Indeks Kompas100, menggunakan 100 emiten yang dipilih berdasarkan Indeks BISNIS-27, menggunakan 27 emiten yang dipilih berdasarkan Indeks PEFINDO25, menggunakan 25 emiten yang dipilih berdasarkan Sejarah Pasar Modal Indonesia

ditetapkan oleh BEI yang disebut JASICA Jakarta Stock Exchange Industrial Classification .

4. Indeks LQ-45, terdiri dari 45 saham yang dipilih setelah melalui beberapa

kriteria sehingga indeks ini terdiri dari saham-saham yang mempunyai likuiditas yang tinggi dan juga mempertimbangkan kapitalisasi pasar dari saham-saham tersebut.

5. Jakarta Islamic Index JII, terdiri dari 30 saham yang sesuai dengan

syariah Islam. Dewan Pengawas Syariah PT. DIM Danareksa Investment Management terlibat dalam menetapkan kriteria saham-saham yang masuk dalam JII.

6. Indeks Papan Utama Main Board IndexMBX, diperuntukkan bagi

perusahaan dengan track record yang baik.

7. Indeks Papan Pengembang Development Board IndexDBX, untuk

mengakomodasi perusahaan-perusahaan yang belum bisa memenuhi persyaratan Papan Utama, tetapi masuk pada kategori perusahaan berprospek. Disamping itu Papan Pengembang diperuntukkan bagi perusahaan yang mengalami restrukturisasi atau pemulihan performa.

8. Indeks Kompas100, menggunakan 100 emiten yang dipilih berdasarkan

pertimbangan likuiditas dan kapitalisasi pasar, dengan kriteria-kriteria yang telah ditentukan.

9. Indeks BISNIS-27, menggunakan 27 emiten yang dipilih berdasarkan

kriteria tertentu dan merupakan kerja sama antara PT Bursa Efek Indonesia dengan Harian Bisnis Indonesia

10. Indeks PEFINDO25, menggunakan 25 emiten yang dipilih berdasarkan

kriteria tertentu dan merupakan kerja sama antara PT Bursa Efek Indonesia dengan lembaga rating PEFINDO

11. Indeks SRI-KEHATI, menggunakan 25 emiten yang dipilih berdasarkan

kriteria tertentu dan merupakan kerja sama antara PT Bursa Efek Indonesia dengan Yayasan KEHATI. Dari berbagai jenis indeks harga saham tersebut, dalam penelitian ini hanya menggunakan indeks harga saham gabungan IHSG sebagai obyek penelitian karena IHSG merupakan proyeksi dari pergerakan seluruh saham biasa dan saham preferen yang tercatat di BEI. Indeks Harga Saham Gabungan pertama kali diperkenalkan pada tanggal 1 April 1983 sebagai indikator pergerakan harga semua saham yang tercatat di Bursa Efek Jakarta sekarang Bursa Efek Indonesai, baik saham biasa maupun saham preferen. Pandji Anoraga dan Piji 2001:100-104 mengatakan, secara sederhana yang disebut dengan indeks harga adalah suatu angka yang digunakan untuk membandingkan suatu peristiwa dengan peristiwa lainnya. Demikian juga dengan indeks harga saham, indeks disini akan membandingkan perubahan harga saham dari waktu ke waktu. Apakah suatu harga saham mengalami penurunan atau kenaikan dibandingkan dengan suatu waktu tertentu. Seperti dalam penentuan indeks lainnya, dalam pengukuran indeks harga saham kita memerlukan juga dua macam waktu, yaitu waktu dasar dan waktu yang berlaku. Waktu dasar akan dipakai sebagai dasar perbandingan, sedangkan waktu berlaku merupakan waktu dimana kegiatan akan diperbandingkan dengan waktu dasar. Pergerakan nilai indeks akan menunjukkan perubahan situasi pasar yang terjadi. Pasar yang sedang bergairah atau terjadi transaksi yang aktif, ditunjukkan dengan indeks harga saham yang mengalami kenaikan. Kondisi inilah yang biasanya menunjukkan keadaan yang diinginkan. Keadaan stabil ditunjukkan dengan indeks harga saham yang tetap, sedangkan yang lesu ditunjukkan dengan indeks harga saham yang mengalami penurunan. Untuk mengetahui besarnya Indeks Harga Saham Gabungan, digunakan rumus sebagai berikut Anoraga dan Pakarti, 2001: 102: Sehingga dapat disimpulkan bahwa Indeks Harga Saham adalah suatu indeks yang merupakan nilai komulatif dari beberapa saham yang diperdagangkan di bursa efek, yang dapat digunakan untuk melihat perbandingan atau pergerakan suatu kegiatan. Dalam hal ini, peneliti menganalisis pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan sehingga dapat dikatakan bahwa peneliti menganalsis pergerakan indeks harga saham seluruh industri yang go public di BEI secara komulatif.

C. Gross Domestic Product GDP

Gross Domestic Product GDP atau Produk Domestik Bruto PDB merupakan jumlah produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit- unit produksi di dalam batas wilayah suatu negara domestik selama satu tahun. Dalam perhitungan PDB ini, termasuk juga hasil produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan atau orang asing yang beroperasi di wilayah negara yang bersangkutan. Barang-barang yang dihasilkan termasuk barang modal yang belum diperhitungkan penyusutannya, karenanya jumlah yang didapatkan dari PDB dianggap bersifat bruto kotor. Produk domestik bruto adalah ukuran produksi total barang dan jasa didalam suatu perekonomian. PDB yang tumbuh dengan cepat menunujukan perekonomian yang berkembang dengan peluang yang berlimpah bagi perusahaan untuk meningkatkan penjualan Bodie Kane, Marcus, 2006:177. Produk Domestik Produk PDB mengukur pendapatan setiap orang dalam perekonomian dan pengeluaran total terhadap output barang dan jasa perekonomian Mankiw, 2003:16. “Gross domestic product is the total value of all final goods and services produced in a given year. GDP includes all goods and services produced by either citizen- supplied or foreign- supplied resources employed within the country” Mc Connel Brue, 2005:12. “Gross Domestic Product is the value of final goods and services produced in the country within a given period ”Dornbusch,dkk, 2004:22 Menurut Todaro 2009: 46, “Gross Domestic Product measure the total value for final use of output produced by an economy, by both resident and non resident.” “Gross Domestic Product GDP is the most comprehensive measure of a nation’s total output of good and services it is the sum of the dollar values of Consumption C, gross Invesment I, government purchases of goods and services G, and net Export X produced withing a nation during a given year”. Samuelson Nordhaus, 2005:424. Menurut Sadono Sukirno 2000:33-34 Produk Domestik Bruto adalah nilai barang-barang dan jasa-jasa yang diproduksikan didalam negara tersebut dalam satu tahun tertentu. Dapat disimpulkan bahwa PDB didefinisikan sebagai nilai seluruh barang dan jasa dalam satuan uang. Dalam menghitung nilai tersebut sekian dollar, atau sekian rupiah, biasanya para ahli ekonomi menggunakan patokan harga pasar market price yang berlaku dari barang dan jasa. Namun harga senantiasa berubah karena inflasi membuat harga lebih tinggi dari tahun ke tahun. Dengan demikian harga merupakan ukuran yang kurang akurat. Masalah harga-harga yang selalu berubah merupakan masalah yang harus dipecahkan oleh para ekonom manakala mereka menggunakan uang sebagai tolak ukur. Dengan demikian diperlukan ukuran yang lebih akurat guna menghitung tingkat output dan pendapatan nasional. Biasanya para ahli ekonomi tadi menggunakan tolak ukur indeks harga price index, yakni harga rata-rata atas sejumlah barang. Dengan demikian maka PDB dapat dihitung berdasarkan dua harga yang telah ditetapkan pasar yaitu : 1. PDB Nominal PDB nominal adalah nilai barang-barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu negara dalam periode tertentu berdasarkan harga yang berlaku pada periode tersebut. PDB nominal disebut juga GDP at current Price PDB harga berlaku. 2. PDB Riil Sedangkan PDB riil adalah nilai barang-barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu negara dalam periode tertentu, berdasarkan harga yang berlaku pada suatu tahun tertentu yang dipakai dasar untuk dipergunakan seterusnya dalam menilai barang-barang dan jasa yang dihasilkan pada periodetahun berikutnya. Dalam penelitian ini menggunakan data PDB Rill sebagai variabel yang akan diteliti. PDB riil disebut juga GDP at Constant Price. Salah satu metode untuk mengukur GDP adalah melalui pendekatan pengeluaran expenditure approach. Metode ini diperkenalkan oleh seorang pakar ekonomi terkemuka asal Inggris yaitu John Maynard Keynes dalam bukunya The General Theory of Employment, Interest and Money New York: Harcourt, Brace, and World , 1936. Menurut Keynes, GDP terbentuk dari empat faktor yang secara positif mempengaruhinya. Keempat faktor tersebut adalah konsumsi C, investasi I, pengeluaran pemerintah G, dan ekspor bersih X – M. Jika dirumuskan dalam satu formula menjadi : GDP = C + I+ G + X - M Perekonomian suatu negara dimana perekonomiannaya mempunyai hubungan ekonomi dengan negara lain dan terutama dilakukan dengan menjalankan kegiatan ekspor dan impor disebut perekonomian terbuka open economy. Tolak ukur yang baik untuk menilai kadar keterbukaan suatu perekonomian adalah rasio ekspor dan impor terhadap Gross Domestic Product GDP. Semakin tinggi rasio ekspor dan impor suatu negara maka perekonomiannya akan dianggap semakin terbuka. Seperti yang terjadi pada negara-negara di Eropa Barat dan Asia Timur dimana rasio ekspor dan impor mereka terhadap PDB lebih dari 50 Asian Development Bank, 2007.

D. Inflasi

Nopirin 1996:25 mengemukakan pengertian inflasi adalah kenaikan harga-harga secara umum barang-barang secara terus-menerus. Tajul 2000:6 mengemukakan pengertian inflasi sebagai berikut : “inflasi merupakan suatu keadaaan dimana terjadi kenaikan harga-harga secara tajam absolute yang berlangsung secara terus-menerus dalam jangka waktu yang cukup lama. Seirama dengan kenaikan harga-harga tersebut, nilai uang turun secara tajam pula sebanding dengan kenaikan harga-harga tersebut”. Menurut McCownell 2002:146 “inflation is a rising general level of price and is measured as a precentege change in a price index such as the Costumer Price Index CPI”. Sedangkan menurut Dornbush dan Fischer 2004:39 “inflation is the rate of change in prices and the price level is the cummulation of past inflation ”. Lain halnya dengan Karhi dan Winardi 1997:217 mengemukakan bahwa inflasi merupakan sebuah fenomena yang dialami oleh sejumlah besar negar-negara di dunia. Menurut Paul A. Samuelson dan William Nordhaus dalam Karhi dan Winardi, inflasi adalah suatu kenaikan dalam tingkat umum harga-harga. Indriyo 1981:139 memberikan pengertian inflasi bahwa pada dasarnya diartikan sebagai penurunan yang tajam terhadap nilai uang dari suatu negara, yang mengakibatkan terjadinya kenaikan tingkat harga-harga dengan cepat. Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk meningkat secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas atau mengakibatkan kenaikan kepada barang lainnya. Kebalikan dari inflasi disebut deflasi Bank Indonesia. Inflasi adalah kenaikan harga barang-barang yang bersifat umum dan terus-menerus. Rahardja dan Manurung, 2008:165-166. Dengan demikian, maka kriteria inflasi adalah sebagai berikut: 1. Kenaikan harga barang : terjadi perubahan harga barang yang lebih tinggi dibandingkan dengan periode sebelumnya. 2. Bersifat umum; berdampak pada kenaikan harga barang lain 3. Terus-menerus; tidak terjadi sesaat. Inflasi adalah kecenderungan naiknya harga-harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus di suatu wilayah pada periode tertentu Korteweg, 1973;Auckley, 1978, Boediono, 2001. Sehingga dapat disimpulkan bahwa inflasi adalah suatu keadaan dimana terjadi kenaikan harga-harga umum secara terus menerus pada suatu negara yang dapat mengakibatkan penurunan nilai mata uang negara tersebut. 1. Teori Inflasi Secara garis besar ada 3 kelompok teori mengenai inflasi yang masing-masing menyoroti aspek-aspek tertentu. a. Teori Kuantitas Irving Fisher 1867-1947 Teori kuantitas ini menyatakan bahwa proses inflasi itu terjadi karena 2 hal, yaitu jumlah uang beredar dan psikologi harapan masyarakat mengenai kenaikan harga-harga expectations. Ada 2 hal penting dari teori Kuantitas ini, adalah bahwa, pertama, laju inflasi terjadi jika ada penambahan volume uang beredar. Kedua, laju inflasi oleh harapan masyarakat mengenai kenaikan harga di masa yang akan datang Boediono, 1985. b. Teori Keynes Teori ini menerangkan bahwa proses inflasi terjadi karena permintaan masyarakat akan barang-barang selalu melebihi jumlah barang-barang yang tersedia. Hal ini yang disebut juga dengan inflationary gap. Inflationary gap terjadi apabila jumlah dari permintaan-permintaan efektif dari semua golongan tersebut, pada tingkat harga yang berlaku melebihi jumlah maksimum dari barang-barang yang dihasilkan oleh masyarakat. Harga-harga akan naik, karena permintaan total melebihi jumlah barang yang tersedia. Adanya kenaikan harga-harga tersebut berarti bahwa kegiatan rencana pembelian barang dari golongan- golongan tersebut tidak terpenuhi, selanjutnya mereka akan berusaha untuk memperoleh dana yang lebih besar lagi, baik golongan pemerintah melalui pencetakan uang baru, atau para pengusaha swasta melalui kredit dari bank, atau pekerja dengan kenaikan tingkat upah yang lebih besar. Proses inflasi akan terus berlangsung selama jumlah permintaan efektif dari semua golongan masyarakat melebihi jumlah output yang bisa dihasilkan pada tingkat harga yang berlaku. c. Teori Strukturalis. Teori strukturalis lebih menekankan pada faktor-faktor struktural dari perekonomian yang menyebabkan terjadinya inflasi, teori ini disebut juga teori inflasi jangka panjang karena yang dimaksud dengan faktor- faktor struktural di sini adalah faktor-faktor yang hanya bisa berubah secara gradual dan dalam jangka yang panjang. Teori ini memberi tekanan pada ketegaran dari struktur perekonomian negara-negara sedang berkembang. Ada dua ketegaran yang menyebabkan inflasi, yaitu ketegaran berupa ketidakelastisan dari penerimaan ekspor dan ketegaran berupa ketidakelastisan dari penawaran bahan makanan dalam negeri. Kedua proses di atas pada umumnya berkaitan dan memperkuat satu sama lain dalam menyebabkan inflasi. Ketegaran yang merupakan “ketidakelastisan” dari penerimaan ekspor ini adalah ketegaran di mana nilai dari ekspor tumbuh secara lamban dibanding dengan pertumbuhan sektor-sektor lain. Dasar penukaran yang makin memburuk dan supply barang-barang ekspor yang tidak elastis ini akan menyebabkan terjadinya kelambanan tersebut. Kelambanan pertumbuhan penerimaan ekspor ini berarti kelambanan pertumbuhan kemampuan untuk mengimpor barang-barang yang dibutuhkan. Sedangkan bagi suatu negara untuk mencapai target pertumbuhannya mengambil kebijaksanaan pembangunan “import substitution strategy ”. Inflasi terjadi jika proses substitusi impor ini makin meluas, sehingga menaikkan biaya produksi ke berbagai barang, sehingga makin banyak harga-harga yang naik. 2. Jenis Inflasi Inflasi dapat digolongkan menurut sifatnya, menurut sebabnya, bobot inflasi tersebut dan menurut asal terjadinya Nopirin, 1987.

a. Menurut Sifatnya

Inflasi menurut sifatnya digolongkan dalam tiga kategori Nopirin, 1987:27-31, yaitu : 1 Inflasi Merayap Kenaikan harga terjadi secara lambat, dengan persentase yang kecil dan dalam jangka waktu yang relatif lama di bawah 10 per tahun. 2 Inflasi Menengah Kenaikan harga yang cukup besar dan kadang-kadang berjalan dalam waktu yang relatif pendek serta mempunyai sifat akselerasi 3 Inflasi Tinggi Kenaikan harga yang besar bisa sampai 5 atau 6 kali. Masyarakat tidak lagi berkeinginan menyimpan uang. Nilai uang merosot dengan tajam sehingga ingin ditukar dengan barang. Perputaran uang makin cepat, sehingga harga naik secara akselerasi. b. Menurut Sebabnya Secara umum terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya inflasi, yaitu: 1 Inflasi Tarikan Permintaan Demand-Pull Inflation Inflasi tarikan permintaan terjadi karena Permintaan agregat melebihi kemampuan perusahaan untuk menghasilkan barang atau jasa. Keadaan ini menyebabkan terjadi kekurangan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Akibatnya, pengusaha akan menaikan harga dan hanya menjual kepada pembeli yang mampu membayar lebih tinggi. Gambar 2.1. Demand-Pull Inflation Pada mulanya, kurva permintaan adalah sebagaimana ditunjukan oleh kurva AD dan keseimbangan terjadi pada saat AD=AS, sehingga pada awalnya harga terbentuk pada persinggungan AD =AS, yaitu pada tingkat harga P 1 . Pada saat terjadi kenaikan permintaan agregat AD, kurva AD berpindah ke kanan ditunjukan pada AD 1 s.d AD 3 maka pertambahan permintaan yang ditunjukan oleh kurva AD 1 belum menyebabkan terjadi perubahan harga, karena perusahaan masih mampu memenuhi Pendapatan Nasional riil Y Y 1 Y 2 Y 3 permintaan dengan mengerahkan seluruh sumber daya yang dimilikinya, tetapi pada tingkat permintaan tertentu di kurva AD 2 dan AD 3 , perusahaan sulit untuk meningkatkan kapasitas berproduksinya karena keterbatasan sumber daya yang dimiliki dan mendorong pengusaha untuk menaikan harga dan memilih konsumen yang bersedia membayar dengan lebih tinggi. harga meningkat menjadi P 2 dan kemudian menjadi P 3 . 2 Inflasi Desakan Biaya Cost-Push Inflation Inflasi desakan biaya terjadi akibat kenaikan biaya produksi seperti upah, bahan baku, dll sehingga mendorong perusahaan untuk menaikan harga dalam rangka menutup biaya produksi yang dikeluarkannya. Gambar 2.2. Cost-Push Inflation Pada mulanya, kurva permintaan adalah sebagaimana ditunjukan oleh kurva AD dan keseimbangan terjadi pada saat AD=AS, sehingga pada awalnya harga terbentuk pada persinggungan AD =AS , yaitu pada tingkat harga P dan produksi nasional Y . Tetapi pada saat terjadi kenaikan biaya produksi, akan menyebabkan berpindahnya kurva Agregate Supply AS dari AS menjadi AS 1 sehingga keseimbangan berubah menjadi P 1 dan Y 1 . Jika biaya produksi mengalami kenaikan lagi, akan menyebabkan perubahan keseimbangan baru dimana tingkat harga akan mengalami kenaikan menjadi P 2 dan produksi nasional turun menjadi Y 2 . 3 Imported Inflation Bersumber dari kenaikan harga-harga barang yang di impor, terutama barang yang diimpor tersebut mempunyai peranan penting dalam setiap produksi. 4 Struktur Ekonomi Dengan menggunakan pendekatan ini, terjadinya inflasi dipandang karena tidak seimbangnya struktur ekonomi. Untuk itu, melalui pendekatan struktur ekonomi structural approach, inflasi akan ditanggulagi dengan melakukan pembenahan penataan pada semua sektor ekonomi. 5 Moneter Dalam ilmu ekonomi moneter, terjadinya inflasi atau menurunya nilai mata uang disiasati dengan pendekatan moneter money approach . Dengan pendekatan ini, inflasi dinilai sebagai suatu fenomena moneter, yaitu keadaan yang disebabkan terlalu banyaknya uang yang beredar dibandingkan dengan kesediaan masyarakat untuk memiliki atau menyimpan uang tersebut. c. Berdasarkan Bobotnya Sadono Sukirno 2007:333, Bobot inflasi dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu : 1 Infalsi ringan, adalah inflasi dengan laju pertumbuhan yang berlangsung secara perlahan dan berada pada posisi satu digit atau dibawah 10 per tahun. 2 Inflasi sedang, adalah inflasi dengan tingkat laju pertumbuhan berada diantara 10-30 per tahun atau melebihi dua digit dan sangat mengancam struktur dan pertumbuhan ekonomi suatu negara. 3 Inflasi berat, merupakan inflasi dengan laju pertumbuhan berada diantara 30-100 per tahun. Pada kondisi demikian, sektor-sektor produksi hampir lumpuh total kecuali yang dikuasai negara. 4 Inflasi sangat berat hyper inflation, adalah inflasi dengan laju pertumbuhan melampaui 100 per tahun, sebagaimana yang terjadi pada masa Perang Dunia II 1939-1945. d. Menurut Asalnya Asal inflasi ditinjau dari asal terjadinya, maka inflasi dapat dibagi menjadi dua macam menurut Boediono, 1985 : 164-165 : 1 Domestic Inflation Inflasi yang berasal dari dalam negeri sendiri ini timbul antara lain karena defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan percetakan uang baru, atau bisa juga disebabkan oleh gagal panen. 2 Imported Inflation Inflasi yang berasal dari luar negeri ini timbul karena kenaikan harga-harga di luar negeri atau negara-negara langganan berdagang. Penularan inflasi dari luar negeri ke dalam negeri ini jelas lebih mudah terjadi pada negara-negara yang menganut perekonomian terbuka, yaitu sektor perdagangan luar. 3. Klasifikasi Inflasi Taqiuddin Ahmad dalam Adiwarman, 2007:140, seorang ekonom Islam yang merupakan salah satu murid dari Ibn Khaldun, menggolongkan inflasi dalam golongan, yaitu: a. Inflasi Alamiah Inflation alamiah adalah inflasi yang diakibatkan oleh sebab-sebab di mana orang tidak mempunyai kendali atasnya dalam hal mencegah. Inflasi alamiah dapat dibedakan berdasarkan penyebabnya menjadi dua golongan sebagai berikut: 1 Akibat uang yang masuk dari luar negeri terlalu banyak, dimana ekspor meningkat X sementara impor M, maka mengakibatkan naiknya permintaan agregat demand-pull inflation karena tingkat daya beli masyarakat bertambah meningkat. 2 Akibat turunnya tingkat produksi AS karena terjadi paceklik, perang, atau embargo. Menyebabkan kondisi cost push inflation. b. Human Error Inflation Human error inflation dapat dikelompokan menurut penyebabnya sebagai berikut: 1 Korupsi dan administrasi yang buruk akan menimbulkan kenaikan pada harga pokok produksi untuk menutupi biaya-biaya tidak perlu tersebut. Denagn naiknya harga pokok produksi akan mengakibatkan produsen menaikan harga. 2 Pajak yang berlebih menyebabkan dua implikasi berikut: Kekurangan supply produksi akibat beralihnya kegiatan ekonomi pengusaha ke sektor yang lebih produktif untuk menutup pajak yang besar Kenaikan harga produksi untuk mengimbangi kenaikan pajak tersebut. 3 Pencetakan uang dengan maksud menarik keuntungan yang berlebihan. 4. Dampak Inflasi Inflasi dapat mempengaruhi distribusi pendapatan, alokasi faktor produksi serta produk nasional. Efek terhadap distribusi pendapatan disebut dengan equity effect, sedangkan efek terhadap alokasi faktor produksi dan pendapatan nasional masing-masing disebut dengan efficiency dan output effects Nopirin, 1987:32-34. a. Efek Terhadap Pendapatan Equity Effect Efek terhadap pendapatan sifatnya tidak merata, ada yang dirugikan tetapi ada pula yang diuntungkan dengan adanya inflasi. Seseorang yang memperoleh pendapatan tetap akan dirugikan oleh adanya inflasi. Demikian juga orang yang menumpuk kekayaannya dalam bentuk uang kas akan menderita kerugian karena adanya inflasi. Sebaliknya, pihak-pihak yang mendapatkan keuntungan dengan adanya inflasi adalah mereka yang memperoleh kenaikan pendapatan dengan prosentase yang lebih besar dari laju inflasi, atau mereka yang mempunyai kekayaan bukan uang dimana nilainya naik dengan prosentase lebih besar dari pada laju inflasi. Dengan demikian inflasi dapat menyebabkan terjadinya perubahan dalam pola pembagian pendapatan dan kekayaan masyarakat. b. Efek Terhadap Output Output Effects Inflasi mungkin dapat menyebabkan terjadinya kenaikan produksi. Alasannya dalam keadaan inflasi biasanya kenaikan harga barang mendahului kenaikan upah sehingga keuntungan pengusaha naik. Kenaikan keuntungan ini akan mendorong kenaikan produksi. Namun apabila laju inflasi ini cukup tinggi hyper inflation dapat mempunyai akibat sebaliknya, yakni penurunan output. Dalam keadaan inflasi yang tinggi, nilai uang riil turun dengan drastis, masyarakat cenderung tidak mempunyai uang kas, transaksi mengarah ke barter, yang biasanya diikuti dengan turunnya produksi barang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan langsung antara inflasi dan output. Inflasi bisa dibarengi dengan kenaikan output, tetapi bisa juga dibarengi dengan penurunan output.

