44
Persyaratan untuk mengikuti Pendidikan dan Pelatihan Pembentukan Jaksa adalah: Pasal 19 Perja Per-064AJA072007
a Pegawai Kejaksaan dengan masa kerja sekurang-kurangnya 2 dua tahun. b Sarjana Hukum.
c Berpangkat serendah-rendahnya Yuana Wiragolongan IIIa. d Usia serendah-rendahnya 25 dua puluh lima tahun dan setinggi-tingginya
35 tiga puluh lima tahun pada saat dilantik menjadi Jaksa. e Berkelakuan tidak tercela.
f Sehat fisik dan mental dibuktikan dengan surat keterangan kesehatan secara lengkap general check up pada rumah sakit yang ditunjuk,
mempunyai postur badan yang ideal dan keterangan bebas dari narkoba yang dibuktikan dengan hasil laboratorium.
g Memiliki potensi yang dapat dikembangkan dalam melaksanakan jabatan jaksa yang dinyatakan secara obyektif oleh atasan minimal eselon III.
h Telah membantu melaksanakan proses penanganan perkara baik dalam perkara pidana, perdata dan tata usaha negara serta dibuktikan dengan
sertifikasi oleh Kepala Kejaksaan setempat dengan standar yang ditentukan.
i Lulus penyaringan yang diselenggarakan oleh Panitia Rekrutmen Calon Jaksa Kejaksaan Republik Indonesia.
Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, jaksa juga wajib senantiasa menjunjung tinggi kode etik untuk menjaga kehormatan dan
martabat profesinya. Kode Etik Jaksa atau Kode Perilaku Jaksa adalah
45
serangkaian norma sebagai pedoman untuk mengatur perilaku jaksa dalam menjalankan jabatan profesi, menjaga kehormatan dan martabat profesinya
serta menjaga hubungan kerjasama dengan penegak hukum lainnya.
B. Tugas dan Wewenang Kejaksaan
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia telah mengatur tugas dan wewenang Kejaksaan sebagaimana
ditentukan dalam Pasal 30, yaitu : 1 Di bidang pidana, Kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang :
a. Melakukan penuntutan; b. Melaksanakan penetapan hakin dan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap; c. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana
bersyarat, putusan pidana pengawasan dan keputusan bersyarat; d. Melaksanakan
penyelidikan terhadap
tindak pidana
tertentu berdasarkan Undang-Undang;
e. Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang
dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik. 2 Di bidang perdata dan tata usaha negara, kejaksaan dengan kuasa khusus
dapat bertindak di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama Negara atau pemerintah
3 Dalam bidang ketertiban dan ketentraman umum, Kejaksaan turut menyelenggarakan kegiatan :
46
a. Peningkatan kesadaran hukum masyarakat; b. Pengamanan kebijakan penegakan hukum;
c. Pengamanan peredaran barang cetakan; d. Pengawasan
aliran kepercayaan
yang dapat
membahayakan masyarakat dan Negara;
e. Pencegahan peyalahgunaan danatau penodaan agama; f. Penelitian dan pengembangan hukum statistik kriminal.
Selain itu, Pasal 31 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia menegaskan bahwa Kejaksaan dapat meminta
kepada hakim untuk menetapkan seorang terdakwa di rumah sakit atau tempat perawatan jiwa atau tempat lain yang layak karena bersangkutan tidak mampu
berdiri sendiri atau disebabkan oleh hal-hal yang dapat membahyakan orang lain, lingkungan atau dirinya sendiri.
