c.  Inflasi 91
d.  Nilai Tukar Rupiah Terhadap USD KURS 93
e.  Suku Bunga SBI 95
B. Analisis Data
96 1.  Uji Linieritas
97 2.  Uji Akar Unit
98 3.  Uji Derajat Integrasi
100 4.  Uji Kointegrasi
101 5.  Uji Asumsi Klasik
102 6.  Uji Error Corection Model ECM
104 C.
Interpretasi Data 107
1.  Konstanta 107
2.  GDP terhadap Indeks Harga Saham Gabungan IHSG 108
3.  Inflasi terhadap Indeks Harga Saham Gabungan IHSG 108
4.  Kurs terhadap Indeks Harga Saham Gabungan IHSG 109
5.  SBI terhadap Indeks Harga Saham Gabungan IHSG 110
D. Pembahasan Analisis Statistik
111 1.  Analisis Jangka Pendek
111 2.  Analisis Jangka Panjang
112
BAB V  KESIMPULAN DAN SARAN
115 A.
Kesimpulan 115
B. Saran
116
DAFTAR  PUSTAKA
118
LAMPIRAN 123
DAFTAR TABEL
No. Keterangan
Halaman
1.1.  Data Perkembangan IHSG 2001-2008 5
2.1.  Ringkasan Penelitian Terdahulu 54
3.1.  Matriks Operasional Variabel Pengaruh Variabel Ekonomi Makro 81
4.1.  Uji Ramsey RESET 97
4.2.  Uji Akar Unit Phillips-Perron test pada tingkat Level 98
4.3.  Uji Akar Unit Phillips-Perron test pada tingkat First Difference 99
4.4.  Uji Akar Unit Phillips-Perron test pada tingkat Second Difference 100
4.5.  Uji Kointegrasi 101
4.6.  Uji Lagrange Multiple Test 103
4.7.  Uji White Heteroskedasticity 104
4.8.  Hasil Regresi Error Corection Model ECM 105
4.9.  Hasil Regresi ECM 107
DAFTAR GAMBAR
No. Keterangan
Halaman
1.1.  Perkembangan IHSG Januari 2006-Desember 2010 6
2.1.  Demand-Pull Inflation 32
2.2.  Cost-Push Inflation 33
2.3.  Diagram Kerangka Pemikiran Penelitian Secara Keseluruhan 61
3.1.  Statistik d Durbin-Watson 73
4.1.  Grafik Perkembangan IHSG 88
4.2.  Grafik Gross Domestic Product GDP 90
4.3.  Grafik Laju Inflasi 92
4.4.  Grafik Kurs 94
4.5.  Grafik Tingkat SBI 95
4.6  Uji Normalitas Jarque-Bera 102
DAFTAR LAMPIRAN
No. Keterangan
Halaman
1 Data Variabel Makro Ekonomi Indonesia periode 2006.1  s.d
2010.12 123
2 Uji Stasioner Tingkat LEVEL
125 3
Uji Stasioner Tingkat 1’st Different 128
4 Uji Stasioner Tingkat 2’nd Different
131 5
Uji Kointegrasi 134
6 Uji Ramsey RESET Test
135 7
Uji Lagrange Multiple Test 136
8 Uji White Heteroskedasticity
137 9
Hasil Regresi Error Correction Model 138
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Globalisasi  perdagangan  bebas  di  seluruh  dunia  secara  langsung berpengaruh  terhadap  kondisi  perekonomian  suatu  negara.  Persaingan  global
mendorong pemerintah lebih memperhatikan berbagai aspek, khususnya aspek ekonomi.  Era  globalisasi  sendiri  merupakan  suatu  yang  positif.  Dalam
pengertian  sebagai  proses  dimana  ekonomi  semua  negara  saling  berinteraksi secara timbal balik satu sama lain dan dengan demikian memberikan peluang
bagi  masing-masing  negara  untuk  mengembangkan  dan  meningkatkan ekonominya.
Salah  satu  ciri  inheren  sekaligus  sebagai  kebutuhan  utama  sebuah negara  yang  mengikuti  persaingan  global  dan  berpartisipasi  sebagai  price
taker dalam  pasar  modal  adalah  ketersediaan  modal.  Sehingga  setiap  negara
yang akan membangun pasti memerlukan modal. Modal yang digunakan dapat berasal  dari  dalam  negeri  maupun  luar  negeri.  Dalam  teori  pembangunan
ekonomi  neo  klasik  yang  dipelopori  oleh  Robert  Solow  menyatakan pendapatnya,  ditegaskan  secara  implisit tentang  peranan  modal  dalam  proses
pembangunan. Akumulasi modal sangat diperlukan untuk meningkatkan daya serap  perekonomian  terhadap  angkatan  kerja.  Semakin  tinggi  modal  yang
yang  tersedia  dalam  perekonomian,  semakin  tinggi  pula  kemampuan perekonomian tersebut menyerap tenaga kerja.
