendapatkan data-
data yang terkait dengan bahasan penelitian.
Jenis dan sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini dijabarkan sebagai berikut :
• Jenis Data: Jenis Data yang dipakai dalam penelitian ini adalah data yang bersifat
kualitatif. Data kualitatif adalah data yang tidak berupa angka-angka, melainkan dalam bentuk deskripsi berupa berbagai keterangan menyangkut
hal-hal yang bertalian dengan materi penelitian ini seperti misalnya penyajian data dalam kerangka teori dan menyangkut pemenuhan hak kaum
disabilitas dalam pemilihan umum dan seterusnya. Data berupa angka hanya pada data jumlah kaum disabilitas dan kemudian dideskripsikan.
30
Kementerian Sosial Republik Indonesia, “Rekapitulasi Jumlah Cacat Berdasarkan Jenis Kesulitan Gangguan”,
http:simcat.depsos.go.id , diakses tanggal 2 Januari 2014 pukul 14.05 WIB.
Universitas Sumatera Utara
• Sumber Data Sumber data yang di pakai dalam penelitian ini bersumber dari data primer
dan data sekunder. Data primer yaitu data yang langsung diperoleh dari sumber data pertama dari lokasi penelitian baik berupa hasil daftar
pertanyaan berupa wawancara secara bebas terpimpin dengan pihak-pihak terkait dengan pembahasan pada penelitian ini. Sedangkan data sekunder,
yaitu data yang diperoleh bukan dari sumber langsung tetapi data yang telah dikumpulkan oleh orang atau instansi lain. Data ini berupa data yang berasal
dari buku, dokumen, jurnal, berita dan sebagainya.
4. Teknik Pengumpulan Data Untuk memperoleh data yang relevan, akurat, dan mampu menjawab
permasalahan secara objektif, maka digunakan beberapa teknik yang sesuai dengan sifat dan jenis data yang ada. Penelitian ini dilakukan melalui penelitian
lapangan field research dan penelitian kepustakaan library research. Pada penelitian lapangan, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah
Wawancara. Wawancara dalam penelitian ini merupakan wawancara bebas terpimpin. Dimana menurut Iin Tri Rahayu, model wawancara bebas terpimpin
yaitu diartikan sebagai wawancara yang menggunakan pedoman wawancara
Universitas Sumatera Utara
daftar pertanyaan namun berupa kalimat-kalimat yang tidak permanen atau mengikat.
31
Wawancara pada penelitian ini dilakukan dengan beberapa informan dengan metode penetapan Purpossive sampling dan Snowball sampling. Metode
Purpossive sampling merupakan metode penetapan sampel informan dengan berdasarkan kriteria-kriteria tertentu yang disesuaikan dengan informasi yang
dibutuhkan, sedangkan snowball sampling yaitu metode penetapan sampel dengan tidak menentukan jumlahnya, tetapi wawancara dilakukan sampai dapat diambil
sebuah kesimpulan dari jawaban semua sampel yang telah diwawancarai untuk menjawab masalah penelitian ini. Adapun yang menjadi narasumber dalam
penelitian ini diantaranya sebagai berikut : • Kasubag. Bidang Teknis dan Hubungan Masyarakat KPUD Kota Medan,
yaitu Bapak Karnomaen Purba. • Kepala Seksi Rehabilitasi Dinas Sosial Kota Medan, yaitu Ibu Deli
Marpaung, SH. • Ketua DPP Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia PPDI Provinsi
Sumatera Utara, yaitu Bapak Sir Jhon. • Ketua 1 DPD Persatuan Tunanetra Indonesia PERTUNI Provinsi
Sumatera Utara, yaitu Bapak Saiful Bakri Daulay, SH. • Ketua Persatuan Tunanetra Indonesia PERTUNI kota Medan, yaitu
Bapak Mardison Tanjung.
31
Iin Tri Rahayu dan Tristiadi Ardi Ardani. 2004. Observasi Dan Wawancara. Malang: Bayu media publishing. hal.79.
Universitas Sumatera Utara
• Ketua Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia HWDI Sumatera Utara, yaitu Ibu Dra. Jenni Heryani.
• Ketua Pusat Pemilihan Umum Penyandang Cacat PPUA-PENCA Sumatera Utara, yaitu Bapak Drs. Samaun.
• Beberapa orang penyandang tunanetra yang menggunakan hak pilihnya dalam pemilihan umum Gubernur dan wakil Gubernur Sumatera Utara
2013 di Kota Medan. Sedangkan penelitian kepustakaan yang dilakukan adalah dengan melakukan
penelaan berbagai sumber kepustakaan seperti buku, perundang-undangan, berita dan laporan-laporan yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian.
5. Teknik Analisis Data
Dalam menganalisis data pada penelitian ini, penulis menggunakan teknik analisis data kualitatif. Metode kualitatif dapat didefinisikan sebagai prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif yang berupa ucapan, tulisan dan perilaku yang diamati. Teknik analisa data dalam penelitian ini dimulai dari
proses pengumpulan data kemudian data yang telah dikumpulkan digambarkan dan dianalisis. Kemudian dari hasil analisis data tersebut, dibuatlah suatu
kesimpulan dari jawaban permasalahan dalam penelitian ini.
Universitas Sumatera Utara
H. Sistematika Penulisan