E. Nilai Tukar Rupiah Kurs

1. Pengertian Nilai Tukar Rupiah Nilai tukar Rupiah atau disebut juga kurs Rupiah adalah perbandingan nilai atau harga mata uang Rupiah dengan mata uang lain. Perdagangan antar negara dimana masing-masing negara mempunyai alat tukarnya sendiri mengharuskan adanya angka perbandingan nilai suatu mata uang dengan mata uang lainnya, yang disebut kurs valuta asing atau kurs Salvatore,1998:8. penentuan nilai tukar atau kurs mata uang merupakan hal yang penting bagi pelaku bursa valas, karena kurs valas sangat mempengaruhi jumlah biaya yang harus dikeluarkan serta besarnya manfaat keuntungan yang akan diperoleh dalam berbagai transaksi. Menurut Fabozzi dan Franco 1996:724 “an exchange rate is defined as the amount of one currency that can be exchange per unit of another currency, or the price of one currency in items of another currency ”. “the nominal exchange rate is the relative price of the currency of two countries. sedangkan the real exchange rate is the relative price of the good of two countries ”Mankiw, 2003:127. Sedangkan menurut Adiningsih, dkk 1998:155, nilai tukar rupiah adalah harga rupiah terhadap mata uang negara lain. Jadi, nilai tukar rupiah merupakan nilai dari satu mata rupiah yang ditranslasikan ke dalam mata uang negara lain. Misalnya nilai tukar rupiah terhadap Dolar AS, nilai tukar rupiah terhadap Yen, dan lain sebagainya. Kurs inilah sebagai salah satu indikator yang mempengaruhi aktivitas di pasar saham maupun pasar uang karena investor cenderung akan berhati-hati untuk melakukan investasi. Menurunnya kurs Rupiah terhadap mata uang asing khususnya Dolar AS memiliki pengaruh negatif terhadap ekonomi dan pasar modal Sitinjak dan Kurniasari, 2003. Lain halnya dengan Agus 2001:467 yang mengemukakan bahwa nilai tukar Exchange rate menunjukan banyaknya unit mata uang yang dapat dibeli atau di tukar dengan satu satuan mata uang lain. Nopirin 1996:163 menjelaskan dalam pertukaran antara dua mata uang yang berbeda, maka akan terdapat perbandingan nilaiharga antara kedua mata uang tersebut, yang sering disebut kurs Exchange rate. Lebih lanjut Nopirin menjelaskan bahwa dalam kurs mata uang, ada beberapa perbedaan tingkat kurs yang timbul, yaitu : a. Perbedaan antara kurs beli dan jual oleh para pedagang valuta asing Bank. kurs beli adalah kurs yang dipakai apabila para pedangang valuta asing atau Bank membeli valuta asing, dan kurs jual apabila mereka menjual. selisih antara kurs tersebut merupakan keuntungan bagi para pedagang. b. Perbedaan kurs yang diakibatkan oleh perbedaan dalam waktu pembayaran kurs TT telegraphic transfer lebih tinggi dari pada kurs MT mail transfer sebab perintah atau order pembayaran dengan menggunakan telegram bagi Bank merupakan penyerahan valuta asing denga segera atau lebih cepat dibandingkan dengan penyerahan melalui surta. c. Perbedaan dalam tingkat keamanan dalam penerimaan hak pembayaran. Sering terjadi bahwa penerimaan hak pembayaran yang berasal dari bank asing yang sudah terkenal bonafide kursnya lebih tinggi dari pada yang belum terkenal. Maurice 2001:31 mengemukakan dua jenis kurs pada umumnya, yaitu ada kurs uang kertas bank note, yaitu misalnya, uang kertas yang diterbitkan Bank Sentral Amerika Serikat The Federal Reserve dan uang kertas yang diterbitkan oleh Bank Sentral Inggris Bank Of England. Adapula kurs untuk cek yang menunjukan sejumlah nilai uang dalam dollar, poundsterling atau dalam satuan mata uang yang lain. Selain itu kurs atau cek tergantung pada apakah ia dikeluarkan oleh bank wesel bank atau bank draft atau oleh perusahaan, pada nilai cek dan pada tanggal jatuh tempo cek. 2. Sistem Kurs Valas Menurut Kuncoro 2001:26-31, ada beberapa sistem kurs mata uang yang berlaku di perekonomian internasional, yaitu: a. Sistem kurs mengambang floating exchange rate, sistem kurs ini ditentukan oleh mekanisme pasar dengan atau tanpa upaya stabilisasi oleh otoritas moneter. Di dalam sistem kurs mengambang dikenal dua macam kurs mengambang, yaitu : 1 Mengambang bebas murni dimana kurs mata uang ditentukan sepenuhnya oleh mekanisme pasar tanpa ada campur tangan pemerintah. Sistem ini sering disebut clean floating exchange rate, di dalam sistem ini cadangan devisa tidak diperlukan karena otoritas moneter tidak berupaya untuk menetapkan atau memanipulasi kurs. 2 Mengambang terkendali managed or dirty floating exchange rate dimana otoritas moneter berperan aktif dalam menstabilkan kurs pada tingkat tertentu. Oleh karena itu, cadangan devisa biasanya dibutuhkan karena otoritas moneter perlu membeli atau menjual valas untuk mempengaruhi pergerakan kurs. b. Sistem kurs tertambat pegged exchange rate. Dalam sistem ini, suatu negara mengkaitkan nilai mata uangnya dengan suatu mata uang negara lain atau sekelompok mata uang, yang biasanya merupakan mata uang ne gara partner dagang yang utama “Menambatkan“ ke suatu mata uang berarti nilai mata uang tersebut bergerak mengikuti mata uang yang menjadi tambatannya. Jadi sebenarnya mata uang yang ditambatkan tidak mengalami fluktuasi tetapi hanya berfluktuasi terhadap mata uang lain mengikuti mata uang yang menjadi tambatannya. c. Sistem kurs tertambat merangkak crawling pegs. Dalam sistem ini, suatu negara melakukan sedikit perubahan dalam nilai mata uangnya secara periodik dengan tujuan untuk bergerak menuju nilai tertentu pada rentang waktu tertentu. Keuntungan utama sistem ini adalah suatu negara dapat mengatur penyesuaian kursnya dalam periode yang lebih lama dibanding sistem kurs tertambat. Oleh karena itu, sistem ini dapat menghindari kejutan-kejutan terhadap perekonomian akibat revaluasi atau devaluasi yang tiba-tiba dan tajam. d. Sistem sekeranjang mata uang basket of currencies. Banyak negara terutama negara sedang berkembang menetapkan nilai mata uangnya berdasarkan sekeranjang mata uang. Keuntungan dari sistem ini adalah menawarkan stabilitas mata uang suatu negara karena pergerakan mata uang disebar dalam sekeranjang mata uang. Seleksi mata uang yang dimasukkan dalam “keranjang“ umumnya ditentukan oleh peranannya dalam membiayai perdagangan negara tertentu. Mata uang yang berlainan diberi bobot yang berbeda tergantung peran relatifnya terhadap negara tersebut. Jadi sekeranjang mata uang bagi suatu negara dapat terdiri dari beberapa mata uang yang berbeda dengan bobot yang berbeda. e. Sistem kurs tetap fixed exchange rate. Dalam sistem ini, suatu negara mengumumkan suatu kurs tertentu atas nama uangnya dan menjaga kurs ini dengan menyetujui untuk menjual atau membeli valas dalam jumlah tidak terbatas pada kurs tersebut. Kurs biasanya tetap atau diperbolehkan berfluktuasi dalam batas yang sangat sempit. 3. Penentuan Kurs Mata Uang Kurs mata uang berfluktuasi setiap saat. Dalam sistem mata uang mengambang bebas free float, apabila harga suatu mata uang menjadi semakin mahal terhadap mata uang lain, maka mata uang itu dikatakan berapresiasi. Sebaliknya, jika harga suatu mata uang turun terhadap mata uang yang lain, maka mata uang itu disebut terdepresiasi. Dalam sistem mata uang tertambat pegged. Kenaikan ini suatu mata uang terhadap mata uang lain disebut revaluasi, sedangkan penurunan nilai suatu mata uang disebut devaluasi. Mankiw 1999:192 mengemukakan kurs nominal adalah harga relatif dari mata uang dua negara. Sebagai contoh, jika kurs dollar AS dan Yen jepang adalah 120 yen per dollar, maka anda bisa menukar 1 dollar untuk 120 Yen di pasar dunia untuk mata uang asing. Orang jepang yang ingin mendapatkan dollar akan membayar 120 Yen untuk setiap dollar yang dibelinya kurs Rill rill exchange rate adalah harga relatif dari barang-barang dari kedua negara. Yaitu kurs rill menyatakan tingkat dimana kita bisa memperdagangkan barang-barang dari suatu negara untuk barang-barang dari negara lain. Kurs rill kadang-kadang disebut term of trade. Kusuma 2001 mengemukakan bahwa fluktuasi nilai tukar valuta asing merupakan besarnya pengaruh perubahan kurs Dollar Amerika selama satu tahun terhadap harga saham selama satu tahun dengan memperhitungkan indeks kurs Dollar Amerika. Sri dan Handoyo 2002:69 mengemukakakn bahwa secara teoritis, dalam kondisi tanpa intervensi pemerintah, harga suatu mata uang ditentukan oleh permintaan dan penawaran terhadap mata uang itu. Apabila permintaan terhadap suatu mata uang lebih tinggi dari penawaran mata uang itu, maka harga mata uang tersebut akan naik, dan begitu pula sebaliknya. Kurs terbentuk pada saat jumlah dan harga mata uang yang diminta sama dengan jumlah dan harga mata uang yang ditawarkan. Kondisi ini disebut sebagai kondisi keseimbangan atau ekuilibrium. Sri dan Handoyo 2002:71 juga menambahkan bahwa selain tingkat permintaan dan penawaran, faktor yang mempengaruhi penentuan kurs mata uang adalah laju inflasi relatif, tingkat suku bunga relatif, tingkat pendapatan relatif, kontrol pemerintah serta pengharapan pasar. Hal ini senada dengan yang dikemukakan Tajul yang mengemukakan tujuh faktor yang mempengaruhi kurs valas. Di antaranya adalah permintaan dan penawaran Foreing Currency. Neraca pembayaran intenasional Balance of Payment, inflasi, Suku Bunga, Pendapatan, Pengawasan Otoriter Moneter serta Ekspektasi dan Spekulasi. Lain halnya dengan Faisal 2001:31 yang dalam teori nya ada tiga implikasi penting bagi kurs valas sebagai berikut : a. Perubahan-perubahan pada harga-harga relatif tidak disebabkan oleh kurs valas, melainkan oleh perubahan-perubahan harga relatif dan perubahan-perubahan kurs valas rill yang terjadi selama bersamaan dan keduannya di pengaruhi oleh banyak dipengaruhi oleh banyak variabel ekonomi secara fundamental. b. Pemerintah tidak akan berhasil jika mencoba mempengaruhi kurs valas rill melalui intervensi pasar valas. c. Tidak ada hubungan sederhana antara perubahan kurs rill dan perubahan dalam tingkat persaingan internasional, tenaga kerja dan neraca perdagangan. Maka dari itu, ada beberapa faktor yang mempengaruhi pergerakan nilai tukar, yaitu Madura, 1993: a. Faktor Fundamental Faktor fundamental berkaitan dengan indikator- indikator ekonomi seperti inflasi, suku bunga, perbedaan relatif pendapatan antar-negara, ekspektasi pasar dan intervensi Bank Sentral. b. Faktor Teknis Faktor teknis berkaitan dengan kondisi penawaran dan permintaan devisa pada saat-saat tertentu. Apabila ada kelebihan permintaan, sementara penawaran tetap, maka harga valas akan naik dan sebaliknya. c. Sentimen Pasar Sentimen pasar lebih banyak disebabkan oleh rumor atau berita-berita politik yang bersifat insidentil, yang dapat mendorong harga valas naik atau turun secara tajam dalam jangka pendek. Apabila rumor atau berita-berita sudah berlalu, maka nilai tukar akan kembali normal.

F. Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia SBI

Suku bunga merupakan instrumen konvensional untuk mengendalikan atau menekan pertumbuhan tingkat inflasi. Suku bunga yang tinggi akan mendorong orang untuk menahan dananya di bank dari pada menginvestasikannya pada sektor produksi atau industri yang resiko nya jauh lebih besar jika dibandingkan dengan menanamkan uang di bank terutama dalam bentuk deposito. Ketut 2000:146, menjelaskan pengertian SBI adalah merupakan instrumen Bank Indonesia BI untuk mengendalikan jumlah uang dalam peredaran dengan mengadakan operasi pasar terbuka open market operation. Dengan kebjakan ini, jumlah uang dalam dalam peredaran menjadi berkurang. Ketut menambahkan bahwa SBI pertama kali diterbitkan pada tahun 1970, kemudian diperbarui lagi pada tahun 1984. Tujuan bank dan lembaga lainnya membeli SBI adalah untuk menyalurkan kelebihan dana dan apabila diperlukan SBI mudal dijual kepada bank atau lembaga keuangan lainnya kepada Bank Indonesia BI. Tajul 2000:162 mengemukakan bahwa suku bungan dasar bank rate untuk tingkat suku bunga yang ditentukan oleh bank sentral atas kredit yang diberikannya kepada perbankan dan tingkat suku bunga yang ditetapkan bank sentral untuk mendiskonto surat-surat berharga yang ditarik atau diambil alih oleh bank sentral. 1. Pengertian Sertifikat Bank Indonesia SBI Sebagaimana tercantum dalam UU No.13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral, salah satu tugas Bank Indonesia BI sebagai otoritas moneter adalah membantu pemerintah dalam mengatur, menjaga dan memelihara kestabilan nilai Rupiah. Dalam melaksanakan tugasnya, BI menggunakan beberapa piranti moneter yang terdiri dari Giro Wajib Minimum Reserve Requirement, Fasilitas Diskonto, Himbauan Moral dan Operasi Pasar Terbuka. Dalam Operasi Pasar Terbuka BI dapat melakukan transaksi jual beli surat berharga termasuk Sertifikat Bank Indonesia SBI. Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No.813DPM tentang Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia Melalui Lelang, Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya disebut SBI adalah surat berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek. 2. Tujuan Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia SBI Dalam publikasinya melalui situs di BI, mengemukakan bahwa dalam operasi pasar terbuka BI dapat melakukan transaksi jual beli surat berharga termasuk Sertifikat Bank Indonesai SBI. SBI adalah surat berharga atas unjuk dalam rupiah yang diterbitkan oleh BI sebagai pangakuan hutang berjangka waktu pendek dengan sistem diskonto. Sebagai otoritas moneter, BI berkewajiban memelihara kestabilan nilai Rupiah. Dalam paradigma yang dianut, jumlah uang primer uang kartal + uang giral di BI yang berlebihan dapat mengurangi kestabilan nilai Rupiah. SBI diterbitkan dan dijual oleh BI untuk mengurangi kelebihan uang primer tersebut. Penjelasan tersebut sealur dengan apa yang disampaikan oleh Simorangkir 2005:27 di mana politik pasar terbuka open market policy adalah suatu instrumen yang digunakan oleh bank sentral untuk mengendalikan peredaran uang. Dalam hal ini bank sentral langsung melakukan operasi pasar terbuka dalam pasar uang dan pasar modal dengan jalan transformasi. Simorangkir 2005:28, pada hakikatnya politik pasar terbuka dilaksanakan berhubungan adanya kelemahan-kelemahan dalam politik diskonto. Penurunan tingkat suku bunga oleh bank sentral dapat diperkuat dengan cara pembelian surat-surat berharga SBI. Sebaliknya, pada waktu suku bunga meningkat SBI dijual. Jelaslah bahwa politik pasar terbuka mempengaruhi peredaran uang dan dapt pula merupakan pelengkap politik diskonto.

G. Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu akan diuraikan karena penelitian ini mengacu pada beberapa penelitian sebelumnya. Meskipun ruang lingkup hampir sama tetapi karena obyek dan periode waktu yang digunakan berbeda maka terdapat banyak hal yang tidak sama sehingga dapat dijadikan sebagai referensi untuk saling melengkapi. Berikut uraian beberapa penelitian terdahulu: 1. MB Hendrie Anto dan Rizky Amelia 2007 Meneliti tentang Pengaruh variabel makroekonomi terhadap harga saham : studi kasus JII dan IHSG periode Januari 2002 sd Desember 2006. Metode analisis menggunakan Error Correction Model ECM yang dikembangkan oleh Engle-Granger. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara bersama- sama variabel makro ekonomi berpengaruh terhadap JII dan IHSG, baik dalam jangka panjang maupun pendek. Tetapi, secara individual pengaruh variabel-variabel ini berbeda-beda. 2. Anokye M. Adam dan George Tweneboah 2008 Meneliti tentang Faktor-faktor ekonomi makro dan pergerakan pasar modal: Bukti dari Ghana. Beberapa variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Investasi asing, suku bunga, inflasi , kurs dan Databank stock index DSI. Penelitian ini mengunakan analisis VECM. Hasil analisis menunjukan ada kointegrasi antara variabel makroekonomi dengan Bursa harga saham di Ghana dan dalam jangka panjang terdapat pengaruh secara signifikan antara variabel makroekonomi terhadap pergerakan harga saham di Ghana. 3. Nadeem Hussain Sohail dan Zakir 2009 Meneliti tentang Jangka panjang dan jangka pendek hubungan antara variabel makroekonomi dan harga saham di pakistan: studi kasus Bursa Efek. Beberapa variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Inflasi, PDB, Kurs M2 dan Lahore Stock Exchange 25 LSE25 index. Metode yang digunakan adalah VECM. Dan Hasil penelitian menunjukan bahwa ada dampak negatif dari inflasi pada return saham, sedangkan PDB, Kurs dan M2 berpengaruh positif signifikan terhadap return saham di jangka panjang. 4. Habib lotfi, Reza moshari dan Mortaza lotfi 2009 Penelitiannya adalah Pengaruh variabel ekonomi makro terhadap indeks harga total bursa saham di Teheran, Iran. Dalam penelitian ini menggunakan teknik co-integrasi konvergensi. Selain itu Metode Johansson Joselius digunakan untuk menggunakan teknik konvergensi. Stabilitas variabel menurut multivariabel Linear Model dipelajari dan diperkirakan dengan metode OLS, kemudian menggunakan metode yang disebutkan dan metode ECM, peneliti mencoba untuk mengetahui apakah ada hubungan jangka pendek dan jangka panjang antara variabel model. Dalam penelitian ini pengaruh variabel tingkat inflasi, nilai tukar, non-minyak ekspor, dan pada harga total saham. Berdasarkan hasil investigasi menunjukkan bahwa variabel makroekonomi di Iran, mempengaruhi harga total saham, dan terdapat hubungan yang bermakna antara variabel dan saham, indeks harga total. Selain itu, ada korelasi positif antara indeks harga total saham dan beberapa variabel yang besar, dan korelasi negatif dengan beberapa orang lain. 5. Waliullah 2010 Tulisannya meneliti hubungan antara indeks harga saham dan liberalisasi keuangan dan menetapkan tujuh variabel makroekonomi di Pakistan untuk periode 1971-2005, dengan menggunakan deret waktu triwulanan data. Penelitian ini menggunakan teknik yang lebih komprehensif dan baru-baru ini, Bounds pendekatan uji untuk menentukan jangka pendek dan hubungan jangka panjang antara KSE Indeks dan liberalisasi keuangan. Temuan studi menunjukkan bahwa GDP adalah penentu positif terbesar pasar saham Pakistan di kedua jangka pendek dan jangka panjang, sedangkan inflasi adalah penentu negatif terbesar dalam jangka panjang. Hasil empiris juga menunjukkan bahwa ukuran pasar keuangan telah berdampak positif terhadap Indeks KSE baik dalam jangka panjang dan jangka pendek. Liberalisasi keuangan dan reformasi dimulai pada awal 1990-an, sebagai bagian dari reformasi ekonomi memiliki bersih sangat kuat berpengaruh terhadap pasar saham. Ini berarti bahwa pasar saham terlalu banyak sensitif dan mudah berubah untuk keuangan liberalisasi di negara berkembang. 6. T.O. Asaolu and M.S. Ogunmuyiwa 2011 Penelitian nya mengkaji dampak dari variabel-variabel makroekonomi pada harga rata-rata saham ASP dan lebih lanjut untuk menentukan apakah perubahan variabel makroekonomi menjelaskan pergerakan harga saham di Nigeria. Berbagai analisis ekonometrik seperti Augmented Dickey Fuller ADF test, uji Kausalitas Granger, Co-integrasi dan Error Correction Method ECM pada periode data time series 1986-2007. Hasil menunjukkan bahwa ada hubungan yang lemah antara harga rata-rata saham dan variabel makroekonomi di Nigeria. selanjutnya bahwa ASP bukan merupakan indikator utama dari kinerja ekonomi makro di Nigeria. Meskipun ada sebuah hubungan jangka panjang ditemukan antara ASP dan variabel makroekonomi untuk periode yang ditentukan. Dari beberapa penelitian terdahulu dapat disajikan secara sistematis dalam tabel berikut: Tabel 2.1. Ringkasah Penelitian Terdahulu No. Nama Peneliti Penelitian Variabel Model penelitian Hasil penelitian 1 MB Hendrie Anto dan Rizky Amelia 2007 Pengaruh variabel makroekonomi terhadap harga saham : studi kasus JII dan IHSG periode Januari 2002 sd Desember 2006 Fakultas Ekonomi, Universitas Islam Indonesia PDB, inflasi, suku bunga SBI, KURS, JII dan IHSG Error Correction Model ECM penelitian menunjukkan bahwa secara bersama-sama variabel makro ekonomi berpengaruh terhadap JII dan IHSG, baik dalam jangka panjang maupun pendek. Tetapi, secara individual pengaruh variabel-variabel ini berbeda-beda. 2 Sezgin Acikalin, Rafet Aktas dan Seyfettin Unal 2008 Hubungan antara pasar saham dan variabel makroekonomi: analisis empiris dari Bursa Efek Istanbul. Invesment Management and Financial Innovations, Volume 5, Issue 1, 2008 PDB, Kurs, Suku Bunga, Deposito dan Istanbul Stock Exchange ISE VECM Hasil penelitian menunjukan hubungan yang stabil jangka panjang antara indeks ISE dengan variabel makroekonomi. Ada pengaruh jangka pendek antara pengaruh PDB, Kurs dan Deposito berpengaruh pada indeks ISE. Namun suku bunga tidak berpengaruh signifikan terhadap indeks ISE dalam jangka pendek. 3 Nadeem Hussain Sohail dan Zakir 2009 Jangka panjang dan jangka pendek hubungan antara variabel makroekonomi dan harga saham di pakistan: studi kasus Bursa Efek. Pakistan Economic and Social Review Volume 47, No.2 Winter 2009, pp. 183-198 Inflasi, PDB, Kurs M2 dan Lahore Stock Exchange 25 LSE25 index VECM Hasil penelitian menunjukan bahwa ada dampaknegatif dari inflasi pada return saham, sedangkan PDB, Kurs dan M2 berpengaruh positif signifikan terhadap return saham di jangka panjang. 4 Habib lotfi, Reza moshari dan Mortaza lotfi 2009 Pengaruh variabel ekonomi makro terhadap indeks harga total bursa saham di Teheran, Iran. The International Conference on Islamic Economics and Economies of the OIC Countries 2009 28-29 April 2009 inflasi, nilai tukar, non- minyak ekspor, dan pada harga total saham metode OLS dan ECM hasil investigasi menunjukkan bahwa variabel makroekonomi di Iran, mempengaruhi harga total saham, dan terdapat hubungan yang bermakna antara variabel dan saham, indeks harga total. Selain itu, ada korelasi positif antara indeks harga total saham dan beberapa variabel yang besar, dan korelasi negatif dengan beberapa variabel lain. 5 Waliullah 2010 hubungan antara indeks harga saham dan liberalisasi keuangan dan pengaruh tujuh variabel makroekonomi di Pakistan untuk periode 1971- 2005 International Journal of Business and Social Science Vol. 1 No. 3; December 2010 PhD student at Graduate School of Economics and Management, Tohoku University, Sendai, Japan. E-mail: wali76yahoo.c om KSE share prices Index, GDP, Investasi, Inflasi, tingkat suku bunga, Exchange rate dan Money Supply Error Correction Model ECM Temuan studi menunjukkan bahwa GDP adalah penentu positif terbesar pasar saham Pakistan di kedua jangka pendek dan jangka panjang, sedangkan inflasi adalah penentu negatif terbesar dalam jangka panjang. Hasil empiris juga menunjukkan bahwa ukuran pasar keuangan telah berdampak positif terhadap Indeks KSE baik dalam jangka panjang dan jangka pendek. Liberalisasi keuangan dan reformasi dimulai pada awal 1990-an, sebagai bagian dari reformasi ekonomi memiliki bersih sangat kuat berpengaruh terhadap pasar saham. Ini berarti bahwa pasar saham terlalu banyak sensitif dan mudah berubah untuk keuangan liberalisasi di negara berkembang. Sumber : Data sekunder yang telah diolah dan dikembangkan untuk penelitian ini 6 T.O. Asaolu and M.S.Ogunmuy iwa 2011 dampak dari variabel-variabel makroekonomi pada harga rata- rata saham ASP dan lebih lanjut untuk menentukan apakah perubahan variabel makroekonomi menjelaskan pergerakan harga saham di Nigeria Asian Journal of Business Management 31: 72-78, 2011 ISSN: 2041-8752 © Maxwell Scientific Organization, 2011 Average share price of quoted stocks, GDP growth rate, External Debt measured by external debtGDP percent, Fiscal Deficit measured by fiscal deficitGDP percent, Interest rate, Exchange rate, Foreign capital inflowGDP percent, Growth rate of Investment, Industrial output and Inflation rate. Error Correction Model ECM Hasil menunjukkan bahwa ada hubungan yang lemah antara harga rata-rata saham dan variabel makroekonomi di Nigeria. selanjutnya bahwa ASP bukan merupakan indikator utama dari kinerja ekonomi makro di Nigeria. Meskipun ada sebuah hubungan jangka panjang ditemukan antara ASP dan variabel makroekonomi untuk periode yang ditentukan.

H. Keterkaitan Antar Variabel

1. Keterkaitan Tingkat GDP Terhadap IHSG Pertumbuhan investasi pasar modal di suatu negara salah satunya akan dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi GDP di negara tersebut. Semakin baik tingkat perekonomian suatu negara, maka semakin baik pula tingkat kemakmuran penduduknya. Tingkat kemakmuran yang lebih tinggi ini umumnya ditandai dengan adanya kenaikan tingkat pendapatan masyarakatnya. Dengan adanya peningkatan pendapatan tersebut, maka akan semakin banyak orang yang memiliki kelebihan dana, kelebihan dana tersebut dapat dimanfaatkan untuk disimpan dalam bentuk tabungan atau diinvestasikan dalam bentuk surat-surat berharga yang diperdagangkan dalam pasar modal Laporan Tahunan BI, 2001. 2. Keterkaitan Tingkat Inflasi Terhadap IHSG Inflasi menunjukkan arus harga secara umum Samuelson, 1992. Inflasi sangat terkait dengan penurunan kemampuan daya beli, baik individu maupun perusahaan. Penelitian tentang hubungan antara inflasi dengan return saham seperti yang dilakukan oleh Widjojo dalam Almilia, 2003 yang menyatakan bahwa makin tinggi inflasi akan semakin menurunkan tingkat profitabilitas perusahaan. Turunnya profit perusahaan adalah informasi yang buruk bagi para trader di bursa saham dan dapat mengakibatkan turunnya harga saham perusahaan tersebut dan dampaknya akan berpengaruh terhadap Indeks Harga Saham Gabungan. 3. Keterkaitan Nilai tukar Rupiah dengan Dollar US Terhadap IHSG Fluktuasi nilai rupiah terhadap mata uang asing yang stabil akan sangat mempengaruhi iklim investasi di dalam negeri, khususnya pasar modal. Terjadinya apresiasi kurs rupiah terhadap dolar misalnya, akan memberikan dampak terhadap perkembangan pemasaran produk Indonesia di luar negeri, terutama dalam hal persaingan harga. Apabila hal ini terjadi, secara tidak langsung akan memberikan pengaruh terhadap neraca perdagangan, karena menurunnya nilai ekspor dibandingkan dengan nilai impor. Seterusnya, akan berpengaruh pula kepada neraca pembayaran Indonesia. Dan memburuknya neraca pembayaran tentu akan berpengaruh terhadap cadangan devisa. Berkurangnya cadangan devisa akan mengurangi kepercayaan investor terhadap perekonomian Indonesia, yang selanjutnya menimbulkan dampak negatif terhadap perdagangan saham di pasar modal sehingga terjadi capital outflow. Selanjutnya bila terjadi penurunan kurs yang berlebihan, akan berdampak pada perusahaan-perusahaan go public yang menggantungkan faktor produksi terhadap barang-barang impor. Besarnya belanja impor dari perusahaan seperti ini bisa mempertinggi biaya produksi, serta menurunnya laba perusahaan. Selanjutnya dapat ditebak, harga saham perusahaan itu akan anjlok dan otomatis ini akan berpengaruh terhadap Indeks Harga Saham Gabungan Ana Oktavia, 2007:32. 4. Keterkaitan suku bunga SBI Terhadap IHSG Kenaikan tingkat suku bunga dapat meningkatkan beban perusahaan emiten yang lebih lanjut dapat menurunkan harga saham. Kenaikan ini juga potensial mendorong investor mengalihkan dananya ke pasar uang atau tabungan maupun deposito sehingga investasi di lantai bursa turun dan selanjutnya dapat menurunkan harga saham. Hal ini telah dibuktikan oleh Deddy Azhar Mauliano 2009 bahwa tingkat bunga berpengaruh signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan IHSG Di Bursa Efek Indonesia.

I. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran digunakan untuk menunjukkan arah penyusunan penelitian dan mempermudah dalam menganalisa masalah yang dihadapi, maka diperlukan suatu kerangka pemikiran yang akan memberikan gambaran tahap-tahap penelitian untuk mencapai suatu kesimpulan. Secara garis besar, konsep dasar dari penelitian ini adalah menguji pengaruh jangka panjang dan jangka pendek pertumbuhan ekonomi GDP, Inflasi, Nilai tukar Rupiah, tingkat suku bunga SBI terhadap Indeks Harga Saham di Indonesia IHSG Periode Januari 2006-Desember 2010. Dalam penelitian ini, dilakukan terhadap 4 empat variabel makro ekonomi yang diduga berpengaruh terhadap Indeks Harga Saham di Indoensia IHSG. Adapun variabel makroekonomi yang diprediksikan berpengaruh terhadap Indeks harga saham IHSG adalah pertumbuhan ekonomi GDP, inflasi, kurs Rupiah terhadap Dollar AS dan tingkat suku bunga SBI. Berdasarkan acuan tersebut maka penelitian ini mengunakan model koreksi kesalahan atau Erorr Corection Model ECM, karena model ini mampu meliputi banyak variabel dalam menganalisis fenomena ekonomi jangka pendek dan jangka panjang serta dapat memecahakan masalah variabel time series yang rentan dengan ke tidak stasioneran yang sebelumnya dilakukan pengujian awal adalah melihat data linier atau tidak nya sebuah data, kemudian uji stasionaritas mengikut Phillips Perron PP, lalu pengujian kointegrasi EG kemudian uji asumsi klasik dan terakhir Uji EG-ECM. Untuk pengolahan data-data ini digunakan perangkat lunak Eviews 6. Atas dasar analisis tersebut maka pengaruh jangka pendek dan jangka panjang dari masing-masing variabel ekonomi makro terhadap IHSG dapat digambarkan dalam model paradigma seperti ditunjukkan dalam alur dari penelitian ini digambarkan sebagai berikut : Gambar 2.3. Diagram Kerangka Pemikiran Penelitian Secara Keseluruhan Tidak Ya Tidak Tidak Pengaruh Variabel Makroekonomi Terhadap Indeks Harga Saham : Studi Kasus IHSG Periode Januari 2006 s.d Desember 2010 IHSG Uji Akar Unit data dengan PP test STASIONER Dilihat apakah variabel yang diuji stasioner pada ordo yang sama Uji Drajat Integrasi Uji Kointegritas Uji Asumsi Klasik Uji ECM Keluar dari pengujian Analisis Hasil Interpretasi Pengujian Berhenti, Ambil keputusan Latar Belakang Penelitian : Keberadaan pasar modal memiliki peranan penting dalam membangun perekonomian suatu negara. karena pasar modal menjalankan fungsi ekonomi dan fungsi keuangan. kondisi perekonomian yang baik, merupakan sentimen positif yang berdampak pada kenaikan harga di pasar saham suatu negara. Variabel Ekonomi Makro : GDP, INFLASI, KURS dan Tingkat Suku Bunga SBI Uji Linieritas

J. Hipotesis

Hipotesis merupakan dugaan atau jawaban sementara terhadap pertanyaan yang diajukan. Jadi, hipotesis dapat diartikan sebagai suatu pernyataan yang masih lemah kebenarannya dan perlu dibuktikan atau dugaan yang sifatnya masih sementara Hasan, 2003: 140. Berdasarkan dari keterkaitan antar variabel di atas dapat dikemukakan hipotesis yang merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian, yaitu sebagai berikut : 1. Diduga terdapat pengaruh yang signifikan pada jangka pendek variabel ekonomi makro yang meliputi pertumbuhan ekonomi GDP, Inflasi, Kurs Rupiah terhadap Dollar AS dan suku bunga SBI terhadap Indeks Harga Saham Gabungan periode Januari 2006 – Desember 2010. 2. Diduga terdapat pengaruh yang signifikan pada jangka panjang variabel ekonomi makro yang meliputi pertumbuhan ekonomi GDP, Inflasi, Kurs Rupiah terhadap Dollar AS dan suku bunga SBI terhadap Indeks Harga Saham Gabungan periode Januari 2006 – Desember 2010.

BAB III METODE PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Sesuai dengan tujuan penelitian ini, yaitu mengetahui pengaruh jangka panjang dan jangka pendek variabel makro ekonomi terhadap Indeks Harga Saham Gabungan, maka variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari lima variabel, yang meliputi satu variabel tidak bebas dependent variabel dan empat variabel bebas independent variabel. Adapun variabel- variabel tersebut adalah sebagai berikut : 1. Variabel tidak bebas yaitu Indeks Harga Saham Gabungan IHSG 2. Variabe bebas yaitu Gross Domestic Product GDP, Inflasi, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar US dan suku bunga SBI Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data time series tiap bulanan, dari Januari 2006 sampai dengan Desember 2010, mengenai GDP, inflasi, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar US, suku bunga SBI dan Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia. Metode yang digunakan yaitu metode penelitian historis yang bersifat Kausal- Distributif, artinya penelitian yang dilakukan untuk menganalisis suatu keadaan yang telah lalu dan menunjukan arah hubungan antar variabel.

B. Metode Penentuan Sampel

Populasi adalah kumpulan individu atau obyek penelitian yang memiliki kualitas-kualitas serta ciri-ciri yang ditetapkan. Berdasarkan kualitas dan ciri tersebut, populasi dapat dipahami sebagai sekelompok individu atau obyek pegamatan yang minimal memiliki satu persamaan karakteristik Cooper, Emory, 1999. Populasi penelitian ini adalah berupa data dari pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan di BEI, GDP, inflasi, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar US dan tingkat suku bunga SBI. Sedangkan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Indeks Harga Saham Gabungan di BEI, GDP, laju pertumbuhan inflasi, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar US dan tingkat suku bunga SBI selama periode Januari 2006 – Desember 2010, yang masing-masing sebanyak 60 sampel yang diambil dari data per bulan.

C. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan metode dokumentasi, yaitu pengambilan dokumen-dokumen berupa laporan ekonomi bulanan, statistik bulanan BEI, laporan perkembangan Bank Indonesia, dan Laporan-laporan Lain yang berhubungan dengan penelitian. Sumber data berasal dari pusat referensi dari Bursa Efek Indonesia, Bank Indonesia, Badan Pusat Statistik BPS dan data- data pendukung dari buku ataupun beberapa publikasi yang berhubungan dengan penelitian ini yang dinilai dapat memeberikan informasi yang obyektif melalui jaringan website. Pada penelitian ini data yang dipergunakan adalah data sekunder dengan jenis data time series yang diambil dan dicatat dari berbagai instansi dan lembaga yang berkompeten dalam meneliti dan mempublikasikan data- data sebagai bahan penelitian. Seluruh data yang diperlukan dalam penelitian ini selama periode Januari 2006 – Desember 2010. yang dikumpulkan dengan cara diunduh dari situs resminya di internet untuk kemudian diseleksi dan digunakan sesuai dengan keperluan analisis.