Pasal 32 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia menetapkan bahwa di samping tugas dan wewenang
tersebut dalam Undang-Undang ini, Kejaksaan dapat diserahi tugas dan wewenang lain berdasarkan Undang-Undang. Selanjutnya Pasal 33 Undang-
Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia mengatur bahwa dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, Kejaksaan
membina hubungan kerjasama dengan badan penegak hukum dan keadilan serta badan negara atau instansi lainnya. Kemudian Pasal 34 Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia menetapkan bahwa Kejaksaan dapat memberikan pertimbangan dalam bidang hukum
47
kepada instalasi pemerintah lainnya. Segenap tugas dan wewenang Kejaksaan tersebut dilaksanakan dalam kerangka negara hukum guna mewujudkan peran
Kejaksaan dalam penegakan supremasi hukum di negara Indonesia, agar kesetabilan dan ketahanan bangsa dapat semakin kokoh.
Sebagaimana diketahui berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, kejaksaan adalah lembaga
penegak hukum yang merupakan bagian dari salah satu sistem dalam peradilan pidana terpadu ICJS: Integreted Criminal Justice System. Selain
itu diatur pula tugas di bidang Datun dimana kejaksaaan dapat mewakili pemerintahnegara. Jaksa yang sedang melaksanakan tugas ini disebut Jaksa
Pengacara Negara, yakni bertindak seperti advokat bagi yang menguasakan untuk mewakilinya.
Tidak semua jaksa otomatis menjadi Jaksa Pengacara Negara karena penyebutan itu hanya kepada jaksa-jaksa yang secara struktural dan fungsional
melaksanakan tugas-tugas Datun. Istilah ini bukan baru muncul saat bidang Perdata dan Tata usaha Negara dibentuk secara struktural di Kejaksaan Agung
pada 1992, namun telah dikenal sejak 1922 vide: Stb 1922 Nomor 522, Vertegenwoordige van den Lande in Rechten. Dalam Pasal 2 Stb 1922 No.
522 disebutkan, “Dalam suatu proses atau sengketa yang diadili dengan prosedur perdata, bertindak untuk Pemerintah Indonesia sebagai penanggung
jawab negara di pengadilan adalah opsir justisi atau jaksa” vide Pasal 2 huruf b dan seterusnya. Bahkan di negeri Belanda, para Jaksa Agung Muda disebut
Advocaten General baik Kejaksaan di Hoge Raad maupun di Gerechtshoven
48
vide: art 3 RO. Bld, sebagai konsekuensi penugasannya untuk membela kepentingan negara dan publik, baik dalam proses pidana maupun masalah
perdata dan ekstra yudisial lainnya.
24
Bahwa akibat bergulirnya reformasi telah membuat perubahan mendasar terhadap pola pikir dan tata laku warga masyarakat. Realitas demikian juga
membawa konsekuensi dalam reformasi hukum, khususnya bidang Datun, lebih fokusnya atas keberadaan Jaksa Pengacara Negara. Hal ini terkait
dengan meningkatnya kesadaran hukum atau merebaknya keberanian warga masyarakat menggugat berbagai kebijakan pemerintahnegara. Beberapa
contoh konkret di antaranya :
Pertama, pada 2005 ada class action gugatan perwakilan kelompok
yang diadukan oleh sekitar 20 juta mantan anggota Partai Komunis Indonesia terhadap presiden dan mantan presiden Republik Indonesia. Penggugat
mendalilkan bahwa pemerintah Republik Indonesia telah melakukan perbuatan melanggar hukum berupa pelanggaran hak asasi manusia terhadap
mereka. Penggugat menuntut agar pemerintah Republik Indonesia dihukum untuk membayar ganti rugi minimum Rp. 400 juta per penggugat, sehingga
jumlah keseluruhannya Rp. 8.000 triliun. Pemerintah Republik Indonesia selanjutnya menugaskan Jaksa Agung cq Jaksa Pengacara Negara menghadapi
gugatan tersebut. Atas usaha keras para Jaksa Pengacara Negara, pemerintah Republik Indonesia akhirnya terhindar dari kewajiban membayar ganti rugi
tersebut.
24
Duniakontraktor, Landasan Hukum Jaksa Pengacara Negara”, http:duniakontraktor. wordpress.com20110307landasan-hukum-jaksa-pengacara-negara, diakses Sabtu, tanggal 09
Agustus 2014.