Pengaruh Sosiodemografi dan Sosiopsikologi Pasien Terhadap Pemanfaatan Pengobatan Tradisional (Batra) Akupunktur Serumpun Bambu Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2010

(1)

PENGARUH SOSIODEMOGRAFI DAN SOSIOPSIKOLOGI PASIEN TERHADAP PEMANFAATAN PENGOBATAN TRADISIONAL

(BATRA) AKUPUNKTUR DI SERUMPUN BAMBU

KECAMATAN PERCUT SEI TUAN

KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2010

SKRIPSI

Oleh :

NIM. 061000170 DERI FANI SIREGAR

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(2)

PENGARUH SOSIODEMOGRAFI DAN SOSIOPSIKOLOGI PASIEN TERHADAP PEMANFAATAN PENGOBATAN TRADISIONAL

(BATRA) AKUPUNKTUR DI SERUMPUN BAMBU

KECAMATAN PERCUT SEI TUAN

KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2010

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh:

NIM. 061000170 DERI FANI SIREGAR

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(3)

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi Dengan Judul :

PENGARUH SOSIODEMOGRAFI DAN SOSIOPSIKOLOGI PASIEN TERHADAP PEMANFAATAN PENGOBATAN TRADISIONAL

(BATRA) AKUPUNKTUR DI SERUMPUN BAMBU

KECAMATAN PERCUT SEI TUAN

KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2010

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh :

NIM. 061000170 DERI FANI SIREGAR

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripisi Pada Tanggal 10 Juni 2010 dan

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji

Ketua Penguji Penguji I

DR. Drs. Surya Utama, MSi

NIP. 19610831 198903 1 001 NIP. 19730803 199903 2 001 Siti Khadijah Nasution, SKM, M.Kes

Penguji II Penguji III

Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si

NIP. 19680320 199308 2 001 NIP. 19520601 198203 1 003 dr. Heldy BZ, MPH

Medan, Juli 2010

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara,

Dekan,

dr. Ria Masniari Lubis, M.Si NIP. 19531018 198203 2 001


(4)

ABSTRAK

Pengobatan akupunktur adalah suatu teknik penyembuhan dengan menusukkan jarum pada titik-titik tertentu di tubuh pasien untuk menyeimbangkan unsur dingin (yin) dan panas (yang) dalam tubuh. Serumpun Bambu termasuk pengobatan tradisional akupunktur di Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang yang tenaga akupunkturnya hanya berpendidikan terakhir Sekolah Menengah Atas, namun memiliki jumlah kunjungan pasien rata-rata per hari 150 kunjungan pada Bulan Agustus – Desember Tahun 2009. Demand masyarakat jauh lebih tinggi pada akupunktur tradisional Serumpun Bambu dibandingkan dengan akupunktur medik yang hanya mencapai rata–rata 10 kunjungan per hari.

Jenis penelitian ini adalah survei dengan tipe explanatory yang bertujuan menjelaskan pengaruh sosiodemografi (pendidikan, pekerjaan dan penghasilan) dan sosiopsikologi (persepsi dan kepercayaan) terhadap pemanfaatan pengobatan tradisional akupunktur Serumpun Bambu. Populasi penelitian adalah semua pasien Bulan Januari – Februari Tahun 2010 yang berjumlah 408 pasien dan jumlah sampel yang akan diteliti sebanyak 81 pasien (simple random sampling). Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner, dianalisis dengan menggunakan Regresi Linier Berganda.

Hasil penelitian menjelaskan bahwa variabel sosiodemografi dan sosiopsikologi yang berpengaruh adalah pekerjaan (p = 0,018) dan kepercayaan (p = 0,000). Variabel yang tidak berpengaruh adalah persepsi (p = 0,311).

Berdasarkan hasil penelitian, diharapkan kepada pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang untuk lebih mensosialisasikan adanya akupunktur medik dan lebih tegas dalam penegakan kebijakan hukum mengenai persyaratan pendirian pengobatan tradisional akupunktur. Hal ini dilakukan karena masih banyak pengobatan tradisional akupunktur yang tidak memiliki izin pendirian pengobatan tradisional dari dinas kesehatan.

Kata Kunci : Sosiodemografi, Sosiopsikologi, Pemanfaatan, Pengobatan Tradisional Akupunktur


(5)

ABSTRACT

Acupuncture treatment is a healing technique by pricking a needle at specific points on the patient’s body for balancing the elements of cold (yin) and hot (yang) in the body. Serumpun Bambu is one of the acupuncture traditional treatment in Sub District of Percut Sei Tuan District of Deli Serdang whose the acupuncturist only graduated from senior high school education, but the frequency of patient’s visit a day is 150 visits in average from August to December 2009. Community demand of acupuncture traditional treatment in Serumpun Bambu is much higher than the medical acupuncture which frequency of patient visit only 10 visits a day in average. The type of research was a survey with an explanatory that aimed to explain the influence of sociodemographic (education, occupation and income) and sociopsychology (perceptions and beliefs) on the utilization of Serumpun Bambu acupuncture traditional treatment. The population of research were all patients from January to February 2010 were the amount 408 patients and the number of researched samples to be examined were 81 patients (simple random sampling).The data were collected by using questionaires and then analyzed by using Multiple Linear Regression.

The results of research showed that the influence sociodemographic and influence sociopsychology variables were the occupation (p = 0,018) and belief (p = 0,000). Variable that did not have influence were perception (p =311).

Based on the result of the research, it is expected to Deli Serdang District of Health Department to socialize the medical acupuncture more and enforce the law about the policy requirements of the acupuncture traditional treatment establishment. It is caused of many acupuncture traditional treatments that did not have licensed establishment of traditional medicine by health department.bhhgggccccccggguhuhii Keywords: Sociodemographic, Sociopsychology, Utilization, Acupuncture traditonal


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Deri Fani Siregar

Tempat/Tanggal Lahir : Lhoksemawe/08 November 1988 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Anak ke : 1 dari 1 bersaudara Status Perkawinan : Belum Kawin

Alamat Rumah : Jl. Panglima Denai – Manunggal Perum. Jasari Manunggal No. 3A Medan

Riwayat Pendidikan : 1. Tahun 1993-1994 : TK Pertiwi Lhoksemawe

2. Tahun 1994-1999 : SD Tumpok Teungoh Lhoksemawe Tahun 1999-2000 : SD Nurhasanah Medan

3. Tahun 2000-2003 : SMP Al-Azhar Medan 4. Tahun 2003-2006 : SMA Negeri 2 Medan

5. Tahun 2006-2010 : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan karunia-Nyalah penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ Pengaruh Sosiodemografi dan Sosiopsikologi Pasien Terhadap Pemanfaatan Pengobatan Tradisional (Batra) Akupunktur Serumpun Bambu Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2010”, guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat.

Selama penyusunan skripsi mulai dari awal hingga akhir selesainya skripsi ini penulis banyak mendapat bimbingan, dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. dr. Ria Masniari Lubis, M.Si, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara (FKM USU).

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, selaku Ketua Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan sekaligus Dosen Penguji II yang telah memberikan masukan kepada penulis dalam perbaikan skripsi ini.

3. Dr. Dra. Surya Utama, Msi, selaku Dosen Pembimbing Akademi, Dosen Pembimbing I skripsi sekaligus sebagai Ketua Penguji yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, pengarahan, dukungan serta saran kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

4. Siti Khadijah Nasution, SKM, M.Kes, selaku Dosen Pembimbing II skripsi sekaligus sebagai Dosen Penguji I yang telah banyak meluangkan waktu, tulus


(8)

dan sabar membimbing, memberikan saran, dukungan, nasihat serta arahan dalam penyelesaian skripsi ini.

5. dr. Heldy BZ, MPH, selaku Dosen Penguji III yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, pengarahan, dukungan serta saran kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

6. dr. Fauzi, SKM, selaku dosen di Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan.yang telah memberikan masukan kepada penulis dalam perbaikan skripsi ini.

7. Prof. dr. Aman Nasution, MPH, selaku dosen di Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan.

8. Kepala Pengelola Batra Akupunktur Serumpun Bambu dan seluruh staf yang telah membantu penelitian penulis.

9. Seluruh Dosen dan staf di FKM USU yang telah memberikan bekal ilmu selama penulis mengikuti pendidikan.

10. Teristimewa untuk orang tua tercinta, Ayahanda (Ahmad Fauzi Siregar) dan Ibunda (Henny Aspriani) yang telah tulus memberikan do’a, kasih sayang dan dukungan kepada penulis selama ini.

11. Kakanda Eka Desmig Pratika yang telah tulus dan sabar memberikan semangat, dukungan dan bimbingan kepada penulis dari awal sampai akhir pembuatan skripsi.

12. Sahabat-sahabat terbaikku (Nurhayati, Winda, Helvana, Irmayeni, Dede Khairina, Rosdiana) yang selalu memberi semangat dan bantuan kepada penulis.


(9)

13. Teman-teman terbaikku di FKM : Delvia Asra, Wahyu Afrina, Geni Angnestika, Azmi Rifaatul, Aisyah Pratiwi, Masdiana Tanjung, Rafiah Maharani, Tri Hendra dan seluruh mahasiswa/i stambuk 2006 yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah banyak membantu, memberikan semangat, dukungan dan do’a selama ini.

14. Teman-teman seperjuangan di Departemen AKK : Josua, Ani, Wilda, Saerama, Parulian, Yani. Serta seluruh teman-teman mahasiswa peminatan AKK Risty, Etry, Siti Madina, Irvani, Elina, Yuni, Lidya, Bertha, Husein, Zulham dan Frengky. Rekan-rekan stambuk 2006 dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah banyak membantu, memberikan semangat, dukungan dan do’a selama ini.

Penulis menyadari masih ada kekurangan dalam penulisan skripsi ini, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua terutama untuk kemajuan ilmu pengetahuan.

Medan, Juni 2010


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Persetujuan ... i

Abstrak ... ii

Abstract ... iii

Riwayat Hidup ... iv

Kata Pengantar ... v

Daftar Isi ... ... viii

Daftar Tabel ... ... xi

Daftar Gambar ... x

Daftar Lampiran... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 8

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.4. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1. Pengobatan Alternatif ... 9

2.1.1. Pengertian Pengobatan Alternatif ... 9

2.1.2. Jenis Pengobatan Alternatif ... 10

2.2. Akupunktur ... 11

2.2.1. Pengertian Akupunktur ... 11

2.2.2. Perkembangan Akupunktur di Indonesia ... 12

2.2.3. Proses Pengobatan Akupunktur ... 14

2.2.3.1. Pemeriksaan Penyakit ... 14

2.2.3.2. Cara Pengobatan ... 16

2.2.4. Indikasi dan Kontra Indikasi Pengobatan Akupunktur ... 17

2.2.5. Dasar Hukum dan Peraturan Akupunktur ... 19

2.2.6. Aplikasi Dasar Hukum dan Perundangan Di Indonesia ... 20

2.2.7. Bentuk Pelayanan Akupunktur ... 24

2.3. Konsep Pemanfaatan Pelayanan Akupunktur ... 27

2.3.1. Faktor Yang Berhubungan Dengan Konsumen Dalam Memanfaatkan Pelayanan Kesehatan ... 32

2.3.1.1. Faktor Sosiodemografi... 32

2.3.1.2. Faktor Sosiopsikologi ... 34

2.3.1.2.1. Persepsi dan Kepercayaan ... 34

2.4. Kerangka Konsep ... 36


(11)

BAB III METODE PENELITIAN ... 38

3.1. Jenis Penelitian ... 38

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 38

3.3. Populasi dan Sampel ... 38

3.3.1. Populasi... 38

3.3.2. Sampel ... 39

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 39

3.5. Definisi Operasional ... 40

3.6. Aspek Pengukuran ... 43

3.6.1. Aspek Pengukuran Variabel Bebas ... 43

3.6.2. Aspek Pengukuran Variabel Terikat ... 44

3.7. Teknik Analisa Data ... 44

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 45

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian... 45

4.1.1. Geografis Kecamatan Percut Sei Tuan ... 46

4.1.2. Jenis Sarana Pelayanan Kesehatan ... 47

4.1.3. Batra Akupunktur Serumpun Bambu ... 47

4.1.3.1. Fasilitas ... 49

4.1.3.2. Peralatan ... 50

4.1.3.3. Metode... 51

4.1.3.4. Administrasi ... 52

4.1.3.5. Sistem Pembiayaan ... 52

4.1.3.6. Jam Praktek ... 52

4.2. Deskripsi Karakteristik Responden ... 53

4.2.1. Deskripsi Responden Berdasarkan Umur ... 53

4.2.2. Deskripsi Responden Berdasarkan Jenis Penyakit ... 53

4.2.3. Deskripsi Responden Berdasarkan Faktor Sosiodemografi (Pendidikan, Pekerjaan dan Penghasilan) ... 59

4.2.4. Deskripsi Responden Berdasarkan Faktor Sosiopsikologi (Persepsi dan Kepercayaan) ... 61

4.2.4.1. Deskripsi Responden Berdasarkan Persepsi Terhadap Batra Akupunktur ... 61

4.2.4.2. Deskripsi Responden Berdasarkan Kepercayaan Terhadap Batra Akupunktur ... 65

4.2.5. Deskripsi Responden Berdasarkan Pemanfaatan Batra Akupunktur ... 68

4.3. Hasil Uji Statistik Bivariat (Korelasi Pearson) ... 70

4.4. Hasil Uji Analisi Regresi Linear Berganda ... 72

BAB V PEMBAHASAN ... 74

5.1. Variabel Yang Memiliki Pengaruh Terhadap Pemanfaatan Batra Akupunktur ... 74

5.1.1. Pengaruh Variabel Pekerjaan Terhadap Pemanfaatan Batra Akupunktur ... 74


(12)

5.1.2. Pengaruh Variabel Kepercayaan Terhadap Pemanfaatan Batra

Akupunktur ... 75

5.2. Variabel Yang Tidak Memiliki Pengaruh Terhadap Pemanfaatan Batra Akupunktur ... 77

5.2.1. Pengaruh Variabel Persepsi Terhadap Pemanfaatan Batra Akupunktur ... 77

5.3. Variabel Yang Tidak Memiliki Hubungan Dengan Pemanfaatan Batra Akupunktur ... 79

5.3.1. Hubungan Variabel Pendidikan Terhadap Pemanfaatan Batra Akupunktur ... 79

5.3.2. Hubungan Variabel Penghasilan Terhadap Pemanfaatan Bara Akupunktur ... 80

5.4. Data Tambahan... 82

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 85

6.1. Kesimpulan ... 85

6.2. Saran ... 86 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN :

Lampiran 1. Kuesioner

Lampiran 2. Surat Izin Penelitian

Lampiran 3. Surat Keterangan Selesai Penelitian Lampiran 4. Hasil Pengolahan Statistik


(13)

DAFTAR TABEL

Halaman 1.1. Jumlah Kunjungan Pasien Batra Akupunktur Serumpun Bambu Kecamatan

Percut Sei Tuan Pada Bulan Agustus – Desember Tahun 2009 ... 5

3.1. Aspek Pengukuran Variabel Bebas ... 42

3.2. Aspek Pengukuran Variabel Terikat ... 43

4.1. Jenis Sarana Pelayanan Kesehatan Di Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2008 ... 47

4.2. Distribusi Kategori Responden Berdasarkan Umur ... 52

4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan ... 53

4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan ... 53

4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan, Pekerjaan Dan Penghasilan 53 4.6. Disribusi Persepsi Responden Terhadap Batra Akupunktur Serumpun Bambu... 54

4.7. Distribusi Kategori Responden Berdasarkan Persepsi Terhadap Batra Akupunktur Serumpun Bambu ... 58

4.8. Distribusi Kepercayaan Responden Terhadap Batra Akupunktur Serumpun Bambu... 59

4.9. Distribusi Kategori Responden Berdasakan Kepercayaan Terhadap Batra Akupunktur Serumpun Bambu ... 60

4.10. Distribusi Responden Yang Berencana Berkunjung Kembali Di Batra Akupunktur Serumpun Bambu ... 61

4.11. Distribusi Pemanfaatan Responden Terhadap Batra Akupunktur Serumpun Bambu... 61

4.12. Distribusi Kategori Responden Berdasarkan Pemanfaatan Batra Akupunktur Serumpun Bambu ... 63


(14)

4.13. Hasil Uji Statistik Korelasi Pearson ... 64 4.14. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda Variabel Sosiodemografi dan


(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 2.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 37


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian

Lampiran 2 Surat Permohonan Izin Penelitian Dari Dekan FKM USU Lampiran 3 Surat Keterangan Selesai Penelitian Dari Batra Akupunktur

Serumpun Bambu


(17)

ABSTRAK

Pengobatan akupunktur adalah suatu teknik penyembuhan dengan menusukkan jarum pada titik-titik tertentu di tubuh pasien untuk menyeimbangkan unsur dingin (yin) dan panas (yang) dalam tubuh. Serumpun Bambu termasuk pengobatan tradisional akupunktur di Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang yang tenaga akupunkturnya hanya berpendidikan terakhir Sekolah Menengah Atas, namun memiliki jumlah kunjungan pasien rata-rata per hari 150 kunjungan pada Bulan Agustus – Desember Tahun 2009. Demand masyarakat jauh lebih tinggi pada akupunktur tradisional Serumpun Bambu dibandingkan dengan akupunktur medik yang hanya mencapai rata–rata 10 kunjungan per hari.

Jenis penelitian ini adalah survei dengan tipe explanatory yang bertujuan menjelaskan pengaruh sosiodemografi (pendidikan, pekerjaan dan penghasilan) dan sosiopsikologi (persepsi dan kepercayaan) terhadap pemanfaatan pengobatan tradisional akupunktur Serumpun Bambu. Populasi penelitian adalah semua pasien Bulan Januari – Februari Tahun 2010 yang berjumlah 408 pasien dan jumlah sampel yang akan diteliti sebanyak 81 pasien (simple random sampling). Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner, dianalisis dengan menggunakan Regresi Linier Berganda.

Hasil penelitian menjelaskan bahwa variabel sosiodemografi dan sosiopsikologi yang berpengaruh adalah pekerjaan (p = 0,018) dan kepercayaan (p = 0,000). Variabel yang tidak berpengaruh adalah persepsi (p = 0,311).

Berdasarkan hasil penelitian, diharapkan kepada pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang untuk lebih mensosialisasikan adanya akupunktur medik dan lebih tegas dalam penegakan kebijakan hukum mengenai persyaratan pendirian pengobatan tradisional akupunktur. Hal ini dilakukan karena masih banyak pengobatan tradisional akupunktur yang tidak memiliki izin pendirian pengobatan tradisional dari dinas kesehatan.

Kata Kunci : Sosiodemografi, Sosiopsikologi, Pemanfaatan, Pengobatan Tradisional Akupunktur


(18)

ABSTRACT

Acupuncture treatment is a healing technique by pricking a needle at specific points on the patient’s body for balancing the elements of cold (yin) and hot (yang) in the body. Serumpun Bambu is one of the acupuncture traditional treatment in Sub District of Percut Sei Tuan District of Deli Serdang whose the acupuncturist only graduated from senior high school education, but the frequency of patient’s visit a day is 150 visits in average from August to December 2009. Community demand of acupuncture traditional treatment in Serumpun Bambu is much higher than the medical acupuncture which frequency of patient visit only 10 visits a day in average. The type of research was a survey with an explanatory that aimed to explain the influence of sociodemographic (education, occupation and income) and sociopsychology (perceptions and beliefs) on the utilization of Serumpun Bambu acupuncture traditional treatment. The population of research were all patients from January to February 2010 were the amount 408 patients and the number of researched samples to be examined were 81 patients (simple random sampling).The data were collected by using questionaires and then analyzed by using Multiple Linear Regression.

The results of research showed that the influence sociodemographic and influence sociopsychology variables were the occupation (p = 0,018) and belief (p = 0,000). Variable that did not have influence were perception (p =311).

Based on the result of the research, it is expected to Deli Serdang District of Health Department to socialize the medical acupuncture more and enforce the law about the policy requirements of the acupuncture traditional treatment establishment. It is caused of many acupuncture traditional treatments that did not have licensed establishment of traditional medicine by health department.bhhgggccccccggguhuhii Keywords: Sociodemographic, Sociopsychology, Utilization, Acupuncture traditonal


(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pelayanan kesehatan yang banyak diminati masyarakat Indonesia saat ini adalah pengobatan alternatif. Pengobatan alternatif merupakan pengobatan yang menggunakan cara, alat atau bahan yang tidak termasuk dalam standar pengobatan kedokteran dan dipergunakan sebagai alternatif atau pelengkap pengobatan kedokteran tersebut (Turana, 2009).

Data menunjukkan bahwa pasien yang menggunakan pengobatan alternatif lebih banyak dibandingkan dengan yang datang ke dokter. Di Australia sebesar 48,5% masyarakatnya menggunakan terapi alternatif, di Perancis sebesar 49% dan di Taiwan sebesar 90% pasien mendapat terapi konvensional yang dikombinasikan dengan pengobatan tradisional Cina. Jika ditinjau dari segi jenis penyakit diketahui bahwa penggunaan terapi alternatif pada penyakit kanker bervariasi antara 9% sampai dengan 45% dan penggunaan terapi alternatif pada pasien penyakit saraf bervariasi antara 9% sampai 56%. Penelitian di Cina menunjukkan bahwa 64% penderita kanker stadium lanjut menggunakan terapi alternatif (Turana, 2009).

Menurut Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2008, angka kesakitan penduduk secara nasional sebesar 33,24%, dari jumlah tersebut sebesar 65,59% memilih berobat sendiri dengan menggunakan obat-obatan modern dan tradisional (termasuk berobat di klinik tradisional), sisanya sebesar 34,41% memilih berobat jalan ke puskesmas, praktek dokter dan fasilitas kesehatan lainnya. Hal ini menunjukkan minat


(20)

masyarakat terhadap pengobatan tradisional cukup tinggi (Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI), 2009).

Pengobatan alternatif yang direkomendasikan Badan Kesehatan Dunia (World

Health Organization – WHO) sejak Tahun 1978 adalah pengobatan akupunktur.

WHO merekomendasikan pengobatan akupunktur dalam pelayanan kesehatan di samping pengobatan kedokteran. Rekomendasi WHO ini disambut dengan akupunktur dalam sistem pelayanan kesehatan formal (Saputra, 2005).

Akupunktur adalah salah satu teknik pengobatan yang berasal dari Cina. Pengobatan akupunktur adalah suatu teknik penyembuhan dengan menusukkan jarum pada titik-titik tertentu di tubuh pasien, yang kemudian dikenal dengan nama titik meridian, dengan tujuan untuk menyeimbangkan unsur dingin (yin) dan panas (yang) dalam tubuh pasien, sehingga pasien akan menjadi sehat kembali. Prinsip pengobatan akupunktur adalah keseimbangan antara kekuatan yin dan yang, karena semua bagian tubuh manusia berada di bawah pengaruh aspek yin dan yang (Sim, 1997).

Hasil penelitian Alabama Medical School Pain Clinic yang dikutip oleh Akib (2010) untuk efektivitas pengobatan akupunktur, menyatakan bahwa 300 kasus yang menderita nyeri mulai dari umur pasien 1 – 30 tahun, didapat angka keberhasilan 55%. Penelitian Hyodo M di Pain Clinic Osaka, Jepang, pada 10.000 kasus nyeri kronis dan saraf yang tidak menunjukkan hasil dengan terapi biasa (obat oral,

fisioterapi, operasi) didapat hasil penyembuhan 90% pada sakit tengkuk, 43% untuk lumbago, 52% untuk cephalgia dan pada percobaan perbandingan antara akupunktur


(21)

tengkuk, cephalgia, nyeri sebagai gejala sisa trauma capitis, atypical fascial

neuralgia, kaku bahu, neck shoulder, hand syndrome, spasme fascialis, traumatic, cervical syndrome dan sakit pada seluruh tubuh karena berbagai sebab.