D. Metode Analisis Data

Dalam suatu analisis statistik, hal paling mendasar untuk suatu analisis adalah deskripsi dari suatu data Ahmad Rodoni,2004:6. Selain mendeskripsikan hasil penelitian dalam bentuk tulisan, penelitian ini mengunakan metode penelitian kuantitatif, yaitu penelitian yang dirancang untuk menentukan tingkat hubungan variabel yang berbeda dengan suatu populasi, peneliti dapat mengetahui seberapa besar kontribusi variabel bebas terhadap variabel terikat serta besarnya arah hubungan yang terjadi. Dalam penelitian ini untuk menganalisis GDP, Inflasi, Kurs dan suku bunga SBI terhadap IHSG digunakan metode analisis yang digunakan untuk mengestimasi model penelitian ini adalah metode Engel Granger Error Corection Model EG-ECM yang diperkenalkan yang pertama kali diperkenalkan oleh Sargan dan kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Henry dan akhirnya dipopulerkan oleh Engle-Granger RF Engle and CW Granger, 1987. Model koreksi kesalahan mampu meliputi banyak variabel dalam menganalisis fenomena ekonomi, baik jangka pendek maupun jangka panjang serta mengkaji konsistensi tidaknya model empirik dengan teori ekonometrika. Selain itu, model ini mampu mencari pemecahan terhadap persoalan variabel runtun waktu yang tidak stasioner dan regresi lancung dalam ekonometrika. Pengujian ekonometrika baru dilakukan bila terdapat indikasi adanya hubungan jangka panjang dengan menggunakan uji kointegrasi. Variabel- variabel dikatakan terkointegrasi bila stasioner pada ordo yang sama. Untuk menguji kesetasioneran data maka penelitian ini mengunakan Phillips-Peron PP test. Dalam Phillip-Peron test, perlu menentukan jumlah truncation lag untuk koreksi Newey-West, yaitu dengan menggunakan rumus N 13 = 60 13 = 3.91 yang kemudian dibulatkan pada satuan nilai terdekat diatasnya yaitu 4 Yahya Hamja, 2008. 1. Uji Linieritas Uji ini digunakan untuk mencari model persamaan yang paling baik diantara beberapa pilihan model, apakah menggunakan regresi linier biasa, semi log dan doubel log Gujarati, 2002: 280-282. Uji linierritas data digunakan untuk mengetahui apakah data yang akan diolah telah mendekati linier atau belum. Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data semi log ln dari variabel-variabel tersebut, yang berguna untuk memecahkan persamaan yang tidak diketahuinya merupakan pangkat dari variabel lain. Uji spesifikasi linearitas model, Uji ini biasanya didesain untuk menguji apakah suatu variabel penjelas cocok atau tidak dimasukkan dalam suatu model estimasi. Akan tetapi menurut Kennedy 1996 dalam Insukindro 2003 uji ini digunakan untuk menguji apakah bentuk fungsi suatu model estimasi linier atau tidak linier, dengan cara melihat nilai probabilitasnya. Pada penelitian ini digunakan uji JB.Ramsey spesifikasi umum atau general test of spesification error. Langkah-langkah pengujian sebagai berikut. Hipotesis Ho = model tidak linier Ha = model linier Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria. Bila probabilitas Obs R 2 0,05 maka signifikan, Ho ditolak model linier. Bila probabilitas Obs R 2 0,05 maka tidak signifikan, Ha ditolak model tidak linier. 2. Uji Akar Unit Dalam ekonometrika dikenal dengan beberapa pengujian unit root dan data ekonomi makro pada umumnya time series yang rentan dengan ketidak stasioneran, untuk itu sebelumnya dilakukan uji stasioner. Tujuan uji stasioner ini adalah agar meannya stabil dan random error nya = 0, sehingga model regresi yang diperoleh adalah regresi semu. Pengujian stasioner data dilakukan dengan uji akar unit Phillips- Peron PP. pengunaan uji akar Phillips-Perron uji ini lebih baik dibandingkan dengan uji ADF dalam menganalisis data yang mempunyai volatilitas yang tinggi Agus Widarjono, 2005. Uji Phillips-Peron PP memasukan adanya autokorelasi di dalam variabel ganguan dengan memasukan variabel independen berupa kelambanan diferensi. Phillips-Peron PP membuat uji akar unit dengan mengukan metode statistik nonparametrik dalam menjelaskan adanya autokorelasi antara variabel gangguan tanpa memasukan variabel penjelas kelambanan deferensi. Statistik distibutif t tidak mengikuti statistik distributif normal tetapi mengikuti distributif statistik PP, sedangkan nilai kritisnya digunakan nilai kritis atau penentuan bentuk linear atau non linear dari model mengikuti prosedur yang dikembangkan oleh McKinnon, White dan Davidson 1983 atau MWD test. Sementara pengujian stasionaritas mengikuti Phillips-Peron PP dengan cara membandingkan antara nilai kritisnya yaitu distribusi statistik MacKinnon. Jika nilai absolut statistik PP lebih besar dari nilai kritisnya, maka data yang diamati menunjukan stasioner dan jika sebaliknya nilai absolut statistik PP lebih kecil dari nilai kritisnya maka data tidak stasioner. Langkah-langkah pengujian sebagai berikut: Hipotesis Ho = data tersebut tidak stasioner pada derajat nol. Ha = data tersebut stasioner pada derajat nol. Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria : Jika PP test statistik PP tabel daerah kritis α = 5 maka Ho ditolak, data stasioner pada derajat nol. Jika PP test statistik PP tabel daerah kritis α = 5 maka Ha ditolak, data tidak stasioner pada derajat nol. Kita juga harus menentukan apakah ujinya tanpa konstanta dan trend, hanya dengan konstanta ataukah dengan konstanta atau tren. Dalam menentukan panjangnya lag Uji PP mengunakan truncation lag q dari Newey-West. 3. Uji Derajat Integrasi Dalam uji akar unit PP bila menghasilkan kesimpulan bahwa data tidak stasioner, maka diperlukan proses diferensi data. Uji stasioner data melalui proses diferensi ini disebut uji drajat integrasi. Seperti uji akar unit PP, keputusan sampai pada derajat keberapa suatu data akan stasioner dapat dilihat dengan membandingka antara nilai statistik PP yang diperoleh dari koefisien y dengan nilai kritis ditribusi statistik McKinnon. Jika nilai absolut dari statistik PP lebih besar dari nilai kritisnya pada diferensi tingkat pertama, maka data dikatakan stasioner pada derajat satu. Akan tetapi jika dilanjutkan pada diferensi yang lebih tinggi sehingga diperoleh data stasioner. Langkah-langkah pengujian sebagai berikut : Hipotesis Ho = data tersebut tidak stsioner pada derajat 1,2,…..dan seterusnya. Ha = data tersebut stasioner pada derajat 1,2,……dan seterusnya. Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria : Jika PP test statistik PP tabel daerah kritis α = 5 maka Ho ditolak, data stasioner pada derajat 1,2,….. dan seterusnya. Jika PP test statistik PP tabel daerah kritis α = 5 maka Ha ditolak, data tidak stasioner pada derajat 1,2,….. dan seterusnya. 4. Uji Kointegrasi Uji kointegrasi merupakan kelanjutan dari uji akar unit. Tujuannya adalah untuk mengkaji stasioneritas residual regresi kointegrasi. Stasioneritas penting jika ingin mengembangkan suatu model dinamis, terutama ECM yang mencakup variabel-variabel kunci pada regresi kointegrasi terikat, Pada penelitian ini digunakan uji kointegrasi Engel Granger. Pada umumnya data time series tidak stasioner pada level atau mengandung unit root, bila data tersebut sudah stasioner pada ordo yang sama, misalnya 11 maka dapat dilakukan uji kointegrasi untuk melihat apakah terdapat adanya hubungan keseimbangan antara variabel-variabel tersebut dalam jangka panjang. Langkah-langkah pengujian sebagi berikut: Hipotesis Ho = tidak terdapat hubungan jangka panjang antaravariabel independen dengan variabel dependen. Ha = terdapat hubungan jangka panjang antaravariabel independen dengan variabel dependen. Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria : Jika PP test statistik PP tabel daerah kritis α = 5 maka Ho ditolak, terdapat hubungan jangka panjang antara variabel independen dengan variabel dependen. Jika PP test statistik PP tabel daerah kritis α = 5 maka Ha ditolak, tidak terdapat hubungan jangka panjang antara variabel independen dengan variabel dependen. 5. Uji Asumsi Klasik Uji asumsi klasik adalah pengujian ekonometrika untuk menilai ada tidaknya bias penelitian. Model regresi ini digunakan agar dapat dijadikan alat estimasi yang tidak bias jika telah memenuhi persyaratan BLUE Best Linier Unbiased Estimator yakni tidak terdapat multikolinearitas, autokorelasi, dan heteroskedastisitas. Apabila model yang digunakan terjadi multikolinearitas, autokorelasi, dan heteroskedastisitas maka regresi penaksir tidak efisien, peramalan berdasarkan regresi tersebut akan bias dan uji baku yang umum untuk koefisien regresi menjadi tidak valid. a. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal Ghozali 2005: 110. Sedangkan dasar pengambilan keputusan dalam deteksi normalitas: Pengujian dilakukan dengan menggunakan Uji Jargue-Bera test. langkah-langkah pengujian sebagai berikut. Hipotesis Ho = residual berdistribusi tidak normal Ha = residual berdistribusi normal Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria : Bila probabilitas Obs R2 0,05 maka signifikan, Ho ditolak distribusi data normal. Bila probabilitas Obs R2 0,05 maka tidak signifikan, Ha ditolak distribusi data tidak normal. b. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 sebelumnya Ghozali 2005: 95-96. Untuk menguji keberadaan autokorelasi dalam penelitian ini digunakan statistik d dari Durbin-Watson DW test dimana angka- angka yang diperlukan dalam metode tersebut adalah dL angka yang diperoleh dari tabel DW batas bawah, dU angka yang diperoleh dari tabel DW batas atas, 4- dL dan 4-dU. Statistik d Durbin-Watson dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar 3.1 Statistik d Durbin-Watson Langkah-langkah pengujian sebagai berikut. Hipotesis Ho = tidak terdapat autokorelasi Ha = terdapat autokorelasi Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria. Bila nilai DW mendekati 0 atau 4 Ho ditolak, model terjadi autokorelasi +-. Bila nilai DW mendekati 2 Ho diterima, maka model tidak terjadi autokorelasi. Selain dengan mengunakan uji Durbin Watson, untuk melihat ada tidaknya autokorelasi dapat juga dipergunakan uji Langrage Multiplier LM test, dengan membandingkan nilai probabilitas R-Square dengan α = 0,05 Gujarati : 2006. Langkah-langkah pengujian sebagai berikut. Hipotesis Ho = tidak terjadi autokorelasi Ha = terjadi auto korelasi Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria : Bila probabilitas Obs R 2 0,05 maka Ho ditolak, terjadi autokorelasi. Bila probabilitas Obs R 2 0,05 maka Ho diterima, tidak terjadi autokorelasi. c. Uji Heteroskedasitisitas Uji heterokedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain Ghozali 2005: 105. Jika varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Heteroskedastisitas adalah keadaan dimana faktor gangguan tidak memiliki varian yang sama. Pengujian terhadap gejala heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melakukan White Test, yaitu dengan cara meregresi residual kuadrat dengan variabel bebas, variabel bebas kuadrat dan perkalian variabel bebas. Pedoman dalam penggunaan model white test adalah jika nilai Chi-Square hitung lebih besar dari nilai X2 kritis dengan derajat kepercayaan tertentu α maka ada heteroskedasitisitas dan sebaliknya jika Chi-Square hitung lebih kecil dari nilai X2 menunjukan tidak adanya heterokedasitisitas. Dengan langkah langkah pengujian sebagai berikut. Hipotesis Ho = tidak terjadi heteroskedastisitas Ha = terjadi heteroskedastisitas Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria : Bila probabilitas Obs R 2 0,05 maka Ho ditolak, terjadi heteroskedstisitas. Bila probabilitas Obs R 2 0,05 maka Ho diterima, tidak terjadi heteroskedstisitas. 6. Uji Error Corection Model ECM Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Engel Granger Error Correction Model EG-ECM. Model koreksi kesalahan mampu meliputi banyak variabel dalam menganalisis fenomena ekonomi jangka pendek dan jangka panjang serta mengkaji konsistensi model empiris dengan teori ekonomi. Setelah model ECM terbebaslulus dari uji stasioner, uji drajat integrasi, uji kointegritas dan uji asumsi klasik, maka model ECM layak dipakai dan kemudian dilakukan analisis ECM. Analisis ini digunakan untuk melihat besarnya pengaruh jangka pendek dan jangka panjang variabel independen GDP, Laju Inflasi, Nilai Tukar RupiahUS dan Tingkat Suku Bunga SBI terhadap variabel dependen IHSG di Bursa Efek Indonesia. Untuk mengetahui hubungan antara variabel-variabel makroekonomi terhadap IHSG, digunakan regresi Error Correction Model ECM. Model ini memiliki keunggulan dalam mengatasi masalah stasionaritas dan regresi lancung dalam time series data, serta mengukur hubungan jangka pendek dan jangka panjang Thomas, 1997. Berikut merupakan model ECM yang digunakan pada penelitian ini : Model dasar : IHSG = f PDB, INF,KURS, SBI Model ekonometrika : IHSGt = βo + β 1 GDPt + β 2 INFt + β 3 KURSt + β 4 SBIt + e Jika diuraikan dalam bentuk semi log akan berubah menjadi sebagai berikut: LNIHSGt = βo + β 1 LNGDPt + β 2 INFt + β 3 LNKURSt + β 4 SBIt + ECTt + e Sehingga rumus yang terbentuk dalam penelitian ini adalah : DLNIHSG C DLNGDP DINF DLNKURS DSBI LNGDP-1 INF-1 LNKURS-1 SBI-1 ECT Dimana : D = difference, Xt – Xt-1 LN = natural log PDB = Produk domestik produk INF = Inflasi SBI = suku bungan SBI KURS = nilai tukar Rupiah terhadap Dollar US βo = konstanta constant β 1 ….β 4 = koefisien regresi variabel bebas e = error term ECT = error corection term t = periode waktu Setelah model ECM terbentuk, maka pengujian dilanjutkan ke tahap berikutnya yaitu uji ECT Error Corection Model. 7. Uji Error Corection Term ECT ECT adalah bagian dari pengujian analisa dinamis yaitu ECM. Nilai ECT diperoleh dari penjumlahan variabel independent bulan sebelumnya dikurangi variabel dependen bulan sebelumnya. Hal ini dimaksudkan untuk melihat bagaimana pengaruh dari model tersebut baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Model ECT yang terbentuk pada penelitian ini adalah : ECT = LNGDPt-1 + INFt-1 + LNKURSt-1 + SBI-1 – LNIHSGt-1 Kemudian regres model ECM secara berurutan sesuai dengan model yang telah ditemukan. Hasil probabilita ECT akan menetukan apakah model dapat dianalisa baik jangka pendek maupun jangka panjang. Jika variabel ECT positif dan signifikan 5, maka spesifikasi model sudah valid dan dapat dijelaskan variabel dependen.

E. Operasional Variabel

Dalam penelitian ini dibagi menjadi dua bagian, yang terdiri dari variabel terkait dependent yaitu Indeks Harga Saham Gabungan dan variabel bebas indepedent yaitu pertumbuhan ekonomi GDP, laju pertumbuhan inflasi, kurs tengah Rupiah dan suku bunga Bank Indonesia SBI. Operasional variabel dapat dirinci sebagai berikut. 1. Indeks Harga Saham Gabungan Indeks Harga Saham Gabungan IHSG adalah angka yang menunjukan pergerakan harga saham yang tergabung dalam IHSG yang ada di BEI. Pandji dan Piji 2003:101 mengemukakan untuk dapat melakukan perhitungan Indeks Harga Saham memerlukan waktu dasar dan waktu yang berlaku. Harga dasar ditetapkan sebesar 100. Secara sederhana menghitung indeks harga saham sebagai berikut Pandji dan Piji:101 : IHS : Indeks Harga Saham Ht : Nilai Pasar waktu yang berlaku Ho : Nilai Dasar waktu dasar 2. Produk Domestik Bruto Pendapatan nasional diwakili oleh Produk Domestik Bruto PDB atas dasar harga konstan, seluruh output yang dihasilkan baik oleh warga negara indoneasi maupun warga negara asing yang ada di indonesia. PDB dirinci menurut lapangan usaha atas dasar harga tetap. GDP Rill : nilai produk berdasarkan tahun dasar GDP Nominal : nilai produk berdasarkan harga yang berlaku GDP Deflator : nilai produk berdasakan indeks harga 3. Laju inflasi Inflasi merupakan suatu keadaan dimana terjadi kenaikan harga- harga barang yang berlangsung secara terus menerus. Perhitungan inflasi didasarkan pada metode pengukuran indeks Harga Konsumen IHK mengingat metode perhitungan ini adalah metode yang digunakan di H IHS = ────── x 100 Ho GDP Nominal GDP Rill = ──────────── x 100 GDP Deflator IHKt - IHKt- 1 LI = x 100 IHKt- 1 indonesia yang dilakukan Biro Pusat Statistik BPS. IHK dapat digunakan untuk menghitung inflasi bulanan, triwulanan, semesteran dan tahunan menurut Tajul Khalwaty 2000 :38 perhitungan inflasi IHK menggunakan rumus berikut: LI : Laju Inflasi IHKt : Indeks Harga Komsumen tahun tertentu IHKt- 1 : Indeks Harga Konsumen tahun sebelumnya 4. Kurs Tengah Rupiah Kurs rupiah merupakan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing atau valuta asing. Tetapi sebagaimana yang di kemukakan Agus Sartono 2001 : 468 bahwa sudah menjadi kesepakatan umum bahwa nilai tukar mata uang asing dinyatakan dalam Dollar basis US, kecuali nilai tukar British Pound, per US. Tetapi operasional variabel kurs IDR diambil dengan ketetapan kurs tengah rupiah dengan alasan bahwa baik kurs jual maupun kurs beli mempunyai peran yang sama terhadap perekonomian makro. Sehingga penulis mendasarkan pengambilan kurs tengah rupiah berdasarkan beberapa institusi kelembangaan keuangan seperti Bank Indonesia, Bursa Efek Indonesia, Kamar Dagang dan Industri Indonesia, Badan Perencanaa Pembanguna Nasional dan institusi-institusi keuangan lainnya. Adapun penetapan kurs tengah rupiah adalah Publikasi Bank Indonesia: 5. Suku bunga Bank Indonesia SBI SBI adalah surat berharga atas ujuk yan dikeluarkan oleh BI sebagai pengakuan hutang berjangka pendek dengan sistem diskonto yang bertujuan untuk mengendalikan jumlah uang yang beredar di masyarakat. Penentuan variabel SBI secara kuantitaif di ambil berdasarkan penetapan yang telah dikeluarkan oleh Bank Indonesia setiap bulanya sebagai bank sentral di indonesia. Lebih lanjut Operasional variabel dapat terlihat secara lebih gamblang pada Tabel berikut di bawah ini : Tabel 3.1. Matriks Operasional Variabel Ekonomi Makro Indonesia dan IHSG Dimensi Definisi Indikator Ukuran Skala Sumber data PDB seluruh output yang dihasilkan baik oleh warga negara indoneasi maupun warga negara asing yang ada di indonesia Rata-rata bulanan PDB Rupiah Rasio BI BPS Inflasi Kejadian dimana kenaikan harga secara terus menerus pada suatu negara Rata-rata bulanan Laju inflasi Persen Rasio BI Nilai Tukar Perbandingan nilai mata uang suatu negara dengan mata Rata-rata nilai tukar rupiah bulanan Rupiah Rasio BI Kurs Jual + Kurs Beli Kurs Tengah Rupiah = ──────―─────────── 2 uang negara lain terhadap US Suku Bunga SBI Surat berharga yang dikeluarkan oleh pemerintah BI sebagai pengakuan utang berjangka pendek Rata-rata bulanan tingkat suku bungan SBI Persen Rasio BI IHSG Suatu indeks yang merupakan nilai komulatif dari seluruh saham industri yang diperdagangkan di BEI Kinerja rata- rata saham bulanan yang berada di BEI Point Rasio BEI

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Sekilas Gambaran Umum Obyek Penelitian

1. Sejarah Pasar Modal Indonesia

Pasar modal di Indonesia bukan merupakan hal baru. Secara historis pasar modal telah hadir jauh sebelum Indonesia merdeka. Pasar modal atau bursa efek telah hadir sejak zaman kolonial Belanda dan tepatnya pada tahun 1912 di Batavia pada tanggal 14 Desember 1912 yang diselenggarakan oleh Vereneging Voor de Effectenhandel . Pasar modal ketika itu didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk kepentingan pemerintah kolonial atau VOC. Dengan berkembangnya bursa efek di Batavia, pada tanggal 11 Januari 1925 dibukalah Bursa Efek Surabaya, yang kemudian disusul dengan pembukaan bursa efek di Semarang pada tanggal 1 Agustus 1925. Perkembangan dan pertumbuhan pasar modal tidak berjalan seperti yang diharapkan, bahkan pada beberapa periode kegiatan pasar modal mengalami kevakuman. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor seperti perang dunia ke I dan II, perpindahan kekuasaan dari pemerintah kolonial kepada pemerintah Republik Indonesia, dan berbagai kondisi yang menyebabkan operasi bursa efek tidak dapat berjalan sebagimana mestinya. Pada zaman Republik Indonesia Serikat RIS, bursa efek diaktifkan kembali. Diawali dengan diterbitkannya Obligasi Pemerintah Republik Indonesia tahun 1950, kemudian disusul dengan diterbitkannya Undang- Undang Darurat tentang bursa Nomor 13 tanggal 01 September 1951. Undang-Undang Darurat itu kemudian ditetapkan sebagai Undang-Undang Nomor 15 tahun 1952. Pada saat itu penyelenggaraan bursa diserahkan pada Perserikatan Perdagangan Uang dan Efek-efek PPUE dan Bank Indonesia BI ditunjuk sebagai penasihat. Kegiatan bursa kembali terhenti ketika pemerintah Belanda meluncurkan program nasionalisasi perusahaan perusahaan milik pemerintah Belanda pada tahun 1956. Program nasionalisasi ini disebabkan adanya sengketa antara pemerintah Indonesia dengan Belanda mengenai Irian Barat, dan sekarang bernama Papua, yang mengakibatkan larinya modal usaha ke luar negeri. Setelah terhenti sejak tahun 1956, pada tanggal 10 Agustus 1977. Presiden Suharto secara resmi membuka pasar modal di Indonesia yang ditandai dengan Go Public-nya PT. Semen Cibinong. Pada tahun itu juga pemerintah memperkenalkan Badan Pelaksana Pasar Modal BAPEPAM sebagai usaha untuk menghidupkan pasar modal. Kegiatan perdagangan dan kapitalisasi pasar saham pun mulai meningkat seiring dengan perkembangan pasar finansial dan sektor swasta yang mencapai puncak perkembangannya pada tahun 1990. Dengan pertumbuhan yang pesat dan dinamis, bursa efek perlu ditangani secara lebih serius. Untuk menjaga objektifitas dan mencegah kemungkinan adanya conflict of interest fungsi pembinaan dan operasional bursa harus dipisahkan dan dikembangkan dengan pendekatan yang lebih profesional. Akhirnya pemerintah memutuskan sudah tiba waktunya untuk melakukan swastanisasi bursa. Sehingga akhir tahun 1991 didirikan PT Bursa Efek Jakarta dan diresmikan oleh Menteri Keuangan pada tanggal 13 Juli 1992. PT. Bursa Efek Jakarta yang selanjutnya disebut dengan nama BEJ dan menjadi salah satu bursa saham yang dinamis di Asia. Swastanisasi bursa saham menjadi BEJ ini mengakibatkan beralihnya fungsi BAPEPAM menjadi Badan Pengawas Pasar Modal. Tahun 1995 adalah tahun dimana BEJ memasuki babak baru. Pada 22 Mei 1995 BEJ meluncurkan Jakarta Automatic Trading System JATS, sebuah sistem perdagangan manual otomasi yang menggantikan sistem perdagangan manual. Dalam sistem perdagangan manual di lantai bursa terlihat dua 2 deret antrian, yang satu untuk antrian beli dan yang satu untuk antrian jual, yang cukup panjang untuk masing-masing sekuritas dan kegiatan transaksi dicatat di papan tulis. Oleh karena itu, setelah otomasi ini yang sekarang terlihat di lantai bursa adalah jaringan komputer-komputer yang digunakan pialang atau broker dalam bertransaksi. Sistem baru ini dapat memfasilitasi perdagangan saham dengan frekuensi yang lebih besar dan lebih menjamin kegiatan pasar yang adil dan transparan dibandingkan dengan sistem perdagangan manual. Pada tanggal 10 November 1995. Pemerintah mengeluarkan Undang – Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Undang-Undang ini mulai diberlakukan mulai Januari 1996. Pada Juli 2000 BEJ menerapkan perdagangan tanpa warkat atau Secriples Trading dengan tujuan untuk meningkatkan likuiditas pasar dan menghindari peristiwa saham hilang dan pemalsuan saham, serta untuk mempercepat proses penyelesaian transaksi. Tahun 2002 BEJ juga mulai menerapkan perdagangan jarak jauh atau Remote Trading sebagai upaya meningkatkan akses pasar, efisien pasar, kecepatan dan frekuensi perdagangan. Saham yang dicatatkan di BEJ adalah saham yang berasal dari berbagai jenis perusahaan yang go public, antara lain dapat berupa saham yang berasal dari perusahaan manufaktur, perusahaan perdagangan, perusahaan jasa dan lain-lain. Perusahaan jasa dapat berupa jasa keuangan maupun jasa non keuangan. Perusahaan jasa keuangan adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa keuangan. Perusahaan ini terdiri dari dua kategori yaitu perbankan dan perusahaan jasa keuangan non bank. Perusahaan-perusahaan go public yang tercatat pada PT. BEI diklasifikasikan menurut sektor industri yang telah ditetapkan oleh PT. BEI yang disebut dengan JASICA Jakarta Stock Exchange Industry Classification . Terdapat 9 sembilan sektor industri berdasarkan klasifikasi PT. BEI, yaitu: a. Sektor Pertanian Agriculture, b. Sektor Pertambangan Mining, c. Sektor Industri Dasar dan Kimia Basic Industry and Chemicals, d. Sektor Aneka Industri Miscellaneous Industry, e. Sektor Industri Barang Konsumsi Consumer Goods Indusry, f. Sektor Properti dan Real Estate Property and Real Estate, g. Sektor Infrastruktur, Utilitas dan Tranportasi Infrastructure, Utillities and Transportation , h. Sektor Keuangan Finance, i. Sektor Perdagangan, Jasa, dan Investasi Trade, Service, and Investment. Klasifikasi sektor industri perusahaan publik ini sangat bermanfaat dalam menganalisis perkembangan saham-saham perusahaan publik dari sektor terkait. Cara pandang saham dari perspektif klasifikasi sektor industri merupakan suatu cara yang populer dan dipakai luas baik oleh pemodal institusional maupun individu. Seiring dengan perkembangan pasar dan tuntutan untuk lebih meningkatkan efisiensi serta daya saing di kawasan regional, maka efektif tanggal 3 Desember 2007 secara resmi PT Bursa Efek Jakarta digabung dengan PT Bursa Efek Surabaya dan berganti nama menjadi PT Bursa Efek Indonesia.

2. Deskripsi Variabel Penelitian