Masa Reformasi Independensi Kejaksaan Sebagai Jaksa Pengacara Negara (Studi di Kejaksaan Agung Republik Indonesia)

26 sakit atau tempat perawatan jiwa, atau tempat lain yang layak karena bersangkutan tidak mampu berdiri sendiri atau disebabkan oleh hal-hal yang dapat membahyakan orang lain, lingkungan atau dirinya sendiri. Pasal 32 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia tersebut menetapkan bahwa di samping tugas dan wewenang tersebut dalam undang-undang ini, Kejaksaan dapat diserahi tugas dan wewenang lain berdasarkan undang-undang. Selanjutnya Pasal 33 mengatur bahwa dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, Kejaksaan membina hubungan kerjasama dengan badan penegak hukum dan keadilan serta badan negara atau instansi lainnya. Kemudian Pasal 34 menetapkan bahwa Kejaksaan dapat memberikan pertimbangan dalam bidang hukum kepada instalasi pemerintah lainnya. Pada masa reformasi pula Kejaksaan mendapat bantuan dengan hadirnya berbagai lembaga baru untuk berbagi peran dan tanggungjawab. Kehadiran lembaga-lembaga baru dengan tanggungjawab yang spesifik ini mestinya dipandang positif sebagai mitra Kejaksaan dalam memerangi korupsi. Sebelumnya, upaya penegakan hukum yang dilakukan terhadap tindak pidana korupsi, sering mengalami kendala. Hal itu tidak saja dialami oleh Kejaksaan, namun juga oleh Kepolisian Republik Indonesia dan badan-badan lainnya. Kendala tersebut antara lain : 1 Modus operandi yang tergolong canggih 2 Pelaku mendapat perlindungan dari korps, atasan, atau teman- temannya 27 3 Objeknya rumit compilicated, misalnya karena berkaitan dengan berbagai peraturan 4 Sulitnya menghimpun berbagai bukti permulaan 5 Manajemen sumber daya manusia 6 Perbedaan persepsi dan interprestasi di kalangan lembaga penegak hukum yang ada 7 Sarana dan prasarana yang belum memadai 8 Teror psikis dan fisik, ancaman, pemberitaan negatif, bahkan penculikan serta pembakaran rumah penegak hukum. Upaya pemberantasan korupsi sudah dilakukan sejak dulu dengan pembentukan berbagai lembaga. Kendati begitu, pemerintah tetap mendapat sorotan dari waktu ke waktu sejak rezim Orde Lama. Undang- Undang Tindak Pidana Korupsi yang lama yaitu Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1971, dianggap kurang bergigi sehingga diganti dengan Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999. Dalam undang-undang ini diatur beban pembuktian terbalik bagi pelaku korupsi dan juga pemberlakuan sanksi yang lebih berat, bahkan hukuman mati bagi koruptor. Belakangan undang-undang ini juga dipandang lemah dan menyebabkan lolosnya para koruptor karena tidak adanya Aturan Peralihan dalam undang-undang tersebut. Polemik tentang kewenangan jaksa dan polisi dalam melakukan penyidikan kasus korupsi juga tidak bisa diselesaikan oleh undang-undang ini. Akhirnya, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam penjelasannya secara tegas 28 menyatakan bahwa penegakan hukum dan pemberantasan korupsi yang dilakukan secara konvensional selama ini terbukti mengalami berbagai hambatan. Untuk itu, diperlukan metode penegakan hukum luar biasa melalui pembentukan sebuah badan negara yang mempunyai kewenangan luas, independen, serta bebas dari kekuasaan manapun dalam melakukan pemberantasan korupsi, mengingat korupsi sudah dikategorikan sebagai extraordinary crime. Sehingga Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengamanatkan pembentukan pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus tindak pidana korupsi. Sementara untuk penuntutannya, diajukan oleh Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi selanjutnya disingkat KPK yang terdiri dari Ketua dan 4 empat Wakil Ketua yang masing-masing membawahi empat bidang, yakni Pencegahan, Penindakan, Informasi dan Data, Pengawasan internal dan Pengaduan masyarakat. Dari ke empat bidang itu, bidang penindakan bertugas melakukan penyidikan dan penuntutan. Tenaga penyidiknya diambil dari Kepolisian dan Kejaksaan Republik Indonesia. Sementara khusus untuk penuntutan, tenaga yang diambil adalah pejabat fungsional Kejaksaan. Hadirnya KPK menandai perubahan fundamental dalam hukum acara pidana, antara lain di bidang penyidikan. 29

B. Kedudukan dan Peran Kejaksaan Republik Indonesia

Mengenai kedudukan dan peranan kejaksaan Kejaksaan Republik Indonesia dalam sistem pemerintahan telah ditegaskan dalam penjelasan UUD 1945 dan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia yang menyatakan bahwa kedudukan kejaksaan adalah Lembaga Pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara terutama dibidang penuntutan di lingkungan peradilan umum. Ini berarti bahwa kejaksaan sebagai perwujudan dari segala kebebasan dan keadilan, sebab kejaksaan mewakili dan mempertahankan kekuasaan negara, memperjuangkan kepentingan umum yang sangat membutuhkan ketertiban dan ketentraman dalam kehidupan dan diharapkan kejaksaan mampu bertindak secara netral, didalam menangani perkara yang harus dipecahkan, khususnya di dalam penanganan perkara selama proses di Pengadilan.