Di  era  globalisasi  ini,  hampir  semua  negara  menaruh  perhatian  besar terhadap  pasar  modal  karena  memiliki  peranan  strategis  bagi  penguatan
ketahanan  ekonomi  suatu  negara.  Terjadinya  pelarian  modal  ke  luar  negeri capital flight bukan hanya merupakan dampak merosotnya nilai rupiah atau
tingginya  inflasi  dan  rendahnya  suku  bunga  di  suatu  negara,  tetapi  karena tidak tersedianya alternatif investasi yang menguntungkan di negara tersebut,
atau  pada  saat  yang  sama,  investasi  portofolio  di  bursa  negara  lain menjanjikan  keuntungan  yang  jauh  lebih  tinggi.  Keadaan  ini  terjadi  sebagai
konsekuensi  dari  terbukanya  pasar  saham  terhadap  investor  asing  Paulus Situmorang, 2008:7.
Negara  Indonesia  bisa  dikatakan  masuk  dalam  kategori  negara berkembang  di  kancah  internasional,  pastinya  membutuhkan  adanya  modal
atau  dana  dalam  jumlah  yang  besar  sebanding  dengan  pertumbuhan  yang ditargetkan.  Dalam  hal  ini  pasar  modal  mempunyai  peranan  yang  strategis
dalam  perekonomian  Indonesia,  pasar  modal  merupakan  salah  satu  pilar ekonomi  indonesia  yang  dapat  menjadi  penggerak  ekonomi  nasional  melalui
peranannya  sebagai  wahana  sumber  pembiayaan  bagi  perusahaan  dan alternatif investasi bagi para pemodal.
Pasar  modal  diharapkan  dunia  usaha  memperoleh  sebagian  atau bahkan  seluruh  pembiayaan  jangka  panjang  yang  diperlukan.  Pasar  modal
merupakan  lahan  untuk  mendapatkan  modal  investasi,  sementara  investor pasar  modal  merupakan  lahan  untuk  menginvestasikan  uangnya.  Setiap
investor  dalam  mengambil  keputusan  investasi  selalu  dihadapkan  pada
sejumlah  alternatif,  apakah  ia  akan  menginvestasikan  dananya  dalam  bentuk asset  real
seperti  membeli  peralatan  produksi  dan  mengoperasikannya  untuk mendapatkan  keuntungan,  atau  memilih  melakukan  investasi  dalam  bentuk
asset  financial dengan  membeli  sekuritas  yang  berpendapatan  tetap  seperti
deposito pasar uang, obligasi pasar modal, Sertifikat Bank Indonesia SBI atau  membeli  sekuritas  yang  berpendapatan  tidak  tetap  seperti  saham  pasar
modal. Pasar  modal  memegang  peranan  penting  dalam  perekonomian
Indonesia, dimana nilai Indeks Harga Saham Gabungan IHSG dapat menjadi leading  indicator  economic
pada  suatu  negara.  Pergerakan  indeks  sangat dipengaruhi oleh ekspektasi investor atas kondisi fundamental negara maupun
global.  Adanya  informasi  baru  akan  berpengaruh  pada  ekspektasi  investor yang akhirnya akan berpengaruh pada indeks harga saham Pananda Pasaribu,
2008.  Indeks  harga  saham  merupakan  bagian  paling  penting  dalam pembicaraan  mengenai  pasar  modal,  karena  indeks  ini  merupakan  indikator
dari  berbagai  hal  dan  dapat  dijadikan  sebagai  bahan  pertimbangan  dalam membuat  kebijakan-kebijakan  dibidang  ekonomi  makro,  ekonomi  mikro,
moneter  dan  kebijakan  lainya  Paulus  Situmorang,  2008:133.  Selain  itu, menurut  Pandji  Anoraga  dan  Piji  Pakarti  2008:110,  pertumbuhan  ekonomi
yang  baik  secara  umum  menunjukan  tingkat  perbaikan  kesejahteraan masyarakat,  dan  hal  ini  biasanya  akan  diikuti  dengan  kegiatan  pasar  modal
yang bergairah.
Indeks  harga  saham  bisa  dikatakan  sebgai  barometer  kesehatan ekonomi  suatu  negara  dan  sebagai  pasar  melakukan  analisis  statistik  atas
kondisi pasar terakhir current market. Sebagaimana diketahui bahwa, saham sebagai  bukti  kepemilikan  perusahaan  yang  merupakan  surat  berharga  atau
efek  yang  diterbitkan  oleh  perusahaan  yang  terdaftar  di  bursa  go  public. Fluktuasi  harga  saham  ditentukan  oleh  kemampuan  perusahaan  dalam
memperoleh laba. Apabila laba yang diperoleh perusahaan relatif tinggi, maka kemungkinan besar bahwa deviden yang dibayarkan relatif tinggi, hal ini akan
berpengaruh positif terhadap harga saham di bursa, dan investor akan tertarik untuk  membelinya.  Akibat  permintaan  akan  saham  tersebut  meningkat,
sehingga  akhirnya  harga  nya  juga  meningkat.  Peningkatan  harga  saham  ini akan  menimbulkan  capital  gain  bagi  para  pemegangnya  Abdul  Halim,
2005:12 Sejak  didirikan  pada  tahun  1912,  Bursa  Efek  Indonesia  Indonesian
Stock  Exchange atau  BEI  sebagai  pasar  modal  terbesar  di  indonesia  telah
mengalami  perkembangan  yang  cukup  pesat,  bila  melihat  indikator  ekonomi beberapa  tahun  yang  lalu  setelah  krisis  moneter  tahun  1998  yang  melanda
indonesia,  gejala  pemulihan  kepercayaan  masyarakat  mulai  tampak.  Dapat dilihat pada Tabel 1.1 Data Perkembangan IHGS tahunan.
Tabel 1.1. Data Perkembangan IHSG 2001-2008
Sumber data : www.jsx.co.id Berdasarkan  tabel  1.1  dapat  dilihat  bahwa,  pada  September  2004,
IHSG  mencapai  820,1  dan  sampai  Desember  2005  telah  mencapai  1.162,63. Ini  merupakan  peningkatan  yang  cukup  signifikan  mengingat  IHSG  pada
tahun  2001,  2002,  dan  2003  baru  mencapai  392,03,  424,94,  dan  679,3. Kemudian  sepanjang  periode  bulan  Januari  2006
–  Januari  2008,  PT  Bursa Efek  Indonesia  BEI  terus  menerus  berupaya  menciptakan  pasar  yang
semakin likuid, wajar, teratur dan transparan. Sepanjang periode di atas, bursa telah  menunjukkan  prestasi  yang  sangat  menggembirakan.  Salah  satunya
ditunjukkan  dengan  Indeks  Harga  Saham  Gabungan  IHSG  BEI  yang berhasil  mencatat  rekor  tertinggi  pada  tanggal  11  Januari  2008  di  level
2.830.263 poin www.jsx.co.id.
Tahun IHSG point
2001 392,03
2002 424,94
2003
679,3
2004 820,1
2005
1.162,63
2006
1.553,062
2007
1.805,23
2008
2.830,263
Indeks harga saham mengalami peningkatan yang semakin pesat sejak krisis  ekonomi  yang  telah  melanda  indonesia  pada  tahun  1998.  Hal  ini  di
tunjukan  dari  perkembangan  nilai  IHSG  dan  nilai  transaksi.  Nilai  IHSG mengalami  peningkatan  hingga  400  persen  dari  tahun  2000  hingga  2008.
Kondisi  ini  juga  diikuti  nilai  transaksi  yang  terus  semakin  meningkat.  Nilai IHSG  yang  semakin  tinggi  merupakan  bentuk  kepercayaan  investor  atas
kondisi ekonomi indonesia semakin kondusif Adler Manurung, 2008:1. Perkembangan  yang  cukup  pesat  juga  dialami  pergerakan  IHSG
setelah terjadi krisis ekonomi global, melihat beberapa tahun yang lalu IHSG terkena  dampak  krisis  global  pada  akhir  tahun  2008  yang  melanda  Amerika.
Dapat dilihat pada Gambar 1.1 Perkembangan IHSG bulanan.
Gambar 1.1. Perkembangan IHSG Januari 2006-Desember 2010
Sumber : Bursa Efek Indonesia BEI
Berdasarkan  Gambar  1.1.  dapat  dilihat  bahwa  IHSG  mengalami peningkatan  yang  cukup  drastis  dari  awal  tahun  2006  sampai  dengan  awal
tahun  2008.  Namun  di  pertengahan  tahun  2008  terjadi  krisis  ekonomi  global yang  berasal  dari  Amerika  Serikat  telah  meruntuhkan  perekonomian  benua
Eropa  dan  Asia.  Khususnya  neraga  berkembang,  seperti  Indonesia  terkena dampak  dari  krisis  finansial  global  tersebut  sehingga  telah  mendorong
jatuhnya  nilai  indeks  harga  saham  sebesar  50  dalam  kurun  waktu  yang relatif singkat satu tahun IHSG terus mengalami penurunan, dan puncaknya
terjadi  pada  awal  bulan  Oktober  2008,  dimana  IHSG  terkoreksi  sebesar 10,38 hingga menyentuh level 1.451,669. Hal tersebut mendorong BEI men-
suspend perdagangan efek bersifat ekuitas dan derivatif diseluruh pasar hingga dibuka  kembali  pada  tanggal  13  Oktober  2008.  Tujuan  suspensi  tersebut
adalah untuk memberikan perlindungan kepada investor dan pasar secara lebih luas. Pada tiga bulan terkhir di tahun 2008 IHSG  terus menurun  yang diikuti
dengan  penurunan  nilai  kapitalisasi  pasar  di  BEI.  Hal  tersebut  menyebabkan pada akhir tahun 2008, IHSG ditutup pada level 1.340,892 atau turun sebesar
51,17  dari  level  penutupan  di  tahun  2007  sebesar  2.745,826.  Memasuki tahun 2009 IHSG kembali mengalami penguatan dimana pada bulan Oktober
telah  mecapai  level  2.528,14.  Hal  ini  disebabkan  oleh  beberapa  faktor diantaranya menurunnya harga minyak dunia, menguatnya nilai tukar rupiah,
serta sentimen regional yahoo.finance.com. Indonesia sebagai negara berkembang mendapat pengaruh yang cukup
besar  dari  krisis  finansial  global.  Berbagai  kebijakan  diambil  pemerintah
untuk meredam pengaruh buruk dari krisis, mulia dari menaikan tingkat suku bunga, menaikan harga bahan minyak, maupun memperketat lalu lintas mata
uang asing Pananda Pasaribu, 2008:2. Pergerakan  indeks  saham  disuatu  negara  tidak  lepas  dari  kondisi
perekonomian  negara  itu  sendiri  secara  makro  Budi  Frensidy,  2009:1. Variabel  makro  yang  digunakan  dalam  penelitian  ini  yang  dianggap
mempengaruhi  indeks  harga  saham  adalah  pertumbuhan  ekonomi  GDP, inflasi, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS dan suku bungan SBI. Variabel
tersebut sangat berpengaruh terhadap peluang untuk berbisnis di suatu negara. Negara  dengan  tingkat  pertumbuhan  ekonomi  yang  tinggi  tentu  akan  lebih
menarik  investor  dibanding  dengan  negara  yang  pertumbuhan  ekonominya lambat Budi Raharjo, 2009:69. Jika kinerja ekonomi memburuk maka harga-
harga saham juga akan memburuk sehingga indek harga saham akan menurun, demikian  sebaliknya.  Pertumbuhan  ekonomi  dan  inflasi  akan  mempengaruhi
daya  beli  masyarakat  investor  sekaligus  kinerja  perusahaan  yang  listed  di pasar modal sehingga  demand dan supply saham juga terpengaruh yang pada
akhirnya akan mempengaruhi indeks harga saham Hendrie Anto 2008:4. Pertumbuhan investasi pasar modal di suatu negara salah satunya akan
dipengaruhi  oleh  pertumbuhan  ekonomi  GDP  di  negara  tersebut.  Semakin baik  tingkat  perekonomian  suatu  negara,  maka  semakin  baik  pula  tingkat
kemakmuran  penduduknya.  Tingkat  kemakmuran  yang  lebih  tinggi  ini umumnya
ditandai dengan
adanya kenaikan
tingkat pendapatan
masyarakatnya.  Dengan  adanya  peningkatan  pendapatan tersebut, maka akan
semakin banyak orang yang memiliki kelebihan dana, kelebihan dana tersebut dapat  dimanfaatkan  untuk  disimpan  dalam  bentuk  tabungan  atau
diinvestasikan dalam bentuk surat-surat berharga yang diperdagangkan dalam pasar modal Laporan Tahunan BI, 2001.
Inflasi  menunjukkan  arus  harga  secara  umum  Samuelson,  1992. Inflasi sangat terkait dengan penurunan kemampuan daya beli,  Meningkatnya
inflasi diukur dari kenaikan harga konsumen secara umum dan terus-menerus, yang tercermin dari Indeks Harga Konsumen Consumer Price Index. Inflasi
yang tinggi akan membuat investor menilai rendah undervalue pada saham. Semakin tinggi inflasi maka indeks harga saham akan turun, sehingga terdapat
hubungan yang negatif antara tingkat inflasi dengan indeks harga saham.
Fluktuasi nilai rupiah terhadap mata uang asing yang stabil akan sangat mempengaruhi  iklim  investasi  di  dalam  negeri,  khususnya  pasar  modal.
Terjadinya  apresiasi  kurs  rupiah  terhadap  dolar  misalnya,  akan  memberikan dampak  terhadap  perkembangan  pemasaran  produk  Indonesia  di  luar  negeri,
terutama  dalam  hal  persaingan  harga.  Apabila  hal  ini  terjadi,  secara  tidak langsung  akan  memberikan  pengaruh  terhadap  neraca  perdagangan,  karena
menurunnya  nilai  ekspor  dibandingkan  dengan  nilai  impor.  Seterusnya,  akan berpengaruh  pula  kepada  neraca  pembayaran  Indonesia.  Dan  memburuknya
neraca  pembayaran  tentu  akan  berpengaruh  terhadap  cadangan  devisa. Berkurangnya  cadangan  devisa  akan  mengurangi  kepercayaan  investor
terhadap  perekonomian  Indonesia,  yang  selanjutnya  menimbulkan  dampak negatif  terhadap  perdagangan  saham  di  pasar  modal  sehingga  terjadi  capital
outflow .  Selanjutnya  bila  terjadi  penurunan  kurs  yang  berlebihan,  akan
berdampak  pada  perusahaan-perusahaan  go  public  yang  menggantungkan faktor  produksi  terhadap  barang-barang  impor.  Besarnya  belanja  impor  dari
perusahaan  seperti  ini  bisa  mempertinggi  biaya  produksi,  serta  menurunnya laba perusahaan. Selanjutnya dapat ditebak, harga saham perusahaan itu akan
anjlok Ana Oktavia, 2007:32.
Suku  bunga  SBI,  sebagai  prime  rate  dijadikan  tingkat  keuntungan bebas  resiko,  sehingga  investor  akan  menjadikan  bunga  SBI  sebagi  tingkat
keuntungan  minimum  dalam  investasi  lainya.  Kenaikan  tingkat  suku  bunga dapat  meningkatkan  beban  perusahaan  emiten  yang  lebih  lanjut  dapat
menurunkan  harga  saham.  Kenaikan  ini  juga  potensial  mendorong  investor mengalihkan dananya ke pasar uang atau tabungan maupun deposito sehingga
investasi di lantai bursa turun dan selanjutnya dapat menurunkan harga saham. Hal ini telah dibuktikan oleh Deddy Azhar Mauliano 2009: 2 bahwa tingkat
suku  bunga  SBI  berpengaruh  signifikan  terhadap  Indeks  Harga  Saham Gabungan IHSG di Bursa Efek Indonesia.
Berdasarkan latar belakang tersebut, Pergerakan IHSG yang cenderung mengikuti pertumbuhan ekonomi GDP, tingkat inflasi, pergerakan nilai tukar
Rupiah  terhadap  Dollar  AS,  dan  tingkat  suku  bunga  SBI  menjadi ketertarikan  bagi  peneliti  untuk  menelaah  lebih  lanjut  mengenai  variabel
ekonomi makro, apakah sebenarnya berpengaruh, baik jangka pendek maupun jangka  panjang  terhadap  IHSG  dari  perusahaan  yang  listing  di  Bursa  Efek
Indonesia.  Oleh  karena  itu,  dalam  skripsi  peneliti  mengambil  judul
“Pengaruh  Variabel  Makroekonomi  Terhadap  Indeks  Harga  Saham  : Studi Kasus IHSG Periode Januari  2006
– Desember 2010”.
B. Rumusan Masalah
Dari  latar  belakang  di  atas,  dapat  diambil  beberapa  rumusan  masalah yang  bersangkutan  terhadap  Indeks  Harga  Saham  Gabungan  di  Bursa  Efek
Indonesia adalah : 1.  Bagaimana  pengaruh  jangka  pendek  variabel  ekonomi  makro  yang
meliputi  pertumbuhan  ekonomi  GDP,  Inflasi,  Kurs  Rupiah  terhadap Dollar AS dan suku bunga SBI terhadap Indeks Harga Saham Gabungan
periode Januari 2006 – Desember 2010?
2.  Bagaimana  pengaruh  jangka  panjang  variabel  ekonomi  makro  yang meliputi    pertumbuhan  ekonomi  GDP,  Inflasi,  Kurs  Rupiah  terhadap
Dollar AS dan suku bunga SBI terhadap Indeks Harga Saham Gabungan periode Januari 2006
– Desember 2010?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Dengan adanya rumusan masalah yang sudah dipaparkan di atas, maka tujuan dari diadakannya penelitian ini adalah :