Pengobatan akupunktur memiliki efek samping yang jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan mengonsumsi obat-obatan. Efek samping akupunktur hanya berupa efek samping minor (ringan). Hasil penelitian prospektif terhadap 66.000 pasien akupunktur, didapatkan efek samping antara lain perdarahan (3%), nyeri penusukan (1%), mengantuk (2-8%) dan bertambah beratnya gejala (1-3%) (Anonim, 2008).

Menurut Dinas Kesehatan Sumatera Utara (Dinkes Sumut) (2007), jumlah balai pengobatan tradisional sebanyak 10.774. Jumlah balai pengobatan akupunktur sebanyak 51 yang tersebar di antaranya, 20 berada di Medan, 1 berada di Tebing Tinggi, 2 berada di Pematang Siantar, 1 berada di Sibolga, 18 berada di Langkat, 8 berada di Deli Serdang dan 1 berada di Dairi.

Hasil wawancara peneliti dengan Prof. dr. Amri Amir SpF sebagai wakil ketua Perhimpunan Dokter Ahli Akupunktur Indonesia (PDAI) Sumatera Utara mengatakan bahwa dokter yang mengambil spesialis akupunktur terus meningkat, dapat dilihat dari tempatnya mengajar yakni dari 15 dokter pada awal pembukaan spesialisasi akupunktur Tahun 2004 terus meningkat menjadi 40 dokter pada Tahun 2010. Jumlah kunjungan pasien akupunktur di tempat praktek akupunktur milik Prof. dr. Amri Amir SpF juga mengalami peningkatan yakni pada awal Tahun 2004 hanya 2-3 kunjungan per hari kemudian di Tahun 2009 mampu mencapai 20 kunjungan pasien per harinya.


(22)

Pengobatan akupunktur terbagi dua yakni pengobatan akupunktur tradisional dan pengobatan akupunktur medik. Pengobatan akupunktur tradisional adalah pengobatan akupunktur di mana tenaga akupunktur (akupunkturis)nya tidak berasal dari pendidikan dokter atau dokter yang tidak mengikuti kursus akupunktur pada badan di bawah kolegium, yakni badan yang bertanggung jawab atas mutu pendidikan. Pengobatan akupunktur medik adalah pengobatan akupunktur di mana akupunkturisnya berasal dari dokter yang mengikuti kursus akupunktur dan memiliki sertifikat kompetensi yang telah disahkan oleh kolegium akupunktur Indonesia. Pengobatan akupunktur yang diberikan dalam pelayanan kesehatan formal di rumah sakit dan instansi pelayanan kesehatan di Indonesia adalah pengobatan akupunktur medik. Pengobatan akupunktur tradisional hanya mendapat surat izin pengobatan tradisional (batra) dari dinas kesehatan, sehingga pengobatan akupunktur tradisional dinamakan batra akupunktur (Anonim, 2009).

Salah satu batra akupunktur di Sumatera Utara khususnya Kabupaten Deli Serdang adalah Serumpun Bambu. Serumpun Bambu merupakan batra akupunktur yang terletak di Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang dan telah berdiri sejak 21 April 1987 dengan izin Kejaksaan Tinggi Sumut No. B-205/DSP.5/08/2007 untuk pengobatan secara kebathinan/tradisional. Pada awal pendirian, batra ini tidak banyak menarik minat masyarakat untuk berkunjung, kemudian Tahun 1995 jumlah kunjungan pasien Serumpun Bambu telah berjumlah 5-10 kunjungan per hari, di Tahun 2003 mengalami peningkatan mencapai 5-100-150 kunjungan per hari dan Tahun 2009 jumlah kunjungan pasien mampu mencapai 200 kunjungan per hari. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 1.1. sebagai berikut :


(23)

Tabel I.1. Jumlah Kunjungan Pasien Batra Akupunktur di Serumpun Bambu Kecamatan Percut Sei Tuan pada Bulan Agustus-Desember Tahun 2009

No Bulan Jlh Kunjungan Pasien

1 Agustus 2.842

2 September 2.013

3 Oktober 3.118

4 November 3.753

5 Desember 3.588

Total 15.314

Berdasarkan Tabel 1.1. dapat diketahui bahwa jumlah kunjungan pasien per bulan mencapai 2.000-3.800 kunjungan. Hal ini menunjukkan pemanfaatan batra akupunktur di Serumpun Bambu sangat tinggi. Padahal jika dilihat dari akupunkturisnya, akupunkturis Serumpun Bambu hanya memiliki pendidikan terakhir Sekolah Menengah Atas (SMA) dan memiliki sertifikat akupunkturis yang belum disahkan oleh dinas kesehatan. Hal ini tidak sesuai dengan UU RI No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 60 ayat 1 yang menyatakan bahwa, setiap orang yang melakukan pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan alat dan teknologi harus mendapat izin dari lembaga kesehatan yang berwenang.

Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan Akupunkturis Serumpun Bambu, didapatkan bahwa akupunkturis memiliki kemampuan untuk mengobati segala penyakit, hal ini bertentangan dengan ketetapan WHO dalam dokumen

“Proposed Standart International Acupuncture Nomenclature” yang menyebutkan

bahwa pengobatan akupnkutur kontra indikasi terhadap : (1) Penderita dalam keadaan hamil, (2) Penderita yang memakai pacu jantung (3) Menusuk di dekat daerah tumor ganas (4) Menusuk pada kulit yang sedang meradang (Saputra, 2005).


(24)

Jika dibandingkan dengan balai pengobatan akupunktur medik seperti poli akupunktur di Rumah Sakit Umum (RSU) dr. Pirngadi Medan, berdasarkan laporan bulanan Tahun 2009, jumlah kunjungan pasien hanya mencapai 5 – 15 per harinya. Balai pengobatan akupunktur medik lainnya seperti praktek dokter bersama akupunktur Medistra Medan, berdasarkan hasil wawancara dengan dokter yang bersangkutan, jumlah kunjungan pasien pada Tahun 2009 hanya mencapai 5 – 20 per harinya.

Jika ditinjau dari segi lokasi, Serumpun Bambu terletak di daerah yang kurang strategis, yakni jauh dari pusat kota khususnya Kota Medan, namun pasien berasal dari berbagai daerah di Kota Medan bahkan di Sumatera Utara. Selain itu untuk mendapatkan kesembuhan, pasien tidak cukup hanya dengan satu kali kunjungan tetapi beberapa kali kunjungan pengobatan tergantung berat ringannya penyakit pasien.

Menurut Department Of Education and Welfare, USA yang dikutip oleh Damhar (2002), faktor-faktor yang memengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah : (1) faktor regional dan residence, (2) faktor dari sistem pelayanan yang bersangkutan, (3) faktor adanya fasilitas kesehatan lain, (4) faktor dari konsumen yang menggunakan pelayanan kesehatan yaitu faktor sosiodemografi (meliputi umur, jenis kelamin dan status perkawinan), faktor sosiopsikologi (meliputi sikap/persepsi terhadap pelayanan kesehatan secara umum, pengetahuan dan sumber informasi dari pelayanan kesehatan), faktor ekonomi dan kemudahan menjangkau pelayanan kesehatan.


(25)

Menurut Donabedian yang dikutip oleh Dever (1984), pemanfaatan pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh : (1) interaksi antara konsumen dan penyedia pelayanan kesehatan (provider) yang dipengaruhi oleh faktor sosiokultural yang meliputi teknologi dan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat, (2) faktor organisasional yang meliputi ketersediaan sumber daya, akses geografis, akses sosial, karakteristik, struktur dan proses, (3) faktor yang berhubungan dengan konsumen yang meliputi sosial demografi meliputi pendidikan, pekerjaan, penghasilan dan sosial psikologi meliputi persepsi dan kepercayaan, (4) faktor yang berhubungan dengan produsen yang meliputi faktor ekonomi dan karakteristik penyedia pelayanan kesehatan.

Hasil wawancara peneliti terhadap beberapa pasien batra akupunktur di Serumpun Bambu menyatakan bahwa, mereka percaya pengobatan ini dapat mempercepat kesembuhan penyakitnya, pengobatannya alami, tidak melalui pengoperasian, tidak ada efek samping, biaya tidak mahal dan ingin mencoba metode pengobatan baru. Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh sosiodemografi (pendidikan, pekerjaan dan penghasilan) dan sosiopsikologi (persepsi dan kepercayaan) pasien terhadap pemanfaatan batra akupunktur di Serumpun Bambu Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2010.


(26)

1.2. Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh sosiodemografi (pendidikan, pekerjaan dan penghasilan) dan sosiopsikologi (persepsi dan kepercayaan) pasien terhadap pemanfaatan batra akupunktur di Serumpun Bambu Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2010.

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk menjelaskan pengaruh sosiodemografi (pendidikan, pekerjaan dan penghasilan) dan sosiopsikologi (persepsi dan kepercayaan) pasien terhadap pemanfaatan batra akupunktur di Serumpun Bambu Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2010.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan bagi Dinkes Kabupaten Deli Serdang dalam penegakan kebijakan hukum mengenai persyaratan pendirian batra akupunktur.

2. Sebagai bahan masukan bagi batra akupunktur di Serumpun Bambu Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang dalam memberikan pelayananan kesehatan kepada pasien.

3. Sebagai rekomendasi dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang Administrasi dan Kebijakan Kesehatan (AKK) di Fakultas Kesehatan Masyarakat.


(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengobatan Alternatif

2.1.1. Pengertian Pengobatan Alternatif

Menurut WHO yang dikutip oleh Saputra (2005) pengobatan alternatif disamakan dengan pengobatan tradisional yaitu ilmu dan seni pengobatan berdasarkan himpunan pengetahuan dan pengalaman praktek, baik yang dapat diterangkan secara ilmiah ataupun tidak dalam melakukan diagnosis, prevensi dan pengobatan terhadap ketidakseimbangan fisik, mental ataupun sosial. Menurut Turana (2009) pengobatan alternatif merupakan bentuk pelayanan pengobatan yang menggunakan cara, alat atau bahan yang tidak termasuk dalam standar pengobatan kedokteran (pelayanan kedokteran standar) dan dipergunakan sebagai alternatif atau pelengkap pengobatan kedokteran tersebut.

Menurut Depkes RI, dua defenisi untuk pengobatan tradisional, yaitu :

1. Ilmu dan seni pengobatan yang dilakukan oleh pengobatan tradisional Indonesia dengan cara yang tidak bertentangan dengan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai upaya penyembuhan, pencegahan penyakit, pemulihan dan peningkatan kesehatan jasmani, rohani dan sosial masyarakat.

2. Usaha yang dilakukan untuk mencapai kesembuhan, pemeliharaan dan peningkatan taraf kesehatan masyarakat yang berlandaskan cara berfikir, kaidah-kaidah atau ilmu di luar pengobatan kedokteran modern, diwariskan secara turun-temurun atau diperoleh secara pribadi dan dilakukan dengan cara-cara yang tidak lazim dipergunakan dalam ilmu kedokteran (Dinkes Sumut, 2007).


(28)

2.1.2. Jenis Pengobatan Alternatif

Menurut ensiklopedia pengobatan alternatif yang dikutip oleh Turana (2009), pengobatan alternatif dibagi dalam 3 kelompok besar yaitu :

1. Terapi energi yang meliputi : akupunktur, akupresur, shiatsu, do-in, shaolin,

qigong, t’ai chi ch’uan, yoga, meditasi, terapi polaritas, refleksiology, metamorphic technique, reiki, metode bowen, ayurveda dan terapi tumpangan

tangan.

2. Terapi fisik yang meliputi : masase, aromaterapi, osteopati, chiropractic,

kinesiology, rolfing, hellework, feldenkrais method, teknik alexander, trager work, zero balancing, teknik relaksasi, hidroterapi, flotation therapy dan metode bates .

3. Terapi pikiran dan spiritual yang meliputi : psikoterapi, psikoanalitik, terapi kognitif, terapi humanistik, terapi keluarga, terapi kelompok, terapi autogenik,

biofeedback, visualisasi, hipnoterapi, dreamwork, terapi dance movement, terapi

musik, terapi suara, terapi seni, terapi cahaya, biorhythms dan terapi warna . Menurut Depkes RI, pengobatan alternatif terdiri dari 4 (empat) jenis, yaitu: 1. Pengobatan alternatif dengan ramuan obat :

a. Pengobatan alternatif dengan ramuan asli Indonsia b. Pengobatan alternatif dengan ramuan obat Cina c. Pengobatan alternatif dengan ramuan obat India 2. Pengobatan alternatif spiritual/kebathinan :

a. Pengobatan alternatif atas dasar kepercayaan b. Pengobatan alternatif atas dasar agama


(29)

3. Pengobatan alternatif dengan memakai peralatan/perangsangan : a. Akupunktur

b. Pengobatan alternatif urut pijat c. Pengobatan alternatif patah tulang

d. Pengobatan tradisional dengan peralatan (tajam/keras) e. Pengobatan alternatif dengan peralatan benda tajam

4. Pengobatan alternatif yang telah mendapatkan pengarahan dan pengaturan pemerintah

a. Dukun beranak

b. Tukang gigi (Dinkes Sumut, 2007).

2.2. Akupunktur

2.2.1. Pengertian Akupunktur

Kata akupunktur berasal dari bahasa Yunani, yaitu acus yang berarti jarum dan puncture yang berarti menusuk, didalam bahasa Inggris menjadi to puncture sedangkan kata asal dari bahasa Cina adalah cen ciu. Kata tersebut kemudian diadaptasikan ke dalam Bahasa Indonesia menjadi akupunktur atau tusuk jarum. Istilah akupunktur lebih dikenal dan berkembang luas di dunia internasional daripada kata aslinya cen ciu karena orang di luar Cina banyak mempelajari ilmu akupunktur dari buku-buku yang diterbitkan dalam bahasa selain Cina, terutama bahasa Inggris. Sebagai suatu pengobatan, akupunktur merupakan pengobatan yang dilakukan dengan cara menusukk an jarum di titik-titik tertentu pada tubuh pasien dengan


(30)

maksud mengembalikan sistem keseimbangan tubuh sehingga pasien sehat kembali (Dharmojono, 2001).

Akupunktur adalah salah satu teknik pengobatan yang berasal dari Cina. Pengobatan akupunktur adalah suatu teknik penyembuhan dengan menusukkan jarum pada titik-titik tertentu di tubuh pasien, yang kemudian dikenal dengan nama titik meridian, dengan tujuan untuk menyeimbangkan unsur dingin (yin) dan panas (yang) dalam tubuh pasien, sehingga pasien akan menjadi sehat kembali. Prinsip pengobatan akupunktur adalah keseimbangan antara kekuatan yin dan yang, karena semua bagian tubuh manusia berada di bawah pengaruh aspek yin dan yang (Sim, 1997).

2.2.2. Perkembangan Akupunktur di Indonesia

Perkembangan akupunktur di Indonesia dimulai dengan masuknya perantau Cina ke Indonesia. Hanya saja pada saat itu masih berkembang di lingkungan mereka dan sekitarnya. Pada Tahun 1963, Depkes dalam rangka melakukan penelitian dan pengembangan cara pengobatan timur termasuk akupunktur, atas instruksi Menteri Kesehatan yang pada waktu itu Prof. Dr. Satrio, membentuk tim riset ilmu pengobatan tradisional timur. Sejak saat itu praktek akupunktur diadakan secara resmi di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Pada Tahun 1975, makin bermunculan organisasi-organisasi seperti akupunktur untuk mengembangkan pengobatan tersebut. Pada Tahun 1990 muncul Surat Keputusan Bersama (SKB) 2 Direktorat Jendral (Dirjen), yaitu Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat (Binkesmas) Depkes RI dengan Dirjen Pendidikan Luar Sekolah Pemuda dan Olah Raga (Diklusepora) RI No.365/Binkesmas/DJ/III/90 dan No.Kep.17/E/L/1990, di mana


(31)

Dirjen Diklusepora akan mencetak tenaga akupunkturisnya sedangkan Dirjen Binkesmas Depkes RI akan menampung para lulusannya (Saputra, 2005).

Pada Tahun 1990, di Jawa Timur muncul suatu bentuk kelembagaan atas kerja sama antara pusat penelitian dan pengembangan kesehatan Depkes RI dengan Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Jawa Timur yang bernama Laboratorium Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Akupunktur (LP3A), tepatnya pada tanggal 7 April 1990. Terbentuknya LP3A merupakan awal bersinarnya cahaya ilmu akupunktur di Jawa Timur khususnya dan Indonesia umumnya. Pada Tahun 1992 LP3A mengikuti pameran riset dan teknologi nasional di Jakarta dengan membawa misi memperkenalkan ilmu akupunktur pada khalayak ilmiah sebagai suatu ilmu. Melalui pameran ini akupunktur dikenal oleh khalayak ilmiah, sehingga LP3A banyak menjalin kerjasama dengan berbagai instansi perguruan tinggi dan organisasi (Saputra, 2005).

Tahun 1996 pemerintah mengeluarkan suatu Permenkes No.1186/Menkes/Per/XI/1996 tentang pemanfaatan akupunktur di sarana pelayanan kesehatan. Sejak dikeluarkannya Permenkes tersebut puskesmas dan rumah sakit (RS) boleh mengadakan pelayanan akupunktur untuk pengobatan dan pencegahan penyakit. Dunia akupunktur dicerahkan kembali dengan adanya pengakuan secara ilmiah ilmu akupunktur di dunia pendidikan kedokteran dengan lulusnya seorang putra Indonesia dari Lembaga Pusat Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan Depkes RI sebagai Doktor Akupunktur pertama di Indonesia Tahun 1999 yaitu Dr. dr. Koosnadi Saputra, SpR (Saputra, 2005).


(32)

Pada Tahun 2003 muktamar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menyatakan keahlian akupunktur disetarakan dengan spesialisasi kedokteran lain, kemudian Tahun 2006 hal tersebut diperkuat kembali dengan ketetapan dari Dirjen Pelayanan Medik Depkes RI melalui Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia (MKKI) yang menetapkan dokter yang mengikuti pendidikan akupunktur sebagai dokter spesialis akupunktur dengan gelar SpAK. Dalam perkembangannya, tuntutan masyarakat terhadap pelayanan akupunkturpun semakin meningkat, sehingga terbentuk pendidikan akupunktur untuk jenjang Diploma Tiga (DIII) berdasarkan Kepmenkes RI No.1277/Menkes/SK/VIII/2003 tentang tenaga akupunktur lulusan DIII sebagai salah satu tenaga kesehatan yang masuk dalam kelompok keterapian fisik (Saputra, 2005).

2.2.3. Proses Pengobatan Akupunktur 2.2.3.1. Pemeriksaan Penyakit

Pemeriksaan penyakit melalui akupunktur terbagi dalam empat cara, yaitu: 1. Pemeriksaan pengamatan/penglihatan, terbagi : pemeriksaan semangat (sen) dan

pemeriksaan lidah

Pemeriksaan semangat penderita dinilai dari ekspresi wajah, sinar mata, serta gerak dan sikap pasien dalam keadaan diam, bergerak maupun bicara. Ekspresi muka yang “bercahaya”, bersemangat serta lincah dalam berbicara dan gerak menyatakan keadaan yang baik, demikian sebaliknya. Melalui ekspresi muka dapat dinilai kelainan-kelainan yang berhubungan dengan fungsi organ tubuh. Posisi gerak-gerik pasien dapat memberikan gambaran tentang keadaan penyakit


(33)

atau letak kelainan organ tubuh. Pemeriksaan lidah tertuju pada otot dan pergerakan lidah serta selaput lidah yang terdapat diatas permukaan lidah. lidah adalah akar jantung, karena itu keadaan otot dan pergerakan lidah memperlihatkan fungsi jantung terutama terhadap vitalitas, spirit, fitnes dan darah.

2. Pemeriksaan pendengaran dan penciuman

Pemeriksaan cara ini bertujuan untuk mengumpulkan data yang diperdengarkan dan dipancarkan dari tubuh penderita. Suara bicara yang nyaring, keras, kasar, kuat dan lancar mengalir merupakan gejala yang. Suara bicara yang lemah, perlahan, lembut, halus dan sedikit bicara merupakan gejala yin. Sedangkan dari penciuman dapat ditangkap bau yang terpancar dari tubuh pasien, yang berasal dari mulut, keringat, urine, darah atau tinja. Bau yang menyengat hidung seperti bau busuk, anyir, asam atau tengik bersifat yang, demikian sebaliknya.

3. Pemeriksaan anamnesa, yakni menelusuri riwayat orang sakit dan penyakitnya di masa lampau.

Sebelum pasien diperiksa lebih lanjut, diajukan beberapa pertanyaan secara lisan atau tertulis untuk mengumpulkan data-data lengkap pasien.

4. Pemeriksaan rabaan, terbagi : pemeriksaan lokal (pada daerah keluhan atau kelainan) dan pemeriksaan nadi.

Pemeriksaan lokal tertuju pada adanya nyeri tekanan, jenis nyeri, besarnya kelainan, letak kelainan dan organ yang bersangkutan. Nyeri yang “menyukai” penekanan (jika ditekan nyeri berkurang) bersifat yin dan nyeri yang “menolak” penekanan (jika ditekan bertambah nyeri) bersifat yang. Pemeriksaan nadi


(34)

merupakan bagian penting dan sulit dari seluruh cara pemeriksaan. Untuk menilai sesuatu yang bersifat patologis maka dibutuhkan pengetahuan batas-batas normalitas nadi. Setiap nadi (daerah nadi) meiliki denyut yang bersifat khusus terhadap kelainan organ (yin-yang) dalam tubuh penderita. Setelah dilakukan pemeriksaan penyakit maka dapat dilakukan penanganan pengobatan penyakit pasien melalui akupunktur (Hadikusumo, 1996).

2.2.3.2. Cara Pengobatan.

Tubuh pasien ditusuk dengan menggunakan jarum pada titik-titik meridian. Murni hanya jarum tanpa ada bahan lain atau obat pada jarumnya. Fungsi jarum tersebut membantu membenahi sistem energi tubuh yang bermasalah, karena itulah tusukan pada titik-titik tersebut disesuaikan dengan jenis penyakit yang diderita pasien. Jarum yang digunakan adalah jarum yang halus, telah disterilakan dan terbuat dari berbagai bahan logam seperti jarum silver atau perak, jarum cooper atau tembaga dan jarum emas (Saputra, 2002).

Jarum yang ditusukkan hanya akan menimbulkan sedikit rasa sakit dan bila jarum ditusukkan lebih dalam mungkin akan terasa seperti di setrum, sebab jarum yang digunakan sangat tajam, padat dan jauh lebih halus dibandingkan dengan jarum suntik. Panjang jarum berkisar antara 12mm – 10cm dan dapat ditusukkan sedalam 6mm – 7.5cm, tergantung kurus gemuknya pasien, lokasi titik pengobatan dan gangguan (di dalam atau dipermukaan). Jarum dapat dibiarkan tertancap selama beberapa detik sampai satu jam, tetapi umumnya 20 menit. Bagi yang menghadapi penyakit yang agak kronis perawatan dijalankan sebanyak sekali atau dua kali


(35)

seminggu. Sebaliknya perawatan ringan diberikan bagi penyakit yang tidak terlalu kritis (Saputra, 2002).

Dalam pengobatannya, pasien perlu membuka sebagian pakaiannya, agar jarum dapat ditusukkan pada titik-titik yang perlu sementara pasien berbaring. Umumnya titik-titik pengobatan terdapat di lengan bawah dan tangan, tungkai bawah dan kaki, walaupun titik-titik akupunktur terdapat diseluruh tubuh. Titik penusukan tergantung pada lokasi gangguan. Titik ini tidak harus langsung berhubungan dengan keluhan pasien, misalnya pengobatan untuk gangguan kepala dapat saja diambil titik pengobatan pada kaki yang terletak pada titik yang bersangkutan (Saputra, 2002).

2.2.4. Indikasi dan Kontra Indikasi Pengobatan Akupunktur

Menurut Hadikusumo (1996), yang mengutip dari buku An Outline of Chinese

Acupuncture, menggolongkan penyakit yang dapat diobati dengan menggunakan

akupunktur yaitu :

1. Penyakit medis, yang terdiri dari: selesma, influenza, bronkhitis, bengek atau mengi, sakit di daerah perut atau lambung, radang hati, radang usus akut, dysentri, penyakit pada jantung, tekanan darah tinggi dan radang selaput sendi. 2. Penyakit yang dapat dioperasi, terdiri dari : usus buntu, wasir atau ambeien dan

nyeri pinggang.

3. Penyakit gynekologis atau kebidanan, yang terdiri dari : menstruasi tidak teratur, berhenti haid, tersembulnya rahim, persalinan mundur atau tertunda dan kekurangan laktasi atau air susu sulit keluar.


(36)

4. Penyakit pada anak-anak, terdiri dari : batuk kering atau rejan, kekurangan gizi, sawan anak akut dan sawan anak kronis.

5. Penyakit indrawi, yang terdiri dari : radang selaput mata akut, rabun dekat, amandel, radang hulu kerongkongan, radang selaput lender hidung atau radang hidung kronis dan sakit gigi.

6. Penyakit saraf dan mental, terdiri dari : lemah saraf, penyakit ayan, penyakit pitam dan sakit kepala.

7. Penyakit saluran kemih atau kelamin : mengompol, sulit kencing, beser mani (mimpi basah) dan impotensi.

Selain itu terdapat juga penyakit yang tidak dapat diobati dengan akupunktur diantaranya :

1. Penyakit yang tergolong penyakit menular

2. Penyakit borok lambung, borok usus dua belas jari, haemophilia, purpura,

aneurysme, tumor dan kanker.

3. Pengobatan secara langsung patah tulang (fraktura) 4. Penyakit jantung, ginjal dan paru-paru yang sudah kronis.

Menurut WHO Tahun 1991 dalam dokumen “Proposed Standart

International Acupuncture Nomenclature” menyebutkan bahwa indikasi pengobatan

akupunktur adalah :

1. Saluran napas, yakni berbagai radang yang ditujukan untuk mengatasi kondisi alergi dan meningkatkan daya tahan tubuh.

2. Mata, kelainan mata yang bersifat radang dan fungsional otot serta refraksi 3. Mulut, untuk penanggulangan nyeri pada pencabutan gigi dan peradangan kronis


(37)

4. Saluran makanan dan lambung, berbagai kelainan fungsional yaitu otot, ekskresi, asam lambung, nyeri dan keradangan

5. Saraf, otot dan tulang, yaitu problem nyeri, kelemahan, kelumpuhan dan keradangan persendian

Sedangkan kontra indikasi pengobatan akupuktur : 1. Penderita dalam keadaan hamil

2. Penderita yang memakai pacu jantung 3. Menusuk di dekat daerah tumor ganas

4. Menusuk pada kulit yang sedang meradang (Saputra, 2005).

2.2.5. Dasar Hukum dan Peraturan Akupunktur

Dasar hukum menurut WHO untuk akupunktur, yaitu :

1. Nomenklatur tentang indikasi dan kotra indikasi penggunaan akupunktur

a. Standardized by The WHO Western Pacific Regional Consultation Meeting

1984.

b. Diperbaharui di Geneva Tahun 1991 sebagai Report of a WHO Scientific

Group yang disebut: “Proposed Standart International Acupuncture Nomenclature”.

2. Guidelines on Basic Training and Savety in Acupuncture

WHO/EDM/TRM/99.1 World Health Organization, 1999 tentang tata cara pendidikan dan pelatihan akupukntur yang dipertanggungjawabkan profesionalitasnya


(38)

Dasar hukum dan perundangan di Indonesia yang berhubungan dengan akupunktur, yaitu :

1. Surat keputusan menteri kesehatan RI No. 037/Birhub/1973 tentang Wajib Daftar Akupunktur

2. Undang-undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan pasal 47

3. Surat keputusan menteri kesehatan RI No. 0854/Permenkes/VIII/1994 tentang Sentra Pengembangan dan Penerapan Pengobatan Tradisional

4. Peraturan menteri kesehatan RI No. 1186/Menkes/Per/VI/1996 tentang Pelayanan Akupunktur dalam Sistem Pelayanan Kesehatan Formal

5. Surat keputusan menteri kesehatan RI No. 1076/Menkes/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional

6. Surat keputusan menteri kesehatan RI No. 1277/Menkes/SK/VIII/2003 tentang Tenaga Akupunktur lulusan DIII merupakan salah satu tenaga yang masuk dalam kelompok keterapian fisik (Saputra, 2005).

2.2.6. Aplikasi Dasar Hukum dan Perundangan Akupunktur di Indonesia Menurut Saputra (2005), untuk lebih memahami aplikasi dasar hukum dan perundangan akupunktur di Indonesia, perlu diketahui beberapa hal di antaranya : 1. Sumber daya manusia akupunktur

Pada saat ini, akupunkturis terdiri dari dokter dan non dokter. Apabila tenaga medik/dokter akan menjalankan pelayanan akupunktur tidak memerlukan izin praktek khusus terlebih dahulu, karena pelayanan akupunktur dianggap merupakan salah satu ragam pelayanan. Izin praktek dokter secara langsung sudah


(39)

termasuk izin praktek akupunkturisnya, namun tenaga medik/dokter tetap harus memiliki sertifikat yang menunjukkan telah mengikuti dan lulus dari pendidikan akupunktur yang memiliki izin kursus dari departemen pendidikan. Akupunkturis yang telah dinyatakan lulus dari pendidikan akupunktur akan mendapat ijazah lokal. Selanjutnya mereka harus lulus dari ujian nasional akupunkturis yang diselenggarakan oleh Depdikbud, baik teori maupun praktek. Sumber daya akupunktur di Indonesia terdiri dari:

a. Dokter, dihasilkan dari :

1) Pendidikan nonformal dalam bentuk kursus atau belajar dari luar Indonesia

2) Pendidikan formal (misalnya dari RSCM)

b. Paramedis, sampai Tahun 2005 dihasilkan oleh kursus dan pada Tahun 2006-2007 sudah ada produk akademi akupunktur Surabaya

c. Non medis/Non paramedis, dihasilkan oleh kursus baik di Indonesia maupun dari Luar Indonesia.

2. Sarana pelayanan akupunktur di Indonesia a. Rumah Sakit : pemerintah maupun swata b. Puskesmas

c. Klinik pemerintah maupun swasta d. Praktik Perorangan

3. Pelayanan akupunktur yang dibentuk oleh badan swasta sebagai anak dari badan asing, baik legal maupun illegal.


(40)

Dasar hukum sumber daya manusia akupunktur diawali oleh SKB Dirjen Binkesmas RI No.365/Binkesmas/DJ/III/1990 dan Dirjen Diklusepora RI Kep.17/E/L/1990 tentang pembinaan pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan masyarakat dan pemanfaatan tenaga yang dihasilkan. Disini dijelaskan bahwa kursus akupunktur sebagai pendidikan luar sekolah untuk meghasilkan tenaga praktisi akupunktur dan pemanfaatan oleh Depkes RI sebagai bagian pelayanan untuk masyarakat. Sebelumnya diterbitkan SKB 3 Departemen (Depdagri, Depdikbud dan Depkes) No. 263/E.2/U/86 tentang peleburan organisasi profesi akupunktur dalam satu wadah Persatuan Akupunkturis Seluruh Indonesia (PAKSI) yang memenuhi UU No. 8 Tahun 1985 tentang organisasi kemasyarakatan (Saputra, 2005).

Tenaga Akupunktur mulai Tahun 1990 sampai Tahun 1995 masih sangat terbatas dimanfaatkan pelayanan kesehatan formal dan sebagian masih berupa praktik perorangan dengan pembinaan PAKSI sebagai Dikmas Depdikbud dan Dinas Kesehatan Daerah. Setelah dishkan oleh UU No.23 tentang kesehatan Pasal 27 dan diperkuat oleh Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) Tahun 1993 tentan pemanfaatan pengobatan tradisional, maka dirasakan perlu membentuk Sentra Pengembangan dan Penerapan Pengobatan Tradisional (SP3PT) dengan dasar SK Menkes No. 0584/Menkes/SK/VI/1995. Setelah era Tahun 1994 Depkes melakukan tindakan serius dengan diterbitkannya Permenkes RI No. 1186/Menkes/Per/VI/1996 tentang pelayanan akupunktur dalam sistem pelayanan kesehatan formal (Saputra, 2005).

Ternyata dengan krisis ekonomi tahun 1997-1998, makin nyata kebutuhan akupunktur dalam pelayanan kesehatan formal. Kemajuan penelitian akupunktur


(41)

menyebabkan akupunktur bermitra dengan kedokteran konvensional sehingga mulai masuk tenaga akupunktur asing ke Indonesia secara illegal dan Indonesia belum mempunyai aturan. Oleh karena itu Depkes membuat kebijakan untuk menjamin keselamatan masyarakat denga diterbitkannya SK Menkes RI No. 1076/Menkes/SK/VII/2003 tentang penyelenggaraan pengobatan tradisional, di mana akupunktur merupakan satu-satunya pengobatan tradisional yang mempunyai Surat Izin Pratik Tradisional (SIPT) sekaligus aturan untuk memfilterenaga asing yang masuk ke Indonesia (Saputra, 2005).

Kebutuhan akupunkturis yang professional semakin meningkat. Oleh karena itu Depkes menerbitkan SK Menkes RI No.277/Menkes/SK/VIII/2003 tentang akupunkturis lulusan D3 merupakan salah satu tenaga kesehatan yang masuk ke dalam kelompok keterapian fisik dan bersama Depdiknas mendirikan izin penyelenggaraan program D3 Akupunktur (Saputra, 2005).

Untuk mengahadapi masalah di lapangan, Depkes telah menegaskan beberapa hal di antaranya :

1. Sarana akupunktur telah diatur sesuai dengan Kepmenkes RI No.277/Menkes/SK/VIII/2003 dan UU No. 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran

2. Tenaga Akupunkturis yang memenuhi persyaratan yang diakui : a. Dokter, sampai Tahun 2005 berasal dari RSCM Jakarta b. Ujian Nasional Akupunktur mulai Tahun 1990


(42)

d. Ijazah dari Luar negeri yang sudah melalui penelitian dan ujian profesi di Indonesia

3. Sarana pendidikan Akupunktur a. RSCM atau Fakultas Kedokteran b. Akademi Akupunktur

c. Kursus akupunktur yang mempunyai izin penyelenggaraan dari Depdiknas 4. Mitra pembinaan profesi adalah PAKSI untuk melakukan tinjauan sarana praktik

akupunkturis. Oleh karena itu referensi dari PAKSI sangat penting untk menerbitkan SIPT akupunktur (Saputra, 2005).

2.2.7. Bentuk Pelayanan Akupunktur

Bentuk pelayanan akupunktur menurut Dharmojono (2001), terbagi menjadi lima yaitu:

1. Bentuk pelayanan/praktek perorangan (praktek mandiri)

Untuk penyelenggaraan akupunktur di klinik perorangan hendaknya diperhatikan tentang hal-hal berikut:

e. Tempat praktek; memenuhi persyaratan sarana yaitu: 1) Ruang pelayanan yang lebih dari satu tempat tidur 2) Ruang konsultasi

3) Penunjang dan pencatatan 4) Peralatan akupunktur

f. Tenaga, akupunkturis mempunyai kompetensi yang diakui dan dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya yaitu:


(43)

1) Ijazah nasional akupunktur 2) Sertifikat kompetensi profesi

3) Ijazah pendidikan khusus dokter dan paramedik (Saputra, 2005) 2. Bentuk praktek berkelompok

3. Bentuk praktek bersama 4. Bentuk praktek di puskesmas

Akupunktur di puskesmas dilakukan dalam 2 model, untuk puskesmas besar yakni yang memiliki program dokter spesialis khusus, pelayanan akupunktur dilakukan dalam klinik tersendiri dan untuk puskesmas kecil yakni puskesmas yang tidak memiliki program dokter spesialis ataupun puskesmas pembantu pelayanan akupunktur menyatu dalam pengobatan klinik lain.

Tenaga akupunkturis tidak selalu ada di puskesmas untuk itu dapat ditempuh jalan dengan mengirim doker puskesmas untuk belajar akupunktur di pusat pendidikan akupunktur (kursus), ataupun masuk program DIII akupunktur selain itu dengan merekrut tenaga akupunkturis yang mempunyai standar kompetensi yang sudah diakui sebagai mitra kerja dilingkup puskesmas di bawah tanggung jawab dokter puskesmas, tentu dengan pengamanan dan pembatasan yang sesuai dengan kode etik pelayanan di puskesmas (Saputra,2005).

5. Bentuk praktek akupunkturis di rumah sakit

Akupunktur dalam pelayanan kesehatan tingkat rumah sakit dibagi menjadi dua model pelaksanaan, yaitu :


(44)

Pelayanan ini dapat dilaksanakan dengan berbagai macam pelayanan kesehatan (promotif, preventif, protektir, kuratif dan bahkan rehabiltatif). Untuk kegiatan promotif dan rehabilitatif, tampaknya akupunktur harus bekerjasama dengan bidang lain dan sangat diharapkan dapat berfungsi suportif. Pelayanan akupunktur tersendiri yaitu kuratif menjadi model pelayanan dengan disiplin tersendiri dengan ketentuan : (1) menguntungkan, apabila dapat bekerjasama sebagai model pengobatan alternatif maupun tersendiri (2) merugikan, apabila menjadi ekslusif dan tidak mengenal atau dikenal oleh bagian lain, sehingga kehadiran akupunktur dianggap tidak memberikan manfaat. Tentunya jika diinginkan akupunktur menjadi model pelayanan kesehatan tersendiri, dibutuhkan pengelola program yang luwes yang dapat mempromosikan dan menjual manfaat akupunktur.

b. Pelayanan akupunktur yang terintegrasi dalam bidang-bidang lain

Dalam model ini akupunktur dapat memberikan manfaat dengan pemaparan semua skenario pelayanan kesehatan, karena tidak berdiri sendiri. Akupunktur selanjutnya menjadi bagian tindakan medis yang dapat dimanfaatkan dalam disiplin kedokteran secara tepat guna.

2) Keuntungan:

a) Akupunktur sebagai tindakan medis dapat diterima dan dilaksanakan oleh tenaga medis maupun paramedis

b) Akibat tidak eksklusif maka dapat dikenal secara merata dan diterima untuk dimanfaatkan baik secara sportif maupun secara alternatif


(45)

c) Dapat diterima sebagai pelajaran pilihan dalam pendidikan tenaga kesehatan untuk pencetakan sumber daya manusia.

3) Kerugian

Membutuhkan waktu lama untuk menjadi disiplin ilmu tersendiri karena sudah menjadi bagian tindakan medis.

2.3. Konsep Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Menurut Department of Health Education and Welfare, USA (1997) yang dikutip oleh Damhar (2002), faktor-faktor yang memengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah:

1. Faktor regional dan residence

Regional misalnya Jakarta, Jawa Tengah dan lain lain. Residence misalnya rural dan urban.

2. Faktor dari sistem pelayanan kesehatan yang bersangkutan

a. Tipe dari organisasi, misalnya rumah sakit, puskesmas dan fasilitas lainnya. b. Kelengkapan program kesehatan.

c. Tersedinya tenaga dan fasilitas medis. d. Teraturnya pelayanan.

e. Hubungan antara dokter/tenaga kesehatan lainnya dengan masyarakat. f. Adanya ansuransi kesehatan.

3. Faktor adanya fasilitas kesehatan lain.


(46)

a. Faktor sosiodemografi yang meliputi: umur, jenis kelamin, status perkawinan, besarnya famili, kebangsaan dan suku bangsa serta agama.

b. Faktor sosiopsikologi yang meliputi sikap/persepsi terhadap pelayanan kesehatan secara umum, pengetahuan, sumber informasi dari pelayanan kesehatan dan tabiat terhadap pelaksanaan kesehatan sebelumnya.

c. Faktor ekonomi, meliputi status ekonomi (pendidikan, pekerjaan dan penghasilan).

d. Dapat digunakannya pelayanan kesehatan yang meliputi jarak antara rumah penderita.

Menurut Cumming dkk yang dikutip oleh Damhar (2002), mengemukakan suatu set kategori variabel utama yang muncul dari analisis terhadap model-model yang terdahulu bahwa pemanfaatan pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh:

1. Hal-hal yang menyangkut kemudahan memperoleh pelayanan kesehatan, seperti kemampuan individu membayar biaya pelayanan dan pemeliharaan kesehatan, kesadaran mereka untuk menggunakan pelayanan kesehatan dan tersedianya fasilitas pelayanan kesehatan.

2. Hal-hal yang menyangkut individu terhadap pelayanan kesehatan, seperti kepercayaan terhadap manfaat pengobatan dan kepercayaan terhadap kualitas pelayanan kesehatan yang tersedia

3. Hal-hal yang menyangkut ancaman penyakit seperti persepsi indivdu terhadap gejala-gejala penyakit dan kepercayaan terhadap gangguan serta akibat penyakit tersebut.


(47)

5. Hal-hal yang berkaitan dengan interaksi sosial individu, norma sosial dan struktur sosial

6. Hal-hal yang berkaitan dengan karakteristik demografi (status sosial, penghasilan dan pendidikan).

Menurut Lapau yang dikutip oleh Muslem (2006), ada beberapa faktor yang memengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan :

1. Faktor sistem pelayanan kesehatan seperti kelengkapan program, tersedianya tenaga dan fasilitas medis, teraturnya pelayanan dan hubungan antara dokter/tenaga kesehatan lainnya dengan penderita.

2. Faktor dari konsumen yang menggunakan pelayanan kesehatan meliputi status sosioekonomi, seperti : pendidikan, pengetahuan, pekerjaan dan pendapatan.

Menurut Donabedian yang dikutip oleh Dever (1984), ada beberapa faktor- faktor yang dapat memengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan, yaitu:

1. Faktor Sosiokultural a. Teknologi

Kemajuan teknologi dapat memengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan, di mana kemajuan dibidang teknologi disatu sisi dapat meningkatkan pemanfaatan pelayanan kesehatan seperti transplantasi organ, penemuan organ-organ artifisial, serta kemajuan dibidang radiologi. Sedangkan disisi lain kemajuan teknologi dapat menurunkan pemanfaatan pelayanan kesehatan, sebagai contoh dengan ditemukannya berbagai vaksin untuk pencegahan penyakit menular akan mengurangi pemanfaatan pelayanan kesehatan.


(48)

b. Norma dan nilai yang ada di masyarakat.

Norma, nilai sosial dan keyakinan yang ada di masyarakat akan memengaruhi seseorang dalam bertindak, termasuk dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan.

2. Faktor Organisasional

a. Ketersediaan Sumber Daya

Suatu sumber daya tersedia apabila sumber daya itu ada atau bisa didapat, tanpa mempertimbangkan sulit ataupun mudahnya penggunaannya. Suatu pelayanan hanya bisa digunakan apabila jasa tersebut tersedia.

b. Akses Geografis

Akses geografis dimaksudkan pada faktor-faktor yang berhubungan dengan tempat yang memfasilitasinya atau menghambat pemanfaatan, yakni yang berhubungan dengan lokasi penyedia pelayanan dan lokasi konsumen/pemakai jasa pelayanan, yang dapat diukur dengan jarak waktu tempuh atau biaya tempuh. Hubungan antara akses geografis dan volume dari pelayanan bergantung dari jenis pelayanan dan jenis sumber daya yang ada. Peningkatan akses yang dipengaruhi oleh berkurangnya jarak, waktu tempuh ataupun biaya tempuh mungkin mengakibatkan peningkatan pelayanan.

Hal ini menunjukkan, pemakaian pelayanan preventif lebih banyak dihubungkan dengan akses geografis dari pada pemakaian pelayanan kuratif' sebagaimana pemanfaatan pelayanan umum bila dibandingkan dengan pelayanan spesialis. Semakin hebat suatu penyakit atau keluhan dan semakin


(49)

canggih atau semakin khusus sumber daya dari pelayanan, semakin berkurang pentingnya atau berkurang kuatnya hubungan antara akses geografis dan volume pemanfaatan pelayanan.

c. Akses Sosial

Akses sosial terdiri atas dua dimensi yaitu dapat diterima dan terjangkau. Dapat diterima mengarah kepada faktor psikologis, sosial dan faktor budaya, sedangkan terjangkau mengarah kepada faktor ekonomi. Konsumen memperhitungkan sikap dan karakteristik yang ada pada penyedia pelayanan kesehatan seperti etnis, jenis kelamin, umur, ras dan hubungan keagamaan. d. Karakteristik dari stuktur perawatan dan proses

Bentuk-bentuk praktek pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, praktek dokter tunggal, praktek dokter bersama, grup praktek dokter spesialis atau yang lainnya membuat pola pemanfaatan yang berbeda.

3. Faktor yang berhubungan dengan konsumen

Pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah interaksi antara konsumen dengan penyedia pelayanan kesehatan (provider). Tingkat kesakitan atau kebutuhan yang dirasakan oleh konsumen berhubungan langsung dengan pengunaan atau permintaan terhadap pelayanan kesehatan. Kebutuhan terdiri atas kebutuhan yang dirasakan (perceived need) dan diagnosa klinis (evaluated need). Kebutuhan yang dirasakan (perceived need) ini di pengaruhi oleh:

a. Faktor sosiodemografi yang terdiri dari umur, jenis kelamin, ras, suku bangsa, status perkawinan, jumlah keluarga dan status sosial ekonomi


(50)

(pendidikan, pekerjaan dan penghasilan).

b. Faktor sosiopsikologi terdiri dari persepsi dan kepercayaan terhadap pelayanan medis atau dokter.

4. Faktor yang berhubungan dengan produsen.

Dalam hal ini konsumen tidak sepenuhnya memiliki referensi yang cukup akan pelayanan yang akan diterima, sehingga mereka menyerahkan hal ini sepenuhnya ketangan penyedia pelayanan kesehatan. Karakteristik penyedia pelayanan kesehatan yaitu tipe pelayanan kesehatan, sikap petugas, serta fasilitas yang dimiliki oleh pelayanan kesehatan yang bersangkutan.

2.3.1. Faktor yang Berhubungan dengan Konsumen dalam Memanfaatkan Pelayanan Kesehatan

2.3.1.1. Faktor Sosiodemografi

Menurut Donabedian yang dikutip oleh Dever (1984), faktor yang berhubungan dengan konsumen didalam pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah faktor sosiodemografi dan faktor sosiopsikologi. Faktor sosiodemografi yang terdiri dari umur, jenis kelamin, ras, bangsa, status perkawinan, jumlah keluarga dan status sosial ekonomi (pendidikan, pekerjaaan, penghasilan atau pendapatan).

1. Pendidikan

Menurut Damhar (2002), pendidikan merupakan suatu proses atau kegiatan untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan individu atau masyarakat. Hal ini berarti bahwa pendidikan adalah suatu usaha pembentukan watak yaitu nilai dan sikap disertai dengan kemampuan dalam bentuk kecerdasan, pengetahuan dan keterampilan.


(51)

Menurut Notoatmodjo (2003), orang dengan pendidikan formal yang lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih tinggi dibanding orang dengan tingkat pendidikan formal yang lebih rendah, karena akan lebih mampu dan mudah memahami arti dan pentingnya kesehatan serta pemanfaatan pelayanan kesehatan. Menurut penelitian yang dilakukan Sibarani (1996), seseorang yang berpendidikan lebih tinggi cenderung bertindak lebih baik.

2. Pekerjaan

Pekerjaan adalah suatu kegiatan/aktifitas yang dilakukan seseorang untuk memperoleh imbalan guna memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari (Sibarani, 1996). Menurut Notoatmodjo (2003), pekerjaan merupakan bagian dari struktur sosial yang menentukan dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan.

3. Penghasilan

Penghasilan sangat memengaruhi status ekonomi keluarga. Status ekonomi yang lebih tinggi cenderung memberi kemudahan bagi seseorang dalam melakukan tindakan yang lebih baik dalam kesehatan, seperti kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan. Masyarakat dengan tingkat penghasilan yang tinggi pada umumnya lebih memerhatikan masalah kesehatannya, sehingga bila menderita penyakit ringan saja sudah berupaya mencari pertolongan ketempat pelayanan kesehatan yang bermutu (Sibarani, 1996).


(52)

2.3.1.2. Faktor Sosiopsikologi

2.3.1.2.1. Persepsi dan Kepercayaan

Menurut Donabedian yang dikutip oleh Dever (1984), faktor yang berhubungan dengan konsumen dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan selain faktor sosiodemografi juga terdapat faktor sosiopsikologi yang terdiri dari persepsi dan kepercayaan terhadap pelayanan kesehatan. Beberapa individu mungkin akan bertindak untuk mencari pengobatan atas rangkaian gejala yang mereka alami sementara yang lainnya mungkin memilih secara total untuk tidak melakukan tindakan.

1. Persepsi

Menurut Koentjaraningrat yang dikutip oleh Damhar (2002) mengemukakan persepsi adalah proses akal manusia yang sadar (consius) yang meliputi proses fisik. Fisiologi dan psikologi yang menyebabkan berbagai macam impuls, diolah menjadi suatu penggambaran lingkungan. Persepsi merupakan perlakuan yang melibatkan penafsiran melalui proses pemikiran tentang apa yang dilihat, dengar, alami atau dibaca, sehingga persepsi sering memengaruhi tingkah laku, percakapan serta perasaan seseorang.

Persepsi merupakan pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Proses terbentukya persepsi melalui tiga tahap yakni fisik, fisiologik dan psikologik. Adanya objek yang menimbulkan stimulus dan stimulus mengenai alat indera. Stimulus kemudian diterima alat indera dilanjutkan alat sensoris ke otak sehingga


(53)

terjadi suatu proses di otak yang mengakibatkan individu menyadari apa yang ia terima. Proses ini disebut proses pengamatan, setelah proses pengamatan akan terbentuklah persepsi tentang objek yang baru diamati (Ahmadi, 1992).

Menurut Notoatmodjo (2003), pesepsi adalah mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil. Pengetahuan dan sikap individu akan membentuk suatu persepsi, karena persepsi merupakan bagian dari tindakan tingkat pertama.

Proses pembentukan persepsi antar satu individu dengan individu lain berbeda-beda. Pembentukan persepsi tergantung pada berbagai faktor yang memengaruhinya, baik faktor internal seperti : pengalaman, keinginan, proses belajar, pengetahuan, motivasi dan pendidikan maupun faktor eksternal seperti lingkungan keluarga, masyarakat, sekolah, faktor soaial budaya, lingkungan fisik dan hayati di mana seseorang itu bertempat tinggal (Thoha, 2003).

Persepsi terhadap pelayanan harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir pada persepsi pelanggan. Citra kualitas yang baik bukanlah berdasarkan sudut pandang atau persepsi pihak penyedia jasa pelayanan, melainkan sudut pandang atau persepsi pelanggan jasa pelayanan itu sendiri. Penilaian tentang mutu pelayanan sangatlah subjektif, hal ini tergantung dari persepsi para pelanggannya, yang dipengaruhi oleh latar belakang sosial, pendidikan, ekonomi, budaya dan faktor-faktor lainnya (Kotler, 2000).


(54)

2. Kepercayaan

Menurut Maran yang dikutip oleh Muslem (2006), kepercayaan berkaitan dengan pandangan tentang bagaimana dunia ini beroperasi, kepercayaan itu bisa berupa pandangan atau interpretasi tentang masa lampau, masa sekarang, prediksi masa depan bisa juga berdasarkan akal sehat, kebijaksanaan yang dimiliki suatu bangsa, agama, ilmu pengetahuan atau kombinasi semua hal tersebut. Aspek tersebut merupakan acuan bagi seseorang untuk menentukan persepsi terhadap objek.

Masyarakat mulai menghubungi sarana kesehatan sesuai dengan pengalaman atau informasi yang diperoleh dari orang lain tentang tersedianya jenis-jenis pelayanan kesehatan. Pilihan terhadap sarana pelayanan kesehatan tersebut dengan sendirinya didasari atas kepercayaan atau keyakinan akan kemajuan sarana tersebut (Notoatmodjo, 2003).

2.4. Kerangka Konsep

Berdasarkan konsep Donabedian yang dikutip oleh Dever (1984), peneliti memfokuskan penelitian ini pada faktor yang berhubungan dengan konsumen di dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan yaitu faktor sosiodemografi (meliputi pendidikan, pekerjaan dan penghasilan) dan faktor sosiopsikologi (persepsi dan kepercayaan). Sesuai dengan tujuan penelitian dan tinjauan kepustakaan maka kerangka konsep dapat digambarkan sebagai berikut :


(55)

Variabel Independen

Variabel Dependen

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan kerangka konsep dapat didefinisikan konsep-konsep yang digunakan pada penelitian ini sebagai berikut :

1. Faktor sosiodemografi adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan unsur-unsur yang terdapat dalam diri pasien yang meliputi : pendidikan, pekerjaan dan penghasilan.

2. Faktor sosiopsikologi adalah segala sesuatu yang melatarbelakangi pasien sehingga menggunakan/memanfaatkan batra akupunktur untuk mengobati penyakitnya yakni meliputi : persepsi dan kepercayaan.

3. Pemanfaatan batra akupunktur adalah jumlah kunjungan pasien ke batra akupunktur.

2.5. Hipotesis Penelitian

1. Ada pengaruh variabel faktor sosiodemografi (meliputi pendidikan, pekerjaan dan penghasilan) pasien terhadap pemanfaatan batra akupuktur.

2. Ada pengaruh variabel faktor sosiopsikologi (meliputi persepsi dan kepercayaan) pasien terhadap pemanfaatan batra akupunktur.

Faktor Sosiodemografi : - Pendidikan - Pekerjaan

- Penghasilan Faktor Sosiopsikologi :

- Persepsi - Kepercayaan

Pemanfaatan Batra Akupunktur


(56)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah survei dengan tipe explanatory yaitu untuk menjelaskan hubungan kausal antara variabel-variabel penelitian melalui pengujian hipotesa, yakni menjelaskan pengaruh sosiodemografi (pendidikan, pekerjaan dan penghasilan) dan sosiopsikologi (persepsi dan kepercayaan) pasien terhadap pemanfaatan batra akupunktur di Serumpun Bambu Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2010 (Singarimbun, 1995).

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada Bulan April Tahun 2010 di Batra Akupunktur Serumpun Bambu Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. Lokasi tersebut dipilih dengan pertimbangan bahwa Serumpun Bambu termasuk balai pengobatan akupunktur tradisional namun memiliki angka kunjungan pasien yang cukup tinggi jika dibandingkan dengan balai pengobatan akupunktur medik

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang memanfaatkan batra akupunktur di Serumpun Bambu Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang pada Bulan Januari sampai dengan Bulan Februari Tahun 2010 yang berjumlah 408 pasien.


(57)

3.3.2. Sampel

Notoatmodjo (2003) mengatakan bahwa untuk populasi kecil atau lebih kecil dari 10.000, dapat digunakan formula yang lebih sederhana sebagai berikut :

N n =

1 + N (d²) Dimana : N = Besar populasi

n = Besar sampel

d = Tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan (10%=0,1)

408

n =

1 + 408 (0,1²)

408

n = = 80,31 ≈ 81 1 + 408 (0,01)

Dari hasil perhitungan di atas didapat besar sampel sebanyak 80,31 atau dibulatkan menjadi 81 orang. Pengambilan sampel dilakukan secara acak dengan metode Simple Random Sampling.

3.4. Metode Pengumpulan Data

Data yang diperoleh melalui dua cara, yaitu :

1. Data primer : yaitu data yang diperoleh dengan melakukan wawancara langsung kepada responden dengan menggunakan kuesioner.

2. Data sekunder : yaitu data yang diperoleh dari instansi terkait, yakni Batra Akupunktur Serumpun Bambu Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang.


(58)

3.5. Definisi Operasional

Dari beberapa variabel penelitian ini maka dapat didefinisikan sebagai berikut :

1. Pendidikan adalah lembaga pendidikan formal tertinggi yang pernah ditempuh responden berdasarkan ijazah terakhir, dengan kategori:

a. Rendah, bila responden tidak/tamat Sekolah Dasar (SD).

b. Sedang, bila responden tamat Sekolah Menengah Pertama (SMP)/tamat Sekolah Menengah Atas (SMA).

c. Tinggi, bila responden tamat DIII/Perguruan Tinggi.

2. Pekerjaan adalah suatu kegiatan/aktifitas yang dilakukan responden untuk memperoleh imbalan guna memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, yang dibedakan atas :

a. Tidak bekerja (termasuk ibu rumah tangga).

b. Bekerja (Pegawai Negeri Sipil (PNS), Pegawai Swasta, Wiraswasta, Buruh dan lain-lain).

3. Penghasilan adalah jumlah uang yang diterima keluarga responden setiap bulan, dikategorikan berdasarkan Upah Minimum Provinsi (UMP) sesuai dengan Keputusan Gubernur (Kep Gub) No. 561/4213/K/Tahun 2008 tentang UMP Tahun 2009, yakni Rp 905.000,- dikategorikan menjadi :

a. Penghasilan dibawah UMP (< UMP) atau < Rp 905.000,- per bulan

b. Penghasilan diatas atau sama dengan UMP (≥ UMP) atau ≥ Rp 905.000,- per bulan


(59)

terhadap batra akupunktur berdasarkan penglihatan, pendengaran dan pengalamannya yang dirasakan atau yang sedang dialami, dikelompokkan ke dalam 3 kategori menjadi:

a. Kurang adalah persepsi tentang batra akupunktur tidak sesuai dengan keinginan responden.

b. Cukup adalah persepsi tentang batra akupunktur kurang sesuai dengan keinginan responden.

c. Baik adalah persepsi tentang batra akupunktur sesuai dengan keinginan responden.

5. Kepercayaan terhadap batra akupunktur adalah keyakinan responden bahwa masalah kesehatan yang dialami dapat sembuh dengan memanfaatkan batra akupunktur, dikelompokkan ke dalam 3 kategori menjadi:

a. Tidak percaya apabila responden tidak yakin bahwa dengan memanfaatkan batra akupunkur dapat mengobati penyakitnya.

b. Kurang percaya apabila responden kurang yakin bahwa dengan memanfaatkan batra akupunkur dapat mengobati .

c. Percaya apabila responden yakin bahwa dengan memanfaatkan batra akupunkur dapat mengobati penyakitnya.

6. Pemanfaatan batra akupunktur adalah jumlah kunjungan responden ke batra akupunktur dari Bulan Januari-April Tahun 2010. Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan akupunkturis batra akupunktur, proses penyembuhan tergantung berat atau ringannya penyakit responden. Penyakit ringan 3-4 kali kunjungan, penyakit sedang 7-8 kali kunjungan dan penyakit berat 11-12 kali kunjungan,


(60)

kunjungan selebihnya hanya bersifat untuk menjaga kesehatan saja, sehingga pemanfaatan batra akupunktur dibagi dalam 3 kategori berdasarkan 3 tingkatan penyakit menjadi :

a. Rendah

1) Penyakit ringan : apabila responden mengunjungi batra akupunktur 1 kali kunjungan.

2) Penyakit sedang : apabila responden mengunjungi batra akupunktur ≤ 5 kali kunjungan.

3) Penyakit berat : apabila responden mengunjungi batra akupunktur ≤ 9 kali kunjungan.

b. Sedang

1) Penyakit ringan : apabila responden mengunjungi batra akupunktur 2 kali kunjungan

2) Penyakit sedang : apabila responden mengunjungi batra akupunktur 6 kali kunjungan.

3) Penyakit berat : apabila responden mengunjungi batra akupunktur 10 kali kunjungan.

c. Tinggi

1) Penyakit ringan : apabila responden mengunjungi batra akupunktur ≥ 3-4 kali kunjungan

2) Penyakit sedang : apabila responden mengunjungi batra akupunktur ≥ 7-8 kali kunjungan.


(61)

kali kunjungan.

3.6. Aspek Pengukuran

3.6.1. Aspek Pengukuran Variabel Bebas

Variabel bebas terdiri dari sosiodemografi (meliputi pendidikan, pekerjaan, pendapatan) dan sosiopsikologi (meliputi persepsi dan kepercayaan terhadap akupunktur). Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 3.1. sebagai berikut :

No Variabel Jumlah Indi kator Kriteria Jawaban Bobot Kategori Variabel Skor Skala Ukur 1 Pendidikan 1

1. Tamat SD/Tidak

Tamat SD

2. Tamat SMP

3. Tamat SMA

4. Tamat Akademi/

Perguruan Tinggi

1. Rendah 2. Sedang

3. Tinggi Ordinal

2 Pekerjaan

1

1. Tidak Bekerja/ Ibu Rumah Tangga

2. Buruh dan lain-lain

3. Wiraswasta

4. Pegawai Swasta

5. Pegawai Negeri Sipil (PNS)

1. Tidak

Bekerja

2. Bekerja

Nominal

3 Penghasilan

1 1. < 905.000,-

2. ≥ 905.000,-

1. < UMP

2. ≥ UMP Ordinal

4 Persepsi

batra akupunktur

15

1. Tidak Setuju

2. Kurang Setuju 3. Setuju

1 2 3

1. Kurang

2. Cukup

3. Baik

1.15-24 2.25-34 3.35-45 Interval 5 Kepercayaan terhadap batra akupunktur 5

1. Tidak Percaya

2. Kurang Percaya

3. Percaya 1 2 3 1. Tidak Percaya 2. Kurang Percaya 3. Percaya 1.5-8 2. 9-12

3.13-15 Interval


(1)

Batra akupunktur merupakan pengobatan yang berkualitas

3 3.7 3.7 3.7

17 21.0 21.0 24.7

61 75.3 75.3 100.0

81 100.0 100.0

Tidak Percaya Kurang Percaya Percaya Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Akupunkturis memiliki kemampuan untuk menyembuhkan penyakit

6 7.4 7.4 7.4

23 28.4 28.4 35.8

52 64.2 64.2 100.0

81 100.0 100.0

Tidak Percaya Kurang Percaya Percaya Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Akupunkturis mempunyai kemampuan yang sama dengan tenaga kesehatan lain dalam menyembuhkan

36 44.4 44.4 44.4

13 16.0 16.0 60.5

32 39.5 39.5 100.0

81 100.0 100.0

Tidak Percaya Kurang Percaya Percaya Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Akupunktur di batra pengobatannya tidak memiliki efek samping

10 12.3 12.3 12.3

17 21.0 21.0 33.3

54 66.7 66.7 100.0

81 100.0 100.0

Tidak Percaya Kurang Percaya Percaya Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Ketika gagal dalam penyembuhan masih ingin berobat ke batra akupunktur

25 30.9 30.9 30.9

21 25.9 25.9 56.8

35 43.2 43.2 100.0

Tidak percaya Kurang Percaya Percaya Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(2)

Total kepercayaan

1 1.2 1.2 1.2

1 1.2 1.2 2.5

2 2.5 2.5 4.9

12 14.8 14.8 19.8

5 6.2 6.2 25.9

2 2.5 2.5 28.4

4 4.9 4.9 33.3

15 18.5 18.5 51.9

7 8.6 8.6 60.5

17 21.0 21.0 81.5

15 18.5 18.5 100.0

81 100.0 100.0

5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Kepercayaan Responden Terhadap Batra Akupnktur

16 19.8 19.8 19.8

26 32.1 32.1 51.9

39 48.1 48.1 100.0

81 100.0 100.0

Tidak Percaya Kurang Percaya Percaya Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(3)

Be rapa kali res ponde n berk unjung

4 4.9 4.9 4.9

4 4.9 4.9 9.9

7 8.6 8.6 18.5

4 4.9 4.9 23.5

8 9.9 9.9 33.3

2 2.5 2.5 35.8

1 1.2 1.2 37.0

2 2.5 2.5 39.5

9 11.1 11.1 50.6

3 3.7 3.7 54.3

1 1.2 1.2 55.6

1 1.2 1.2 56.8

3 3.7 3.7 60.5

1 1.2 1.2 61.7

1 1.2 1.2 63.0

1 1.2 1.2 64.2

1 1.2 1.2 65.4

1 1.2 1.2 66.7

3 3.7 3.7 70.4

2 2.5 2.5 72.8

5 6.2 6.2 79.0

1 1.2 1.2 80.2

3 3.7 3.7 84.0

2 2.5 2.5 86.4

2 2.5 2.5 88.9

1 1.2 1.2 90.1

1 1.2 1.2 91.4

5 6.2 6.2 97.5

1 1.2 1.2 98.8

1 1.2 1.2 100 .0

81 100 .0 100 .0

1 2 3 4 5 6 7 8 10 12 13 14 15 16 18 20 23 24 25 28 30 31 35 36 38 41 45 48 58 61 Total Valid

Fre quency Percent Valid Percen t

Cu mu lative Percent

Kategori Penyakit Responden * Kategori Pemanfaatan Crosstabulation

Count

0 0 6 6

7 2 14 23

18 7 27 52

25 9 47 81

Ringan Sedang Berat Kategori Penyakit

Responden

Total

Rendah Sedang Tinggi Kategori Pemanfaatan


(4)

Kategori Pemanfaatan

25 30.9 30.9 30.9

9 11.1 11.1 42.0

47 58.0 58.0 100.0

81 100.0 100.0

Rendah Sedang Tinggi Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

2. Uji kenormalan dengan kolmogororov smirnov

NPar Tests

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

81 81 81 81 81 81

2.20 1.67 1.65 31.64 10.28 15.42

.679 .474 .479 8.842 3.392 13.814

.269 .426 .419 .129 .138 .148

.269 .253 .260 .081 .108 .146

-.237 -.426 -.419 -.129 -.138 -.148

2.419 3.830 3.774 1.160 1.242 1.334

.000 .000 .000 .135 .092 .057

N

Mean Std. Deviation Normal Parametersa,b

Absolute Positive Negative Most Extreme

Differences

Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)

Pendidikan Terakhir Responden

Pekerjaan Responden

Penghasilan Sebulan Keluarga

Responden PERTOT KEPTOT

Berapa Kali Responden Berkunjung Selama Tahun 2010

s/d Bulan 4

Test distribution is Normal. a.

Calculated from data. b.

Data berdistribusi normal p>0,05 (Variabel numerik yaitu persepsi,

kepercayaaan dan pemanfaatan memiliki p value >0,05)

3. Bivariate

Correlations


(5)

Correlations

1 .290** .136 -.070 -.070 -.108

. .009 .226 .534 .532 .335

81 81 81 81 81 81

.290** 1 .345** -.074 -.161 -.299**

.009 . .002 .510 .152 .007

81 81 81 81 81 81

.136 .345** 1 -.082 -.036 .017

.226 .002 . .468 .749 .878

81 81 81 81 81 81

-.070 -.074 -.082 1 .730** .498**

.534 .510 .468 . .000 .000

81 81 81 81 81 81

-.070 -.161 -.036 .730** 1 .612**

.532 .152 .749 .000 . .000

81 81 81 81 81 81

-.108 -.299** .017 .498** .612** 1

.335 .007 .878 .000 .000 .

81 81 81 81 81 81

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

Pendidikan Terakhir Responden

Pekerjaan Responden

Penghasilan Sebulan Keluarga Responden

total persepsi

Total kepercayaan

Kategori Pemanfaatan

Pendidikan Terakhir Responden

Pekerjaan Responden

Penghasilan Sebulan Keluarga

Responden total persepsi

Total kepercayaan

Kategori Pemanfaatan

Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). **.

Berhubungan p < 0.05 : Pekerjaan , Persepsi dan Kepercayaan

4. Multivariate

Regression

Variables Entered/Removedb

Total kepercaya an, Pekerjaan Responde n, total persepsia

. Enter Model

1

Variables Entered

Variables

Removed Method

All requested variables entered. a.

Dependent Variable: Kategori Pemanfaatan b.

Model Summary

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate


(6)

ANOVAb

27.989 3 9.330 18.887 .000a

38.036 77 .494

66.025 80

Regression Residual Total Model 1

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Predictors: (Constant), Total kepercayaan, Pekerjaan Responden, total persepsi a.

Dependent Variable: Kategori Pemanfaatan b.

Coefficientsa

.432 .517 .835 .406

-.401 .167 -.211 -2.408 .018

.017 .017 .129 1.021 .311

.161 .043 .484 3.777 .000

(Constant)

Pekerjaan Responden total persepsi

Total kepercayaan Model

1

B Std. Error Unstandardized

Coefficients

Beta Standardized

Coefficients

t Sig.

Dependent Variable: Kategori Pemanfaatan a.

Berpengaruh p < 0.05 :


Dokumen yang terkait

Persepsi Masyarakat Tentang Pengobatan Tradisional Di Desa Percut Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2004

0 27 124

Pengaruh Kepuasan Pasien Terhadap respon Purna Pemanfaatan Pelayanan Rawat Inap di Puskesmas Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2005

0 27 79

Gambaran Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Pasien Terhadap Pengobatan Akupuntur Keluarga Besar Serumpun Bambu Di Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2010

1 62 129

Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi terhadap Pendapatan Nelayan (Studi Kasus : Desa Percut Sei Tuan, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang)

0 7 73

FUNGSI HUKUM ADAT BAGI MASYARAKAT DI DESA PERCUT SEI TUAN KECAMATAN PERCUT SEI TUAN KABUPATEN DELI SERDANG.

0 1 13

Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi terhadap Pendapatan Nelayan (Studi Kasus : Desa Percut Sei Tuan, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang)

0 3 11

Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi terhadap Pendapatan Nelayan (Studi Kasus : Desa Percut Sei Tuan, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang)

0 3 1

Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi terhadap Pendapatan Nelayan (Studi Kasus : Desa Percut Sei Tuan, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang)

0 0 7

Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi terhadap Pendapatan Nelayan (Studi Kasus : Desa Percut Sei Tuan, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang)

0 0 18

Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi terhadap Pendapatan Nelayan (Studi Kasus : Desa Percut Sei Tuan, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang)

1 1 3