1. Kedudukan Kejaksaan Republik Indonesia

Kedudukan sentral Kejaksaan berkait erat dengan kedudukan dan fungsi Kejaksaan Republik Indonesia dalam penegakan hukum di Indonesia. Sudah tentu penekanan pada eksistensi dan eksisnya institusi ini baik dalam tataran teoritis yang mengacu pada konsepsi negara hukum maupun dalam asas normative praktis yang berpedoman pada peraturan perundang-undangan artinya Kejaksaan dalam menjalankan tugas dan wewenangnya dalam kedudukannya sebagai badan yang terkait dengan kekuasaan kehakiman dalam penegakan hukum, harus menjunjung tinggi supremasi hukum sebagai prasyarat mutlak bagi penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Supremasi hukum berarti adanya jaminan konstitusional dalam proses politik yang dijalankan 30 oleh kekuasaan eksekutif, legislative dan yudikatif. Supremasi hukum akan selalu bertumpu pada kewenangan yang ditentukan oleh hukum. 23 Kedudukan Kejaksaan Republik Indonesia terdapat dalam Pasal 2, Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia yaitu : Pasal 2 : 1 Kejaksaan Republik Indonesia yang selanjutnya dalam Undang- Undang ini disebut kejaksaan adalah lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan Undang-Undang. 2 Kekuasaan negara sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 dilaksanakan secara merdeka. 3 Kejaksaan sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 adalah satu dan tidak terpisahkan. Pasal 3 Pelaksanaan kekuasaan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, diselenggarakan oleh Kejaksaan Agung, Kejaksaan tinggi dan Kejaksaan negeri. Pasal 4 1 Kejaksaan Agung berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia dan daerah hukumnya meliputi wilayah kekuasaan negara Republik Indonesia. 23 Wijatobone,“KedudukanKejaksaan”, http:wijatobone.blogdetik.com20081021optimali sasi-peran-kejaksaan-dalam-penegakan-supremasi-hukum, diakses Sabtu, tanggal 09 Agustus 2014. 31 2 Kejaksaan Tinggi berkedudukan di ibukota provinsi dan daerah hukumnya meliputi wilayah provinsi. 3 Kejaksaan negeri berkedudukan di ibukota kabupatenkota yang daerah hukumnya meliputi daerah kabupatenkota.

2. Peran Kejaksaan Republik Indonesia

UUD 1945 menentukan secara tegas bahwa Indonesia adalah negara hukum rechtsstaat. Sejalan dengan ketentuan tersebut maka salah satu prinsip penting negara hukum adalah adanya jaminan kesejahtraan bagi setiap orang di hadapan hukum equality before the law. Oleh karena itu, setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Jaminan perlindungan dan kepastian hukum yang adil tersebut setidaknya tercermin dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia sebagai perubahan atas Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Undang-Undang Kejaksaan yang baru tersebut dimaksudkan untuk lebih menetapkan kedudukan dan peran Kejaksaan Republik Indonesia sebagai lembaga negara pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan. Pelaksanaan kekuasaan negara dalam Undang-Undang tersebut harus dilaksanakan secara merdeka. Penegasan ini tertuang dalam Pasal 2 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, bahwa Kejaksaan adalah lembaga pemerintah yang 32 melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan secara merdeka dalam arti bahwa dalam melaksanakan fungsi, tugas dan wewenangnya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh kekuasaan lainnya. Ketentuan ini betujuan melindungi profesi Jaksa dalam melaksanakan tugas profesionalnya. Kejaksaan sebagai salah satu lembaga penegak hukum dituntut untuk lebih berperan dalam menegakkan supremasi hukum, perlindungan kepentingan umum, penegakan hak asasi manusia, serta pemberantasan KKN. Kejaksaan harus mampu terlibat sepenuhnya dalam proses pembangunan antara lain turut menciptakan kondisi yang mendukung dan mengamankan pelaksanaan pembangunan untuk mewujudkan masyarakan adil dan makmur berdasarkan Pancasila, serta kewajiban untuk turut menjaga dan menegakan kewajiban pemerintah dan negara serta melindungi kepentingan masyarakat. Di sinilah letak peran strategis Kejaksaan dalam pemantapan ketahanan bangsa. Dasar hukum pelaksanaan kedudukan dan peranan Kejaksaan Republik Indonesia sebagai lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan dalam tata susunan kekuasaan badan-badan penegak hukum dan keadilan dijabarkan pada Pasal 5 Ayat 1, Pasal 20 Ayat 1 UUD 1945, yaitu : Pasal 5 Ayat 1 Presiden memegang kekuasaan membentuk Undang- Undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Pasal 20 Ayat 1 Tiap-tiap Undang-Undang menghendaki persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat